Monthly Archives: July 2018

Laporan Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara V: Budidaya Jamur Tiram

Posted by miftachurohman on July 21, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA 5

BUDIDAYA JAMUR TIRAM


Disusun oleh:
Miftachurohman
12969

Asisten:
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

TUJUAN

 

  1. Mengetahui cara budidaya jamur tiram (Pleurotus sp.)
  2. Mengetahui cara pembuatan media tanam jamur tiram (Pleurotus sp.)

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Jamur  tiram putih  (Pleurotus ostreatus)  mulai  dibudidayakan  pada tahun 1900 dan jamur tiram kelabu (Pleurotus sajor caju)  pada tahun  1974. Kegiatan  budidaya spesies jamur  ini sebagai bahan pangan. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan  dalam budidaya yaitu ketersediaan substrat (Brock dan Michael, 1991).  Dari hasil penelitian dan riset Badan Kesehatan Dunia (WHO), jamur tiram memenuhi standar  gizi sebagai makanan yang layak dikonsumsi, enak dimakan, tidak beracun, dan memiliki kandungan  gizi yang tinggi serta berkhasiat sebagai obat berbagai macam penyakit (Sumiati dkk, 2005). Taksonomi dari  jamur tiram putih yaitu:

Kingdom : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Family : Tricholomatacea
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus sp.

Bibit jamur merupakan faktor yang menentukan seperti halnya bibit untuk tanaman lainnya, karena dari bibit yang unggul akan menghasilkan tubuh buah yang berkualitas tinggi dan memungkinkan dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas (Chang dan Miles, 1989: 20-21). Dalam proses pembuatan kultur induk, para pembuat bibit pada umumnya lebih memilih media biji-bijian daripada media kayu. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat keberhasilan, murah, dan mudah pembuatannya. Selain itu, keuntungan utama dari biji-bijian adalah ketersediaan nutrisi yang tinggi bagi pertumbuhan jamur. Kekurangannya adalah tingginya kandungan nutrisi ini juga berakibat tingginya resiko kontaminasi dibandingkan bahan-bahan lain. Biji-bijian yang sering digunakan adalah gandum, sorgum, milet, beras, dan jagung.

Kayu adalah sumber karbon dan karbon dibutuhkan oleh jamur sebagai sumber energy dan untuk membangun massa sel. Jamur membutuhkan selulosa, lignin, karbohidrat, dan serat. Jamur kayu memiliki tiga enzim penting yaitu, selulase, hemiselulase dan ligninase. Ketiga enzim ini digunakan untuk mendegradasi lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin sehingga menjadi siap dikonsumsi oleh jamur (Husen dkk, 2002).

Jamur  tiram putih  (Pleurotus ostreatus  L.) merupakan salah satu  jenis jamur konsumsi yang cukup  digemari masyarakat. Jamur tiram putih  termasuk dalam kelompok Basidiomicetes, yakni  kelompok jamur busuk putih yang ditandai dengan tumbuhnya miselium berwarna putih memucat pada sekujur media tanam.  Jamur tiram putih mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin lebih tinggi dibandingkan jenis jamur lain (Djarijah dan Djarijah, 2001).

 

METODE PRAKTIKUM

 

Praktikum Mikologi yang berjudul Budidaya Jmur Tiram dilaksanakan pada (lupa) di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik dan Rumah Kaca, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah petridish, sklapel, Erlenmeyer, alcohol, lampu Bunsen, jarum ent, korek, tisu, PDA, plastic, autoklaf manual. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jamur tiram segar, PDA, asam laktat, serbuk gergaji kayu sengon, gips, TSP, bekatul, bibit jamur tiram beli, dan bibit jamur tiram di buat sendiri.

Cara kerja dalam praktikum ini di bagi menjadi tiga bagian, yaitu pembuatan bibit jamur tiram dan, pembuatan media tanam, dan penanaman bibit jamur tiram. Pada pembuatan bibit jamur tiram, langkah kerja yang dilakukan adalah bagian dalam tangkai jamur tiram putih diiris secara aseptis dengn ukuran kurang lebih 0,5X0,5 cm. irisan tersebut diletakkan dalam plate PDA di cawan petri. Kemudian diinkubasikan selama 1 minggu dan dipindahkan biakan dalamPDA miring dalam tabung reaksi sehingga diperoleh biakan murni jamur tiram putih. Seluruh biakan jamur tiram putih dibiakkan dalam PDA miring dalam starter dan inkubasikan selama 1 minggu sehingga seluruh media starter dipenuhi oleh benang-benang (miselium) jamur.

Media starter yang telah dipenuhi miselium jamur diambik dengan pinset dan diletakkan dalam media bibit. Diinkubasikan sleama 2 minggu sampai seluurh media bibit dipenuhi oleh miselium jamur. Pada pembuatan media tanam, serbuk gergaji dengan bahan tambahan lainya dicampur sambal diperciki dengan air sehingga diperoleh kandungan air kurang lebih sebesar 60%. Selanjutnya bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam plastic yang tahan panas, dipadatkan dan selanjutnya dikukus selama minimal 4 jam dan kemudian didinginkan selama 24 jam.

