Laporan Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara IV: Substrat Pertumbuhan Jamur

Posted by miftachurohman on July 17, 2018
Laporan Praktikum, Mikologi Pertanian

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA  IV

SUBSTRAT PERTUMBUHAN JAMUR

Disusun oleh :
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

 

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

 

TUJUAN

 

    1. Mengetahui beberapa macam subtract pertumbuhan jamur\
    2. Mengetahui beberapa jamur yang dapat tumbuh dalam substrat tersebut

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson Kingdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi dari organisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari organisme hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme (Purves and Sadava, 2003).

Kapang memiliki  kemampuan mengurai  aneka substrat organik di alam. Amylomyces rouxii, Aspergillus oryzae, A. awamori, Rhizopus oryzae merupakan penghasil α-amilase dan glukoamilase yang  terbaik (Gandjar dkk., 2006). Menurut Suhartono (1989), kapang Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae merupakan kapang penghasil amilase, glukoamilase, protease, laktase, katalase, glukosa oksidase, lipase, selulase, hemiselulase dan pectinase. Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-klas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes,  sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Reed, 1966).

Mikroba memerlukan nutrient dengan komposisi tertentu untuk tumbuh  dan membelah diri, komposisi nutrient untuk pertumbuhan mikroba berbeda bagi mikroba yang berbeda. untuk kapang berfilamen, rata-rata  mengandung 10-25% protein, 1-3% asam nukleat, 20-50% lipida (% berat kering). Sejumlah mineral dan unsur hara terdapat di dalam tubuh mikroba untuk menjalankan fungsi khusus; K, Ca, Mg, Fe, Co,  Zn dan Mo. Dengan sendiriya kandungan kimiawi ini mempengaruhi kebutuhan nutrient untuk menunjang penggandaan sel dan pertumbuhannya (Suhartono, 1989).

Substrat  merupakan sumber  nutrien utama bagi  fungi. Nutrien-nutrien  baru dapat dimanfaatkan  sesudah fungi mengeksresi enzim-enzim  ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pertumbuhan  kapang mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya, yaitu diawali dengan fase adaptasi. Pada fase adaptasi, mikroba akan  menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan (Gandjar, dkk., 2006).

METODE PRAKTIKUM

 

Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara 4 yang berjudul “Substrat Pertumbuhan Jamur” dilaksanakan pada hari Senin 20 April 2015 di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cawan petri, pinset, sil, kertas penutup. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah air steril, PDA, asam laktat 25%, air kolam, air selokan, tanah, kotoran kuda, domba, kambing, kelinci, dan rusa, roti tawar, telur ikan, sorgum, lalat mati.

Cara kerja dari praktikum ini adalah:

  1. Substrat pertumbuhan air
    Lalat mati dimasukan ke dalam cawan petri yang telah diberi air selokan atau air kolam dan diinkubasikan selama 3 hari. Pada saat lalat tersebut sudah menunjukkan pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 4 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang tumbuh pada lalat mati tersebut.
  2. Substrat pertumbuhan air
    Sorgum direbus hingga lunak dan pecah bijinya. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi air kolan atau air selokan dan diinkubasikan. Setelah sorgum tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada biji sorgum tersebut.
  3. Substrat pertumbuhan air
    Telur ikan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi dengan air kolam atau air selokan sebanyak 2 butir dan diinkubasikan. Pada saat jamur sudah muncul, maka telur dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 6 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang muncul pada telur ikan tersebut.
  4. Substrat pertumbuhan tanah
    Tanah ditaburkan di atas medium PDA dan diinkubasikan selama satu minggu. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada medium PDA tersebut.
  5. Substrat pertumbuhan roti tawar
    Roti tawar dipotong-potong dan diletakkan dalam cawan petri yang telah dibasahi dengan air steril. Kemudian diinkubasikan selama  hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada roti tawar tersebut.
  6. Substrat pertumbuhan kotoran hewan
    Berbagai kotoran ternak seperti kotoran kuda, kambing, domba, rusa, dank kelinci diletakkan di cawan petri yang telah dialasi dengan kertas saring yang dibasahi. Kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas dan pada bagian tengah kertas pembungkus dilubangi. Setelah itu diinkubasikan selama 7 hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada kotoran hewan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamur pada kotoran kelinci (Pilobolus sp.)

 

Salah satu target jamur yang dicari adalah Pilobolus sp. yang hidup di kotoran hewan herbivora. Sampel kotoran yang digunakan adalah kelinci. Dari hasil pengamatan di mikroskop dapat diketahui bahwa terdapat rangkaian hifa berwarna hialin. Sementara itu jika diamati dengan secara langsung, diatas kotoran terdapat jamur yang tumbuh berwarna keabu-abuan. Dari hasil identifikasi dimungkinkan jamur tersebut adalah Pilobolus sp.Gambar 1. Jamur yang muncul pada kotoran kelinci

Siklus hidup pilobolus dimulai dari spora hitam yang menempel pada tanaman seperti rumput-rumputan. Hewan herbivora seperti kelinci memakan rumput, dan juga spora jamur yang menempel tersebut. Sporangium dapat bertahan di gastrointestinal tanpa mengalami perkecambahan. Setelah keluar(tinja) dari inang, sporangium mengalami perkecambahan dan tumbuh (Anonim, 2013).

