Pemuliaan Tanaman

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman Acara II: Pengamatan Polen dan Kantung Embrio

Posted by miftachurohman on August 30, 2018
Laporan Praktikum, Pemuliaan Tanaman / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR PEMULIAAN TANAMAN
ACARA II

PENGAMATAN POLEN DAN KANTUNG EMBRIO

Disusun oleh:
Miftachurohman

LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013

 

 

Hasil Pengamatan

Viabilitas Polen

Polen Bunga Jagung (Zea Mays)

Polen Bunga Jagung (Zea Mays)

1517+4546+4348+55574X100%=93%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 92%

Polen Bunga Cabai (Capsicum sp.)

Polen Bunga Cabai (Capsicum sp.)

22+02+33+22+115X100%=80%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 80%

Polen Bunga Terong (Solanum lycopersicum)

Polen Bunga Terong (Solanum lycopersicum)

78+45+2021+44+60605X100%=93%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 93%

Polen Bunga Sepatu (Hibiscus sabdarifa)

Polen Bunga Sepatu (Hibiscus sabdarifa)

66+66+663X100%=100%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 100%

Polen Bunga Pepaya (Carica papaya)

Polen Bunga Pepaya (Carica papaya)

241X100%=50%
Keterangan: Tidak Viabel
Persentase viabel = 50%

Perkecambahan Polen

Perkecambahan Polen Terong (Solanum lycopersicum)

Perkecambahan Polen Terong (Solanum lycopersicum)

15+01+14+05+035X100%=9%
Keterangan : Berkecambah

Perkecambahan Polen Cabai (Capsicum sp.)

Perkecambahan Polen Cabai (Capsicum sp.)

14+24+22+12+1125X100%=47%
Keterangan : Berkecambah

Perkecambahan Polen Jagung (Zea mays)

Perkecambahan Polen Jagung (Zea mays)

Keterangan : Polen tidak berkecambah

Perkecambahan Polen Bunga Sepatu(Hibiscus sabdarifa)

Perkecambahan Polen Bunga Sepatu(Hibiscus sabdarifa)

414+48+914+514+8175X100%=45%
Keterangan : Berkecambah

Perkecambahan Polen Pepaya (Carica papaya)

Perkecambahan Polen Pepaya (Carica papaya)

114+17+111+112+1125X100%=9%
Keterangan : Berkecambah

Hasil Pengamatan Kantung Embrio Torenia spp.

Hasil Pengamatan Kantung Embrio Torenia spp.

Keterangan: Yang di tandai dengan lingkaran warna merah adalah embyio sac Torenia spp.

Pembahasan

 

Sebagian besar tumbuhan mempunyai siklus hidup dengan 2 generasi yang berbeda: generasi gametofit (tumbuhan pembawa gamet) dan generasi sporofit (tumbuhan pembawa spora). Gemetofit menghasilkan gamet-gamet yang bergabung untuk membentuk sporofit, yang kelak akan berkembang menghasilkan spora yang akan berkembang menjadi gametofit. Sporogenesis merupakan proses gametogenesis pada bagian jantan bunga yang menghasilkan spora-spora produktif yang disebut serbuk sari/polen (Elrod dan Stanfield, 2007).

Menurut Garcia-Lobredo et al (2003), serbuk sari atau polen adalah alat reproduksi jantan yang terdapat pada tumbuhan dan mempunyai fungsi yang sama dengan sperma sebagai alat reproduksi jantan pada hewan. Serbuk sari berada dalam kepala sari (antera) tepatnya dalam kantung yang disebut ruang serbuk sari (theca). Setiap antera rata-rata memiliki dua ruang serbuk sari yang berukuran relative besar.

Perkecambahan secara in vitro adalah perkecambahan serbuk sari dengan bantuan medium yang kondisinya hampir sama dengan kepala putik sehingga serbuk sari dapat berkecambah dengan maksimal. Untuk perkecambahan serbuk sari pada umumnya diperlukan suhu yang berkisar antara 15º – 35º C. Pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi banyak penguapan air dan banyak serbuk sari yang akan mengering. Pada suhu antara 40º – 50º C banyak serbuk sari yang mati. Sebaliknya pada suhu yang terlalu rendah, misalnya di bawah 10º C, tidak ada serbuk sari yang berkecambah. Pada umumnya suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tabung serbuk sari (pollen tube) berkisar pada 25º C (Darjanto dan Satifah, 1982).

Serbuk sari akanberkecambah pada permukaan kepala putik dan membentuk suatu tabung sari. Tabung sari ini akan tumbuh melalui jaringan tangkai putik menuju ke bakal biji. Di dalam kantong embrio akan terjadi pembuahan ganda yaitu satu gamet jantan dari tabung sari akan bergabung dengan sel telur membentuk embrio danyang satunya bergabung dengan inti kutub membentuk endosperm (Sutopo, 2010).

