Isu Kemiskinan dalam Pembangunan Masyarakat

Posted by miftachurohman on April 03, 2018
Makalah, Tugas Kuliah / No Comments

***

Artikel ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Pembangunan Masyarakat

***

Kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi negara-negara berkembang, demikian pula dengan Indonesia. Bagi Indonesia, kemiskinan masih merupakan persoalan yang menjadi beban berat, terutama dikaitkan dengan isu kesenjangan yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin.

Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan dapat dilakukan secara menyeluruh dan saling interdependen dengan beberapa program kegiatan lainnya. Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan secara integratif sebetulnya sudah dilakukan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Inpres Desa Tertinggal. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan telah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Upaya nasional ini menunjukkan bahwa kemiskinan masih menjadi masalah yang serius. Bahkan pemerintah pusat telah merealisasikan penyaluran dana desa tahap pertama kepada pemerintah desa, sekitar 47 triliyun. Dana desa tersebut telah disalurkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah disalurkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) bertugas mengawal prioritas penggunaan dana desaagar sesuai dengan Peraturan Menteri yang telah ditetapkan.

Upaya pemerintah untuk menurunkan jumlah penduduk  miskin  adalah  dengan  memberikan  fasilitas  rusunawa  yang  pada kenyataannya banyak salah sasaran, memberikan BLT (bantuan langsung tunai) yang ternyata tidak banyak membantu masyarakat, hingga pemberian aneka subsidi untuk masyarakat miskin. Berbagai langkah tersebut pada kenyataannya tidak bisa membuat jumlah  penduduk  miskin  di  Indonesia  menjadi  berkurang.  Karena  solusi  idealnya adalah  dengan  memberikan  mereka  pekerjaan  tetap  dengan  gaji  yang  memadai sehingga  mereka  bisa  hidup  lebih  layak.  Ini  bukan  perkara  yang  mudah  bagi pemerintah.

Pengertian Kemiskinan

Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Ali dkk, 1995).

Beberapa ahli mempunyai pemahaman yang berbeda-beda dalam mendefinisikan kemiskinan. Berikut definisi kemiskinan menurut beberapa ahli:

  1. Benyamin White mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan adalah perbedaan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat dari satu wilayah dengan wilayah lainya(Dillon & Hermanto, 1993).
  2. Parsudi Suparlan mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan(Suparlan, 1993).
  3. Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial.

Definisi menurut UNDP dalam Cahyat (2004), adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

  1. Kemiskinan absolut Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
  2. Kemiskinan relatif Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.
Indikator Kemiskinan

Meskipun fenomena kemiskinan itu merupakan sesuatu yang kompleks dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi-dimensi lain di luar ekonomi, namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya berada dalam lingkungan dimensi ekonomi (Nanga, 2006).

Pengukuran tingkat kemiskinan di Indonesia pertama kali secara resmi dipublikasikan BPS pada tahun 1984 yang mencakup data kemiskinan periode 1976-1981. Semenjak itu setiap tiga tahun sekali BPS menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin, yaitu pada saat modul konsumsi tersedia. Penduduk miskin adalah penduduk yang berada di bawah suatu batas, yang disebut batas miskin atau garis kemiskinan. Berdasarkan hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978, seseorang dapat dikatakan hidup sehat apabila telah dapat memenuhi kebutuhan energinya minimal sebesar 2100 kalori perhari. Mengacu pada ukuran tersebut, maka batas miskin untuk makanan adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi kebutuhan energinya sebesar 2100 kalori perhari.