Cara penananam yang dilakukan adalah, setelah media tanam dingin, kemudian diisi dengan bibit secara aseptis di bagian permukaan media lalu dibenamkan dalam media tanam sedalam 1-1,5 cm. kemudian kantong plastic ditutup dan disimpan dalam ruangan dengan suhu kamar selama 3-4 minggu, setelah seluruh permukaan media tanam penuh ditumbuhi benag-benang jamur, kantong plastic dibuka pada bagian atas. Pemeliharaan dilakukan dengan menjaga agar kelembaban tetap tinggi yaitud dengan penyiraman dengan disemprot 2-3 kali sehari. Kebersihan jamur harus tetap terjaga untuk menghindaru adanya hama dan penyakit mengganggu pertumbuhan jamur.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Jamur tiram merupakan termasuk ke dalam family Pleurotus. Jamur ini dapat membentuk tubuh buah yang dapat dikonsumsi. Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping pada batang kayu  lapuk. Jamur ini memiliki tubuh buah yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram). Tubuh buah jamur ini memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau  stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5-15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti insang berwarna putih dan lunak. Tangkainya dapat pendek atau panjang (2-6  cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi pertumbuhannya. Tangkai ini menyangga tudung agak lateral (di bagian tepi) atau eksentris (agak ke tengah) (Djarijah, 2001).

Hal utama yang perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram adalah mengenai nutrisi baglog yang harus tersedia di dalam baglog. Jamur tiram memiliki nutrisi yang berbeda untuk melakukan pertumbuhan vegetative dan generative. Oleh karena itu, ada bebera hal penting yang perlu di perhatikan terkait dengan penyediaan nutrisi. Penyediaan nutrisi tersebut berhubungan erat dengan bahan-bahan yang digunakan dalam membuat baglog.

Jika miselium jamur tumbuh tumbuh lebat pada masa vegetative, maka umur produksi baglog akan pendek. Hal ini sangat berbeda jika pertumbuhan miselium jamur lambat, yang berartibaha pertumbuhan vegetatifnya juga lambat. Kondisi yang demikian akan membuat pertumbuhan geberatif jamur akan berumur panjang, hal ini menjadikan baglog mempunyai umur produksi yang panjang. Hasil dari jamur yang akan di panen adalah hasil generative jamur, yaitu berupa tubuh buah. Oleh karena itu, masa generative jamur harus panjang.

Dari hasil uji bibit jamur, menunjukkan hasil sebagai berikut. Bibit jamur yang dibuat sendiri memiliki pertumbuhan miselium yang lambat. Hal ini dapat terlihat pada permukaan baglog. Pada baglog yang dengan bibit di buat sendiri, miselium memakan waktu lebih lama untuk menutupi seluruh permukaan baglog. Sementara itu, pada baglog yang digunakan bibit beli menunjukkan pertumbuhan miselium yang cepat dan pertumbuhanya lebat. hal ini menyebabkan permukaan baglog lebih cepat tertutupi oleh miselium jamur.

Dari kedua kondisi diatas dapat diketahui bahwa pada media yang sama, pertumbuhan bibit yang di buat sendiri dengan yang membeli memiliki perbedaan pertumbuhan. Miselium lebih cepat tumbuh pada bibit yang beli, sedangkan pada bibit yang dibuat sendiri, memiliki pertumbuhan yang lambat.

Bahan  yang umumnya  dijadikan sebagai  media tanam jamur antara lain serbuk  kayu, bahan ini merupakan bahan dasar  pembuatan media tanam. Serbuk kayu mengandung  beragam zat didalamnya yang dapat memacu pertumbuhan. Zat-zat yang dibutuhkan jamur untuk tumbuh yaitu karbohidrat serat dan lignin, sedangkan zat yang dapat  menghambat pertumbuhan yaitu zat metabolit sekunder atau yang umum dikenal sebagai getah dan atsiri. Selain gergaji bahan tambahan yang dicampur dalam  baglog jamur yaitu kapur, bekatul serta gips atau CaSO4 (Jazuri, 2013).

Lebih  lanjut ditambahkan  oleh Jazuri (2013), penambahan kapur sebagai sumber kalsium dan berguna untuk mengatur tingkat kemasaman media.Kandungan kalsium dan karbon sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan  jamur dan sebagai penyumbang nutrisi pada saat jamur dikonsumsi.Penggunaan bekatul dimaksudkan sebagai sumber karbohidrat, karbon (C) dan nitrogen (N).Selain itu  vitamin B1 dan B2 juga terkandung didalamnya. Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan harus yang masih baru dan belum bau tengik. Cahayana  dkk (1999) menerangkan bahwa kapur tohor berguna untuk mengatur pH media tanam jamur agar mendekati netral atau basa, selain itu untuk menigkatkan mineral yang diperlukan jamur untuk pertumbuhannya. Gipsum digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media.

Sebelum  media siap  digunakan, diperlukan  adanya beberapa perlakuan. Perlakuan awal setelah mencampur berbagai bahan baku penyusun, selanjutnya  yaitu membiarkan campuran tersebut selama 7-10 hari, hal ini penting untuk menguapkan amoniak. Perlakuan selanjutnya adalah mensterilisasikan media tanam tersebut dengan suhu 85˚C dan dengan tekanan 2-3 atmosfir selama 48 jam. Tujuan sterilisasi adalah untuk  mencegah tumbuhnya jamur liar (jamur kontaminan) atau mikroba lain yang tidak diharapkan pertumbuhannya

Tujuan  pengomposan  bahan adalah  untuk menguraikan  senyawa-senyawa kompleks  dan bahan-bahan dengan bantuan  mikroba sehingga diperoleh senyawasenyawa  yang lebih sederhana dan lebih mudah dicerna  oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur  akan lebih baik (Cahayana dkk, 1999). Namun pada proses pengomposan terjadi proses dekomposisi terhadap bahan organik melalui proses  biokomia sehingga menyebabkan berkurangnya bahan organik dan mengakibatkan menigkatnya kadar abu, sehingga hal ini menunjukan bahwa perlakuan pengomposan tidak menjamin kenaikan nilai pakan berserat tinggi.