Pengecambahan polen dilakukan pada media sukrosa 8% dalam asam borat 15 ppm selama 2 jam dan dijaga kelembabannya. Larutan sukrosa 8% dalam media perkecambahan polen berfungsi sebagai sumber karbon dan untuk menjaga tekanan osmotik. Sedangkan asam borat 15 ppm berfungsi sebagai sumber boron yang menyempurnakan fungsi sukrosa dalam menjaga tekanan osmotik. Sukrosa dapat memperpanjang tabung polen dan meningkatkan persentase perkecambahan. Polen sebagian spesies tanaman, membutuhkan boron untuk kesempurnaan perkecambahan in vitro. Tanpa adanya asam borat, perkecambahan polen kentang kurang dari 5%. Konsentrasi boron yang tinggi mampu menurunkan daya kecambah. Penambahan boron di atas 1,6 mM dapat menurunkan perkecambahan polen kentang. Pengaruh penambahan boron dapat optimal apabila disertai pula dengan sukrosa. Di samping itu, kelembaban mampu mempercepat pembentukan tabung polen. Secara umum, perkecambahan polen dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, yaitu sumber karbon, boron dan kalsium, potensial air, derajat keasaman media, kerapatan polen dalam media, dan aerasi dalam media kultur (Widiastuti, 2008).

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa polen jagung tidak mengalami perkecambahan. Polen terong, bunga sepatu, cabai, dan papaya mengalami perkecambahan dengan persentase beragam. Persentase perkecambahan terong sebesar 9%, bunga sepatu adalah 45%, bunga cabai adalah 47%, dan bunga papaya sebesar 9%. Bunga jangung tidak mengalami perkecambahan karena beberapa hal, Antara lain adalah karena proses pembuatan preparat yang salah, umur polen yang terlalu muda, dan juga polen sudah lama.

Viabilitas polen merupakan kemampuan polen untuk hidup,berkembang dan berkecambah jika berada pada kondisi yang menguntungkan. Serbuk sari dikategorikan viabel apabila buluh serbuk sari yang terbentuk sama atau lebih panjang dari diameter serbuk sari dan mampu menyerap zat warna aceto-carmine dengan baik (Shivanna dan Rangaswamy, 1992). Menurut Lubis (1993) serbuk sari dikatakan memiliki viabilitas rendah jika persentasenya dibawah 60%.

Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa polen bunga pepaya tidak viabil. Hal ini karena persentase viabilitas polen bunga pepaya sebesar 50%. Sementara itu polen bunga yang lain bersifat viabil dengan persentase viabilitas masing masing polen yaitu pada polen bunga terong sebesar 93%, polen bunga jagung sebesar 92%, polen bunga sepatu sebesar 100%, dan polen bunga cabai sebesar 80%.

Masa kematangan stigma dan polen pada sebagian besar tumbuhan bunga terjadi dalam waktu singkat, yaitu antara 1-3 hari. Bahkan ada beberapa jenis tumbuhan , masa kematangan stigma dan polen hanya terjadi dalam beberapa jam saja (Heslop-Harrison dan Heslop-Harrison, 1970). Pada beberapa jenis tumbuhan lain, seperti Azadiracta indica, Averhoa carombala, Durio zibethinus, kematangan stigma dan polen terjadi dalam waktu yang berbeda, yaitu polen lebih dahulu mencapai viabilitas sementara stigma belum mencapai tahap matang (Soepadmo, 1989). Gejala itu merupakan suatu kendala yang dapat menyebabkan kegagalan dalam penyerbukan dan pembuahan baik alami maupun buatan, dan akhirnya dapat mengakibatkan gagalnya produksi buah (Garwood & Horvitz, 1985).

Mempelajari viabilitas dan perkecambahan polen mempunyai manfaat yang besar terutama bagi pemulia tanaman. Selain untuk penyimpanan plasma nutfah, juga berfungsi dalam melakukan persilangan buatan. Ada beberapa jenis tanaman yang bunga jantan dan bunga betinanya tidak mekar secara bersamaan. Oleh karena itu, perlu strategi agar tanaman tersebut dapat disilangkan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menanam bunga jantan lebih awal dari bunga betina, kemudian polen yang di hasilkan di simpan. Setelah bungan betina siap untuk penyerbukan, kemudian polen tersebut digunakan untuk melakukan penyerbukan.

Kesimpulan

  1. Viabilitas polen merupakan kemampuan polen untuk hidup,berkembang dan berkecambah jika berada pada kondisi yang menguntungkan. Perkecambahan secara in vitro adalah perkecambahan serbuk sari dengan bantuan medium yang kondisinya hampir sama dengan kepala putik sehingga serbuk sari dapat berkecambah dengan maksimal.
  2. Polen yang viable adalah polen bunga terong, polen bunga sepatu, polen bunga jagung, dan polen bunga cabai. Polen yang tidak viable adalah polen bunga papaya.
  3. Polen yang berkecambah adalah polen bunga terong, polen bunga sepatu, polen bunga cabai, dan polen bunga papaya. Polen bunga jagung tidak berkecambah.

 

Daftar Pustaka

Darjanto dan S. Satifah. 1982. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT. Gramedia, Jakarta.

Heslop-Harrison, J. and Y. Heslop-Harrison. 1970. Evaluation of Pollen Viability by Enzymatically Induced Fluorescence; Intracellular Hydrolysis of Florescein Diacetate. Stain Technology. 45 (1): 115-120.

