Dasar-Dasar Agronomi

Laporan Paraktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara IV: Pengaruh Cekaman Air Terhadap Perkecambahan Biji

Posted by miftachurohman on June 04, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments

ACARA IV
PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI

TUJUAN

  1. Mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah suatu biji.
  2. Mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan biji.
  3. Mengetahui pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji.

TINJAUAN PUSTAKA

Pada umumnya, tanaman banyak membutuhkan air pada awal tumbuhnya (seeding stage) dimana fase vegetatif dominan. Pada saat tanaman menjelang pembungaan, air perlu dikurangi. Jumlah air yang diberikan sebaiknya teratur sehingga fluktuasi jumlah air total tidak terlalu besar. Dalam memberikan air, perlu dijaga agar permukaan tanah tidak menjadi padat, sebab dapat mengurangi infiltrasi air maupun udara (Harjadi, 1982).

Ada dua macam tipe proses perkecambahan berdasarkan posisi kotiledon, yaitu perkecambahan hipogeal dan epigeal. Hipogeal adalah plumula muncul ke permukaan tanah, sedangkan kotiledon tinggal di dalam tanah. Contohnya: perkecambahan kacang kapri (Pisum sativum), jagung (Zea mays). Epigeal adalah plumula dan kotiledon muncul di atas permukaan tanah. Contohnya : perkecambahan kacang hijau (Vigna radiata) (Anonim, 2011).

Pertumbuhan tanaman yang terhambat akibat cekaman air sering dihubungkan dengan penurunan laju fotosintesis sebagai akibat dari pembukaan stomata yang berkurang. Tetapi, sebenarnya proses yang paling sensitif terhadap cekaman air adalah pertumbuhan tanaman, khususnya pembesaran sel, yang dapat dilihat misalnya dari laju perluasan daun (Sitompul, 1996).

Perkecambahan bergantung pada imbibisi, pengambilan air akibat potensial air yang rendah pada biji kering. Imbibisi air menyebabkan biji mengembang dan selaput biji merekah dan juga memicu perubahan – perubahan metabolisme di dalam embrio kembali tumbuh. Setelah hidrasi, enzim-enzim mulai mencerna material-material simpanan endospermae atau kotiledon dan nutrien-nutrien ditransfer ke bagian-bagian embrio (Campbell and Reece, 2008).

Faktor cekaman abiotik berpotensi menghilangkan hasil tanaman. Ada sejumlah cekaman abiotik umum di alam seperti salinitas, kekeringan, logam berat, suhu ekstrim, kelembaban, cahaya, dan pH. Cekaman kekeringan selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat menurunkan produksi. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada fase pertumbuhan saat kekeringan terjadi dan lamanya kekeringan ( Ozturk et al., 2009).

Kehilangan air hasil tanaman adalah masalah penting bagi pemuliaan tanaman dan mereka cenderung meningkatkan tanaman dalam kasus ini, tetapi perbedaan potensi hasil lebih berkaitan dengan kompatibilitas faktor tekanan kekeringan indeks toleransi yang digunakan untuk menentukan genotip. Tujuannya adalah untuk menyelidiki variasi pembacaan meter SPAD daun bawah perlakuan yang berbeda ( Moaveni et al., 2010 ).

III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara IV yang berjudul Pengaruh Cekaman Air terhadap Perkecambahan Biji, dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 22 Maret 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih padi (Oryza sativa), kertas filter, dan larutan PEG (Polyethylene Glycol) dengan potensial air 0; -0,6; -1,2 dan -1,8 Mpa. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah bak perkecambahan (petridish), kaca pengaduk, penggaris, sendok, pinset, beaker glass, kaca penutup, dan gelas ukur. Metode pendekatan yang digunakan adalah dengan persamaan Van’t Hoff.

Langkah kerja pada praktikum ini adalah pertama direndam benih padi dalam air selama semalam (12 jam). Kemudian, petridish disiapkan dan dilapisi dengan kertas saring. Benih padi direndam ke dalam larutan PEG sesuai dengan perlakuan. Setelah itu, kertas saring dibasahi dengan larutan PEG sesuai dengan perlakuan. 25 biji diletakkan ke dalam tiap-tiap petridish. Setelah selesai petridish ditutup dengan penutupnya. Jumlah biji yang berkecambah (plumula dan radicula sudah mencapai panjang ± 2mm). Diamati dan dihitung setiap hari selama 1 minggu dimulai sehari setelah percobaan. Dibuang biji yang telah berkecambah dan berjamur untuk mempermudah pengamatan. Nilai gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung dari masing-masing perlakuan PEG. Dibuat grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan untuk semua konsentrasi dalam masing-masing alokasi waktu perendaman.  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Gaya Berkecambah

Perlakuan Jumlah Biji yang Berkecambah GB terakhir(%)
1 2 3 4 5 6 7
PEG 0  0 4,167 10,33 12,67 13 13,83 14,67 89
PEG -0,6  0 0 3,333 7 7 7,5 43
PEG -1,2  0  0 0 0 0,167 0,167 0 1
PEG-1,8  0  0 0 0 0 0 0 0

Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Indeks Vigor

Perlakuan Jumlah Biji yang Berkecambah
1 2 3 4 5 6 7
PEG 0  0 1,93 3,1867 2,118333 1,446667 1,221111 1,091429
PEG -0,6  0 0 0,833333 1,4 1,111111 1,02381
PEG -1,2  0  0 0 0 0,033333 0,041111 0
PEG-1,8  0  0 0 0 0 0 0

Pembahasan

Perkecambahan merupakan suatu proses pertumbuhan dari biji setelah biji mengalami masa dormansi bila kondisi-kondisi sekelilingnya memungkinkan. Perkecambahan sesungguhnya adalah pertumbuhan embrio yang dimulai kembali setelah penyerapan air atau imbibisi. Pada waktu imbibisi, kandungan air meningkat, kemudian lebih lambat. Adanya air mengakibatkan jaringan bermetabolisme secara aktif. Enzim yang telah ada diaktifkan kembali, dan protein baru dengan kegiatan enzim baru disintesis untuk mencerna dan menggunakan berbagai bahan cadangan yang tersimpan. Pembelahan dan perluasan sel dimulai dan berjalan menurut pola yang telah terprogram dalam gen biji. Pertumbuhan tersebut memerlukan pasokan air dan zat gizi secara terus-menerus. Sebelum embrio menjadi kecambah yang mandiri, embrio menggunakan makanan yang tersimpan dalam endosperm dan dalam selnya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah air, udara, temperatur atau suhu sinar matahari dan peranan lingkungan. Air digunakan untuk perkecambahan biji, pengisapan air merupakan kebutuhan biji untuk berlangsungnya kegiatan-kegiatan dalam biji. Pada peristiwa ini pati, protein dan lemak dalam biji diubah menjadi makanan sederhana yang digunakan untuk kepentingan embrio. Agar peristiwa tersebut dapat berlangsung maka air yang masuk dalam biji harus merata. Udara yang di dalamnya terkandung oksigen digunakan untuk pernapasan embrio. Temperatur pada proses perkecambahan biji berkaitan dengan kegiatan di dalam biji. Semakin tinggi temperatur, kegiatan di dalam biji akan meningkat pula. Pada temperatur yamg rendah perkecambahan berlangsung lambat. Pada perkecambahan diperlukan pula sinar matahari yang berhubungan erat dengan temperatur udara, yaitu berperan dalam pertumbuhan kecambah supaya tidak tampak pucat. Keadaan pertumbuhan kecambah yang memanjang dan bibit yang tampak pucat ini disebut etiolasi.

Dalam praktikum ini larutan yang digunakan untuk cekaman air adalah larutan PEG. Larutan polietilena glikol (PEG) mampu menahan air sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Besarnya kemampuan larutan PEG untuk menahan air tersebut bergantung pada bobot molekul dan konsentrasinya . Sifatnya yang larut dalam air, tidak toksik terhadap tanaman, dan tidak mudah diserap menjadikan PEG sebagai senyawa yang efektif untuk menirukan kondisi kekeringan. Penggunaan larutan PEG sebagai bahan conditioning dan invigorasi benih telah banyak dilakukan pada benih tanaman pangan dan sayuran. Dengan larutan PEG, cekaman kekeringan dapat diterapkan secara homogen terhadap populasi tanaman yang diseleksi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan mengidentifikasi individu yang diseleksi.

Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang dialami dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme pada tanaman.

Pada kondisi tanaman mengalami cekaman air, tekanan turgor akan berkurang. Dengan penyemprotan melalui daun, maka tekanan turgor akan meningkat dan hara akan diperoleh tanaman. Kekurangan air akan menyebabkan kekeringan pada tanaman, sehingga akan menyebabkan benih mati saat perkecambahan. Cekaman air yang berlebihan juga bisa menyebabkan stress pada tanaman. Cekaman air yang diberikan pada awal pertumbuhan generatif menyebabkan berkurangnya asimilasi CO2.

Pada percobaan ini digunakan biji padi (Oryza sativa) yang telah direndam dalam air selama 12 jam. Kemudian biji padi direndam ke dalam larutan PEG sesuai dengan perlakuan. Berdasarkan percobaan tersebut diperoleh gaya berkecambah dan indeks vigor biji padi yang dilakukan selama 7 hari.

Gaya Berkecambah

Gambar 1.1Histogram Gaya Berkecambah

Berdasarkan percobaan, gaya berkecambah tiap-tiap perlakuan biji padi dengan konsentrasi PEG yang berbeda pun berbeda hasilnya. Pada pemberian PEG 0 MPa (murni air/akuades), diperoleh gaya berkecambah biji padi sebesar 89%. Pada pemberian PEG -0,6 Mpa diperoleh gaya berkecambah sebesar 43 %, -1,2 Mpa diperoleh 1%, dan -1,8 Mpa diperoleh 0%. Pada pemberian PEG -1,2 Mpa pada biji padi, hasil yang  diperoleh tidak sesuai secara teori. Secara teori, tanaman pangan masih dapat tumbuh pada potensial air mendekati -1,6 Mpa. Ada beberapa faktor yang menyebabkan data yang diperoleh tidak sesuai, diantaranya kondisi lingkungan (laboratorium) yang buruk, misalnya kelembaban yang rendah (mengakibatkan biji padi tidak berkecambah), suhu, cahaya, dsb. Selain itu, adanya jamur yang mengakibatkan biji membusuk juga menyebabkan biji padi tidak berkecambah.

