Makalah Ekonomi Pertanian: Komoditas Karet

Posted by miftachurohman on May 22, 2018
Makalah, Tugas Kuliah

MAKALAH
EKONOMI PERTANIAN
KOMODITAS KARET

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN

Disusun Oleh:
Atif Solihin (12686)
Bachtiar Mahardika ()
Muhammad Alfian Nur Khusain (12952)
Miftachurohman (12969)
Didit Setiawan (13040)

 

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Masyhuri
Dr. Ir. Suhatmini Hardyastuti, MS.

 

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

 

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam mendukung perekonomian nasional, utamanya sebagai sumber perolehan devisa dan sumber nafkah berjuta-juta petani karet di pedesaan sehingga dapat membendung arus urbanisasi, serta sebagai penyedia lapangan kerja bagi buruh pabrik karet.

Karet alam di Indonesia merupakan salah satu komoditi penting perkebunan disamping kelapa, sawit, kakao dan teh, baik sebagai sumber pendapatan devisa, kesempatan kerja dan pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah petani yang terlibat dalam usaha karet alam mencakup 1,907 juta kepala keluarga, sehingga banyak penduduk menggantungkan hidup dari tanaman ini(Dirjen Perkebunan, 2006).

Penting dan strategisnya komoditi karet alam  ini tidak hanya dirasakan oleh negara-negara produsen karet alam, seperti Indonesia, Vietnam, India, Thailand dan Malaysia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara konsumen/pengimpor. Negara-negara konsumen mempunyai kepentingan yang kuat akan kesinambungan pasokan karet alam sebagai bahan baku industri strategis, seperti industri ban otomotif, industri peralatan militer, industri sarana medis (sarung tangan, kondom, catether) dan lain-lain. Disatu pihak, negara-negara produsen menginginkan harga yang tinggi, namun di lain pihak, negara-negara konsumen menginginkan harga yang rendah. Oleh karena itu, keseimbangan antara produksi karet alam (yang dipasok oleh negara-negara produsen) dengan konsumsi (untuk kebutuhan industri di negara-negara konsumen), sangat menentukan terciptanya harga yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak (negara produsen dan negara konsumen).

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untukpertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet. Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.

RUMUSAN MASALAH

  1. Bagaimana produksi dan faktor produksi karet di Indonesia?
  2. Bagaimana perkembangan harga karet pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional serta elastisitas permintaan dan penawaran karet di Indonesia?
  3. Bagaimana perkembangan konsumsi karet di Indonesia?
  4. Bagaimana pemasaran karet di Indonesia?
  5. Bagaimana perkembangan ekspor dan impor karet di Indonesia?
  6. Bagaimana kebijakan pemerintah mengenai komoditi karet?

 

BAB II
PEMBAHASAN

PRODUKSI

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand dengan  produksi rata-rata 2,2 juta ton setiap tahunnya atau 26 persen dari total produksi karet alam dunia. Produksi karet Thailand mencapai 2,8 juta ton per tahun (33%), sedangkan Malaysia dengan produksi sebesar 1,1 juta ton per tahun atau 13 persen dari total dunia merupakan produsen terbesar ketiga di dunia. Hampir separuh produksi karet alam dunia dikonsumsi oleh tiga negara utama, masing-masing Cina dengan daya serap pasar sekitar 22 persen, diikuti AS sebesar 16 persen, dan Jepang 10 persen(BI, 2007).

Indonesia memiliki perkebunan karet rakyat yang terbesar di dunia sebesar 3,3 juta hektar (ha) yang terdiri dari 84 persen milik rakyat, dan 16 persen perusahaan besar. Total produksi pada tahun 2005 adalah 2.27 juta ton, kedua yang tertinggi di dunia setelah Thailand. Pada tahun 2015 dan 2020 diproyeksikan Indonesia menghasilkan 3.5 juta ton 3.8 juta ton karet alam (BI , 2007).

Distribusi perkebunan karet alam milik rakyat berdasarkan daerah tingkat propinsi diuraikan dalam di bawah ini(Indonesian Rubber Research Institute (IRRI), 2006):

Tabel 1.1 Produksi dan luasan perkebunan karet di Indonesia Berdasarkan Provinsi(Tahun 2005).

Thailand, Indonesia dan Malaysia yang dikenal dengan International Tripartite Rubber Council karena ketiga negara tersebut menjadi penghasil karet alam terbesar. Thailand menjadi negara penghasil karet alam terbesar dengan produksi karet pada tahun 2011 sebesar 3,4 juta ton, sementara Indonesia di peringkat kedua dengan produksi karet pada periode yang sama sebesar 2,9 juta ton kemudian disusul oleh Malaysia dengan produksi 1 juta ton pada periode yang sama(Bernando dkk.,  2012)

Produksi karet alam dunia tahun 2012 diperkirakan mencapai 11,5 juta ton atau tumbuh 5,2% (yoy). Dengan konsumsi karet alam global yang diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan produksinya yaitu 2,7% (yoy) maka persediaan karet alam global tahun ini diperkirakan akan mengalami surplus sebesar 153 ribu ton, dimana tahun sebelumnya mengalami defisit sebesar -106 ribu ton((Bernando dkk.,  2012).