Garwood, N.C. and C.C. Horvits. 1985. Factors Limiting Fruits and Seed Production of a Temperate Shrub, Staphylea Trifolia L. (Staphyleaceae). Amer. J. Scien. 50: 91-96.

Garcia-Lobredo, Carlos., G. Kattan., C. Murcia., and P. Quintero-Marin. 2003. Beetle pollination and fruit predation of Xanthosoma daguense (Araceae) in an Andean cloud forest in Colombia. Journal of Tropical Ecology 20:459–469.

Lubis, U.A. 1993. Pedoman Pengadaan Benih Kelapa Sawit. Pematang Siantar: Pusat Penelitan Kelapa Sawit.

Shivanna, K.R. dan N. S. Rangaswamy, 1992. Pollen Biology A laboratory Manual. Berlin, Springs-Verlag.

Soepadmo, E. 1989. Contribution of Reproductive Biological Studies Towards the Conservation and Development of Malaysian Plant Genetic Resources. dalam A.H. zakri (ed.) Genetic Resources of Under- utilized Plants in Malaysia. Proceeding of The National Workshop on Plant Genetic Resources. Subang Jaya, Malaysia 23 Nov. 1988. Malaysia National Committee on Plant Genetic Resources.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Widiasturi, A. E.R. Palupi. 2008. Viabilitas serbuk sari dan pengaruhnya terhadap keberhasilan pembentukan buah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Jurnal Biodiversitas 9:35-38.

Tags: , , , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman Acara: Heretabilitas dan Kemajuan Genetik

Posted by miftachurohman on August 24, 2018
Laporan Praktikum, Pemuliaan Tanaman / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR PEMULIAAN TANAMAN

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK

Disusun oleh:
Miftachurohman

LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013

 

Hasil Pengamatan

 

Heritabilitas

Varian genotipe (G2) = 5,32145
Varian sesatan (E2) = 12,0356
Varian fenotipe (P2) = varian Genotipe(G2) + varian sesatan (E2)
Varian fenotipe = 17,35705
Heritabilitas (H2) = G2P2
Heritabilitas (H2) = 0,306587
= 30,66 %

Kesimpulan: H2 > 20 % maka heretabilitasnya tergolong sedang, jadi terdapat pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan terhadap fenotip tanaman. Sehingga perlu usaha yang lebih untuk memperlihatkan ekspresi genetiknya.

Hasil Seleksi

µ = 15,19
µ1 = 20,03
µ2 = 19,64
µ3 = 19,01

Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,03
S = µs – µo
S = µ1 – µo
S = 20,03 – 15,19
= 4,84

Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,05
S = µs – µo
S = µ2 – µo
S = 19,64 – 15,19
= 4,45

Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,10
S = µs – µo
S = µ3 – µo
S = 19,01 – 15,19
= 3,82

p s o S σ i
0,03 20,03 15,19 4,84 2,16 2,25
0,05 19,64 15,19 4,45 2,16 2,06
0,1 19,01 15,19 3,82 2,16 1,77

Tabel 1. Nilai Hasil Seleksi

Diagram Distribusi Normal Tinggi Seratus Tanaman

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,03

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,05

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,10

Perhitungan Perhitungan Harapan Kemajuan Genetik

Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,03
R=i1.p.H2
R= 2,25. 0,84. 0,31
= 0,59

Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,05
R=i2.p.H2
R= 2,06. 0,8. 0,3
= 0,51

Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,10
R=i3.p.H2
R= 1,77. 0,88. 0,31
= 0,48

p i P H2 R
0,03 2,25 0,84 0,31 0,58
0,05 2,06 0,8 0,31 0,51
0,1 1,77 0,88 0,31 0,49

Tabel 2. Perhitungan Nilai Harapan Kemajuan Genetik

 

Dagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,03

Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,05

Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,10

Pembahasan

Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetic terhadap varian total(Varian fenotip) yang biasanya dinyatakan dengan persen(%). Heritabilitas dituliskan dengan huruf H atau h2. Heritabilitas dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu heritabilitas dalam arti sempit dan heritabilitas dalam arti luas. DAlam arti sempit, heritabilitas merupakan perbandingan Antara varian aditif dan varian fenotip. Heritabilitas dalam arti luas adalah perbandingan Antara varian genetic total dan varian fenotip(Mangoendidjodo, 2003).

Menurut Sabu et al. (2009) nilai heritabilitas yang tinggi berarti faktor genetik memberikan kontribusi penting dalam proses seleksi berikutnya. Nilai heritabilitas menunjukkan bagaimana proporsi suatu gen dapat diturunkan pada generasi berikutnya berdasarkan observasi sifat fenotipe yang diamati. Nilai heritabilitas menunjukkan bagaimana proporsi suatu gen dapat diturunkan pada generasi berikutnya berdasarkan observasi sifat fenotipe yang diamati.

Menurut Poehlman (1983), keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman pada hakekatnya sangat tergantung kepada adanya keragaman genetik dan nilai duga heritabilitas. Sementara itu Knight (1979) menyatakan bahwa pendugaan nilai keragaman genetik, dan nilai duga heritabilitas bervariasi tergantung kepada faktor lingkungan. Bila tingkat keragaman genetik sempit maka hal ini menunjukkan bahwa individu dalam populasi tersebut relatif seragam. Dengan demikian seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif (Wilson, 1981). Sebaliknya , makin luas keragaman genetik , makin besar pula peluang untuk keberhasilan seleksi dalam meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan. Dengan kata lain , kesempatan untuk mendapatkan genotipe yang lebih baik melalui seleksi semakin besar (Allard, 1960; Poespodarsono, 1988).

