Monthly Archives: April 2018

Memahami Generai Milenial dan Strategi dalam Mengelolanya Dalam Dunia Kerja

Posted by miftachurohman on April 25, 2018
Tugas Kuliah / No Comments

***

Artikel ini saya tulis sebagai tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya manusia

***

Salah satu tantangan baru bagi dunia kerja adalah tingginya jumlah milennial (Generasi Y) yang masuk kedalam dunia kerja dengan keistimewaan yang cenderung berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Dalam dunia pekerjaan, milennial sering disebut-sebut sebagai generasi yang menyukai kebebasan dan fleksibilitas seperti kebebasan belajar, bekerja, maupun berbisnis. Generasi ini pula dikatakan sebagai challenge seeker. Karakteristik generasi Y tersebut mendorong tren dimana anak muda sekarang lebih selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai, dan hal ini tidak lepas dari work value yang mereka miliki. Penelitian ini ingin mengetahui tentang bagaimana work value dari generasi Y di Indonesia.

Tahun 2020 hingga tahun 2030 diprediksi bahwa Indonesia akan mencapai puncak populasi usia produktif sebesar 70% dari total penduduk Indonesia (Sebastian, Amran, dan Youth Lab, 2016). Hal ini bisa menjadi keuntungan untuk perekonomian dan kemajuan Indonesia apabila generasi milennial sebagai generasi dengan jumlah yang besar bisa dikelola dengan baik. Terlebih lagi apabila setiap perusahaan dapat mengelola tenaga kerja milenialnya.

Dewasa ini, generasi Y menjadi tantangan tersendiri bagi dunia bisnis karena mereka sudah mulai memasuki pasar tenaga kerja. Generasi Y (milennial) merupakan generasi yang lahir antara tahun 1980 hingga tahun 2000. Generasi Y disebutkan sebagai generasi yang bebas memilih apa yang sesuai dengan dirinya, termasuk bebas  memilih pekerjaan. Selain dari karakteristiknya yang menarik, generasi Y juga disebutsebut sebagai kontributor yang besar untuk perekonomian bangsa dalam jumlah yang benar-benar dipekerjakan dan berpotensi untuk menghasilkan kapasitas.

Gambar 1. Piramida penduduk Indonesia

Sumber: Data Sensus Penduduk 2010, Badan Pusat Statistik

Di Indonesia, generasi milenial menjadi generasi yang sangat penting dalam upaya untuk memajukan bangsa karena jumlahnya yang sangat besar. Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2010, dari 237 juta penduduk Indonesia sebanyak 62 juta diantaranya merupakan penduduk dengan usia antara 15 hingga 29 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa 26 % dari jumlah penduduk Indonesia merupakan usia muda. Sedangkan penduduk dengan rentan usia 30 hingga 39 tahun yang merupakan milenial gelombang awal berjumlah kurang lebih sebanyak 38 juta. Apabila ditotal, maka sekitar 100 juta penduduk Indonesia merupakan generasi Y. Bonus demografi ini bisa sangat menguntungkan Indonesia apabila generasi ini dapat berperan dengan baik di berbagai bidang.

Seiring berjalannya waktu, karyawan yang sudah memasuki usia senja dan mulai memasuki usia pensiun akan digantikan dengan karyawan-karyawan baru yang lebih muda (young generation). Young generation inilah yang akan akan menjadi penentu keberhasilan peruhaban maupun negara di masa yang akan datang.

Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2016 terdapat kurang lebih 127 juta jiwa penduduk Indonesia yang merupakan penduduk dengan usia yang termasuk angkatan kerja. Dari jumlah total angkatan kerja Indonesia tahun 2016, kurang lebih 120 jiwa diantaranya bekerja dan sisanya adalah pengangguran. Angkatan kerja Indonesia yang merupakan generasi milennial adalah sebanyak 38.83%, sedangkan 36.12% adalah generasi X dan 25.05% adalah generasi baby boomers.

Generasi yang berbeda-beda di tempat kerja seringkali menimbulkan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh manajemen sumber daya manusia di perusahaan (Sajjadi, Sun, dan Castillo, 2012).

Sering dikatakan sebagai generasi instan, generasi Y memiliki beberapa sisi positif untuk melawan persepsi negatif tersebut. Dalam Angeline (2011) generasi Y dinilai sebagai generasi yang bekerja dalam tim secara lebih baik, lebih kooperatif, dan lebih optimis pada masa depan dibandingkan dengan generasi baby boomers dan generasi X. Mereka tidak suka prosedur pengawasan yang ketat dan jadwal kerja yang kaku. Milenial akan lebih lama bertahan dalam pekerjaan atau perusahaan yang telah menggunakan teknologi canggih, pekerjaan yang menantang dan yang mereka anggap menyenangkan. Generasi ini juga disebutkan sebagai generasi yang mendukung perbedaan dan mencari adanya work-life balance.

