LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA IV
SUBSTRAT PERTUMBUHAN JAMUR
Disusun oleh :
Miftachurohman
12969
Asisten :
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
TUJUAN
-
- Mengetahui beberapa macam subtract pertumbuhan jamur\
- Mengetahui beberapa jamur yang dapat tumbuh dalam substrat tersebut
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson Kingdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi dari organisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari organisme hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme (Purves and Sadava, 2003).
Kapang memiliki kemampuan mengurai aneka substrat organik di alam. Amylomyces rouxii, Aspergillus oryzae, A. awamori, Rhizopus oryzae merupakan penghasil α-amilase dan glukoamilase yang terbaik (Gandjar dkk., 2006). Menurut Suhartono (1989), kapang Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae merupakan kapang penghasil amilase, glukoamilase, protease, laktase, katalase, glukosa oksidase, lipase, selulase, hemiselulase dan pectinase. Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-klas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes, sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Reed, 1966).
Mikroba memerlukan nutrient dengan komposisi tertentu untuk tumbuh dan membelah diri, komposisi nutrient untuk pertumbuhan mikroba berbeda bagi mikroba yang berbeda. untuk kapang berfilamen, rata-rata mengandung 10-25% protein, 1-3% asam nukleat, 20-50% lipida (% berat kering). Sejumlah mineral dan unsur hara terdapat di dalam tubuh mikroba untuk menjalankan fungsi khusus; K, Ca, Mg, Fe, Co, Zn dan Mo. Dengan sendiriya kandungan kimiawi ini mempengaruhi kebutuhan nutrient untuk menunjang penggandaan sel dan pertumbuhannya (Suhartono, 1989).
Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengeksresi enzim-enzim ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pertumbuhan kapang mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya, yaitu diawali dengan fase adaptasi. Pada fase adaptasi, mikroba akan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan (Gandjar, dkk., 2006).
METODE PRAKTIKUM
Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara 4 yang berjudul “Substrat Pertumbuhan Jamur” dilaksanakan pada hari Senin 20 April 2015 di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cawan petri, pinset, sil, kertas penutup. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah air steril, PDA, asam laktat 25%, air kolam, air selokan, tanah, kotoran kuda, domba, kambing, kelinci, dan rusa, roti tawar, telur ikan, sorgum, lalat mati.
Cara kerja dari praktikum ini adalah:
- Substrat pertumbuhan air
Lalat mati dimasukan ke dalam cawan petri yang telah diberi air selokan atau air kolam dan diinkubasikan selama 3 hari. Pada saat lalat tersebut sudah menunjukkan pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 4 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang tumbuh pada lalat mati tersebut. - Substrat pertumbuhan air
Sorgum direbus hingga lunak dan pecah bijinya. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi air kolan atau air selokan dan diinkubasikan. Setelah sorgum tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada biji sorgum tersebut. - Substrat pertumbuhan air
Telur ikan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi dengan air kolam atau air selokan sebanyak 2 butir dan diinkubasikan. Pada saat jamur sudah muncul, maka telur dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 6 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang muncul pada telur ikan tersebut. - Substrat pertumbuhan tanah
Tanah ditaburkan di atas medium PDA dan diinkubasikan selama satu minggu. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada medium PDA tersebut. - Substrat pertumbuhan roti tawar
Roti tawar dipotong-potong dan diletakkan dalam cawan petri yang telah dibasahi dengan air steril. Kemudian diinkubasikan selama hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada roti tawar tersebut. - Substrat pertumbuhan kotoran hewan
Berbagai kotoran ternak seperti kotoran kuda, kambing, domba, rusa, dank kelinci diletakkan di cawan petri yang telah dialasi dengan kertas saring yang dibasahi. Kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas dan pada bagian tengah kertas pembungkus dilubangi. Setelah itu diinkubasikan selama 7 hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada kotoran hewan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamur pada kotoran kelinci (Pilobolus sp.)
Salah satu target jamur yang dicari adalah Pilobolus sp. yang hidup di kotoran hewan herbivora. Sampel kotoran yang digunakan adalah kelinci. Dari hasil pengamatan di mikroskop dapat diketahui bahwa terdapat rangkaian hifa berwarna hialin. Sementara itu jika diamati dengan secara langsung, diatas kotoran terdapat jamur yang tumbuh berwarna keabu-abuan. Dari hasil identifikasi dimungkinkan jamur tersebut adalah Pilobolus sp.Gambar 1. Jamur yang muncul pada kotoran kelinci
Siklus hidup pilobolus dimulai dari spora hitam yang menempel pada tanaman seperti rumput-rumputan. Hewan herbivora seperti kelinci memakan rumput, dan juga spora jamur yang menempel tersebut. Sporangium dapat bertahan di gastrointestinal tanpa mengalami perkecambahan. Setelah keluar(tinja) dari inang, sporangium mengalami perkecambahan dan tumbuh (Anonim, 2013).