Serat  yang didegradasi  oleh jamur menjadi  karbohidrat kemudian dapat digunakan  untuk sintesis protein. Air berfungsi  sebagai pembentuk kelembapan dan sumber  air bagi pertumbuhan jamur.Dedak dan kapur  merupakan bahan tambahan pada media tanam Pleurotus sp. Dedak ditambahkan pada media untuk  meningkatkan nutrisi media tanam, terutama  sebagai sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen.Kapur merupakan sumber  kalsium bagi pertumbuhan jamur (Vogel, 1985).

Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting di  dalam sel, termasuk protein, DNA dan RNA. Nitrogen adalah komponen utama  dalam semua asam amino, yang nantinya dimasukkan ke dalam protein, protein adalah zat yang sangat kita butuhkan dalam pertumbuhan. Nitrogen juga hadir  di basis pembentuk asam nukleat, seperti DNA dan RNA yang nantinya membawa hereditas. Nitrogen adalah unsur yang paling berlimpah di atmosfer(78%) gas di atmosfer adalah nitrogen). Meskipun demikian, penggunaan nitrogen pada  bidang biologis sangatlah terbatas. Nitrogen merupakan unsur yang tidak reaktif (sulit bereaksi dengan unsur lain) sehingga dalam penggunaan nitrogen pada makhluk hidup diperlukan berbagai proses, yaitu fiksasi nitrogen, mineralisasi,  nitrifikasi, denitrifikasi. Nitrogen keberadaannya mutlak ada untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Tanaman menyerap N sebagian besar dalam bentuk ion NO3 -dan NH 4+, sedikit urea melalui daun  dan sedikit asam amino larut dalam air (Miftahudin, 2008).

Hal  ini sesuai  dengan Garraway  dan Evans (1984),  yang menyatakan bahwa  dalam pertumbuhannya jamur mempergunakan karbon serta nitrogen untuk komponen sel tubuh, sehingga semakin  padat konsesntrasi miselium akibat pertumbuhan jamur makin banyak nitrogen tubuh (protein murni).Peningkatan  kandungan protein murni dalam biomassa yang sejalan dengan pertumbuhan jamur terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Kandungan  protein pada media bekas penanaman jamur tiram dapat meningkat sampai 22,4% sebagai akibat dari meningkatnya kandungan asam-asam amino pada substrat tersebut.

Hal ini sesuai dengan  pendapat Yuliastuti dan Adhi (2003) yang  menyatakan bahwa jamur merupakan sumber mineral yang baik, kandungan mineral utama yang tertinggi adalah kalium (K),  kemudian fosfor (P), natrium (Na), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Mg mencapai  56-70% dari total abu, dengan kandungan kalium sangat tinggi mencapai 45%.

 

KESIMPULAN

 

  1. Tahapan dalam budidaya jamur merang adalah mempersiapkan alat dan bahan, melakuakan isolasi bibit, membuat baglog, menginokulasikan baglog dengan bibit, dan pemeliharaan.
  2. Jamur tiram embutuhkan nutrisi yang berbeda untu pertumbuhan vegetative dan generative.

DAFTAR PUSTAKA

Brock,  T. D., and  T. M. Michael.    1991.Biology of microorganisms.  New York, Prentice Hall

Chang, S.T. dan P.G Miles. 1989. Edible Mushrooms and Their Cultivation. Florida, CRC Press, Inc.

Cahyana,Y.A.,  Muchrodji dan M.  Bakrun. 1999. Jamur  Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta.

Djarijah  NM & Djarijah  AS. 2001. Jamur  Tiram Pembibitan Pemeliharaan  dan Pengendalian Hama-Penyakit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Garraway,  M.D. and R.C.  Evans.1984.Fungal  Nutrition & Physiology.  John Wiley & Sons, Singapore.

Husen, S., U. Santoso,  dan T. Wahyudi. 2002. Pengaruh Macam Serbuk Gergaji Terhadap Produksi dan Kandungan Nutrisi Tiga Jenis Jamur Kayu. Jurnal Tropika. 10: 79-86.

Jazuri,  2013. Budidaya  Jamur Kuping. http://doublejspizzeria.com/tag/budidayajamur- kuping/. Diakses pada tanggal 7 Juni 2015.

Miftahudin, 2008.Fisiologi Tumbuhan Dasar.  Bogor: Departemen Biologi FMIPA IPB.

Rachmat, B. 2000. Dasar-Dasar Pembuatan Bibit Jamur. Bandung, Bal Publication

Sumiati,  E., E. Suryaningsih,  dan Puspitasari. 2005. Perbaikan  Jamur Tiram Putih Pleurotus ostreatus  Strain Florida dengan Modifikasi Bahan Baku Utama Substrat. J. Hort 16: 96-17.

Vogel,  1985. Analisis  Anorganik Kuantitatif  Mineral Makro dan Semimikro. Jakarta: Kalman Media Pustaka.

Yuliastuti  dan S. Adhi.  2003. Studi Kandungan  Nutrisi Limbah Media Tanam Jamur Tiram Putih Untuk Pakan Ternak.http://www.ut.ac.id/ html/ jmst/ jurnal_2003.1/Eko_Yuliastuti_ES/Studi_Kandungan_Nutrisi_Limbah_Media_Tanam.HT ML Diakses pada tanggal 7 Juni 2015.

Tags: , ,

Laporan Praktikum Nematologi Acara II: Dasar-Dasar Teknik Penelitian Jamur

Posted by miftachurohman on July 17, 2018
Laporan Praktikum, Mikologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA II

DASAR-DASAR TEKNIK PENELITIAN JAMUR

Disusun oleh :
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

TUJUAN

 

Untuk Mengetahui berbagai teknik pembuatan preparat jamur yang baik

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Isolasi patogen merupakan proses pengambilan mikroorganisme dari lingkungannya untuk ditumbuhkan pada suatu medium buatan. Pengisolasian ini bertujuan untuk mengetahui patogen utama penyebab penyakit tumbuhan. Proses isolasi penting untuk mempelajari morfologi dari patogen tersebut, fisiologinya, dan serologinya. Proses isolasi dilakukan secara aseptis dan pengujian sifat-sifat tersebut tidak dapat dilakukan di alam terbuka (Pelczar,1986).