Sporangiofor dari pilobolus berbentuk batang transparan dan menjulang diatas tinja, dengan bagian subsporangial vesikel berbentuk seperti balon. Diujungnya, tumbuh sporangium berwarna hitam. Sporangiofor mempunyai kemampuan untuk menghadap kea rah cahaya. Gelembung subsporangial berbentuk seperti lenca, memfokuskan cahaya melalui karotenoid dan menyimpanya didekat gelembung. Sporangiofor yang mengalami perkembangan tumbuh seperti sporangium dewasa menuju kea rah cahaya (Anonim, 2013).

 

Jamur pada air selokan (Saprolegnia sp.)

 

Pada media air selokan, digunakan telur ikan gurame untuk menumbuhkan jamur target. Jamur target tersebut adalah Saprolegnia sp. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa telur gurame tersebut terinfeksi jamur Saprolegnia sp. Setelah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop, terdapat hifa-hifa jamur. Jamur tersebut dimungkinkan Saprolegnia sp. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa jamur yang ditemukan mirip dengan reverensi.Gambar 2. Jamur yang muncul pada media air kolam (Telur)

Klasifikasi Saprolegnia sp. Mayer (2005) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Protista
Phylum : Heterkonta
Class : Oomycetes
Ordo   : Saprolegniales
Family   : Saprolegniaceae
Genus    : Saprolegnia
Spesies   : Saprolegnia sp

Saprolegniasis adalah penyakit jamur telur ikan yang sering disebabkan oleh spesies  Saprolegnia sp atau biasa disebut “cendawan air atau water  mould” (Mayer, 2005).  Jamur Saprolegnia  bersifat saprofit oportunistik  yang menyerang pada ikan dengan  sistem imun menurun, mengalami luka fisik, stress, infeksi  dan merusak hingga ke jaringan yang sehat Kualitas air yang  buruk (misalnya air dengan sirkulasi rendah, kadar oksigen terlarut rendah, atau amonia yang tinggi, kandungan organik tinggi) umum  juga dikaitkan dengan kehadiran Saprolegnia (Sembiring, 2012).

Saprolegnia  sp. memiliki bentuk seperti benang halus dan berwarna putih atau kadang  agak kecoklatan, menonjol dan bundar, umumnya berdiameter 20 μm memiliki  hifa berukuran besar yaitu 7–40 μm. Hifa Saprolegnia berbentuk transparan (hialin),  tidak mempunyai sekat pemisah (septa) tetapi bercabang banyak menjadi miselium, inilah  yang menyerang jaringan ikan (Ratnaningtyas, 2013).

Hifa  Saprolegnia  sp.  berkoloni  pada telur yang telah mati, menghasilkan miselia  kusut yang berlebih sehingga mengakibatkan matinya  telur hidup yang berada di sekitar telur mati tersebut.  Hifa Saprolegnia  sp.  akan menghalangi  masuknya air yang  mengandung oksigen dalam  telur, sehingga mengganggu pernapasan  telur ikan (Wahyuningsih, 2006). Saprolegnia  memiliki miselium yang bercabang, hifa yang menembus  substratum dari inang lebih tipis disebut sebagai hifa  rhizoidal  sedangkan  hifa eksternal  tumbuhnya relatif  tebal, dinding hifa  terdiri dari selulosa  sehingga dapat mengeras  dan bercabang serta unit reproduksi seperti tipe spora yang dihasilkannya. Spora reproduksi pada jamur dapat dihasilkan secara seksual dan aseksual (Mayer, 2005).

Menurut  Hussein and  Hatai (2002),  Saprolegniasis adalah  salah satu masalah infeksi  jamur sebagian besar ditemukan  di air tawar namun juga dapat ditemukan hidup di air payau. Saprolegniasis merupakan penyakit pada ikan dan telur  ikan yang umumnya disebabkan oleh jamur Saprolegnia disebut “water molds”  (Mayer,  2005). Saprolegnia tumbuh  pada temperatur antara 32-95 F  (0-35 C) tetapi temperatur optimum adalah 59-86 F (15-30 C) (Ratnanigtyas, 2013). Penyakit jamur ini dapat menyebabkan luka pada ikan dan dapat menyebar pada jaringan sehat (Klinger and Francis, 1996).

Tindakan  pencegahan  dan pengobatan terhadap serangan jamur  Saprolegnia sp. sering menggunakan senyawa  sintetik yang telah terbukti efektifitasnya sebagai  anti jamur sehingga kualitas telur dapat meningkat Senyawa  sintetik yang sering digunakan antara lain Methylene blue,  Malachite green,  formalin maupun  povidone-iodine  (Betadine).  Namun dipihak  lain, pemakaian  bahan kimia dan anti biotik  secara terus-menerus dengan konsentrasi yang  tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu  meningkatkan resistensi parasit terhadap senyawa sintetik  tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia ( Ghofur dkk., 2014).