Indeks Vigor

Gambar 2.Grafik Indeks Vigor

Dari grafik indeks vigor, dapat diketahui bahwa biji padi dapat tumbuh dengan baik pada pemberian larutan PEG 0 Mpa. Hal ini menunjukkan bahwa larutan PEG 0 Mpa memiliki kemampuan untuk menginduksi cekaman air yang lebih kecil daripada PEG dengan konsentrasi -0,6; -1,2; -1,8 Mpa. Kemudian biji padi dapat tumbuh baik pula pada pemberian larutan PEG -0,6 Mpa. Pada pemberian larutan PEG -1,2 Mpa dan -1,8 Mpa, indeks berkecambah (kecepatan berkecambah) biji padi sangat rendah.

Manfaat mempelajari pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji, antara lain mengetahui fungsi dari cekaman air, dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi cekaman air terhadap perkecambahan biji. Untuk menghindari kematian tanaman akibat kekurangan air dapat dilakukan dengan cara yaitu memberi pengairan secara rutin sesuai dengan kebutuhan air yang diperlukan tanaman. Selain itu, dapat juga digunakan khemikalia untuk membantu mengurangi cekaman air. Kandungan khemikalia ini dapat diperoleh dari pupuk.

KESIMPULAN
  1. Gaya berkecambah adalah jumlah biji yang berkecambah dari sejumlah biji murni yang dikecambahkan dan dinyatakan dalam persen. GB pada larutan PEG 0 Mpa yakni 89%, -0,6 Mpa yakni 43%, -1,2 Mpa yakni 1%, dan -1,8 Mpa yakni 0%.
  2. Faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan biji adalah air, suhu, oksigen, cahaya,  dan kelembaban.
  3. Pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji yaitu terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme pada tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2011. Tipe Perkecambahan (Epigeal dan Hipogeal). <http://saonone.blogspot.com/2011/08/tipe-perkecambahan-epigeal-dan- hipogeal.html>. Diakses pada 14 Mei 2013.

Campbell, N. A., and Reece. 2008. Biology. 8th ed. Pearson Education Inc., California.

Harjadi, S.S. 1982. Pengantar Agronomi. PT Gramedia, Jakarta.

Moaveni, P., A. Ebrahemi, and H.A. Farahami. 2010. Studying of oil yield variations in winter repeseed (Brassica napus L.) cultivarsunder drought stress conditions. Journal of Agriculture Biotechnology and Sustainable Development. 2 : 72.

Ozturk, M., M. Ashraf, and H.K. Atnar. 2009. Salinity and Water Stress Improving Cropping Efficiency. Springer, Falisbalad.

Tags: , , , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara III: Kebutuhan Air Tanaman dan Efisiensi Penggunaan Air

Posted by miftachurohman on May 27, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments

ACARA III
KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR

 

TUJUAN

  1. Mengetahui jumlah air yang hilang karena evaporasi dan transpirasi.
  2. Mengetahui jumlah air dibutuhkan tanaman selama periode waktu tertentu.
  3. Mengetahui efisiensi penggunaan air tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi, dan aktivitas metabolisme tanaman. Kadang-kadang istilah itu disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lama pertumbuhan, hujan, dan faktor lain. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu, dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan (Atusi, 2012).

Air adalah media transport untuk elemen-elemen nutrien dan molekul-molkekul organik dan tanah ke akar dan sebagai alat atau sarana transport garam dan terasimilasi dalam tumbuhan, stimulasi gerak organel dan struktur sel, pembelahan sel dan pemanjangan adalah contoh dari proses yang dikontrol oleh hormon dan zat tumbuh. Air berperan sebagai pembawa pesan, memungkinkan sistem regulasi tumbuhan. Jika pasokan air terganggu, rumput-rumputan dan organ tumbuhan akan layu (Ehlers, 2003).

Air dan mineral dari dalam tanah diambil melalui proses penyerapan yang dilakukan oleh akar, terutama bulu-bulu akar. Proses penyerapan air dilakukan secara osmosis dan penyerapan air mineral yang terlarut dalam air tanah dilakukan secara difusi. Air tanah dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu air kapiler, gravitasi, higroskopis, dan kimia (Susilowarno,2007).

Kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah. Faktor iklim seperti radiasi surya, suhu, kecepatan angin, kelembaban udara mempengaruhi proses evaporasi. Faktor tanah seperti tekstur, kedalaman air tanah, dan struktur topografi menentukan besarnya infiltrasi, perkolasi, dan limpasan air. Selain itu, karakteristik tanaman seperti jenis, pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga berpengaruh terhadap jumlah air yang dibutuhkan tanaman (Djufry, 2006).

Pohon mengatur transpirasi dengan 2 cara yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek, stomata menanggapi variasi cahaya, kekurangan tekanan uap, dan potensial air daun. Pada jangka panjang, terjadi perubahan daerah daun kanopi dan struktur akarserta tunas dimana struktur ini menyediakan air bagi kanopi (Wullschleger, 2006).

METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum acara 3, kebutuhan air tanaman dan efisiensi penggunaan air ini dilaksanakan pada hari kamis, 2 mei 2013 di Laboratorium Manajemen Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah benih/ bibit terong (Solanum melongena), polybag, media tanam tanah, air kran, kantong kertas, dan kertas bekas. Alat yang digunakan adalah cangkul, cetok, termohigrometer, neraca, dan oven.

Langkah kerja pada acara 3 ini adalah pertama-tama polibag ukuran 15×20 cm dengan 1000 gram tanah kering udara. Lalu ditambahkan air sebanyak 100 ml untuk menjadikan 100 gram tanah kering udara tersebut menjadi pada kondisi kapasitas lapangan. Kemudian masing-masing polibag tiap perlakuan disiapkan dan ditanam bibit terong yang sudah disediakan. Perlakuan diulang sebanyak jumlah kelompok dalam satu golongan. Dipelihara tanaman itu selama 21 hari setelah pindah tanam.

Rumus yang dipakai pada percobaan ketiga ini adalah:

Luas pola pada daun = luas standart*pola daun

                   Berat standart

WUE = biomassa yang dihasilkan*100

Air yang dibutuhkan

HASIL PENGAMATAN

 

Hasil Pengamatan

Tabel 1. Tabel evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi, dan air yang dibutuhkan tanaman di dalam ruangan.

  Parameter Pengamatan hari ke-n rata
1 2 3 4 5 6
Dalam Evaporasi     (a gram) 86,66667 51,66667 73,3333 45,833333 57,5 70,25 64,21
Evapotranspirasi 97,5 61,66667 113,333 53,666667 69,8333 72,9167 78,15
Transpirasi (b gram) 14,16667 6,666667 43,3333 7,8333333 19 2,66667 15,61
Air yang dibutuhkan (a+b) gram 100,8333 58,33333 116,667 53,666667 76,5 72,9167 79,82

Tabel 2. Tabel evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi, dan air yang dibutuhkan tanaman di luar ruangan.

  Parameter Pengamatan hari ke-n rata
1 2 3 4 5 6
luar Evaporasi     (a gram) 80,83333 35,83333 69,1667 55,833333 59,1667 33,75 55,76
Evapotranspirasi 106,6667 40,83333 94,1667 106,66667 92,5 77,0833 86,32
Transpirasi (b gram) 29,16667 5 21,6667 50,833333 36,6667 43,3333 31,11
Air yang dibutuhkan (a+b) gram 110 40,83333 90,8333 106,66667 95,8333 77,0833 86,88

Tabel 3. Tabel berat kering awal, berat kering akhir, biomassa yang dihasilkan, luas daun, dan WUE.

DALAM BK Awal 0,2636 LUAR BK Awal 0,2636
Berat Kering Akhir 0,016667 Berat Kering Akhir 0,016667
Biomassa yang dihasilkan (BK akhir-BK awal) 0,016667 Biomassa yang dihasilkan (BK akhir-BK awal) 0,076667
Luas Daun (cm2) 3,415 Luas Daun (cm2) 19,333333
WUE 0,000217 WUE 0,00086
Pembahasan

Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan. Evapotranspirasi terbagi atas beberapa jenis, yaitu Evapotranspirasi Potensial, Evapotranspirasi standar, Evapotranspirasi Tanaman, Evapotranspirasi actual.

Transpirasi adalah vaporisasi di dalam jaringan tanaman dan selanjutnya uap air tersebut dipindahkan dari permukaan tanaman ke atmosfer (vapor removal). Pada transpirasi, vaporisasi terjadi terutama di ruang antar sel daun dan selanjutnya melalui stomata uap air akan lepas ke atmosfer. Hampir semua air yang diambil tanaman dari media tanam (tanah) akan ditranspirasikan, dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan tanaman.

Evapotranspirasi adalah kombinasi proses kehilangan air dari suatu lahan bertanaman melalui evaporasi dan transpirasi. WUE (water use efficiency) adalah efisiensi penggunaan air pada tanaman. WUE dapat dihitung dengan membagi biomassa per jumlah air yang dibutuhkan tanaman.

Faktor – faktor yang mempengaruhi evaporasi adalah :

  1. Radiasi matahari (solar radiation). Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan input energi yang berupa panas latent atau evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari matahari. Awan merupakan penghalang radiasi matahari dan akan mengurangi input energi, jadi akan menghambat proses evaporasi.
  2. Angin (wind) Jika air menguap ke atmosfer maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses evaporasi terhenti. Agar proses tersebut berjalan terus, lapisan jenuh itu harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu dapat dimungkinkan hanya kalau ada angin, jadi kecepatan angin memegang peranan dalam proses evaporasi.
  3. Kelembaman Relatif (relative humidity) Jika kelembaman relatif ini naik, kemampuannya untuk menyerap uap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya munurun. Penggantian lapisan udara pada batas tanah dan udara dengan udara yang sama kelembaman relatifnya tidak akan menolong untuk memperbesar laju evaporasi. Ini hanya dimungkinkan jika diganti dengan udara yang lebih kering.
  4. Suhu (temperature) Jika suhu udara dan tanah cukupp tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu udara dan tanah rendah, karena adanya energi panas yang tersedia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi transpirasi yaitu cahaya akan bertambah jika semakin cerah, temperature, kelembapan akan meningkat jika udara menjdi lebih kering, angin bertambah dengan bertambahnya kecepatan angin, air tanah turun jika lengas  tanah turun.

Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah :

  1. Radiasi surya (Rd)
    Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-badan air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis lokasi.
  2. Kecepatan angin (v)
    Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung terus sebelum terjadinya kejenuhan kandungan uap di udara.
  3. Kelembaban relatif (RH)
    Parameter iklim ini memegang peranan karena udara memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk temperatur udara dan tekanan udara atmosfir.
  4. Temperatur
    Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi. Suhu ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir.

Faktor yang mempengaruhi WUE adalah kebutuhan air tanaman (crop water requirement) sering didistribusikan sebagai konsumsi air oleh tanaman (water use) didefinisikan sebagai banyaknya air yang hilang dari areal bervegetasi per satuan waktu yang digunakan untuk proses evapotranspirasi. Kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah. Faktor iklim seperti radias surya, suhu, kecepatan angin, dan kelembaban udara mempengaruhi proses evaporasi, sedangkan faktor tanah seperti tekstur , kedalaman air tanah, dan struktur topografi menentukan besarnya inflitrasi, perkolasi, dan limpasan air. Selain itu karateristik tanaman seperti jenis, pertumbuhan dan fase perkembangan tanaman juga berpengaruh terhadap jumlah air yang dibutuhkan tanaman (Djufry, 2006). 

Manfaat mengetahui evaporasi dan evapotranspirasi adalah untuk menambah defisiensi lengas tanah dan penting dalam kajian-kajian hidrometeorologi. Manfaat mengetahui transpirasi adalah sebagai penunjang pengangkutan mineral, mempertahankan turgiditas optimum dan menghilangkan sejumlah besar panas dari daun. Mineral yang diserap ke dalam akar bergerak ke atas tumbuhan dengan cara tertentu dalam arus transpirasi, yaitu aliran air melalui xylem akibat transpirasi. Selain itu membantu penyerapan mineral dari tanah dan pengangkutannya dalam tumbuhan. Sebagai contoh hasil penelitian menunjukan Kalsium dan Boron di jaringan tampak sangat peka terhadap laju transpirasi. Tumbuhan yang ditanam dalam rumah kaca yang mempunyai kelembaban tinggi dan udara yang kaya CO2 (membuat stomata cendrung tertutup) dapat menampakan kekahatan (kekurangan) kalsium pada jaringan tertentu. Sebaliknya transpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan meningkatnya beberapa unsur tertentu, mencapai jumlah kadar yang meracuni. Selain itu peranan transpirasi dalam tumbuhan untuk menurunkan suhu atau mendinginkan daun. Daun yang tidak melakukan transpirasi akan lebih panas beberapa derajat. Perubahan suhu dari daun menunjukan adanya pertukaran energi dari daun dan lingkungannya.

Manfaat mengetahui WUE adalah untuk mengetahui bagaimana efisiensi penggunaan air oleh tanaman, sehingga diharapkan dapat memanfaatkan air yang terkandung di dalam tanah dapat dipergunakan dengan optimal. Selain itu, dengan WUE, kita bisa mengetahui berapa % tanaman bisa menggunakan air secara efisien.

Gambar 1. Histogram evaporasi dan transpirasi tanaman terong.

Pada histogram di atas dapat kita lihat bahwa evaporasi tanaman terong di dalam ruangan atau di suhu tinggi kehilangan air dalam bentuk uap dari tanah sebanyak 64,21 yang mana lebih tinggi dari evaporasi luar ruangan atau suhu sedang sebanyak 15,16. Suhu daun di dalam ruangan kurang lebih sama dengan suhu udara, tetapi daun yang terkena sinar matahari mempunyai suhu 100– 200F lebih tinggi dari pada suhu udara. Akan tetapi nilai evaporasi pada rumah kaca lebih besar dibandingkan dengan perlakuan di luar. Hal tersebut dapat terjadi karena suhu yang lebih tinggi di rumah kaca dibandingkan di luar akan mempercepat penguapan pada tanaman itu sendiri, sehingga terjadi penguapan yang lebih besar, sehingga nilai evaporasi lebih besar. Akan tetapi, pengaruh angin di luar rumah kaca juga dapat meningkatkan laju evaporasi.

Pada histogram di atas pula dapat kita lihat bahwa transpirasi tanaman terong di dalam ruangan atau di suhu tinggi kehilangan air dalam bentuk uap dari tanaman  sebanyak 15,61 yng mana lebih rendah dari transpirasi luar ruangan atau suhu sedang sebanyak 31,11. Hal tersebut dapat disebabkan karena faktor-faktor eksternal yaitu kelembaban, suhu, cahaya, dan angin yang berbeda antara di rumah kaca dengan di luar.

Gambar 2. Histogram WUE tanaman terong.