Untuk dapat mengidentifikasi suatu spesise mikroorganisme tertentu langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan organisme tersebut dari organisme lain melalui isolasi. Isolasi dilakukan bertujuan untuk mendapatkan suatu biakan murni. Biakan murni tersebut dapat diperoleh dengan menggunakna dua teknik yaitu teknik cawan gores dan teknik cawan tuang. Kedua metode ini memiliki prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian sehingga individu spesies dapat dipisahkan dari organisme lainnya, dengan anggapan bahwa setiap koloni terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal (Hadioetomo, 1990).

Jamur merupakan organism yang tidak memiliki klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa (Agrios, 2005).  Jamur merupakan patogen penyebab penyakt tumbuhan. Jamur merupakan organisme eukariotik yang tidak memiliki klorofil dalam tubuhnya. Meskipun sebagian besar jamur bersifat saprifitik, namun beberapa dari mereka merupakan parasit pada tumbuhan dan dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Jamur yang menyebabkan penyakit pada beberapa tumbuhan termasuk ke dalam kelas Ascomycete dan Basidiomycetes. Jamur menunjukkan variasi dalam tingkat pertumbuhan ketika jamur tersebut ditumbuhnkan pada berbagai media yang mengandung nutrisi (Anjisha et.al., 2012).

Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Sifat ketergantungan terhadap organisme lain menyebabkan jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik. Sebagai tumbuhan heterotrofik, jamur membutuhkan sumber makanan sebagai substrat, sumber energi, aktivitas metabolisme, dan nutrisi. Energi dapat diperoleh dari oksidasi senyawa karbon, metabolisme untuk mensintesis senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan hifa jamur, dan sumber nutrisi yang dibutuhkan seperti vitamin, CO2, dan nitrogen (Arif dkk,, 2007).

Medium adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang dipakai untuk menumbuhkan mikroorganisme. Tanah juga meruppakan medium tempat mikroorganisme tanah tinggal. Berdasarkan sumber karbon maka mikrobia dapat dibedakan atas mikrobia yang dapat mensintensis semua komponen sel dari karbondioksida yang disebut dengan autotrof. Sedangkan mikrobia yang memerlukan satu atau lebih senyawa organik sebagai sumber karbon disebut heterotrof. Akar tanaman merupakan salah satu tempat yang dapat digunakan mikroorganisme tanah untuk menyerang tanaman. Biasanya nematoda menginfeksi akar tanaman pada bagian dalam akar dan juga pada sel epidermis tanaman. Pertumbuhan bulu akar akan dibatasi oleh kondisi tanah (terutama kelembapan) dan aktifitas mikroorganisme tanah. Kelembapan juga dapat merangsang bagi jamur dan bakteri untuk tumbuh (Lakitan, 2007).

Untuk memurnikan jamur patogen, biasanya media buatan yang digunakan adalah PDA (Potato Dektrose Agar) yaitu suatu medium semi sintetis yang komposisi senyawa penyusunnya diketahui. PDA terbuat dari ekstrak kentang dan tambahan dekstros serta agar. Isolasi jamur menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang dibuat sendiri. Sebanyak 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian diiris tipis-tipis. Kentang direbus selama 15-20 menit dengan aquades secukupnya, kemudian disaring dengan kain. Filtrat yang dihasilkan kemudian ditambahkan 20 g dekstrosa dan volumenya dijadikan satu liter. Medium padat dibuat dengan menambahkan 20 g agar. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 120ᵒC dan tekanan 15 psi selama 15 menit (Saryono et al., 2002).

 

METODOLOGI

 

Praktikum Mikologi Acara II yang berjudul Dasar-Dasar Teknik Penelitian Jamur ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 23 Maret 2015, di Laboratorium Klinik Tumbuhan, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan untuk pembuatan preparat jamur yang digunakan pada praktikum ini antara lain adalah inokulum jamur pada kentang dan daun salak, gelas benda dan gelas preparat, laktofenol biru katun, mikroskop, medium PDA, pipet tetes, alkohol 70%, seperangkat alat isolasi. Sedangkan alat dan bahan untuk pembuata spore print yaitu kertas putih dan kertas hitam, toples berwarna bening dan tubuh buah jamur kelompok baasidiomycetes.