Grafik 1.1 Produksi Karet Alam IndonesiaDampak fenomena iklim La Nina yang diperkirakan tidak akan sekuat tahun sebelumnya menjadi salah satu faktor peningkatan produksi karet. Produksi karet Thailand diperkirakan tumbuh 5% tahun ini, naik dari 3% tahun lalu. Selain itu, banjir besar di Thailand yang terjadi akhir tahun 2011 ternyata tidak mempengaruhi signifikan produksi karet Thailand karena lokasi banjir yang berbeda dengan sentra produksi karet. Harga karet di tahun 2012 diperkirakan bergerak lebih rendah dibandingkan tahun 2011(Bernando dkk.,  2012).

Produksi karet alam Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 3,2 juta ton pada 2012 atau tumbuh 7% (yoy) sama seperti pertumbuhan tahun lalu. Pemerintah menyampaikan ada beberapa program yang telah dijalankan pemerintah selama ini dalam merealisasikan kenaikan produksi karet. Program itu antara lain mendorong kegiatan intensifikasi di kalangan petani dan memberikan bantuan bibit karet yang ditujukan bagi peremajaan tanaman yang telah berusia 20-25 tahun(Bernando dkk.,  2012).

Grafik 1.2 Pangsa Produksi Karet Alam Global

Apabila ditinjau dari sisi luas perkebunan karet, Indonesia memiliki lahan kebun karet terluas di dunia yaitu 3,5 juta ha sementara Thailand memiliki luas kebun 2,8 juta ha. Namun demikian, produktivitas kebun karet Indonesia masih sangat rendah (937 kg/ha/tahun) dibandingkan dengan Thailand (1725 kg/ha/tahun). Kebun karet di Indonesia sebagian besar (85%) dimiliki oleh rakyat dan pengelolaannya masih belum dilakukan secara optimal sehingga berpengaruh kepada produktivitas kebun karet nasional yang masih rendah(Bernando dkk.,  2012).

Fungsi Produksi Komoditas Karet

Pada tingkat teknologi tertentu, fungsi produksi karet dirumuskan sebagai berikut:

Q=q(A,L,Z)

Keterangan:

Q: jumlah produksi karet

A: Luas areal tanaman karet

L: jumlah tenaga kerja

Z: faktor-faktor produksi lainya

Jika harga masing-masing untuk harga faktor lahan, tenaga kerja dan faktor-faktor produksi lainya adalah PA, PL, PZ , maka persamaan biaya total dapat dirumuskan menjadi:

C= PA*A+PL*L+PZ*Z+C0

Dimana C adalah biaya total dan C0 biaya tetap.

Fungsi keuntungan produsen karet dapat dirumuskan sebagai berikut:

Π= PQ*Q-C

Dimana:

Π: Keuntungan

P: Harga karet

Faktor-faktor produksi merupakan peubah sndogen sedangkan harga karet (PQ) dan harga faktor faktor (PA, PL, PZ) merupakan peubah eksogen. Sehingga fungsi permintaan faktor dapat dirumuskan sebagai berikut:

AD=a(PQ ,PA ,PL, PZ)

LD=l(PQ, PL, PA, PZ)

ZD=z(PQ, PZ, PA, PL)

Dimana AD, LD, ZD merupakan permintaan akan faktor lahan, tenaga kerja dan faktor-faktor lainya.

Dengan mensubtitusikan permasaan diatas ke fungsi produksi maka fungsi penawaran karet pada tahun tertentu (QSt) dapat dirumuskan sebagai berikut:

QSt=f(PQt, Pat, PLt, PZt)

Beberapa peubah penting yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas antara lain adalah harga komoditas tersebut, harga komoditas yang lain, biaya faktor produksi, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga dan keadaan alam(Canjels,  2002)

PERKEMBANGAN HARGA KARET

Data Economist Intelligent Unit (EIU) memperlihatkan bahwa harga rata-rata karet tahun 2012 diperkirakan sebesar 3,8 USD/kg atau turun sebesar -28% yoy. Perlambatan ekonomi global akibat krisis Eropa yang berkepanjangan serta pemulihan ekonomi AS yang lambat menjadi sentimen negatif bagi pergerakan harga karet. Penurunan harga tersebut juga didukung oleh perkiraan meningkatnya stok karet global tahun 2012 dibandingkan tahun sebelumnya(Bernando dkk.,  2012).

  1. Perkembangan Konsumsi Karet

Konsumsi karet alam global tahun 2012 diperkirakan mencapai 11,3 juta ton atau tumbuh 2,7% (yoy). Pertumbuhan konsumsi karet tahun 2012 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 2,1% (yoy). Pertumbuhan konsumsi tersebut masih berasal dari pertumbuhan sektor otomotif terutama di kawasan Asia seperti Cina dan India. Jepang yang pada tahun 2011 mengalami penurunan konsumsi karet alam karena adanya bencana tsunami diharapkan akan kembali pulih di 2012. Sementara krisis ekonomi yang masih belum usai di kawasan Eropa masih menjadi faktor penghambat pertumbuhan konsumsi karet alam global(Bernando dkk.,  2012).