Heritabilitas dapat dijadikan landasan dalam menentukan program seleksi. Seleksi pada generasi awal dilakukan bila nilai heritabilitas tinggi, sebaliknya jika rendah maka seleksi pada generasi lanjut akan berhasil karena peluang terjadi peningkatan keragaman dalam populasi (Falconer, 1970).

Dahlan dan Sumarjan (2001) menyatakan bahwa heritabilitas menentukan kemajuan seleksi, makin besar nilai heritabilitas makin besar kemajuan seleksi yang diraihnya dan makin cepat varietas unggul dilepas. Sebaliknya semakin rendah nilai heritabilitas arti sempit makin kecil kemajuan seleksi diperoleh dan semakin lama varietas unggul baru diperoleh.

Kriteria nilai heritabilitas dalam arti luas menurut Bari dan Samsudin(1976) adalahs ebagai berikut:

H < 0,2 = Heritabilitas rendah
0,2<H<0,5 = Heritabilitas sedang
H>0,5 = Heritabilitas tinggi

Dari hasil praktikum, nilai H2 tinggi tanaman dari 100 tanaman padi adalah 30,66%. Nilai H2 > 20 % maka heretabilitasnya tergolong sedang. jadi terdapat pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan terhadap fenotip tanaman. Sehingga perlu usaha yang lebih untuk memperlihatkan ekspresi genetiknya.

Nilai heritabilitas yang tinggi sangat berperan dalam meningkatkan efektifitas seleksi. Pada karakter yang memiliki heritabilitas tinggi (Tabel 2 dan Tabel 3) seleksi akan berlangsung lebih efektif karena pengaruh lingkungan kecil, sehingga faktor genetik lebih dominan dalam penampilan genetik tanaman. Pada karakter yang nilai duga heritabilitasnya rendah seleksi akan berjalan relatif kurang efektif, karena penampilan fenotipe tanaman lebih dipengaruhi faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor genetiknya.

Suatu dugaan heritabilitas yang rendah menyatakan bahwa kolerasi yang rendah antara genotipe dan fenotipe. Dugaan heritabilitas rendah juga menyatakan bahwa ragam yang disebabkan aksi gen aditif mungkin kecil. Apabila heritabilitas satu sifat rendah maka aksi gen bukan aditif seperti dominan lebih, dominan dan epistasis adalah penting. Nilai heritabilitas tinggi yang diikuti dengan kemajuan genetik harapan tinggi akan lebih meningkatkan keberhasilan seleksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muliarta dkk(2003) dimana heritabilitas akan lebih bermanfaat bila dipandu dengan simpangan baku fenotipik dan intensitas seleksi untuk mengetahui kemajuan genetik atau respon seleksi suatu karakter. Nilai heritabilitas tinggi yang diikuti oleh respon seleksi tinggi merupakan hasil kerja gen aditif. Sebaliknya suatu sifat yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dan diikuti dengan respon seleksi rendah akibat pengaruh gen bukan aditif (dominan, epistasis)

Dari diagram distribusi normal tinggi seratus tanaman, dapat dilihat bahwa diagram berwarna merah semua. . Daerah yang berwarna merah menggambarkan keseratus tanaman yang diamati. Kemudian dilakukan seleksi terhadap 3% , 5% dan 10% tanaman tertinggi. Pada diagram diferensial seleksi dengan p=0,03, maka pada diagram aka nada bagian yang berwarna biru. Tanaman yang terseleksi tersebut ditunjukkan dengan daerah biru pada diagram. Warna biru ini akan semakin banyak ketika nilai p semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa jika tanaman yang diseleksi semakin banyak, maka warna biru pada diagram akan semakin banyak. Jika demikian, maka hasil seleksi dengan nilai p=0,3 maka hasil dari seleksi tersebut akan menunjukkan hasil yang paling baik. Hal ini akan semakin menurun jika nilai p semakin besar.

Kemajuan genetik harapan merupakan tolak ukur dalam persen dari pergeseran nilai tengah populasi dari kondisi populasi sampai kondisi setelah dilakukan seleksi, dengan asumsi besaran differensial.  Menurut Quissenberry,(1982) besarnya. kemajuan genetik sejalan dengan hipotesis segregasi transgresif, dimana karakter hasil dikendalikan oleh sistem gen ganda yang bekerja secara efek dominan, genotipe yang mengakumulasi lebih banyak gen dominan mempunyai hasil lebih tinggi.