Dari percobaan di atas diketahui bahwa efisiensi air tanaman terong di rumah kaca lebih kecil dibandingkan dengan efisiensi air tanaman terong di luar. Efisiensi air tanaman terong di rumah kaca sebesar 0,000217, sedangkan di luar sebesar 0,00086. Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan air bagi tanaman sangat penting agar tanaman dapat terus hidup.

KESIMPULAN

 Kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini adalah:

  1. Jumlah air yang hilang karena evaporasi di dalam ruangan sebanyak 64,21 yang mana lebih tinggi dari evaporasi luar ruangan sebanyak 15,16. Dan jumlah air yang hilang karena transpirasi di dalam ruangan sebanyak 15,61 yng mana lebih rendah dari transpirasi luar ruangan sebanyak 31,11
  2. Jumlah air yang dibutuhkan merupakan total dari evaporasi dan transpirasi. Menurut percobaan ini apabila di dalam ruangan adalah sebanyak 79,82 dan apabila di luar ruangan sebanyak 86,88.
  3. Nilai Water Use Efficiency (WUE) di rumah kaca kaca lebih kecil dibandingkan dengan efisiensi air tanaman terong di luar. Efisiensi air tanaman terong di rumah kaca sebesar 0,000217, sedangkan di luar sebesar 0,00086.

DAFTAR PUSTAKA

Atusi. 2012. Kebutuhan Air Tanaman. <http://www.agritusi.com/archives/171>. Diakses pada 9 Mei 2013.

Djufry, E. 2006. Respon Tanaman Jarak (Richinus communis L.) pada kondisi cekaman air. Jurnal Agrivigor 5: 98-107.

Ehlers, Wilfred, dan Goss, M. 2003. Water Dynamies Production. CABI Publishing, USA.

Susilowarno, dkk. 2007. Biologi. Grasindo, Jakarta.

Wullschleger, S.D., dan Hanson P.J. 2006. Sensitivity of canopy transpiration to altered precipitation in an upland oak forest : eviolence fom a long-term field manipulation study. Global change biologi 12 : 97-109.

Tags: , , , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara V: Pemecahan Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji

Posted by miftachurohman on May 12, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments

ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI

TUJUAN

  1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
  2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji berkulit keras.

TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan komponen teknolologi kimiawi biologis pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo,2002).

Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. (Edmond et al., 1957).

Biji yang dorman biasanya mempunyai kondisi fisiologis tertentu yaitu aktivitas metabolisme dalam tingkat minimal, mengalami dehidrasi sebagian dan tidak melakukan sintesis. Perkecambahan biji dapat dihambat dengan ketidakhadiran dari beberapa faktor eksternal yang sangat dibutuhkan seperti ketidakhadiran air, suhu, komposisi udara yang tepat. Meskipun demikian banyak pula biji yang telah ditempatkan pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan namun tidak berkecambah. Hal ini lebih disebabkan faktor internal. Hal ini dapat karena embrio biji yang belum masak, kulit biji yang impermeable terhadap air dan gas, penghambat pertumbuhan embrio karena mekanik, membutuhkan persyaratan khusus seperti suhu dan cahaya atau karena adanya substansi atau zat penghambat perkecambahan (Bagyoastuti, 2004).

Variasi umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya seperti kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup. Walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah bilabiji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilagan daya hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 3500  atau lebih (Dwijoseputro,1985).

Dormansi perimer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana kondisi persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya,suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk berkecambah mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal dengan benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu : (1) skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis, namun temperatur tinggi jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih, karena biasanya temperatur tinggi malah meningkatkan dormansi benih daripada memperbaiki perkecambahannya (Leopold et al.,1975),(2) skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang mengandung senyawa tidak larut air yang menghalangi masuknya air ke benih, maka pelarut organik tersebut (alkohol dan aseton) dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah (Soejadidan,2002).

Menurut Bradbeer (1989), mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi yang berbeda yaitu penutup embrio dan embrio. Dormansi yang disebabkan penutup embrio diantaranya pertukaran gas terhambat, penyerapan air terhambat, penghambatan mekanis, inhibitir di dalam penutup embrio dan kegagaan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperm. Sementara dormansi embrio di antaranya embrio belum berkembang dan berdiferensiasi pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio defisiensi zat pengatur tumbuh adanya inhibitor.

Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkan menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan satu yang tidak terpenuhi, misalnya saja perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang mengakibatkan kekeringan yang berlebih sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas (Nutile et al.,2006).

METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara V yang berjudul “Pemecahan Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji” dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah biji saga (Abrus precatorius), H2SO4 pekat, kertas filter, dan aquades. Alat yang digunakan adalah cawan petridish, pinset, amplas, dan pipet tetes.