Grafik 1.3 Konsumsi Karet Alam Dunia

Konsumsi karet alam global didominasi oleh kawasan Asia. Konsumsi karet alam India dan Cina pada tahun 2012 diperkirakan tumbuh 4% (yoy), sementara Jepang tumbuh 3% (yoy). Sementara pertumbuhan konsumsi karet lebih lambat diperkirakan terjadi di Uni Eropa, tahun 2012 hanya diperkirakan sebesar 0,1%, Amerika Serikat juga diperkirakan hanya tumbuh konsumsinya 1% pada 2012. Pada tahun 2011 penjualan kendaraan bermotor di Cina tumbuh sebesar 11,2% (yoy), pertumbuhan penjualan otomotif di Jepang -15,1% (yoy), Uni Eropa -8,7% (yoy) kemudian di Amerika Serikat sebesar 14,3% (yoy) pada periode yang sama(Bernando dkk.,  2012).

Fungsi Penawaran Komoditas Karet

Fungsi penawaran merupakan kuantitas produk yang ditawarkan sebagai fungsi harga produk dan harga faktor. Suatu fungsi penawaran perusaan yang memaksimumkan keuntungan dapat diturunkan dari fungsi keuntungan yang dicapai melalui dua syarat yaitu syarat orde satu dan syarat orde dua. Penawaran karet oleh produsen dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi sebagai berikut(Anwar,. 2005):

QSt=f(PQt, PSt, PFt, Pt, Zt)

Dimana:

Qst : jumlah penawara karet pada tahun t

PQt : harga karet pada tahun t

Pst : harga komoditas alternatif karet tahun t

PFt : harga faktor-faktor produksi tahun t

Pt : harga karet yang diharapkan tahun t

Zt : faktor-faktor lain yang mempengaruhi penawaran karet pada tahun t

Fungsi Permintaan Komoditas Karet

Permintaan terhadap karet alam merupakan permintaan turunan atau derived demand. Permintaan turunan menyatakan permintaan terhadap input yang digunakan untuk memproduksi barang atau produk akhir. Bila penawaran output industri ban yang menggunakan karet alam sebgaai input, maka fungsi produksi ban penting diketahui guna mendapatkan fungsi permintaan karet alam.

Jika dimisalkan fungsi produksi dari industri ban yang menggunakan bahan baku karet alam dan input lainya adalah sebagai berikut((Anwar,. 2005):

It= f(KAt, KSt)

Dimana:

It : jumlah output yang diproduksi oleh industri ban yang menggunakan karet alam sebagai input tahun t

KAt : jumlah input karet alam tahun t

St : jumlah input lain(karet sintetis) tahun t

Persamaan permintaan karet alam merupakan fungsi yang dapat ditulis sebagai berikut:

DKAt=f(PIKt, PSt, PBt)

Dimana:

PIKt : harga input karet alam tahun t,

PSt :Harga karet sintetis tahun t

PBt : harga ban tahu t

Konsep Elastisitas Penawaran dan Permintaan

Untuk mengetahui respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhimya, digunakan konsep elastisitas. Secara umum elastisitas dalam jangka pendek dan jangka panjang dirumuskan sebgai berikut(Anwar,. 2005):

ESR(YX)=a*X/Y

ELR(XY)=ESR(XY)/1-b

Dimana:

ESR(XY) : elastisitas jangka pendek peubah endogen Y terhadap peubah endogen X

ELR(YX) : elastisitas jangka panjang peubah endogen Y terhadap peubah endogen X

A : parameter dugaan dari peubah eksogen

B : parameter dugaan dari lag. Endogen variables

X : rata-rata peubah eksogen

Y : rata-rata dari peubah endogen

Dalam kaitanya dengan penawaran, maka ada dua konsep elastisitas yaitu elastisitas harga dan elastisitas harga silang. Elastisitas harga atas penawaran adaah angka yang menunjukkan besarnya persentase perubahan jumlah suatu barabg yang ditawarkan akibat perubahan harga barang lain.

PEMASARAN KARET

Sebagian besar karet alam Indonesia ditujukan ke pasar ekspor (~ 90%) sedangkan sisanya untuk kebutuhan bahan baku berbagai industri dalam negeri. Jenis karet alam yang paling banyak diekspor Indonesia adalah Crumb Rubber (~80%). Pangsa pasar ekspor karet terbesar Indonesia pada tahun 2010 adalah Amerika Serikat (23%), Cina (18%) dan Jepang(13%). Selama 10 tahun terakhir ekspor karet alam Indonesia ke AS menunjukkan tren menurun sementara tren ekspor karet alam Indonesia ke Cina cenderung meningkat. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia memperkirakan volume ekspor karet Indonesia tahun 2012 dapat mencapai 2,79 juta ton, naik 6,1% (yoy) dibandingkan tahun 2011 sebesar 2,63 juta ton(Bernando dkk.,  2012).

Berdasarkan data GAPKINDO, industri crumb rubber di Indonesia saat ini hanya beroperasi dengan utilisasi di bawah 70% dari kapasitas terpasang. Hal tersebut diakibatkan oleh semakin sulitnya mendapatkan bahan olah karet (bokar) karena adanya penambahan pabrik crumb rubber. Peningkatan produktivitas perkebunan karet khususnya milik rakyat mutlak dilakukan untuk mengejar kebutuhan pabrik crumb rubber yang tinggi.