Analisis faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan atau determinan kemiskinan pernah dilakukan oleh Ikhsan (1999). Ikhsan, membagi faktor-faktor determinan kemiskinan menjadi empat kelompok, yaitu modal sumber daya manusia (human capital), modal fisik produktif (physical productive capital), status pekerjaan, dan karakteristik desa. Modal SDM dalam suatu rumah tangga merupakan faktor yang akan mempangaruhi kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan. Dalam hal ini, indikator yang sering digunakan adalah jumlah tahun bersekolah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Secara umum semakin tinggi pendidikan anggota keluarga maka akan semakin tinggi kemungkinan keluarga tersebut bekerja di sektor formal dengan pendapatan yang lebih tinggi. Variabel modal fisik, yang antara lain luas lantai perkapita dan kepemilikan asset seperti lahan, khususnya untuk pertanian. Kepemilikan lahan akan menjadi faktor yang penting mengingat dengan tersedianya lahan produktif, rumah tangga dengan lapangan usaha pertanian akan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Kepemilikan modal fisik ini dan kemampuan memperoleh pendapatan sebagai tenaga kerja akan menjadi modal utama untuk menghasilkan pendapatan keluarga. Anggota rumah tangga yang tidak memiliki modal fisik terpaksa menerima pekerjaan dengan bayaran yang rendah dan tidak mempunyai alternatif untuk berusaha sendiri. Komponen selanjutnya adalah status pekerjaan, di mana status pekerjaan utama kepala keluarga jelas akan memberikan dampak bagi pola pendapatan rumah tangga.

Penyebab Kemiskinan

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:

  1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga.
  2. Rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal kerja.
  3. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian.
  4. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah.
  5. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan.
  6. Kurangnya peranan kelembagaan yang ada.

Selain itu kemiskinan dapat terjadi akibat sistem ekonomi yang berlaku karena yang kuat menindas yang lemah, tidak adanya sumber pendapatan yang memadai bagi golongan yang bersangkutan, struktur pemilikan, dan penggunaan tanah, pola usaha yang terbelakang, dan pendidikan angkatan kerja yang rendah.

Dengan rendahnya faktor-faktor diatas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diterima, pada gilirannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimun yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan.

Sedangkan Asnawi (1994) menyatakan suatu keluarga menjadi miskin disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor teknologi. Sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan, dependensi ratio, nilai sikap, partisipasi, keterampilan pekerjaan, dan semuanya itu tergantung kepada sosial budaya masyarakat itu sendiri, kalau sosial budaya masyarakatnya masih terbelakang maka rendahlah mutu sumber daya manusianya. Sebaliknya kalau sosial budaya modern sesuai dengan tuntutan pembangunan maka tinggilah mutu sumber daya manusia tersebut.

Menurut Kuncoro (2003), penyebab kemiskinan antara lain sebagai berikut:

  1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.
  2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah.
  3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.
Dampak Adanya Kemiskinan

Dari satu permasalahan sosial saja yakni kemiskinan dapat memunculkan permasalahan-permasalahan sosial yang lain. Kemiskinan memberikan dampak sosial yang beraneka ragam mulai dari tindak kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, dan masih banyak lagi. Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh banyak pihak, tindakantindakan kriminal yang marak terjadi kebanyakan dilatarbelakangi oleh motif ekonomi yakni ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.

Selain maraknya tindak kriminal, kondisi kesehatan masyarakat yang buruk juga merupakan salah satu dampak dari adanya kemiskinan. Berikut rincian dampak yang terjadi akibat adanya kemiskinan menurut Mubyarto (1999):

  1. Banyaknya pengangguran.
  2. Terciptanya perilaku kekerasan. Ketika seseorang tidak tidak lagi mampu mencari penghasilan melalui jalan yang benar dan halal dan ketika mereka merasa tidak sanggup lagi bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan.
  3. Banyak anak yang tidak mengenyam pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi membuat masyarakat miskin tidak lagi mampu menjangkau dunia sekolah atau pendidikan.
  4. Susahnya mendapatkan pelayanan kesehatan. Biaya pengobatan yang tinggi membuat masyarakat miskin memtuskan untuk tidak berobat. Sehingga, mereka sama sekali tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Teori-Teori Pengentasan kemiskinan

Pengentasan kemiskinan selalu menjadi agenda utama bagi negara-negara berkembang khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan merupakan permasalahan yang menyangkut keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Dalam rangka mengentas kemiskinan, Indonesia maupun negara-negara berkembang yang lainnya telah menggunakan teori-teori ekonomi yang ada, baik itu mengadopsi dari pemikiran barat maupun dari nasional sendiri. Teori-teori yang sudah digunakan maupun yang masih berupa wacana antara lain sebagai berikut:

Teori Ekonomi Neoliberal

Neoliberalisme merupakan nomenklatur yang diciptakan dari luar. Istilah yang lebih sering dikenal adalah liberalisme. Neoliberaisme sendiri merupakan tahap selanjutnya dari liberalisme. Dalam pengertian luas, liberalisme adalah paham yang mempertahankan otonomi individu dari intervensi komunitas (Caniago,-). Kemudian muncul istilah liberalisme ekonomi yang pada kemudian hari disebut dengan neoliberalisme.