Percobaan ini dibagi atas tiga perlakuan yaitu kimiawi, mekanis, dan kontrol. Pada perlakuan kimiawi, biji saga dimasukkan ke larutan H2SO4 pekat selama 3 menit, 6 menit, dan 9 menit, setiap perlakuan terdiri atas 10 biji saga. Sembari ditunggu, cawan petridish disiapkan dengan diberi tanda dan kertas saring yang dibasahi dengan air. Setelah biji saga direndam, lalu biji saga direndam dalam air selama 1 menit, kemudian ditata di petridish tersebut. Pada perlakuan mekanis, biji saga diamplas sisi tepinya lalu ditata pada cawan petridish yang telah diberi dengan kertas saring, lalu dibasahi dengan air. Pada perlakuan kontrol, biji saga tanpa perlakuan apa-apa diletakkan di cawan petridish yang telah diberi kertas saring dan dibasahi dengan air. Pengamatan biji tang berkecambah dilakukan selama 2 minggu. Kemudian dihitung gaya berkecambah dan indeks vigornya dengan rumus:

GB = Σ biji yang berkecambah sampai hari ke- n  x 100%

Σ biji yang dikecambahkan

IV = Σ biji yang berkecambah pada  hari ke- n hari pengamatan

kemudian dibuat histogram dari gaya berkecambah dan grafik dari indeks vigor.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Perlakuan Gaya berkecambah
H2SO4 3  menit 40%
H2SO4 6  menit 25%
H2SO4 9  menit 38%
Kontrol 15%
Amplas 65%

Tabel 2. Indeks Vigor Saga (Abrus precatorius)

Perla-kuan Hari Pengamatan
  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
H2SO4 3  menit 0 0 0 0,05 0 0,03 0,05 0,07 0,13 0,08 0 0,05 0,12 0,07
H2SO4 6  menit 0 0 0 0 0,04 0,07 0,03 0,02 0,06 0,06 0,24 0,02 0,03 0,03
H2SO4 9  menit 0 0,17 0,17 0 0,00 0,43 0,20 0,05 0,06 0,04 0,07 0,05 0,06 0,09
Kontrol 0 0 0 0 0,33 0 0 0 0,04 0 0 0 0,02 0
Amplas 0 0 0 0 0,23 0,72 0,55 0,32 0,15 0,34 0,34 0,15 0,13 0,13

PEMBAHASAN

Dormansi adalah suatu penundaan pertumbuhan selama periode tertentu, keadaan ini ditemukan pada biji, tunas, umbi, atau rizom. Bagian tanaman tersebut tetap variable, terjadi reduksi aktivitas metabolisme dan hal ini sangat erat hubungannya dengan factor luar yang sangat berpengaruh untuk terjadi dormansi. Benih dikatakan dorman bila dia tidak mampu berkecambah meskipun dalam kondisi lingkungan yang optimum bagi perkecambahan. Penyebab dormansi suatu benih pada umumnya terkait dengan sifat morfologi dan fisiologi benih tersebut. Faktor dalam yang mempengaruhi dormansi antara lain adalah senyawa-senyawa tertentu yang bersifat sebagai penghambat. Zat penghambat adalah suatu zat yang menyebabkan suatu biji menjadi dorman, dalam hal ini termasuk asam sianida, amoniak, kafein, etilen, coumarin, dan lain-lain. Faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan biji yaitu kulit biji yang keras, kulit biji yang imperbeabel, impermeabel terhadap air dan oksigen, embrio yang tidak sempurna dan dan belum dewasa.

Suatu biji dikatakan dorman apabila biji itu tidak berkecambah meskipun keadaan dalam dan luar biji memungkinkan untuk berlangsungnya suatu perkecambahan. Adanya dormansi ternyata tidak hanya memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan suatu biji namun juga memberikan pengaruh positif. Pengaruh positif adanya dormansi adalah kemampuan mempertahankan daya hidup biji dalam usaha penyebaran tumbuhan. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu waktu yang lama dalam perkecambahan. Jadi pematahan dormansi berguna untuk mempercepat proses perkecambahan suatu biji.  

Pengaruh zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci atau merendam biji dalam air, memperlakukan biji dengan bermacam-macam suhu pada interval yang agak luas, pemberian khemikalia, dan hilang sendiri akibat penebaran di dalam tanah dan juga penetralan oleh zat-zat kimia yang ada di dalam tanah. Berikut adalah cara-cara pemecahan dormansi biji:

  1. Dengan perlakuan mekanis. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
    Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
  2. Dengan perlakuan kimia.
    Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam.

    1. Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
    2. Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 PPM.Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).
  3. Perlakuan perendaman dengan air.
    Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 – 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan.
  4. Perlakuan dengan suhu.
    Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
  5. Perlakuan dengan cahaya.
    Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

Metode untuk mematahkan dormansi dalam praktikum ini adalah dengan perlakuan mekanis, khemis (dengan H2SO4), dan pengaruh cairan daging buah (coumarin). Perlakuan mekanis dengan cara mengamplas tepi biji, hal ini dilakukan  untuk melemahan kulit biji sehingga terbentuklah celah atau lubang untuk memudahkan air dan udara melakukan aliran yang mendorong perkecambahan dan sebagai tempat keluar embrio untuk melakukan pertumbuhan.