Dari hasil perhitungan kemajuan genetik pada p=0,03;0,05;dan 0,1, maka didapatkan nilai kemajuan genetic berturut-turut sebesar 0,58; 0,51; dan 0,49. Kemajuan genetik dapat dijadikan petunjuk dalam penentuan kegiatan seleksi. Bila nilai kemajuan generik harapan suatu karakter tinggi berarti besar peluang untuk dilakukanya perbaikan karakter tersebut melalui seleksi. Sebaliknya jika nilai kemajuan genetik harapan rendah, maka kegiatan seleksi pada karakter yang bersangkutan dapat dilakukan pada satu kali generasi untuk membentuk populasi yang seragam atau kegiatan seleksi dapat dihentikan karena perbaikan yang akan dicapai relatif rendah. Kemajuan genetik (R) dapat ditentukan melalui hubungan heritabilitas (H2), deferensial seleksi (selection differential) yaitu S (S=µs0) dan intensitas seleksi (intensity of selection) yaitu i (i = Sp).

R = H2S, dengan nilai S yang dibakukan menjadi:
Rp=H2Sp, dengan i = Sp maka bentuknya menjadi:
R= i PH2

Kesimpulan

  1. Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetic terhadap varian total(Varian fenotip) yang biasanya dinyatakan dengan persen(%).
  2. Nilai heritabilitas menunjukkan bagaimana proporsi suatu gen dapat diturunkan pada generasi berikutnya berdasarkan observasi sifat fenotipe yang diamati. Nilai heritabilitas yang tinggi berarti faktor genetik memberikan kontribusi penting dalam proses seleksi berikutnya.
  3. Nilai heritabilitas dari 100 tanaman padi adalah 30,66%

Daftar Pustaka

Allard,R.W., 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons Inc, New York.

Bari A.,S.Musa dan E. Samsudin. 1976. Pengantar Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi Fakultas Pertanian Bogor.  

Falconer, D.S. 1970. Introduction to Quantitative Genetic, The Ronald Press Company, New York.

Knight, R. 1979. Quantitative Genetics, Statistics and Plant Breeding. In G.M. Halloran, R.

Knight, K.S. Mc Whirter and D.H.B. Sparrow (ed.) Plant Breeding. Australia Vice Consellors Comite, Brisbane.  

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Muliarta, N. Kantun, Sanisah dan N. Soemenaboedhy. 2005. Upaya mendapatkan padi beras merah tahan kekeringan melalui metode seleksi “Back Cross”. Penelitian Hibah Bersaing XI/3.

Poelhman,J.M.1983. Crop breeding a hungry word,in: D.R. Wol(Ed.). Crop Breeding.Am.Soc. of Agron. Crop. Sci. Of Amirica.Madicon.Wisconsin.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bekerja sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Bogor.

Quissenberry, J.E. 1982. Breeding for Drought resistance and plant water use efficiency. Breeding for less favorable environment , Jonh wiley and Son, INC., Wisconsin, USA.

Sabu, K.K., M.Z. Abdullah, L.S Lim, R. Wickneswari. 2009. Analysis of heritability and genetic variability of agronomically important tarits in Oryza sativa L. x O. rufipogon Cross. Agronomy Res. 7:97-102.

Sumarjan. 2001. Klasifikasi padi lokal (Oryza sativa. L.) di Lombok berdasarkan sifat dan ciri morfologi-anatomi. (Thesis). Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Wilson,D., 1981. Breeding for Morphological and Physiological traits. In K.j.Free (ed). Plat breeding II. The Gowa Sate University Press.Minnesota.

Tags: , , ,

Laporan Pratikum Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman Acara I: Pencandraan Padi (Oryza sativa)

Posted by miftachurohman on August 07, 2018
Laporan Praktikum, Pemuliaan Tanaman / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR PEMULIAAN TANAMAN
PENCANDRAAN PADI(Oryza sativa)

Disusun oleh:
Miftachurohman
12969
B3/4

LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014

 

Hasil Pengamatan

 

Pencandraan Tanaman Padi

1 Nama varietas Belik Hitam
2 Umur tanaman 120-140 hari
3 Bentuk tanaman Tegak
4 Tinggi tanaman 130-140 cm
5 Jumlah anakan produktif 15-35/rumpun
6 Warna kaki Hijau
7 Warna batang Hijau
8 Telinga daun Ada
9 Warna telinga daun Tidak berwarna
10 Lidah daun Ada
11 Warna lidah daun Tidak berwarna
12 Permukaan daun Kasar
13 Posisi daun Tegak
14 Daun bendera Miring
15 Sudut daun bendera Semi tegak (miring)
16 Bentuk gabah Gemuk
17 Warna gabah kuning ke coklatan
18 Bobot 100 butir
19 Bentuk akar Serabut, kecil-kecil
20 Tipe perakaran Serabut
Keterangan
Beras hitam memiliki rasa dan aroma yang baik dengan penampilan yang spesifik dan unik. Pada beras hitam, aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi

sehingga warna beras menjadi ungu pekat mendekati hitam. Beras hitam mengandung sedikit protein, namun kandungan besinya tinggi yaitu 15,52 ppm, jauh lebih tinggi dibanding beras dari varietas IR64, Ciherang, Cisadane, Sintanur, Pandanwangi, dan Batang Gadis yang kandungan besinya berkisar antara 2,9-4,4 ppm. Zat besi dibutuhkan tubuh dalam pembentukan sel darah merah.