Teori ini berhasil menurunkan inflasi dan mendorong perekonomian di beberapa negara. Seperti di Inggris pada pemerintahan Margareth Thatcher yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri pada tahun 1979. Begitu juga pada kepemimpinan Ronald Reagan di Amerika Serikat dalam dua periode (1981-1989). Keduanya menerapkan sistem yang sama yakni privatisasi, deregulasi, serta pengurangan pajak dan subsidi. Kesemuanya ini merupakan ciri dari neoliberalisme.

Teori Ekonomi Pancasila

Teori ekonomi pancasila adalah teori ekonomi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Teori ini bercirikan asas keselarasan dan lebih mengutamakan masyarakat dan bukan kemakmuran orang-seorang (Mubyarto, 1997). Penggunaan asas kekeluargaan bertujuan untuk meminimalisisir persaingan antar masyarakat.

Teori Anggaran Pro Kaum Miskin

Anggaran pro kaum miskin adalah penganggaran berdasarkan penilaian kebutuhan dasar masyarakat miskin dengan proses yang melibatkan kelompok miskin untuk ikut menentukan skala prioritasnya (Fernandez, 2009). Dalam pengertian lain, anggaran pro kaum miskin dimaknai sebagai sebuah penganggaran yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat khususnya kelompok masyarakat miskin melalui proses yang adil, partisipatif, responsif, transparan dan akuntabel.

Dari sekian teori yang ada khususnya teori-teori yang sudah diterapkan, ternyata belum mampu memberikan hasil yang memuaskan bagi masyarakat. Kemiskinan tetap menjadi permasalahan yang meliputi beberapa negara khususnya di Indonesia. Ketidakberhasilan tersebut bisa saja karena kesalahpahaman dalam pelaksanaan teori. Selain itu, bisa saja karena pada dasarnya sistem itu hanya mampu memperbaiki perekonomian masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk meningkatkan perekonomiannya, sedangkan masyarakat yang jauh tertinggal dan tidak mampu mengikuti perjalanan sistem akan semakin tertinggal. Sehingga permasalahan baru yang muncul adalah kesenjangan sosial yang meningkat begitu tajam.

Kesimpulan

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi hampir semua bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, gizi serta kesejahteraan penduduk. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki dan yang dimanfaatkan terutama dari tingkat pendidikan formal maupun non formal.

Saran

Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam upaya mengentaskan kemiskinan. kebijakan  pemerintah  hendaknya  diarahkan  pada  peningkatan  pertumbuhan ekonomi  yang  disertai  pemerataan,  penguatan  sistem  pendidikan  nasional  yang berorientasi  pada  penciptaan  lapangan  kerja,  mengatur  pembangunan  suatu kelembagaan  perlindungan  sosial  bagi  warga  negara,  dan  kebijakan  yang memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin.

Referensi

Ali, L. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Asnawi. S, 1994 Masalah Kemiskinan di Pedesaan dan Strategi penaggulangannya, Seminar Sosial Budaya Mengentaskan Kemiskinan. Kelompok Kerja Panitia Dasawarsa Pengembangan Kebudayaan Provinsi TK.I. Sumatera Barat.

Cahyat, A. 2004. Bagaimana kemiskinan diukur? Beberapamkdel penghitungan kemiskinan di Indonesia. Poverty & Decentralization Project CIFOR. November 2004:2.

Dillon H.S dan Hermanto. 1993. Kemiskinan di Negara Berkembang Masalah Krusial Global. Jakarta: LP3ES.

Ikhsan, M. 1999. The Disaggregation of Indonesian Poverty : Policy and Analysis. Ph.D. Dissertation. University of Illinois, Urbana.