Di pasar domestik dan internasional harga karet alam cenderung berfluktuasi. Puncak harga riil karet alam terjadi pada tahun 1995 dengan harga riil di pasar internasional sebesar US$ 1.815/ton, US$ 1.483,33/ton untuk harga riil ekspor Indonesia, dan US$ 1788/ton di Thailand. Perkembangan harga karet alam Indonesia dan Thailand tampaknya bergantung kepada harga internasional, namun yang menjadi pertanyaannya adalah: apakah benar terjadi/ada integrasi pasar karet Indonesia dan internasional seperti yang ditunjukkan oleh kurva harga pada di bawah ini(Bernando dkk.,  2012).

Grafik 1.4 Perkembangan Harga Rill Karet Alam di Pasar Internasional, Indonesia dan thailand(1969-2003)(IRSG).

Memperhatikan komposisi kepemilikan karet alam di Indonesia yang didominasi oleh rakyat/petani, berfluktuasinya harga dan upaya pemerintah dalam merevitalisasi sektor perkebunan, jika pasar konsumen (akhir atau antara) karet alam tidak terintegrasi dengan pasar produsen, maka ketimpangan antara harga yang dibayarkan oleh negara konsumen dengan negara produsen (khususnya petani) akan semakin besar. Mengingat besarnya peranan perdagangan karet alam bagi perekonomian nasional dan prospek karet alam yang akan datang sebagai negara pemasok permintaan karet alam dunia, maka penting untuk mengetahui keberadaan integrasi pasar antara pasar Indonesia dengan pasar-pasar utama tujuan Indonesia dan negara produsen karet alam utama lainnya di dunia(Sumarmadji,  2003).

Grafik 1.5 Kurva Supply dan Demand Pasar Potensial Surplus dan Pasar Potensial
Defisit(Tomek dan Robinson, 1990)

Grafik di atas  menunjukkan apabila tidak terjadi perdagangan maka harga yang terjadi adalah Px dipasar X dan PY1 dipasar Y dimana Px < PY1. Surplus dipasar X (ESX) akan mendorong pelaku pasar dipasar tersebut menjual kelebihan persediaanya kepasar lain, sedangkan pelaku pasar di pasar Y akan mendatangkan komoditi dari pasar lain untuk memenuhi kelebihan permintaan (EDY1) dipasar Y.

Kurva excess supply dan excess demand dapat berubah dengan perubahan faktor kekuatan supply dan demand pada masing-masing pasar. Apabila terjadi peningkatan permintaan akibat peningkatan populasi dipasar Y, excess demand akan bertambah dari EDY1 ke EDY2 sehingga pasar Y membutuhkan tambahan supply dari pasar X (Lipsey, 1987).

Jika tidak ada biaya perdagangan yang maka kurva excess supply dan excess demand akan berpotongan pada titik o, dan sejumlah QE akan diperdagangkan dari pasar X ke pasar Y. Volume perdagangan akan semakin rendah dengan adanya biaya perdagangan t. Biaya perdagangan ini dapat disebabkan oleh hambatan perdagangan yang terjadi maupun biaya transportasi yang digunakan. Efek biaya perdagangan terhadap jumlah dan harga keseimbangan dapat diilustrasikan dengan mengembangkan garis volume perdagangan (volume of trade line), yang digambarkan oleh garis ab. Perdagangan tidak akan terjadi jika biaya perdagangan sebesar PY1-PX dan mencapai maksimum jika tidak ada biaya transfer. Jika terdapat biaya transfer sebesar t, maka keseimbangan terjadi pada jumlah yang diperdagangkan sebesar QE1 dengan harga keseimbangan PX1dipasar X dan PY1di pasar Y(Anwar,. 2005):

Grafik 1.6 Kurva Excess Supply (Pasar X) dan Excess Demand (Pasar Y) dalam Hubungan Perdagangan(Tomek dan Robinson, 1990)

Jika terjadi pergeseran permintaan di Pasar Y, akibat peningkatan jumlah penduduk maupun faktor-faktor lain yang mempengaruhinya maka harga di pasar Y akan terdorong naik (Y2). Pergeseran ini menyebabkan kelebihan permintaan meningkat dan menggeser kurva kelebihan permintaan ke kanan (EDY1 ke EDY2). Perubahan ini menyebabkan volume of trade line bergeser ke kanan (ab ke a’b’). Perdagangan tidak akan terjadi jika biaya tranfer sama dengan atau lebih besar daripada PY2-PX. Jika biaya transfer tetap t maka keseimbangan akan terjadi pada jumlah perdagangan PX2 di pasar X dan PY2 di pasar Y. Penjelasan diatas mengikhtisarkan bahwa perubahan harga disuatu pasar akibat perubahan kekuatan pasar dapat menyebabkan perubahan harga pasar lain yang melakukan perdagangan dengan pasar tersebut.

PERKEMBANGAN IMPOR DAN EKSPOR KARET

Karet merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang mempunyai kontribusi cukup besar dalam menyumbang devisa negara. Secara umum ekspor karet ke seluruh negara tujuan menunjukkan kecenderungan berfluktuasi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian seberapa besar pengaruh faktor luar seperti gross domestic product, harga karet alam, harga karet sintesis dan nilai tukar (kurs) terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia.