Cara kerja pembuatan preparat jamur yang pertama yaitu dengan menyiapkan gelas preparat dan biakan murni jamur yang dipilih. Jarum preparat disiapkan dan disterilisasi. Kemudian ambil sedikit miselium jamur dari biakan murni dan letakkan di atas gelas benda,. Laktofenol biru katun diteteskan ke gelas benda dari samping agar tidak merusak miselium jamur. Kemudian ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya preparat dapat diamati di bawah mikroskop. Ketiga preparat yang dibuat dibandingkan bentuk dan warnanya, Cara kerja dengan teknik pembuatan preparat yang kedua yaitu dengan menyiapkan biakan murni jamur dalam petridish. Kemudian gelas benda disterilisasi untuk meletakkan potongan agar untuk preparat berikutnya. Selanjutnya scalpel disterilisasi kemudian digunakan untuk memotong biakan murni jamur pada PDA dalam petridish yang telah dipilih dengan entuk segiempat, kemudian diletakkan di atas gelas benda. Laktofenol biru katun diteteskan di samping potongan biakan murni. Gelas benda kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup. Bunsen disiapkan untuk menghilangkan agar yang menempel. Gelas benda dipanaskan dengan lampu Bunsen dengan tujuan untuk menghilangkan agar, pemanasan dilakukan jangan sampai agar menjadi mendidih. Preparat siap diamati dibawah mikroskop. Selanjutnya untuk pembuatan preparat yang ketiga yaitu gelas benda dibersihkan kemudian dicelup dalam alkohol 70% dan dibakar di atas lampu spiritus. Medium PDA dicairkan kemudian diambil dengan menggunakan pipet tetes dan satu tetes medium diratakan di atas gelas benda. Biakan murni jamur diambil dengan menggunakan jarum preparat dan diletakkan di atas medium PDA pada gelas benda. Kemudian diinkubasikan di dalam cawan petri steril yang dilembabkan dengan kapas basah selama 2 hari atau sampai terjadi sporulasi. Laktofenol biru katun diteteskan diatas permukaan koloni jamur, kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup secara hati-hati. Gelas benda dipanaskan secara hati-hati dan pelan-pelan diatas lampu spiritus untuk mengencerkan medium PDA. Morfologi jamur diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah. Sedangkan cara kerja untuk pembuatan spore print yaitu dengan cara tangkai tubuh buah jamur dipotong. Disiapkan dua kertas berwarna hitam dan putih dan diketakkan secara berdampingan. Potongan tudung jamur diletakkan pada kertas dengan permukaan penghasil basidiospora berada di bawah. Sebagian tudung jamur diletakkan di atas kertas putih dan sebagian lagi pada kertas hitam. Kemudian diamati warna spora yang tertangkap dan diamati morfologi spora dengan menggunakan mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Isolasi merupakan kegiatan yang sangat penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan biakan murni. Biakan murni tersebut digunakan untuk mengidentifikasi suatu organisme. Dalam pengambilan sampel untuk identifikasi, dapat digunakan beberapa cara, antara lain adalah metode gores, metode pembakaran, dan metode inkubasi. Dalam praktikum ini, identifikasi jamur dilakukan dengan menggunakan menggunakan ketiga metode tersebut diatas. Identifikasi jamur dilakukan dengan melihat morfologi jamur dengan menggunakan mikroskop.

Metode gores Metode pembakaran Metode inkubasi  

Tabel 1. Hasil Pengamatan Mikroskop Biakan Jamur pada Isolat Kentang

Dari hasil identifikasi, dapat di duga bahwa jamur yang berada pada isolat kentang adalah jamur Colletotrichum sp.  Hal ini dikarenakan jamur yang ditemukan memiliki bentuk morfologi seperti jamur Colletotrichum sp.  

Klasifikasi jamur Colletotrichum sp.  menurut Singh (1998) adalah:

Divisi : Ascomycotina

Kelas : Eumycota

Ordo : Pyrenomycetes

Famili : Polystigmataceae

Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum sp.

Jamur ini berwarna gelap hingga coklat muda. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia Nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler,  mempunyai ukuran 17-18 x 3-4 µm. Konidia dapat berkecambah di dalam air selama empat jam. Miselium terdiri dari dari beberapa septa, intra dan interseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan berukuran 70-120 µm (Singh, 1998).

Colletotrichum sp.  telah diidentifikasi sebagai suatu pathogen yang meneybabkan penyakit busuk pada berbagai komoditas pertanian. Kerugian yang diakibatkan oleh Colletotrichum sp.   mencapai 25-30 %. Infeksi laten dapat etrjadi di alam (Aradhya et al., 2005). Pertumbuhan Colletotrichum sp.   membentuk koloni miselium yang ebrwarna putih dengan miselium ayng timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat tua yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli dkk., 1997).

Tahap awal dari serangan Colletotrichum sp.  umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pad permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi, maka akan membentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. spora Colletotrichum sp.  dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Kronstad, 2000).

Pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.  dangat dipengaruhi oleh factor lingkungan. Salah satunya adalah pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH 4 dan 8 menunjukkan pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.   tidak maksimal. pH optimal untuk Colletotrichum sp.   adalah pH 5 (Yulianty,  2006). Periode inkubasi Colletotrichum sp.   antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur antara 24-30 C dengan kelembaban relative 80-92% (Rompas, 2001).

Pada praktikum ini digunakan tiga metode untuk pembuatan preparat yaitu metode gores, metode pembakaran, dan metode inkubasi. Pada metode gores tidak begitu jelas terlihat hifa dan sporanya. Sedangkan Pada metode kedua, kenampakan jamur hanya terlihat seperti untaian benang. Pada metode ketiga yaitu inkubasi memberikan hasil yang cukup jelas. Pada metode inkubasi menghasilkan hasil yang lebih baik di duga karena ada perlakuan inkubasi yang dilakukan selama 2-3 hari. Dengan adanya inkubasi tersebut, maka dapat memberikan waktu yang cukup jamur untuk berkecambah sehingga bagian-bagian jamur terlihat lebih lengkap. Hasil praktikum memperlihatkan bahwa preparat dengan metode inkubasi merupakan metode yang paling baik untuk dilakukan identifikasi.

Selain pembuatan preparat, dalam praktikum ini juga dilakukan spore print. Spore print digunakan untuk memperoleh spora dati tubuh buah jamur yang jatuh ke permukaan penampung (kertas berwarna hitam dan putih). Spora merupakan bagian dari jamur yang pernting untuk dilakukan identifikasi. Secara massal, spore print dapat mengetahui warna spora jamur.

Pada praktikum ini, digunakan jamur ganoderma untuk diketahui warna sporanya. Setelah menunggu sekitar satu hari satu malam, tidak ditemukan spora yang tertangkap. Pada beberapa kasus, penggunaan metode spore print ini tidak selalu berhasil. Hal ini dapat terjadi karena ada kemungkinan kondisi jamur yang terlalu muda dan atau terlalu tua. Dengan melihat spora jamur, maka kita juga dapat melakukan klasifikasi jamur.