Fernandez, J. 2009. Anggaran Pro Kaum Miskin: Konsep dan Praktik‛, dalam Anggaran Pro kaum Miskin: Sebuah upaya menyejahterakan kaum miskin. Jakarta: LP3ES.

Kuncoro, M. 2003. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta: AMP YKPN.

Mubyarto. 1999. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Yogyakarta: Aditya Media

Mubyarto. 1997. Ekonomi Pancasila: Lintas pemikiran Mubyarto. Yogyakarta: Aditya Media.

Nanga, M. 2005. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, (edisi ke-2). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Suparlan, P. 1993. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Caniago, S.A. Munculnya Neoliberalisme sebagai Bentuk Baru Liberalisme.

Tags: , , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara 1: PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Posted by miftachurohman on March 24, 2018
Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, Laporan Praktikum / No Comments
Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan
Acara 1
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Disusun oleh:
Miftachurohman
12969
Golongan: A3
Asisten Koreksi : DindaDewanti

Laboratorium Ilmu Tanaman
Jurusan Budidaya Tanaman
Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014
ACARA 2
PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI AEROB
Pendahuluan

Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju metabolisme, fotosintesis, transpirasi, dan respirasi tumbuhan. Suhu tinggi dapat merusak enzim sehingga metabolisme tidak berjalan baik. Suhu rendah pun menyebabkan enzim tidak aktif dan metabolisme terhenti. Respirasi tumbuhan merupakan salah satu kegiatan tumbuhan yang dapat dipengaruhi oleh suhu.

Respirasi memerankan peran yang sangat besar dalam seluruh proses metabolisme tanaman dan itu selalu menjadi ukuran utama dalam proses metabolik(Devanesan et al.,2012). Proses respirasi merupakan proses katabolisme, yaitu proses pembongkaran senyawa organik kompleks menjadi sederhana. dalam proses respirasi aerob ini dihasilkan senyawa berupa karbondioksida, air, dan energi.

Suhu yang optimum untuk proses metabolisme tumbuhan dapat diketahui dari laju respirasi aerob yang di lakukan oleh tumbuhan. respirasi aerob merupakan proses respirasi yang menggunakan oksigen. Dengan dilakukan titrasi menggunakan HCL, maka dapat dihitung jumlah CO2 yang terikat oleh NaOH.

Metodologi

Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan yang berjudul Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Aerob dilaksanakan pada hari Rabu, 19 Maret 2014 di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 8 botol volume 250 ml dengan tutup karet, 4 termometer, erlenmeyer 125 ml, buret, dan lemari es. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan NaOH 0,2 N, Larutan BaCl2, Larutan HCL 0,1 N, Larutan indikator phenolptalein, kecambah kacang hijau, dan kain kelambu serta tali. Rancangan disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap(RAL) dengan dua ulangan untuk masing-masing perlakuan suhu. pengulangan titrasi digunakan sebagai ulangan. kemudian dilakukan analisis data untuk melihat apakah ada perbedaan laju transpirasi pada masing-masing perlakuan suhu. hubungan antara laju respirasi aerob suhu ditampilkan dalam bentuj kurva regresi.

Hasil dan Pembahasan

Respirasi adalah proses metabolik yang menyediakan energi untuk proses biokimia di dalam tubuh tumbuhan. proses metabolik ini melibatkan beberapa komponen organik seperti gula, asam organik, asam amino, dan asam lemak dimana akan dihasilkan energi, dan juga pelepasan panas(Barbosa et al., 2011). Suhu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi pada tumbuhan. Respirasi aerob merupakan respirasi yang menggunakan oksigen.

Dalam praktikum ini, akan dilakukan pengamatan tentang pengaruh suhu terhadap respirasi aerob pada kecambah kacang hijau. Suhu yang digunakan dalam praktikum ini adalah suhu 5ºC, 15 ºC, Suhu laboratorium(29 ºC), Suhu rumah kaca(30 ºC). Percobaan dilakukan selama 18 jam. Setelah 18 jam, didapat hasil laju respirasi kecambah sebagai berikut:

Tabel 1 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi

Suhu (ºC)

Laju respirasi (ml/CO2/Jam/gr)

5

0,464

15

0,641

29

0,812

30

0,708

Dari grafik diatas dapat diketahui, jika temperatur semakin tinggi, maka laju respirasi akan semakin naik. laju respirasi tertinggi yaitu pada suhu 29 ºC. ketika pada suhu 30 ºC, laju respirasi menjadi turun. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 29 ºC, laju respirasi kecambah encapai tingkat maksimum, kemudian laju respirasi akan menurun ketika suhu semakin naik.