Pada perlakuan khemis yaitu dengan perendaman biji dalam larutan H2SO4, perlakuan khemis lebih efisien bila dibandingkan dengan perlakuan mekanis yang memakan waktu dan tenaga terutama pada perkecambahan secara besar-besaran. Namun sisi buruk pada perlakuan khemis yaitu bila dosisnya berlebihan dan dalam menjalankan metode pelaksanaan tidak cermat, maka akan menghambat proses perkecambahannya. Kulit biji sangat peka terhadap pengaruh luar, sehingga hambatan proses perkecambahan disebakan oleh bahan kimia tersebut yang keras.

Gaya berkecambah suatu biji adalah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji yang dikecambahkan, dinyatakan dalam persen dalam waktu tertentu. Waktu tersebut berbeda untuk masing-masing jenis biji. Biji disebut murni apabila biji-biji tersebut berasal dari varietas serta memiliki bentuk, warna, ukuran yang sama. Gaya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui apakah biji masih mampu berkecambah atau tidak. Sedangkan kecepatn berkecambah suatu biji ialah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji murni yang dikecambahkan dalam waktu yang lebih pendek daripada untuk penentuan gaya berkecambah.

Gambar 1. Grafik Indeks Vigor Biji Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan grafik tersebut, indeks vigor terendah ada pada perlakuan kontrol. Diatasnya ada perlakuan H2SO4 9  menit , lalu H2SO4 3  menit, kemudian  H2SO4 6  menit. Indeks vigor tertinggi ada pada perlakuan biji saga yang diamplas. Hal ini sudah terlihat dari hari pengamatan kedua. Pada perlakuan pengamplasan biji pada hari kedua, indeks vigornya paling tinggi namun setelah itu turun drastis. Perlakuan ini efektif dalam mempercepat perkecambahan. Perlakuan khemis dipandang lebih efektif dan efisien karena dapat dilakukan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cukup singkat. Namun dalam perlakuan ini perlu diperhatikan konsentrasi/dosis bahan kimia yang digunakan karena sifat bahan kimia yang keras, juga karena kulit biji yang sangat peka terhadap pengaruh dari luar. Perlakuan khemis dengan H2SO4 dapat menghentikan dormansi biji saga, namun apabila kondisi biji saga yang kurang baik, maka H2SO4 dapat masuk ke biji saga dan dapat menyebabkan rusaknya embrionya. Penggunaan amplas memang aman dan dapat menghentikan masa dormansi biji saga, namun membutuhkan waktu lama dalam proses pengamplasan.

Gambar 2. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan histogram di atas, gaya berkecambah paling tinggi ada pada perlakuan amplas, sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol. Hal tersebut terjadi karena air sulit masuk ke dalam biji saga dengan kulit yang keras dan permeabel. Sedangkan pada perlakuan amplas, iar dapat lebih mudah masuk ke dalam biji saga untuk membantu mengakhiri dormansi biji. Kulit biji saga yang keras sudah dihilangkan beberapa bagian, sehingga air memperoleh jalan untuk masuk ke dalam biji. Untuk perlakuan khemis, gaya berkecambah tertinggi pada perlakuan perendaman 3 menit. Hal tersebut terjadi karena  H2SO4 yang sangat kuat, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk merusak kulit biji saga yang keras. Namun bila perendaman terlalu lama, dapat berakibat merusak embrio biji saga.

KESIMPULAN

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan :

  1. Penyebab dormansi biji yaitu karena adanya kulit biji bersifat impermeable terhadap air dan O2 serta keberadaan cairan buah yang menghambat perkecambahan. Zat Penghambat yang terdapat dalam cairan buah bersifat reversible, yaitu pada kadar rendah memacu perkecambahan dan pada kadar tinggi menghambat perkecambahan.
  2. Perlakuan mekanis, misalnya pengamplasan pada kulit biji berfungsi untuk mengurangi sifat impermeable kulit biji, sehingga proses imbibisi dapat belangsung lancar dan biji dapat berkecambah. Perlakuan khemis pada biji dapat mengatasi masalah dormansi biji, dalam praktikum ini yaitu dengan perendaman dengan H2SO4 pada dosis yang tepat agar membuka jalan untuk masuknya air ke dalam biji dan agar tidak merusak embrio dalam biji.

DAFTAR PUSTAKA

Bradbeer J.W.1989.SeedDormancy and Germination.Champman and Hall,New York.

Bagyoastuti,D.S.2004.Pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh terhadap waktu dormansi dan perkecambahan biji. Agromedia 22: 23-30.

Dwijoseputro.1985.Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Edmond,J.B.,T.L. Senn dan F. S. Andrews.1957.Fundamentals of Horticulture.Mc Grown – Hill Book Company.New York.476p.

Leopold,A.C. and P.E.Kriedemann.1975.Planth Growth and Develompment.Mc-Graw Hill Book Co.Ltd,New Delhi.

Nutile,G.E.andWoodstock,L.W.2006.The influence of dormancy-inducing dessication treatments on the respiration and germinationon of Sorghum.Physiologia Plantarum 20:554-561.

Soejadidan,U.S.Nugraha.2002.Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Gaya Berkecambah.Industri Benih,Jakarta.

Ulfa,Syarifah Widya.2010.Dormansi Biji.< http://biologimaterial.blogspot.com/2010/09/dormansi-penuaan-dan-mati.html>.Diakses 26 Mei 2013 pukul 11.50.

Tags: , , , , ,