Sporangiofor dari pilobolus berbentuk batang transparan dan menjulang diatas tinja, dengan bagian subsporangial vesikel berbentuk seperti balon. Diujungnya, tumbuh sporangium berwarna hitam. Sporangiofor mempunyai kemampuan untuk menghadap kea rah cahaya. Gelembung subsporangial berbentuk seperti lenca, memfokuskan cahaya melalui karotenoid dan menyimpanya didekat gelembung. Sporangiofor yang mengalami perkembangan tumbuh seperti sporangium dewasa menuju kea rah cahaya (Anonim, 2013).
Jamur pada air selokan (Saprolegnia sp.)
Pada media air selokan, digunakan telur ikan gurame untuk menumbuhkan jamur target. Jamur target tersebut adalah Saprolegnia sp. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa telur gurame tersebut terinfeksi jamur Saprolegnia sp. Setelah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop, terdapat hifa-hifa jamur. Jamur tersebut dimungkinkan Saprolegnia sp. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa jamur yang ditemukan mirip dengan reverensi.Gambar 2. Jamur yang muncul pada media air kolam (Telur)
Klasifikasi Saprolegnia sp. Mayer (2005) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Protista
Phylum : Heterkonta
Class : Oomycetes
Ordo : Saprolegniales
Family : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Spesies : Saprolegnia sp
Saprolegniasis adalah penyakit jamur telur ikan yang sering disebabkan oleh spesies Saprolegnia sp atau biasa disebut “cendawan air atau water mould” (Mayer, 2005). Jamur Saprolegnia bersifat saprofit oportunistik yang menyerang pada ikan dengan sistem imun menurun, mengalami luka fisik, stress, infeksi dan merusak hingga ke jaringan yang sehat Kualitas air yang buruk (misalnya air dengan sirkulasi rendah, kadar oksigen terlarut rendah, atau amonia yang tinggi, kandungan organik tinggi) umum juga dikaitkan dengan kehadiran Saprolegnia (Sembiring, 2012).
Saprolegnia sp. memiliki bentuk seperti benang halus dan berwarna putih atau kadang agak kecoklatan, menonjol dan bundar, umumnya berdiameter 20 μm memiliki hifa berukuran besar yaitu 7–40 μm. Hifa Saprolegnia berbentuk transparan (hialin), tidak mempunyai sekat pemisah (septa) tetapi bercabang banyak menjadi miselium, inilah yang menyerang jaringan ikan (Ratnaningtyas, 2013).
Hifa Saprolegnia sp. berkoloni pada telur yang telah mati, menghasilkan miselia kusut yang berlebih sehingga mengakibatkan matinya telur hidup yang berada di sekitar telur mati tersebut. Hifa Saprolegnia sp. akan menghalangi masuknya air yang mengandung oksigen dalam telur, sehingga mengganggu pernapasan telur ikan (Wahyuningsih, 2006). Saprolegnia memiliki miselium yang bercabang, hifa yang menembus substratum dari inang lebih tipis disebut sebagai hifa rhizoidal sedangkan hifa eksternal tumbuhnya relatif tebal, dinding hifa terdiri dari selulosa sehingga dapat mengeras dan bercabang serta unit reproduksi seperti tipe spora yang dihasilkannya. Spora reproduksi pada jamur dapat dihasilkan secara seksual dan aseksual (Mayer, 2005).
Menurut Hussein and Hatai (2002), Saprolegniasis adalah salah satu masalah infeksi jamur sebagian besar ditemukan di air tawar namun juga dapat ditemukan hidup di air payau. Saprolegniasis merupakan penyakit pada ikan dan telur ikan yang umumnya disebabkan oleh jamur Saprolegnia disebut “water molds” (Mayer, 2005). Saprolegnia tumbuh pada temperatur antara 32-95 F (0-35 C) tetapi temperatur optimum adalah 59-86 F (15-30 C) (Ratnanigtyas, 2013). Penyakit jamur ini dapat menyebabkan luka pada ikan dan dapat menyebar pada jaringan sehat (Klinger and Francis, 1996).
Tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap serangan jamur Saprolegnia sp. sering menggunakan senyawa sintetik yang telah terbukti efektifitasnya sebagai anti jamur sehingga kualitas telur dapat meningkat Senyawa sintetik yang sering digunakan antara lain Methylene blue, Malachite green, formalin maupun povidone-iodine (Betadine). Namun dipihak lain, pemakaian bahan kimia dan anti biotik secara terus-menerus dengan konsentrasi yang tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu meningkatkan resistensi parasit terhadap senyawa sintetik tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia ( Ghofur dkk., 2014).
Pada substrat air yang di tambahi dengan sorghum dan lalat, tidak ditemukan adanya jamur yang tumbuh. Jamur tidak tumbuh pada campuran substrat tersebut dimungkinkan karena kondisi substrat yang tidak sesuai untuk pertumbuhan jamur. Seharusnya jamur dapat tumbuh pada substrat ini, hal ini karena sorghum dan lalat mengandung nutrisi yang dapat ditumbuhi dan dirombak oleh jamur.Gambar 3. Jamur yang muncul pada air kolam (Sorghum dan Lalat)
Jamur pada roti (Aspergilus sp.)
Gambar 4. Jamur yang muncul pada roti
Aspergillus sp. berasal dari ordo Hypomycetes. Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2001).
Secara mikroskopis, jamur Aspergillus sp. warna hifa hialin, konidiofor sederhana dan hialin. Spora (konidium) berwarna hitam. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai macam bahan organik, seperti roti,olahan daging, butiran padi, kacangkacangan, makanan dari beras atau ketan,dan kayu. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam keadaan asam, kandungan gula tinggi, atau kadar garam tinggi, pada keadaan itu bakteri terhambat pertumbuhannya. Aspergillus flavus menghasilkan alfatoksin, suatu senyawa racun yang diduga menyebabkan kanker hati. Jamur ini dapat dijumpai pada kacang tanah atau produkmakanan yang terbuat dari kacang tanah. Oleh karenanya, hindarilah mengkonsumsi kacang tanah yang sudah tidak segar atau produk makanan dari kacang tanah yang permukaannya mulai berubah warna(Fawzy, 2011).
KESIMPULAN
- Jamur dapat ditemukan hidup dalam berbagai substrat, diantaranya adalah di kotoran herbivora. Air, dan roti.
- Jamur yang tumbuh di substrat tersebut diantaranya adalah Pilobolus sp., Saprolegnia sp., dan Asprgilus sp.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Pilobolus. http://eol.org/pages/38244/details Diakses tanggal 10 Mei 2015.
Fawzy,G. 2011. In Vitro antimicrobial and anti-tumor activities of intracellular and extracellular extracts of Aspergillus niger and Aspergilus flavus var. columinaris. J. Pharm 3:980-987.
Gandjar, I., Robert, A. Karin, V. T. V. Ariyanti, O. Iman, S. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Indonesia.
Ghofur, M. M. Sugihartono., R. Thomas. 2014. Efektifitas pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle. L) terhadap penetasan telur ikan gurami (Osphronemus gouramy. Lac). Jurnal ilmiah Universitas Batanghari Jambi 14: 37-44.
Hussein, M.A and K. Hatai. 2002. Pathogenicty of saprolegnia species associated with outbreaks of salmonids saprolegniasis in Japan. Division of Fsh Disease. Faculty of Veterinary Medicine. Cairo University. Beni- Suef Branch. Fisheries Science 68 : 1067- 1072.
Klinger, R.E and F.R. Francis. 1996. Fungal Disease of Fish. http://hammock.ifas.ufl.edn. Diakses tangga 10 Mei 2015.
Maria, J., M. Eloy., M. Lizana and Javier. 2007. Another species responsible for the emergent disease Saprolegnia infections in amphibians. FEMS Microbial -:23-29
Mayer, K. 2005. Saprolegnia : There’s a fungus among us. OSU Departement of Fisheries and Wildlife. http://hmsc.oregonstate.edu/classes/MB492/saproke nt/saprolegnia.Diakses tanggal 10 Mei 2015.
Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.
Ratnaningtyas, A. 2013. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Rimpang Kencur (Kaemferia galanga L.) terhadap Saprolegnia sp secara in vitro. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga, Surabaya.
Reed, G. 1966. Enzyme in Food Processing, Academic Press. New York.
Robinson, Richard. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference, USA.
Suhartono, Maggy T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. IUC-Bank Dunia XVII. Bogor.
Sembiring, A. 2012. Kemampuan Bakteri Antagonistik dalam Menghadapi Infeksi Saprolegnia sp. pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Wahyuningsih, S.P.A. 2006. Penggunaan Formalin untuk Pengendalian Saprolegniasis pada Telur Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Laboratorium Biologi Reproduksi. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Airlangga, Surabaya.
Leave a Reply