Grafik 1 Hubungan Suhu VS Laju Respirasi Kecambah Kacang Hijau

Dari grafik regresi diatas, maka dapat diketahui bahwa  nilai regresi adalah 0,862. Nilai ini mendekati satu. Hal ini menunjukkan bahwa jika suhu naik, laju respirasi juga akan naik. Maka ada perbandingan lurus antara suhu dan laju respirasi. Hal ini menunjukkan suhu berbanding lurus dengan laju respirasi.

Jika suhu semakin naik, maka laju respirasi juga akan semakin naik. hal ini menyebabkan jumlah CO2 yang dikeluarkan oleh kecambah menjadi tambah banyak. akibatnya, NaOH yang berfungsi untuk menangkap CO2, konsentrasinya akan semakin sedikit. ketika ditritasi dengan menggunakan HCL, maka akan semakin sedikit HCL yang digunakan untuk titrasi. Hal ini juga berlaku sebaliknya, jika CO2 yang dikeluarkan sedikit, maka konsentrasi NaOH yang tersisa akan masih banyak. akibatnya, volume HCL yang digunakan untuk titrasi juga akan semakin banyak.

Kesimpulan

Tumbuhan mempunyai suhu optimum untuk melakukan respirasi. semakin tinggi suhu, maka laju respirasi akan semakin naik dan mencapai puncak pada titik optimum. ketika suhu mencapai titik maksimum untuk melakukan respirasi, maka respirasi akan melambat. Begitu juga ketika pada suhu rendah, laju respirasi yang terjadi juga akan lambat

Saran

Suhu merupakan faktor sensitif bagi tumbuhan untuk melakukan respirasi. Pada rumah kaca, suhu yang ada biasanya tidak konstan. ketika suasana cerah, maka suhu akan meningkat, sedangkan pada saat hujan, suhu akan turun. hal ini berpengaruh terhadap laju respirasi pada kecambah. sebaiknya suhu pada rumah kaca dijaga agar tetap konstan agar dapat memperoleh data yang baik.

Daftar Pustaka

Devanesan, J.N., A. Karuppiah, and C.V.K. Abirami. 2012. Effect of storage temperature, O2 concentrations and variety on respiration of mangoes. Journal of Agrobiology 28: 119-128.

Basarbosa, L.D.N., B.A.M. Caroiofi, C.E. Dannenhauer, and A.R. Monteiro. 2011. Influence of temperature on the respiration rate of minimally processed organic carrots (Daucus Carota L. cv. Brasilia). Ciencia e Tecnologia de Alimentos 31:78-85.

Tags: , , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara 1: PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Posted by miftachurohman on March 20, 2018
Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, Laporan Praktikum / No Comments
Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan
Acara 1
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Disusun oleh:
Miftachurohman
12969
Golongan: A3
Asisten Koreksi : DindaDewanti

Laboratorium Ilmu Tanaman
Jurusan Budidaya Tanaman
Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014

 

ACARA 1
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS
Pendahuluan

Tumbuhan merupakan organisme fotoautotrof yang menghasilkan makananya sendiri. Tumbuhan menghasilkan makanan melalui proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan satu-satunya proses penghasil makanan berupa karbohidrat.Tumbuhan menghasilkan karbohidrat dengan menggunakan senyawa anorganik seperti CO2 dan H20 serta bantuan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat. Proses tersebut terjadi melalui peristiwa yang disebut fotosintesis.