 

1 Nama varietas Pandan Wangi
2 Umur tanaman 140 hari
3 Bentuk tanaman tegak
4 Tinggi tanaman 123-125 cm
5 Jumlah anakan produktif 13-15 kerebahan agak tahan
6 Warna kaki hijau
7 Warna batang hijau
8 Telinga daun Ada
9 Warna telinga daun tidak berwarna
10 Lidah daun Ada
11 Warna lidah daun tidak berwarna
12 Permukaan daun halus,
13 Posisi daun posisi miring
14 Daun bendera tegak
15 Sudut daun bendera tegak
16 Bentuk gabah panjang 0,7-0,8 cm; lebar 0,2 cm; gemuk
17 Warna gabah kuning jerami
18 Bobot 100 butir 2,85 gram
19 Bentuk akar Serabut, kecil-kecil
20 Tipe perakaran Serabut
Keterangan :
  • Tekstur nasi pulen , rasa enak, warna beras putih susu.
  • Terdapat bulu-bulu pada gabah.
  • Permukaan gabah kasar, ujung runcing, dan tidak wangi.

 

1 Nama varietas IR-64
2 Umur tanaman 115 hari
3 Bentuk tanaman Tegak
4 Tinggi tanaman 85 cm
5 Jumlah anakan produktif Banyak
6 Warna kaki Hijau
7 Warna batang Hijau
8 Telinga daun Ada
9 Warna telinga daun Tidak berwarna
10 Lidah daun Ada
11 Warna lidah daun Tidak berwarna
12 Permukaan daun Hijau,Kasar
13 Posisi daun Tegak
14 Daun bendera Tegak
15 Sudut daun bendera Tegak
16 Bentuk gabah Ramping,panjang
17 Warna gabah Kuning bersih
18 Bobot 100 butir 2,41 gram
19 Bentuk akar Serabut, kecil-kecil
20 Tipe perakaran Serabut
keterangan
  • Ketahanan terhadap hama      : Tahan wereng coklat biotipe  1,2 dan wereng hijau
  • Ketahanan terhadap penyakit : Tahan virus kerdil rumput, agak tahan hawar daun bakteri
  • Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendah di jawa timur

 

1 Nama varietas Ciherang
2 Umur tanaman 116-125 hari
3 Bentuk tanaman Tegak
4 Tinggi tanaman 107-115 cm
5 Jumlah anakan produktif 14-17 batang
6 Warna kaki hijau
7 Warna batang hijau
8 Telinga daun Ada
9 Warna telinga daun putih
10 Lidah daun Ada
11 Warna lidah daun hijau
12 Permukaan daun Kasar pada sebelah bawah
13 Posisi daun Tegak
14 Daun bendera Tegak
15 Sudut daun bendera Tegak
16 Bentuk gabah Panjang ramping
17 Warna gabah Kuning bersih
18 Bobot 100 butir 2,8 gram
19 Bentuk akar Serabut, kecil-kecil
20 Tipe perakaran Serabut
Keterangan:
  • Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3.
  • Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV.
  • Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 5000 m dpl.

1 Nama varietas Situ Bagendit
2 Umur tanaman 110 – 120 hari
3 Bentuk tanaman Tegak
4 Tinggi tanaman 99 – 105 cm
5 Jumlah anakan produktif 12 – 13 malai per rumpun
6 Warna kaki Hijau
7 Warna batang Hijau
8 Telinga daun Ada
9 Warna telinga daun berwarna
10 Lidah daun Ada
11 Warna lidah daun Tidak berwarna
12 Permukaan daun Kasar
13 Posisi daun tegak
14 Daun bendera Tegak
15 Sudut daun bendera Tegak
16 Bentuk gabah Panjang ramping
17 Warna gabah Kuning bersih
18 Bobot 100 butir 2,75 gram
19 Bentuk akar Serabut, kecil-kecil
20 Tipe perakaran Serabut
keterangan :
  • Agak tahan terhadap Blast
  • Ketahanan terhadap penyakit: Agak tahan terhadap bakteri hawar daun strain III dan IV
  • Anjuran tanam: Cocok ditanam di lahan kering dan mampu juga ditanam di lahan sawah

 

Pembahasan

 

Penyandraan atau pertelaan (deskripsi, deskriptio) adalah teknik penggambaran sifat-sifat tumbuhan dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, manfaat dari golongan tumbuhan yang dimaksud. Pertelaaan golongan (takson) tumbuh dapat pada tinglkat suku (familia), marga (genus), jenis (spesies), dan dibawah tingkat jenis yaitu anak jenis (sub jenis), varitas (varietas), dan forma. Pertelaan suatu jenis takson tumbuhan dilakukan untuk populasi dalam wilayah penyebarannya sehingga dapat menggambarkan variasi sifat yang ada. Untuk mempertelakan suatu takson tumbuhandiperlukan adanya aturan baku tertentu (Issirep, 2005). Berdasarkan adanya hubungan pencandraan dan produktifitas tanaman, maka seorang pemulia dapat menentukan dalam memilih varietas yang ideal untuk digunakan menciptakan varietas baru.

Padi termasuk dalam marga Oryza yang mempunyai ±25 jenis yang tersebar di daerah tropik dan subtropik seperti di Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Dewasa ini tanaman padi banyak ditanam di daerah dataran rendah. Tanaman padi yang cocok hidup di daerah tropis adalah padi indica, sedangkan padi yang cocok hidup di daerah subtropis adalah padi Japonica (Aak, 1992).