Pada substrat air yang di tambahi dengan sorghum dan lalat, tidak ditemukan adanya jamur yang tumbuh. Jamur tidak tumbuh pada campuran substrat tersebut dimungkinkan karena kondisi substrat yang tidak sesuai untuk pertumbuhan jamur. Seharusnya jamur dapat tumbuh pada substrat ini, hal ini karena sorghum dan lalat mengandung nutrisi yang dapat ditumbuhi dan dirombak oleh jamur.Gambar 3. Jamur yang muncul pada air kolam (Sorghum dan Lalat)

Jamur pada roti (Aspergilus sp.)

Gambar 4. Jamur yang muncul pada roti

Aspergillus sp. berasal dari ordo Hypomycetes. Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2001).

Secara mikroskopis, jamur Aspergillus sp. warna hifa hialin, konidiofor sederhana dan hialin. Spora (konidium) berwarna hitam. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai macam bahan organik, seperti roti,olahan daging, butiran padi, kacangkacangan, makanan dari beras atau ketan,dan kayu. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam keadaan asam, kandungan gula tinggi, atau kadar garam tinggi, pada keadaan itu bakteri terhambat pertumbuhannya. Aspergillus flavus menghasilkan alfatoksin, suatu senyawa racun yang diduga menyebabkan kanker hati. Jamur ini dapat dijumpai pada kacang tanah atau produkmakanan yang terbuat dari kacang tanah. Oleh karenanya, hindarilah mengkonsumsi kacang tanah yang sudah tidak segar atau produk makanan dari kacang tanah yang permukaannya mulai berubah warna(Fawzy, 2011).

 

KESIMPULAN

 

  1. Jamur dapat ditemukan hidup dalam berbagai substrat, diantaranya adalah di kotoran herbivora. Air, dan roti.
  2. Jamur yang tumbuh di substrat tersebut diantaranya adalah Pilobolus sp., Saprolegnia sp., dan Asprgilus sp.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pilobolus. http://eol.org/pages/38244/details Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Fawzy,G. 2011. In Vitro antimicrobial and anti-tumor activities of intracellular and extracellular extracts of Aspergillus niger and Aspergilus flavus var. columinaris. J. Pharm 3:980-987.

Gandjar, I.,  Robert, A. Karin,  V. T. V. Ariyanti,  O. Iman, S. 1999. Pengenalan  Kapang Tropik  Umum. Yayasan  Obor Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Ghofur, M. M. Sugihartono., R. Thomas. 2014. Efektifitas pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle. L) terhadap penetasan telur ikan gurami (Osphronemus gouramy. Lac). Jurnal ilmiah Universitas Batanghari Jambi 14: 37-44.

Hussein,  M.A and K.  Hatai. 2002. Pathogenicty  of saprolegnia species associated with outbreaks of  salmonids saprolegniasis in Japan. Division  of Fsh Disease. Faculty of Veterinary  Medicine. Cairo  University. Beni- Suef Branch. Fisheries Science 68 : 1067- 1072.

Klinger,  R.E and F.R.  Francis. 1996. Fungal  Disease of Fish. http://hammock.ifas.ufl.edn. Diakses tangga 10 Mei 2015.

Maria, J., M. Eloy., M. Lizana and Javier. 2007. Another species responsible for the emergent disease Saprolegnia infections in amphibians. FEMS Microbial -:23-29

Mayer, K. 2005. Saprolegnia : There’s a fungus among us. OSU Departement of  Fisheries and Wildlife. http://hmsc.oregonstate.edu/classes/MB492/saproke  nt/saprolegnia.Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.

Ratnaningtyas,  A. 2013. Uji Aktivitas  Antifungi Ekstrak Rimpang  Kencur (Kaemferia   galanga  L.)  terhadap Saprolegnia sp  secara in vitro. Program  Studi Budidaya Perairan. Fakultas  Perikanan dan  Kelautan. Universitas  Airlangga, Surabaya.

Reed, G. 1966. Enzyme in Food Processing, Academic Press. New York.

Robinson, Richard. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference, USA.

Suhartono, Maggy T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. IUC-Bank Dunia XVII. Bogor.

Sembiring,  A. 2012. Kemampuan  Bakteri Antagonistik dalam  Menghadapi Infeksi Saprolegnia sp.  pada Ikan Nila (Oreochromis  niloticus).  Departemen  Biologi. Fakultas   Matematika  dan Ilmu Pengetahuan  Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wahyuningsih,  S.P.A. 2006. Penggunaan  Formalin untuk Pengendalian  Saprolegniasis pada Telur  Ikan Nila  Merah (Oreochromis sp.).  Laboratorium Biologi  Reproduksi. Jurusan Biologi  FMIPA. Universitas  Airlangga, Surabaya.

Tags: , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.