Daun yang berada di puncak tumbuhan dan daun muda mempunyai palisade mesofil yang baik serta mempunyai laju fotosintesis yang signifikan dibandingkan dengan daun yang berada di bawah tajuk(Rundel et al, 1998). Hal ini berkaitan dengan cahaya sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi fotosintesis. Klorofil adalah pigmen yang menyerap cahaya dengan efisiensi tinggi. Klorofil dapat menyerap cahaya merah dan biru sangat baik, sedangkan cahaya hijau sedikit diserap.

Aktivitas foosintesis pada semua jenis tanaman masih bisa dideteksi pada suhu -5ºC dan diantara -5ºC bahkan dalam kondisi berair. Hal ini bertentangan terhadap pendapat bahwa pertukaran gas CO2 segera berhenti dalam kondisi air dingin(Pannewitz et al, 2005). Meskipun demikian, proses fotosintesisi yang berlangsung dalam kondisi yang sangat lemah.

Fotosintesis terjadi pada tumbuhan yang berwarna hijau. Fotosinteis ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti intensitas cahaya, warna cahaya, dan suhu. Fotosinteisi merupakan proses yang sangat penting bagi tumbuhan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang fotosintesis sangat diperlukan agar dapat digunakan untuk penangannan jika terjadi masalah.

Metodologi

Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan yang berjudul Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Laju Fotosintesis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Rabu, 12 Maret 2014. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, alat ukur waktu, erlenmeyer, dan pipet volume 5 mL. Alat tambahan yang digunakan adalaah sungkup dengan penerusan cahaya berbeda, sungkup warna bening, merah, kuning, hijau, dan ungu, 5 termometer, 3 tripot, 3 plat asbes, 3 lampu spiritus, dan 5 gelas piala volume 1 liter.  Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ganggang Hydrilla verticillata, aluminium foil, dan air. Bahan tambahan yang digunakan adalah es.

Praktikum ini akan dibagi menjadi tiga sub acara. Sub acara A adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya. Sub acara B adalah untuk mengetahui pengaruh cahaya warna. Sub acara C adalah untuk mengetahui pengaruh suhu. Praktikum sub acara A dan B dilakukan dibawah sinar matahari langsung sedangkan sub acara C dilakukan di laboratorium. Pengamatan tiap sub acara dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan berupa hubungan antara laju fotosintesis dan intensitas cahaya serta laju fotosintesis dan suhu ditampilkan dalam bentuk kurva regresi. Pengaruh warna cahaya ditmapilkan dalam bentuk histogram.

Hasil Dan Pembahasan

Fotosintesis merupakan proses penting bagi organisme fotoautotrof untuk menghasilkan makanan bagi seluruh kehidupan organisme. Pengaruh lingkungan dapat mempengarufi fotosintesisi, seperti intensitas cahaya, warna cahaya, serta suhu. Hal ini dikarenakan fotosintesis berlangsung dengan bantuan cahaya matahari. Selain itu, suhu mempengaruhi terhadap proses fotosintesis.

Tabel 1 Hasil Pengamatan Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap laju fotosintesis

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh faktor lingkungan mempengaruhi laju fotosintesis. Pada masing-masing perlakuan dalam kelompok perlakuan, menunjukkan hasil laju fotosintesis yang berbeda. Laju fotosintesis ada yang berlangsung dengan optimal pada beberapa jenis perlakuan, sedangkan pada beberapa jenis perlakuan yang lain, fotosintesis berlangsung sangat lambat bahkan tidak terjadi fotosintesis. Hal ini ditunjukkan dengan nilai laju fotosintesis adalah 0 mL O2/gr/jam.

Histogram 1 Pengaruh Warna Cahaya Terhadap Laju Fotosintesis

Pada Histogram 1 terlihat bahwa pengaruh cahaya mempengaruhi laju fotosintesis. Cahaya warna ungu memiliki laju fotosintesis paling tinggi  yaitu sebesar 0,36 mL O2/gr/jam. Cahaya bening memiliki nilai laju fotosintesis paling rendah, yaitu sebesar 0,14 mL O2/gr/jam. Dalam teori yang ada, cahaya merah menunjukkan laju hasil fotosintesis yang maksimal diikuti dengan cahaya biru. Namun dalam hal ini warna biru menunjukkan hasil yang paling tinggi. Hal ini dapat dikarenakan spektrum warna ungu dekat dengan spektrum warna biru.