Grafik 1.7 Ekspor Karet Alam Indonesia

Ekspor karet alam Indonesia selama 20 tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Kenaikan nilai ekspor karet tersebut lebih banyak didorong oleh faktor harga dibandingkan kenaikan volume. Kenaikan harga karet dunia terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan pesatnya pertumbuhan industri otomotif dunia (BI, 2007).

Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai US$ 2.0 milyar sedangkan pada triwulan pertama tahun 2007 terjadi peningkatan ekspor karet alam yang mencapai USD1,03 miliar atau tumbuh 9,9 persen yang volume ekspornya mencapai 581 ribu ton dengan pertumbuhan sebesar 2,2 persen (BI, 2007). Pada akhir tahun 2007, nilai total ekspor karet alam mencapai USD 4,9 miliar, sedangkan peningkatan ekspor karet terbesar terjadi pada Februari 2008 sebesar 144,4 juta dollar AS(Bernando dkk.,  2012).

Grafik 1.8 Pangsa Pasar Ekspor Karet Alam Indonesia di Beberapa Negara Tujuan Utama

Penting dan strategisnya komoditi karet alam ini tidak hanya dirasakan oleh negara-negara produsen karet alam, seperti Indonesia, Vietnam, India, Thailand dan Malaysia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara konsumen maupun pengimpor. Negara-negara konsumen mempunyai kepentingan yang kuat akan kesinambungan pasokan karet alam sebagai bahan baku industri strategis, seperti industri ban otomotif, industri peralatan militer, industri sarana medis (sarung tangan, kondom) dan lain-lain. Disatu pihak, negara-negara produsen menginginkan harga yang tinggi, namun di lain pihak negara-negara konsumen menginginkan harga yang rendah. Oleh karena itu, keseimbangan antara produksi karet alam (yang dipasok oleh negara-negara produsen) dengan konsumsi (untuk kebutuhan industri di negara-negara konsumen), sangat menentukan terciptanya harga yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak (negara produsen dan negara konsumen) (Tarigan, 2001).

Perkembangan volume ekspor karet alam Indonesia di beberapa negara tujuan menunjukkan kecenderungan kenaikan volume. Negara-negara pengimpor utama karet alam tersebut adalah Amerika Serikat, Jepang, China, Singapura, Jerman dan Perancis. Amerika Serikat merupakan negara pengimpor terbesar dengan volume impor pada tahun 2006 mencapai 590,946 ribu ton. Memperhatikan data volume ekspor karet alam ke beberapa negara konsumen utama Indonesia, terlihat bahwa di kawasan Asia, Jepang dan Cina menunjukkan laju kenaikan jumlah ekspor yang lebih tinggi dengan volume impor sebesar 357, 539 ribu ton dan 337,222 ribu ton pada tahun 2006(Angraeni, 2004).

Grafik 1.9 Perkembangan volume ekspor Indonesia ke Negara Tujuan Utama(BPS, 2007).

Pada grafik diatas ditunjukkan bahwa pergerakan ketiga kurva harga karet alam memiliki pergerakan yang sama dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1988, namun pada tahun berikutnya pola dari masing-masing kurva harga tersebut menunjukkan tren yang berbeda. Pada tahun 1989 harga riil karet alam Thailand mengalami kenaikan yang ekstrim sebesar US$ 636.3/ton, dimana pada tahun 1989 sebesar US$ 531/ton menjadi US$ 1168/ton. Harga ini hampir menyamai harga dipasar internasional, sedangkan harga riil ekspor karet alam Indonesia tetap mengikuti tren harga di pasar internasional(Bernando dkk.,  2012).

Selain itu, karet alam yang diekspor oleh Indonesia sebesar 90 persen dari total produksinya merupakan produk bahan baku, sehingga permintaan dunia atas produk ini akan bergantung terhadap permintaan industri berbahan dasar karet alam. Sementara itu, perkembangan industri berbahan dasar karet alam akan sangat bergantung terhadap permintaan atas produk jadi berbahan dasar karet alam, dengan demikian gejolak permintaan dunia atas produk jadi berbahan dasar karet alam semestinya berdampak terhadap volume dan harga ekspor karet alam Indonesia. Implikasinya adalah kekuatan Indonesia dalam penetapan harga di pasar internasional menjadi lemah karena tidak hanya ditentukan oleh harga ditingkat konsumen industri tapi juga ditentukan oleh harga dikonsumen akhir produk jadi yang berbahan dasar karet alam(Angraeni, 2004).

Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan penawaran dan permintaan antara suatu negara dengan negara lain, setiap negara tidak dapat menghasilkan suatu komoditas yang diburtuhkan oleh rakyat. Secara rafis mekanisme penawaran dan permintaan dapat dgambarkan pada kurva dibawah ini. Dimana kurva permintaan dan penawaran dinegara A yaitu SA dan DA sedangkan di negara B yaitu SB dan DB serta SW dan DW dipasar dunia(Anwar,. 2005):

Grafik 2.0 Model Sederhana Terjadinya Perdagangan Internasional

Grafik 2.0 Model Sederhana Terjadinya Perdagangan Internasional

Dimana:

PA : harga domestik di negara pengekspor(A) tanpa perdangan internasional

Q0A :konsumsi domestik di negara pengekspor tanpa perdangan internasional

Q1A, Q2A : kelebihan penawaran dinegara pengekspor setelah adanya perdaganagan internasional