Spesies Oryza sativa L. dibagi atas 2 golongan yaitu utillissima (beras biasa)  dan glutinosa (ketan). Golongan utillissima dibagi 2 yaitu  communis dan minuta. Golongan yang banyak ditanam di Indonesia  adalah golongan communis yang terbagi menjadi 2 sub golongan yaitu indica (padi bulu) dan sinica  (padi cere/japonica). Perbedaan mendasar antara padi bulu dan cere mudah terlihat dariada tidaknya ekor pada gabahnya. Padi ceretidak memiliki ekor sedangkan padi bulu memiliki ekor (Soemartono dan Haryono, 1972).

Pertumbuhan padi terdiri atas 3 fase, yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pemasakan. Fase vegetatif dimulai dari saat berkecambah sampai dengan primordial  malai, fase reproduktif terjadi saat tanaman berbunga dan fase pemasakan dimulai dari pembentukan biji sampai panen yang terdiri atas 4 stadia yaitu stadia masak susu, stadia masak kuning, stadia masak penuh dan stadia masak mati (Vergara, 1995)

Padi termasuk dalam keluarga padi-padian atau Poaceae(Graminae). Padi termasuk terna semusim, berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, buah tipe buliratau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam,struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang (Aak, 1992).

Menurut  cara dan  tempat bertanam,  padi dibedakan menjadi  : padi sawah, padi gogo, padi  gogo rancah, padi pasang surut, padi lebak dan padi apung.  Padi gogo adalah jenis padi yang ditanam pada tegalan  atau tanah kering secara menetap dan tanpa menggunakan pengairan (AAK, 1992).

Dalam praktikum pencandraan padi, digunakan lima jenis varietas padi yaitu varietas Belik Hitam, Ciherang, IR-64, Pandan Wangi, dan Situbagendit. Tanaman padi di tanam pada awal praktikum. Tanaman padi di tanam di dalam pot. Setiap hari, dilakukan penyiraman dan pengamatan terhadap tanaman padi. Padi yang sudah tumbuh kemudian diamati pada setiap bagian.

Varietas Belik Hitam(Beras Hitam) merupakan varietas lokal yang mengandung pigmen paling baik, berbeda dengan beras putih atau beras warna lain. Beras hitam memiliki rasa dan aroma yang baik dengan penampilan yang spesifik dan unik. Bila dimasak, nasi beras hitam warnanya menjadi pekat dengan rasa dan aroma yang menggugah selera makan. Pada beras hitam, aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga warna beras menjadi ungu pekat mendekati hitam(Anonim, 2009).

Beras hitam mengandung sedikit protein, namun kandungan besinya tinggi yaitu 15,52 ppm, jauh lebih tinggi dibanding beras dari varietas IR64, Ciherang, Cisadane, Sintanur, Pandanwangi, dan Batang Gadis yang kandungan besinya berkisar antara 2,9-4,4 ppm. Zat besi dibutuhkan tubuh dalam pembentukan sel darah merah. Pengkayaan zat besi pada beras untuk mengatasi anemia yang dewasa ini digalakkan tampaknya perlu mulai berpaling pada beras hitam atau beras merah(Anonim, 2009).

Varietas Ciherang merupakan varietas yang dihasilkan dari tetua IR 18349-53-1-3-1-3/IRI 19661-131-3-1///IR 64////IR 64. Produktifitas varietas ciherang berkisar antara 5-7t/Ha. Varietas ini mempunyai umur tanaman 116-125 hari. Bentuk tanaman ini tegak, mempunyai tinggi tanaman107-115 cm, anakan produktifnya berkisar antara 14-17 batang. Batang dan kaki berwarna hijau. Warna daun telinga, dan lidah daun yaitu putih dan warna daun yaitu hijau. Varietas ciherang mempunyai muka daun kasar pada sebelah bawah. Posisi daun tegak dan daun bendera juga tegak. Bentuk gabah berbentuk panjang ramping dengan warnagabah yaitu kuning bersih. Varietas ini tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3. Varietas ini juga tahan terhadap bakteri hawar daun srain III dan IV. Varietas ini cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian yaitu dibawah 500dpl(anonim, 2013).

Varietas IR-64 merupkaan varietas yang cocok untuk sawah dataran rendah. Varietas ini cocok ditanam hingga ketinggian 500 dpl. Varietas ini merupakan golongan cere. Mempunyai umur tanaman 110-120 hari. Tinggi tanaman ini berkisar antara 115-126 cm. mempunyai anakan produktif 20-35 batang. Bentuk gabah yaitu ramping panjang dan mempunyai warna kuning bersih. Varietas ini tahan terhadap kerontokan dan kerebahan. Kadar amilosa dalam biji sekitar 23% dengan indeks glikemik yaitu 70. Varietas ini mempunyai produktifitas 6ton/Ha. Varietas ini tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2, agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3, dan tahan terhadap hawar dau bakteri IV. Varietas ini juga tahan terhadap virus kerdil rumput(tungro)(Anonim, 2009).