Dalam Berkup (2014), generasi Y dianggap memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan mereka hidup pada masa transisi, salah satunya adalah perkembangan teknologi yang cepat. Generasi Y dinilai sebagai generasi yang bisa tetap melangkah dengan perubahan serta peka terhadap perubahan, mereka justru menyukai dan menginginkan adanya perubahan tersebut. Mereka tidak suka menunggu, sehingga mereka dapat dengan segera menyelesaikan pekerjaan mereka yang bersifat singkat. Generasi Y hidup di era globalisasi dan menyebabkan mereka lebih bisa berpikir secara terbuka ketimbang dengan generasi-generasi sebelumnya. Mereka lebih menerima perbedaan dalam masyarakat maupun dunia kerja.

Generasi Y tumbuh dengan ditandai adanya peningkatan akan pengakuan diri (self-esteem) serta memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu adalah hal yang mungkin (Hobart, 2014). Mereka adalah generasi yang optimis, bersifat sosial, dan memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Generasi ini merupakan generasi yang berpendidikan dan mengerti teknologi dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.

Dilihat sisi pekerjaan, Hobart (2014) mengatakan hal yang sama dengan Zemke et al. (2000 dalam Angeline, 2011) bahwa generasi Y cenderung lebih memilih pekerjaan yang berarti dan menantang. Generasi Y membutuhkan waktu yang lebih lama daripada generasi-generasi sebelumnya dalam mencari pekerjaan yang sesuai. Generasi ini mencari fleksibilitas di tempat kerja, baik dari segi waktu maupun tempat dimana mereka bekerja. Hal-hal penting lain yang diperhatikan generasi Y di tempat kerja selain work-life balance adalah lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan.

Generasi Y seringkali diberi label sebagai job hopper atau seseorang yang suka untuk berpindah-pindah pekerjaan. Dalam survei Gallup (2016) dikatakan pula bahwa sebenarnya milennial tidak menginginkan untuk berganti-ganti pekerjaan, hanya saja mereka merasa perusahaan tidak memberikan alasan yang menarik untuk membuat mereka tetap bertahan didalamnya. Generasi ini hanya menginginkan pekerjaan yang mereka rasa bernilai dan lebih menguntungkan bagi mereka. Dan karena alasan inilah mereka sering berpindah-pindah pekerjaan. Generasi Y memiliki tingkat mobilitas pekerjaan dan mobilitas organisasi yang tinggi dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya (Lyons et al., 2012). Hasil survei Gallup (2016) menunjukkan bahwa nilai dan sikap kerja generasi memerlukan perhatian lebih. Hal ini salah satunya disebabkan karena perusahaan maupun manajer kurang memperhatikan apa yang menjadi work values dari karyawannya sehingga perusahaan mampu mengelola karyawan dengan baik. Generasi Y memberikan tantangan tersendiri bagi para pimpinan maupun manajer di perusahaan. Tantangan tersebut adalah bagaimana manajer mampu melatih, mendidik, dan memotivasi karyawan sehingga memberi manfaat bagi perusahaan dari kekuatan dan potensi yang dimiliki.

Generasi Y yang akan memulai karir cenderung melihat faktor intrinsik sebuah pekerjaan, contohnya seperti gaji dan penghargaan yang akan diberikan oleh pemberi kerja. Berbeda dengan generasi Y yang sudah bekerja. Mereka cenderung menempatkan faktor ekstrinsik diatas faktor-faktor lainnya dalam melihat sebuah pekerjaan (Jin dan Rounds, 2012). Hal tersebut sama dengan Ng et. al. (2010) yang menemukan bahwa generasi Y menempatkan faktor intrinsik pekerjaan sebagai aspek yang paling penting.

Referensi:

Sebastian, Y., D. Amran, dan Y. Lab.2016. Generasi Langgas Millenials Indonesia. Gagas Media: Jakarta.

Sajjadi, A., B.C. Sun, and L.C. Castillo. 2012. Generational differences in work attitude. Thesis in Business Administration Jonkoping University

Angeline, T.2011. Managing generational diversity at the workplace:expectations and perceptions of different generations of employees‟.African Journal of Business Management, 5(2): 249-255.

Lyons, B. D., Et Al. 2012. A Reexamination Of The Web-Based Job Demand For Phr And Sphr Certifications In The United States.” Human Resource Management 51(5): 769-788.

Tags: , , , ,

Peran Pemulia Tanaman dalam Meningkatkan Produktifitas Tanaman

Posted by miftachurohman on April 10, 2018
Paper, Tugas Kuliah / No Comments

Benih ataupun bibit, sebagai produk akhir dari suatu program pemuliaan tanaman, yang pada umumnya memiliki karakteristik keunggulan tertentu, mempunyai peranan yang vital sebagai penentu batas-atas produktivitas dan dalam menjamin keberhasilan budidaya tanaman. Sampai saat ini, upaya perbaikan genetik tanaman di Indonesia masih terbatas melalui metode pemuliaan tanaman konvensional, seperti persilangan, seleksi dan mutasi, dan masih belum secara optimal memanfaatkan aneka teknologi pemuliaan modern yang saat ini sangat pesat perkembangannya di negara-negara maju.