PB : harga domestik di negara pengimpor(B) tanpa perdanganan internasional

Q0B : konsumsi domestik dinegara pengimpor sebelum adanya perdangan internasioanl

Q1B, Q2B : kelebihan permintaan dinegara pengimpor tanpa perdanganan internasional

Q0B :konsumsi domestik negara pengimpor setelah adanya perdangan dunia

pW : harga keseimbangan setelah terjadi perdaganagan dunia

QW : jumlah yang diekspor sama dengan jumlah yang di impor

PERKEMBANGAN HARGA KARET

Harga komoditi pertanian sangat rentan terhadap berbagai resiko, seperti fluktuasi nilai tukar mata uang, harga bahan bakar/transportasi, pertumbuhan ekonomi, biaya produksi, pasokan/produk substitusi, pola iklim. Hal ini dapat tercermin pada penurunan harga karet alam yang mulai terjadi sejak krisis moneter bulan juli 1997, dimana pada saat itu nilai mata uang negara-negara produsen karet alam (seperti Thailand, Malaysia, Indonesia) terdepresiasi dengan nilai mata uang US dollar. Pada mulanya, masyarakat perkaretan Indonesia memperoleh keuntungan yang cukup besar sampai 10 kali lipat (300-400 persen). Hal ini akibatkan oleh terdepresiasinya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika sehingga harga nominal yang diterima petani meningkat. Namun, karena peningkatan produksi pada masing-masing negara produsen utama karet alam akibat nilai jual yang meningkat menyebabkan ekspor karet alam dari Indonesia dan negara produsen lainnya melebihi kapasitas penyerapan konsumsi karet alam dunia sehingga hal ini mengakibatkan harga karet alam yang jatuh. Akibatnya, terjadi penurunan harga yang merugikan petani karet Indonesia(Tarigan, 2001).

Ekspor karet alam Indonesia menjangkau banyak negara tujuan diberbagai belahan dunia yang terpisah secara geografis. Namun, jika diamati berdasarkan kuantitas ekspor ke negara tujuan, Indonesia terkonsentrasi hanya pada beberapa negara tertentu saja. Negara-negara ini merupakan importir utama dan juga negara yang melakukan perdagangan secara kontinu. Pergerakan harga karet alam antara negara-negara yang menjadi produsen dan konsumen karet alam utama dunia dapat menjadi stimulus aktif antara pasar yang melakukan perdagangan(Tarigan, 2001).

Lokasi geografis antara pasar Indonesia dan internasional memungkinkan perbedaan/selisih harga karet alam pada tiap negara. Pengaruh dari transmisi harga, kecepatan informasi dan biaya transportasi di pasar dunia semestinya berdampak pada keseimbangan harga karet alam di Indonesia. Batas-batas geografis lokasi pasar karet alam akan menjadi sangat penting dalam mengukur permintaan dan penawaran, pembentukan harga dan struktur kompetisi yang terjadi antar masing-masing negara. Hal ini disebabkan karena jauh dekatnya suatu lokasi pasar terhadap pasar lainnya akan menimbulkan biaya transfer yang berbeda ditiap pasar sehingga akan berdampak pada harga yang diterima oleh konsumen maupun harga yang ditawarkan oleh produsen(Simatupang dkk., 1988).

Fluktuasi harga bisa menyebabkan instabilitas, dan karenanya patut dicari penyebab dan pemecahannya. Salah satu informasi penting yang bisa membantu persoalan fluktuasi adalah informasi tentang integrasi pasar. Khususnya yang terkait dengan harga karet alam, keterkaitan harga domestik dan harga dunia patut dicermati, agar bisa memberi antisipasi yang benar terhadap upaya perbaikan nasib petani (Elwamendri, 2000).

Informasi harga dan kemungkinan substitusi produk antar pasar selalu berpengaruh terhadap perilaku penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi diantara berbagai pasar dapat mengakibatkan harga dari komoditas tertentu bergerak secara bersamaan di berbagai pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan keberadaan integrasi pasar yang merupakan salah satu indikator penting efisiensi sistem pemasaran (Heytens, 1986 dalam Adiyoga et al, 2006).

Penelurusan keberadaan integrasi pasar karet alam di Indonesia dengan internasional tentunya akan memberikan gambaran mengenai dampak perkembangan harga yang diterima oleh petani di Indonesia, karena apabila pasar karet alam Indonesia tidak terintegrasi dengan pasar internasional, maka perkembangan harga di pasar internasional (kenaikan/penurunan harga) belum tentu berdampak nyata terhadap petani karet alam di Indonesia. Dengan demikian, pengukuran integrasi pasar karet alam di Indonesia dan Internasional dapat memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar yang dapat berguna untuk memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, memantau pergerakan harga, melakukan peramalan harga dan memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur pemasaran karet alam untuk kepentingan kesejahteraan petani karet alam di Indonesia(Simatupang dkk., 1988).

Pembentukan harga keseimbangan di pasar internasional bergantung dengan permintaan dan penawaran di masing-masing negara yang melakukan perdagangan. Harga keseimbangan relatif yang dibentuk tidak serta merta terjadi secara langsung, namun terjadi dalam jangka waktu yang lama sesuai dengan penyesuaian dengan nilai tukar dan kesepakatan yang terjadi antara negara yang melakukan perdagangan. Kurva di bawah ini memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan yang ditinjau dari analisis keseimbangan parsial (Maklumat,  2005).