Pandan wangi merupakan varietas padi yang dihasilkan dari persilangan antara varietas lokal pandanwangi cianjur 1596. Vaietas ini termasuk golongan berbulu. Umur varietas ini tergolong cukup pendek, yaitu sekitar 100-105 hari. Varetas ini mempunyai bentuk yang kompak dengan tinggi tanaman 80-85 cm, kaki dan batang berwarna hijau, sedangkan pada telinga daun dan lidah daun tidak berwarna. Warna helai daun berupa hijau. Muka daun memiliki struktur yang kasar dengan posisi daun dan daun bendera tegak. Gabah berbentuk bulat dan berwarna kuning emas. Varietas ini termasuk varietas yang tahan terhadap kerontokan, namun kurang tahan terhadap kerebahan. Kadar amilosa dalam bulir padi yaitu 23%. Varietas ini mempunyai rata-rata produksi yaitu 5,7 ton/Ha. Varietas ini termasuk varietas yang rentan terhadap hama wereng coklat biotipe 2 dan 3. Varietas ini juga rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain 4 serta rentan terhadap penyakit tungro(Anonim, 2013).

Situ bagendit merupakan varietas yang dihasilkan dari tetua Persilangan Batur/S2823-7d-8-1-A//S823-7d-8-1-A. Varietas ini memiliki produktifitas sebesar 3-5 ton/Ha. Varietas ini emmpunyai umur tanaman 110-120 hari. Tanaman ini berbentuk tegak degan tinggi 99-105 cm dan mempunyai anakan produktif 12-13 malai perumpun. Varietas ini mempunyai warna kaki dan batang berberupa warna hijau, sedangkan telinga daun dan lidah daun tidak berwarna. Warna daun yaitu hijau, dengan muka daun kasar dan posisi daun tegak. Bentuk gabah yaitu panjang ramping dan berwarna kuning bersih. Varietas ini termasuk varietas yang mempunyai cukup ketahanan terhadap kerontokan dan kerebahan. Kadar amilosa dalam bulirnya sekitar 22%. Varietas ini termasuk varietas yang agak tahan terhadap penyakit blast dan bakteri hawar daun strain III dan IV. Varietas ini cocok ditaman di lahan kering dan juga ditanamn di lahan sawah(Anonim, 2013).

Perbaikan varietas adalah salah satu hal yang harus dilakuakan pada tanaman padi. Varietas yang mempunyai potensi hasil tinggi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, mempunyai respon yang tinggi terhadap pemberian pupuk N, serta mempunyai umur yang pendek adalah varietas yang perlu dikemabangkan. Hal ini karena kebutuhan akan padi semakin tahun terus meningkat. Oleh karena itu, perlu ditemukan varietas ideal yang dapat memenuhi kebutuhan manusia.

Hasil padi varietas baru diharapkan dapat mencapai 30-50% lebih tinggi dari varietas unggul baru. Sampai saat ini, hanya ada dua cara yang efektif untuk meningktkan potensu melalui pemuliaan tanaman, yaitu perbaikan morfologi tanaman dan menggunakan heterosis tanaman. Menurut Yuan, (2003), tanaman padi dengan Super High Yield variety mempunyai karakteristik sebagai berikut:

  1. Kanopi daun tinggi dan tegak. Helai daun teratas harus panjang, egak, sempit, dan berbentuk V, serta tebal.
  2. Luas daunya tinggi sehingga dapat menerima cahaya lebih bayak
  3. Daun memiliki ukuran yang tebal
  4. Posisi malai di bawah
  5. Ukuran malai besar
  6. Bobot gabah per malai sekitar 5 gram
  7. Jumlah malai 300/meter persegi.

Kesimpulan

  1. Dengan pencandraan tanaman padi, maka dapat diketahui morfologi tanaman padi  
  2. Morfologi tanamn sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya. Pemahaman tentang bentuk dan fungsi organ-organ tanaman padi diperlukan antara lain untuk merancang tipe tanaman padi ideal.

Daftar Pustaka

Issirep, Sumardi, 2005, Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.

AAK. 1992. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta.

Soemartono,  S. dan B. Haryono.  1972. Bertjotjok Tanam  Padi. Kanisius. Yogyakarta

Vergara,  B.S. 1995. Bercocok  Tanam Padi. Program Nasional  PHT Pusat. Departemen Pertanian. Jakarta.

Anonim, 2009. Beras hitam, pangan berkhasiat yang belum populer. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31:(2).

Anonim. 2013. IR-64.http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/130/. Diakses tanggal 6 Juni 2014.

Anonim. 2009. Ciherang. http://eproduk.litbang.deptan.go.id/product.php?id_product=130. Diakses tanggal 6 Juni 2014.

Anonim. 2013. Pandan Wangi. http://baranur-agriscience.blogspot.com/2013/05/padi-varietas- pandan-wangi.html. Diakses tanggal 6 Juni 2014.

Anonim. 2013. Situbagendit. http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/158/. Diakses tanggal 6 Juni 2014.

Yuan, L.P. 2003. Recent progress in breeding super hybrid in China. International Rice Research Institute 3-6.

Lampiran

Tags: , , ,