Tujuan pemuliaan masih berkisar pada upaya peningkatan produktivitas, ketahanan terhadap hama dan penyakit utama dan toleransi terhadap cekaman lingkungan (Al, Fe, kadar garam, dll), pemuliaan kearah karakter kualitas paling sering dijumpai pada komoditas hortikultura. Pada umumnya, kegiatan pemuliaan di Indonesia masih didominasi oleh lembaga-lembaga pemerintah, sedangkan pihak swasta masih terbatas dalam upaya propagasi (perbanyakan) tanaman dan relatif sedikit yang sudah mengembangkan divisi R & D-nya.

Riset pemuliaan molekuler masih sangat terbatas. Pemberlakuan UU No. 29 tahun 2000, yang memberikan perlindungan dan hak khusus bagi pelaku riset pemuliaan, memberi peluang untuk berkembangnya industri perbenihan kompetitif yang berbasis riset pemuliaan. 

Peningkatan produktivitas tanaman umumnya merupakan tujuan yang paling sering dilakukan pemulia dalam merakit suatu kultivar. Hal ini karena peningkatan produktivitas berpotensi menguntungkan secara ekonomi. Bagi petani, peningkatan produktivitas diharapkan dapat menkonpensasi biaya produksi yang telah dikeluarkan.

Peningkatan produktivitas (daya hasil per satuan luas) diharapkan akan dapat meningkatkan produksi secara nasional. Terlebih bahwa telah terjadinya pelandaian peningkatan produktivitas beberapa komoditas tanaman, utamanya padi.

Peran pemuliaan dalam upaya peningkatan kualitas komoditas tanaman adalah perakitan kultivar yang memiliki kualitas tinggi seperti perbaikan terhadap warna, rasa, aroma, daya simpan, kandungan protein, dll. Perbaikan kualitas juga berarti perbaikan ke arah preferensi konsumen (market/ client). Karakter kualitas target pemuliaan.

Sebagai contoh pada tanaman mangga adalah karakter (diantaranya): daging buah tebal, rasa manis, tekstur daging buah baik, kadar serat rendah, biji tipis, kulit buah tebal dengan warna menarik serta memiliki daya simpan yang panjang.

Tags: ,

Orientasi Nilai Budaya Menurut F.R. Kluckhon

Posted by miftachurohman on April 10, 2018
Tugas Kuliah / No Comments

Untuk memahami tentang orientasi nilai budaya, perhatikan table dibawah ini:

No

Masalah Dasar

Tradisional

Transisi

Modern

1. Hakekat Hidup Hidup itu buruk.

Contoh: Orang yang frustasi menganggap hidup adalah suatu sumber keprihatinan dan derita.

Hidup itu baik.

Contoh: Anggapan bahwa hidup itu nasib dan tidak dapat diubah.

Hidup Sukar tapi harus diperjuangkan.

Contoh: Orang yang selalu optimis dalam hidupnya, dan berfikir bahwa hidup itu pilihan.

2. Hakekat Karya Kelangsungan hidup.

Contoh: Bekerja hanya untuk mencari makan dan berproduksi.

Kedudukan dan kehormatan / prestise.

Contoh:Bekerja hanya untuk mendapat pujian/penghargaan dari orang-orang sekitar.

Mempertinggi prestise.

Contoh: Bekerja untuk beramal menolong orang lain yang kurang beruntung atau untuk menghasilkan karya-karya agung.

3. Hakekat Kedudukan Manusia dalam Ruang-Waktu Orientasi ke masa lalu.

Contoh: Orang tua biasanya menggunakan masa lalunya sebagai standar kepada fasiltas yang diberikan kepada anaknya.

Orientasi ke masa kini:

Contoh: Boros dan tidak melakukan managemen keuangan.

Orientasi ke masa depan.

Contoh: Menabung untuk masa depan.

4. Hakekat Hubungan Manusia dengan Alam Sekitar Tunduk kepada alam.

Contoh: Menerima apa adanya hasil panen.

Selaras dengan alam.

Contoh: Budaya Jawa pranotomongso dalam musim tanam.

Menguasai alam.

Contoh: Ilmuan mengembangkan tanaman padi yang tahan terhadap kekeringan ataupun terhadap banjir.

5. Hakekat Hubungan Manusia dengan Manusia Vertikal (terciptanya pengembangan orientasi keatas (senioritas)).

Contoh: Ketergantungan staff terhadap atasan terhadap perintahnya, sehingga kurangnya sikap inisiatif.

Horizontal/ kolekial.

Contoh: Sikap gotong royong yang timbul diantara sesama manusia.

Individual.

Contoh: Selalu menganggap bahwa hal yang dilakukanya adalah yang terbaik.

Tags: , , ,