Grafik 2.1 Harga Komoditif Relatif Ekuilibrilium Setelah Perdagangan (Salvatore, 1997)

Grafik 2.1 Harga Komoditif Relatif Ekuilibrilium Setelah Perdagangan (Salvatore, 1997)

Sesuai dengan asumsi dasar perdagangan internasional yakni negara yang melakukan perdagangan terdiri dua negara dan komoditi yang diperdagangkan homogen (satu jenis) maka Gambar 4 memperlihatkan pembentukan harga komoditi relatif ekuilibrium setelah perdagangan. Grafik di atas pada panel (a) memperlihatkan adanya perdagangan internasional, dimana Negara 1 akan berproduksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1, sedangkan panel (b) menjelaskan Negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3(Maklumat,  2005).

Ketika harga yang berlaku berada diatas P1 maka Negara 1 akan memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan produksi. Kelebihan produksi itu selajutnya akan diekspor (bagian a) ke Negara 2. Di lain pihak, jika harga yang berlaku lebih kecil daripada P3, maka Negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi ketimbang produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditas X dari Negara 1(Maklumat,  2005).

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan karet di tengah masyarakat Indonesia berdampak signifikan terhadap kehidupannya. Berawal dari ketertarikan terhadap keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan Belanda dalam mengusahakan komoditas ekspor ini, masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatra dan Kalimantan, mulai mengusahakan tanaman yang disadap getahnya ini. Pada awalnya hanya diusahakan dalam areal yang terbatas di antara tanaman-tanaman lainnya, namun lambat laun mulai diusahakan di areal tersendiri dan dalam skala yang cukup besar.

Kebijakan pemerintah dalam memperbaiki kualitas serta untuk tetap mempertahankan pangsa pasar karet alam Indonesia di internasional diperbaharui secara terus menerus. Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yakni: a) SK Menteri Pertanian No: 701/Kpts/AP 830/10/1987 yang direvisi oleh SK Menteri Pertanian No: 350/Kpts/TP 830/5/1989 dan SK Menteri Perdagangan No. 184/14/VI/1988, tentang perbaikan perbaikan mutu lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lumb segar. b), SK Menperindag No. 616/Mpp/Kep/10/1999, tentang tataniaga dan standarisasi bokar yang mewajibkan bokar (crumb rubber) membeli bokar dari pedagang yang memiliki SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) dan bokar yang memenuhi standar SNI 06 – 2047 – 1998) (Budiman, 1974).

Tabel 1.2 Standar Karet Alam Indonesia

Perdagangan multilateral yang cenderung mengarah lebih terbuka, menawarkan peluang sekaligus tantangan dari negara-negara lain dalam meningkatkan daya saing maupun bentuk-bentuk kerjasama multilateral antar negara. Kepentingan Indonesia sebagai pihak produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand, memberikan landasan bagi Indonesia untuk menjadi salah satu anggota dari kerjasama dunia.

Melihat begitu besar dan luasnya pengaruh positif perkebunan karet bagi perekonomian bangsa dan masyarakat Indonesia, setelah merdeka pemerintah melakukan upaya untuk menata sistem perkebunan karet di dalam negeri. Sebagai langkah awal, pemerintah Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda yang banyak tersebar di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, seperti di Sumatra Utara, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu dan berbagai wilayah di Pulau Jawa dan Kalimantan Selatan. Setelah melakukan pengambilalihan, selanjutnya pemerintah mengambil kebijakan untuk menata perusahaan-perusahaan perkebunan karet tersebut agar hasil yang didapatkan menjadi lebih baik untuk membantu perekonomian bangsa yang baru merdeka pada saat itu. Kebijakan penataan perusahaan-perkebunan karet ini dimulai tahun 1958 pada masa Orde Lama dengan adanya Perusahaan Perkebunan Negara Baru atau yang dikenal dengan PPN Baru untuk membiayai upaya perebutan Irian Barat yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Di antara langkah penting yang dilakukan pemerintah saat itu adalah mengganti seluruh manajemen perusahaan dengan orang-orang Indonesia(Loo, 1980)

Kebijakan penataan perkebunan karet yang telah dimulai pada masa Orde Lama dilanjutkan kembali pada masa Orde Baru pada dasawarsa 1967-1977. Satu aspek yang membedakan sistem penataan dan pengelolaan perkebunan karet di masa Orde Baru dengan di masa sebelumnya adalah penataan perkebunan karet dilakukan secara lebih komprehensif dengan memasukkan perkebunan karet rakyat dalam pengaturan pemerintah. Jika di masa Orde Lama perkebunan karet disamaratakan, baik yang dikelola oleh perusahaan maupun yang dikelola secara mandiri oleh rakyat, tetapi di masa Orde Lama perkebunan karet rakyat mendapatkan porsi tersendiri. Pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto ini mengambil kebijakan pengelolaan perkebunan karet dengan membaginya menjadi: Perkebunan Besar dengan sistem manajemen Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) dan Perkebunan Rakyat dengan sistem Perkebunan Inti rakyat atau PIR(Budiman, 1974)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Karet merupakan komoditas unggulan yang memiliki pasar cukup cerah di pasar internasional. Produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat, sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga kerja, dan sebagai sumber pendapatan petani. Pengembangan agribisnis karet di Indonesia, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