Gambar: Metode Spore Print

 

KESIMPULAN

 

  1. Identifikasi jamur dapat dilakukan dengan pengamatan dibawah mikroskop menggunakan preparat. Preparat dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode gores, metode pembakaran dan metode inkubasi.
  2. Metode inkubasi spora sebelum pengamatan memberikan hasil yang cukup jelas
  3. Pada teknik spore print tidak terlihat ada spora yang tertangkap.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, A., dkk. 2007. Isolasi dan identifikasi jamur kayu dari Hutan Pendidikan dan Latihan Taboo-Tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Perrenial 3: 49-54.

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. Elsevier Academic Press, USA.Anjisha, R., Maharshi, Vrinda, and Thaker. 2012. Growth and development of plant pathogenic fungi in define media. European Journal of Experimental Biology 2:44-45.

Hadioetomo, R. S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.

Kronstrad, J.W. 2002. Fungal Pathology. Klower Academc Publisher, Netherlands.

Lakitan, B. 2007. Tissue Culture Techniques for Horticutural Crops. An AVI Book, New York.

Pelczar, M. J. Jr., dan E. C. S. Chan. 1986. Elements of Microbiology (Dasar-dasar Mikrobiologi, alih bahasa Ratna S. H., Teja Imas, S. Sutarmi T. dan S. L. Angka). Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Rompas, J., 2001. Efek isolasi bertingkat Colletotrichum sp.   terhadap penyakit antraknosa pada cabai. Prosiding konggres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Bogor.

Rusli, I., Mardinus dan Zulpadli. 1997. Penyakit antraknosa pada buah cabai di Sumatra Barat. Prosiding Konggres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Palembang.

Saryono, dkk. 2002. Isolasi dan karakterisasi jamur penghasil inulinase yang tumbuh pada umbi dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Natur Indonesia 4:171-177.

Singh, R.S., 1998. Plant Diseases. Oxford Ibh Publishing Co. PVT. LTD, New Delhi, India.

Yulianty. 2006. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.   penyebab antraknosa pada cabai asal Lampung. http://www.thechilman.org/guide.disease Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Tags: , , , , , , ,

Laporan Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara IV: Substrat Pertumbuhan Jamur

Posted by miftachurohman on July 17, 2018
Laporan Praktikum, Mikologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA  IV

SUBSTRAT PERTUMBUHAN JAMUR

Disusun oleh :
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

 

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

 

TUJUAN

 

    1. Mengetahui beberapa macam subtract pertumbuhan jamur\
    2. Mengetahui beberapa jamur yang dapat tumbuh dalam substrat tersebut

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson Kingdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi dari organisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari organisme hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme (Purves and Sadava, 2003).

Kapang memiliki  kemampuan mengurai  aneka substrat organik di alam. Amylomyces rouxii, Aspergillus oryzae, A. awamori, Rhizopus oryzae merupakan penghasil α-amilase dan glukoamilase yang  terbaik (Gandjar dkk., 2006). Menurut Suhartono (1989), kapang Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae merupakan kapang penghasil amilase, glukoamilase, protease, laktase, katalase, glukosa oksidase, lipase, selulase, hemiselulase dan pectinase. Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-klas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes,  sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Reed, 1966).

Mikroba memerlukan nutrient dengan komposisi tertentu untuk tumbuh  dan membelah diri, komposisi nutrient untuk pertumbuhan mikroba berbeda bagi mikroba yang berbeda. untuk kapang berfilamen, rata-rata  mengandung 10-25% protein, 1-3% asam nukleat, 20-50% lipida (% berat kering). Sejumlah mineral dan unsur hara terdapat di dalam tubuh mikroba untuk menjalankan fungsi khusus; K, Ca, Mg, Fe, Co,  Zn dan Mo. Dengan sendiriya kandungan kimiawi ini mempengaruhi kebutuhan nutrient untuk menunjang penggandaan sel dan pertumbuhannya (Suhartono, 1989).

Substrat  merupakan sumber  nutrien utama bagi  fungi. Nutrien-nutrien  baru dapat dimanfaatkan  sesudah fungi mengeksresi enzim-enzim  ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pertumbuhan  kapang mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya, yaitu diawali dengan fase adaptasi. Pada fase adaptasi, mikroba akan  menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan (Gandjar, dkk., 2006).

METODE PRAKTIKUM

 

Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara 4 yang berjudul “Substrat Pertumbuhan Jamur” dilaksanakan pada hari Senin 20 April 2015 di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cawan petri, pinset, sil, kertas penutup. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah air steril, PDA, asam laktat 25%, air kolam, air selokan, tanah, kotoran kuda, domba, kambing, kelinci, dan rusa, roti tawar, telur ikan, sorgum, lalat mati.

Cara kerja dari praktikum ini adalah:

  1. Substrat pertumbuhan air
    Lalat mati dimasukan ke dalam cawan petri yang telah diberi air selokan atau air kolam dan diinkubasikan selama 3 hari. Pada saat lalat tersebut sudah menunjukkan pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 4 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang tumbuh pada lalat mati tersebut.
  2. Substrat pertumbuhan air
    Sorgum direbus hingga lunak dan pecah bijinya. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi air kolan atau air selokan dan diinkubasikan. Setelah sorgum tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada biji sorgum tersebut.
  3. Substrat pertumbuhan air
    Telur ikan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi dengan air kolam atau air selokan sebanyak 2 butir dan diinkubasikan. Pada saat jamur sudah muncul, maka telur dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 6 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang muncul pada telur ikan tersebut.
  4. Substrat pertumbuhan tanah
    Tanah ditaburkan di atas medium PDA dan diinkubasikan selama satu minggu. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada medium PDA tersebut.
  5. Substrat pertumbuhan roti tawar
    Roti tawar dipotong-potong dan diletakkan dalam cawan petri yang telah dibasahi dengan air steril. Kemudian diinkubasikan selama  hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada roti tawar tersebut.
  6. Substrat pertumbuhan kotoran hewan
    Berbagai kotoran ternak seperti kotoran kuda, kambing, domba, rusa, dank kelinci diletakkan di cawan petri yang telah dialasi dengan kertas saring yang dibasahi. Kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas dan pada bagian tengah kertas pembungkus dilubangi. Setelah itu diinkubasikan selama 7 hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada kotoran hewan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamur pada kotoran kelinci (Pilobolus sp.)

 

Salah satu target jamur yang dicari adalah Pilobolus sp. yang hidup di kotoran hewan herbivora. Sampel kotoran yang digunakan adalah kelinci. Dari hasil pengamatan di mikroskop dapat diketahui bahwa terdapat rangkaian hifa berwarna hialin. Sementara itu jika diamati dengan secara langsung, diatas kotoran terdapat jamur yang tumbuh berwarna keabu-abuan. Dari hasil identifikasi dimungkinkan jamur tersebut adalah Pilobolus sp.Gambar 1. Jamur yang muncul pada kotoran kelinci

Siklus hidup pilobolus dimulai dari spora hitam yang menempel pada tanaman seperti rumput-rumputan. Hewan herbivora seperti kelinci memakan rumput, dan juga spora jamur yang menempel tersebut. Sporangium dapat bertahan di gastrointestinal tanpa mengalami perkecambahan. Setelah keluar(tinja) dari inang, sporangium mengalami perkecambahan dan tumbuh (Anonim, 2013).

Sporangiofor dari pilobolus berbentuk batang transparan dan menjulang diatas tinja, dengan bagian subsporangial vesikel berbentuk seperti balon. Diujungnya, tumbuh sporangium berwarna hitam. Sporangiofor mempunyai kemampuan untuk menghadap kea rah cahaya. Gelembung subsporangial berbentuk seperti lenca, memfokuskan cahaya melalui karotenoid dan menyimpanya didekat gelembung. Sporangiofor yang mengalami perkembangan tumbuh seperti sporangium dewasa menuju kea rah cahaya (Anonim, 2013).

 

Jamur pada air selokan (Saprolegnia sp.)

 

Pada media air selokan, digunakan telur ikan gurame untuk menumbuhkan jamur target. Jamur target tersebut adalah Saprolegnia sp. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa telur gurame tersebut terinfeksi jamur Saprolegnia sp. Setelah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop, terdapat hifa-hifa jamur. Jamur tersebut dimungkinkan Saprolegnia sp. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa jamur yang ditemukan mirip dengan reverensi.Gambar 2. Jamur yang muncul pada media air kolam (Telur)

Klasifikasi Saprolegnia sp. Mayer (2005) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Protista
Phylum : Heterkonta
Class : Oomycetes
Ordo   : Saprolegniales
Family   : Saprolegniaceae
Genus    : Saprolegnia
Spesies   : Saprolegnia sp

Saprolegniasis adalah penyakit jamur telur ikan yang sering disebabkan oleh spesies  Saprolegnia sp atau biasa disebut “cendawan air atau water  mould” (Mayer, 2005).  Jamur Saprolegnia  bersifat saprofit oportunistik  yang menyerang pada ikan dengan  sistem imun menurun, mengalami luka fisik, stress, infeksi  dan merusak hingga ke jaringan yang sehat Kualitas air yang  buruk (misalnya air dengan sirkulasi rendah, kadar oksigen terlarut rendah, atau amonia yang tinggi, kandungan organik tinggi) umum  juga dikaitkan dengan kehadiran Saprolegnia (Sembiring, 2012).

Saprolegnia  sp. memiliki bentuk seperti benang halus dan berwarna putih atau kadang  agak kecoklatan, menonjol dan bundar, umumnya berdiameter 20 μm memiliki  hifa berukuran besar yaitu 7–40 μm. Hifa Saprolegnia berbentuk transparan (hialin),  tidak mempunyai sekat pemisah (septa) tetapi bercabang banyak menjadi miselium, inilah  yang menyerang jaringan ikan (Ratnaningtyas, 2013).

Hifa  Saprolegnia  sp.  berkoloni  pada telur yang telah mati, menghasilkan miselia  kusut yang berlebih sehingga mengakibatkan matinya  telur hidup yang berada di sekitar telur mati tersebut.  Hifa Saprolegnia  sp.  akan menghalangi  masuknya air yang  mengandung oksigen dalam  telur, sehingga mengganggu pernapasan  telur ikan (Wahyuningsih, 2006). Saprolegnia  memiliki miselium yang bercabang, hifa yang menembus  substratum dari inang lebih tipis disebut sebagai hifa  rhizoidal  sedangkan  hifa eksternal  tumbuhnya relatif  tebal, dinding hifa  terdiri dari selulosa  sehingga dapat mengeras  dan bercabang serta unit reproduksi seperti tipe spora yang dihasilkannya. Spora reproduksi pada jamur dapat dihasilkan secara seksual dan aseksual (Mayer, 2005).

Menurut  Hussein and  Hatai (2002),  Saprolegniasis adalah  salah satu masalah infeksi  jamur sebagian besar ditemukan  di air tawar namun juga dapat ditemukan hidup di air payau. Saprolegniasis merupakan penyakit pada ikan dan telur  ikan yang umumnya disebabkan oleh jamur Saprolegnia disebut “water molds”  (Mayer,  2005). Saprolegnia tumbuh  pada temperatur antara 32-95 F  (0-35 C) tetapi temperatur optimum adalah 59-86 F (15-30 C) (Ratnanigtyas, 2013). Penyakit jamur ini dapat menyebabkan luka pada ikan dan dapat menyebar pada jaringan sehat (Klinger and Francis, 1996).