  1. bantuan dari pemeritah pusat maupun daerah agar perkembangan karet bisa lebih opyimal daripada sekarang
  2. menigkatan investasi dalam pengolahan perkebunan karet yang ada di Indonesia
  3. menigkatkan teknologi yaitu untuk meningkatkan hasil produksi karet tersebut dan bisa mengolah karet menjadi barang ag dapat menambah nilai jual komuditas perkebunan karet tersebut

SARAN

Indonesia seharusnya memanfaatkan momentum peningkatan penawaran karet alam dunia dengan upaya perbaikan produktivitas. Upaya peningkatan produktivitas dilakukan melalui penanaman kembali dan peremajaan perkebunan karet. Pengaktifan kembali pendanaan untuk perkebunan karet baik dari bank dan non bank. Menekankan pada pengembangan industri hilir untuk menghasilkan barang jadi seperti sarung tangan, kabel dan pipa karet, sol sandal/sepatu, alat kesehatan dan sebagainya. Pengembangan industri hilir ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk olahan karet alam.

Perbaikan teknologi produksi dan pengolahan industri karet alam melalui lembaga penunjang seperti litbang dan dinas perkebunan. Perbaikan teknologi akan dapat mengurangi biaya pengolahan sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Indonesia lebih menetapkan Cina sebagai negara tujuan ekspor karet alam Indonesia. Langkah perluasan ekspor ke Cina dilakukan dengan meningkatkan distribusi produk, meningkatkan komposisi produk dan pertumbuhan ekspor karet alam yang tinggi ke Negara Cina.

Pemerintah (Khususnya BI) sebaiknya menjaga nilai tukar Rupiah dalam posisi yang stabil, sehingga dapat memberikan harga yang wajar dan kontinuitas usaha karet alam yang digarap oleh pihak swasta maupun petani karet karena guncangan nilai tukar Rupiah dapat memberikan damapak yang negatif bagi harga ekspor karet Indonesia. Pemberlakukan kuota ekspor karet alam dapat dilakukan jika produksi karet alam domestik dan dunia berlebihan dengan tujuan untuk menstabilkan maupun meningkatkan harga di pasar internasional.

Kerjasama multilateral karet alam diantara negara produsen utama lainnya seharusnya diperkuat lagi, sehingga Indonesia sebagai negara produsen kedua terbesar dapat sebagai penentu harga di pasar internasional dan bukan sebagai penerima harga, namun dengan mempertimbangkan aspek persaingan sehat di antara masing-masing pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Angraeni, P. 2004. Indentifikasi Dampak Penerapan AFTA Terhadap Nilai Ekspor dan Impor Harga Komoditi Karet Indonesia-ASEAN. Skripsi. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi- Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anonim. 2013.  Kebijakan Perkebunan Karet Rakyat Indonesia. < http://roedijambi.wordpress.com/2012/10/24/kebijakan-perkebunan-karet- rakyat- di-indonesia/> Diakses tanggal 22 April 2013.

Anonim. 2013. Karet. <http://id.wikipedia.org/wiki/karet> Diakses tanggal 22 April 2013.

Anwar, C. 2005. Prospek Karet Alam Indonesia : Suatu Analisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Sekolah Pasca Sarjana, Bogor.

Bank Indonesia (BI), 2007. Laporan Neraca Pembayaran Indonesia. BI, Jakarta.

Bernando, F.R. dkk.  2012. Commodities: Insight. Jurnal Bank Mandiri 1:1-4

Budiman, S. 1974. Jenis-jenis Karet Alam dan Karet Sintesis. Kursus Teknologi Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor, Bogor.

Canjels, E. 2002. Measuring Market Integration. http://homepage.newschool.edu/ measuring- market-integration.html  Diakses tanggal 22 April 2013.

Elwamendri. 2000. Perdagangan Karet Alam Antara Negara Produsen Utama dan Amerika Serikat. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Indonesian Rubber Research Institute (IRRI). 2006. Priority Integration Sector Specialist– Rubber Based Products (Pss – Rubber-Based), The ASEAN SecretariatUNDP Partnership Project 2006. Bogor Research Center for Rubber Technology, Bogor.

Lipsey, Richard G. 1987. Pengantar Mikroekonomi terjemahan Economics 7th Edition. Jaka Wisana dkk. Binarupa Aksara, Jakarta.

Loo, T. G. 1980. Tuntunan Praktis Mengelola Karet Alam. Penerbit Kintta, Jakarta.

Maklumat, I. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi-Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Simatupang, P dan J. Situmorang. 1988. Integrasi Pasar dan Keterkaitan harga Karet Indonesia dengan Singapura. Jurnal Agro Ekonomi,  7: 12-29

Sumarmadji, dkk. 2003. Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu 2003. Pusat Penelitian Karet. Lembaga Riset Perkebuanan Perkebunan Indonesia,  Medan.

Tarigan, S. 2001. Identifikasi Peluang Kontrak Berjangka Karet Alam di Bursa Berjangka Komoditi Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi-Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

 

Tags: , ,

1 Comment to Makalah Ekonomi Pertanian: Komoditas Karet

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.