Tindakan  pencegahan  dan pengobatan terhadap serangan jamur  Saprolegnia sp. sering menggunakan senyawa  sintetik yang telah terbukti efektifitasnya sebagai  anti jamur sehingga kualitas telur dapat meningkat Senyawa  sintetik yang sering digunakan antara lain Methylene blue,  Malachite green,  formalin maupun  povidone-iodine  (Betadine).  Namun dipihak  lain, pemakaian  bahan kimia dan anti biotik  secara terus-menerus dengan konsentrasi yang  tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu  meningkatkan resistensi parasit terhadap senyawa sintetik  tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia ( Ghofur dkk., 2014).


Pada substrat air yang di tambahi dengan sorghum dan lalat, tidak ditemukan adanya jamur yang tumbuh. Jamur tidak tumbuh pada campuran substrat tersebut dimungkinkan karena kondisi substrat yang tidak sesuai untuk pertumbuhan jamur. Seharusnya jamur dapat tumbuh pada substrat ini, hal ini karena sorghum dan lalat mengandung nutrisi yang dapat ditumbuhi dan dirombak oleh jamur.Gambar 3. Jamur yang muncul pada air kolam (Sorghum dan Lalat)

Jamur pada roti (Aspergilus sp.)

Gambar 4. Jamur yang muncul pada roti

Aspergillus sp. berasal dari ordo Hypomycetes. Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2001).

Secara mikroskopis, jamur Aspergillus sp. warna hifa hialin, konidiofor sederhana dan hialin. Spora (konidium) berwarna hitam. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai macam bahan organik, seperti roti,olahan daging, butiran padi, kacangkacangan, makanan dari beras atau ketan,dan kayu. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam keadaan asam, kandungan gula tinggi, atau kadar garam tinggi, pada keadaan itu bakteri terhambat pertumbuhannya. Aspergillus flavus menghasilkan alfatoksin, suatu senyawa racun yang diduga menyebabkan kanker hati. Jamur ini dapat dijumpai pada kacang tanah atau produkmakanan yang terbuat dari kacang tanah. Oleh karenanya, hindarilah mengkonsumsi kacang tanah yang sudah tidak segar atau produk makanan dari kacang tanah yang permukaannya mulai berubah warna(Fawzy, 2011).

 

KESIMPULAN

 

  1. Jamur dapat ditemukan hidup dalam berbagai substrat, diantaranya adalah di kotoran herbivora. Air, dan roti.
  2. Jamur yang tumbuh di substrat tersebut diantaranya adalah Pilobolus sp., Saprolegnia sp., dan Asprgilus sp.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pilobolus. http://eol.org/pages/38244/details Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Fawzy,G. 2011. In Vitro antimicrobial and anti-tumor activities of intracellular and extracellular extracts of Aspergillus niger and Aspergilus flavus var. columinaris. J. Pharm 3:980-987.

Gandjar, I.,  Robert, A. Karin,  V. T. V. Ariyanti,  O. Iman, S. 1999. Pengenalan  Kapang Tropik  Umum. Yayasan  Obor Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Ghofur, M. M. Sugihartono., R. Thomas. 2014. Efektifitas pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle. L) terhadap penetasan telur ikan gurami (Osphronemus gouramy. Lac). Jurnal ilmiah Universitas Batanghari Jambi 14: 37-44.

Hussein,  M.A and K.  Hatai. 2002. Pathogenicty  of saprolegnia species associated with outbreaks of  salmonids saprolegniasis in Japan. Division  of Fsh Disease. Faculty of Veterinary  Medicine. Cairo  University. Beni- Suef Branch. Fisheries Science 68 : 1067- 1072.

Klinger,  R.E and F.R.  Francis. 1996. Fungal  Disease of Fish. http://hammock.ifas.ufl.edn. Diakses tangga 10 Mei 2015.

Maria, J., M. Eloy., M. Lizana and Javier. 2007. Another species responsible for the emergent disease Saprolegnia infections in amphibians. FEMS Microbial -:23-29

Mayer, K. 2005. Saprolegnia : There’s a fungus among us. OSU Departement of  Fisheries and Wildlife. http://hmsc.oregonstate.edu/classes/MB492/saproke  nt/saprolegnia.Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.

Ratnaningtyas,  A. 2013. Uji Aktivitas  Antifungi Ekstrak Rimpang  Kencur (Kaemferia   galanga  L.)  terhadap Saprolegnia sp  secara in vitro. Program  Studi Budidaya Perairan. Fakultas  Perikanan dan  Kelautan. Universitas  Airlangga, Surabaya.

Reed, G. 1966. Enzyme in Food Processing, Academic Press. New York.

Robinson, Richard. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference, USA.

Suhartono, Maggy T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. IUC-Bank Dunia XVII. Bogor.

Sembiring,  A. 2012. Kemampuan  Bakteri Antagonistik dalam  Menghadapi Infeksi Saprolegnia sp.  pada Ikan Nila (Oreochromis  niloticus).  Departemen  Biologi. Fakultas   Matematika  dan Ilmu Pengetahuan  Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wahyuningsih,  S.P.A. 2006. Penggunaan  Formalin untuk Pengendalian  Saprolegniasis pada Telur  Ikan Nila  Merah (Oreochromis sp.).  Laboratorium Biologi  Reproduksi. Jurusan Biologi  FMIPA. Universitas  Airlangga, Surabaya.

Tags: , ,