Cahaya matahari merupakan sumber energi dari cahaya tampak yang terdiri atas warna pelangi dari ungu hingga merah. Klorofil adalah pigmen yang menyerap cahaya dengan efisiensi tinggi. Klorofil dapat menyerap warna merah dan ungu dengan sangat baik. Sedangkan cahaya hijau sangat sedikit di serap. Hal ini menyebabkan tumbuhan yang mengandung klorofil terlihat berwarna hijau karena cahaya hijau lebih banyak dipantulkan.

Grafik 1 Kurva Regresi antara Laju fotosintesis dengan Suhu

Grafik 1 menunjukkan bahwa semakin naiknya suhu, maka laju fotosintesis akan semakin meningkat. Suhu mempengaruhi fotosintesis dengan adanya rentang suhu optimal untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis umunya tidak dapat berlangsung pada suhu dibawah 5 derajat Celcius dan diatas 50 derajat celcius. Dari grafik 1 dapat diketahui ketika pada suhu 5ºC, hydrilla tidak melakukan fotosintesis. Sementara itu, dengan naiknya suhu perlakuan, laju fotosintesis pada hydrilla semakin tinggi. Pada suhu 45ºC hydrilla masih melakukan fotosintesis dan menghasilkan laju fotosintesis paling tinggi, yaitu sebesar 0,39 mL O2/gr/jam. Meskipun kurva ini semakin naik seiring dengan kenaikan suhu, namun hydrilla mempunyai suhu maksimum dalam melakukan fotosintesis.

Temperatur optimum hydrilla untuk melakukan fotosintesis adalah pada suhu 36.5ºC(Rybicki and Virginia, 2002). Pada praktikum ini, suhu yang paling mendekati suhu optimum fotosintesis hydrilla adalah 35ºC. Pada suhu tersebut, hydrilla dimungkinkan sudah mencapai titik optimum untuk melakukan fotosintesis. Ketika suhu mencapai 45ºC, laju fotosintesis mencapai pada titik maksimum. Grafik ini semakin naik, namun pada titik maksimum(diatas 45ºC) laju fotosintesis hydrilla akan terhenti karena sudah mencapai titik maksimum.

Grafik 2 Kurva Regresi antara Laju fotosintesis dengan Intensitas Cahaya

Grafik 2 menunjukkan bahwa laju fotosintesis akan naik ketika intensitas cahaya semakin naik. Laju fotosintesis tertinggi terjadi pada intensitas cahaya sebesar 75% yaitu 0,35 mL O2/gr/jam. Hal ini menunjukkaan intensitas cahaya optimum untuk tanaman hydrilla adalah pada intensitas cahaya 75%. Hydrilla adalah tanaman C3, sehingga akan optimum dalam melakukan fotosintesis pada intensitas cahaya yang rendah.

Kesimpulan

Faktor lingkungan mempengaruhi fotosintesis suatu tumbuhan hydrilla. Ketika intensitas cahaya semakin naik, maka laju fotosintesis juga akan naik. Laju intensitas maksimum tanaman hydrilla adalah 75%. Suhu maksimum tanaman hydrilla untuk melakukan fotosintesis adalah pada suhu 45ºC. Suhu yang terlalu rendah dan terlalu tinggi menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis. Warna cahaya juga mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini berhubungan dengan gelombang(cahaya tampak) yang dapat di tangkap oleh kloropas untuk melakukan fotosintesis. Tanaman akan maksimal melakukan fotosintesis pada cahaya tampak warna ungu.

Saran

Dalam praktikum ini, ketelitian dan kehati-hatian sangat diperlukan dalam melakukan praktikum ini. Seperti halnya pada saat melakukan percobaan pengaruh suhu terhadap laju fotosintesis. Pada saat menjaga suhu agar tetap konstan, praktikan sangat sulit melakukanya. Hal ini karena panas diserap secara konduksi, sehingga perambatan panas tidak terjadi langsung secara tiba-tiba. Sehingga misalnya pada saat pemanasan pada suhu 35ºC, suhu bisa naik hingga 38 ºC. Hal ini menyebabkan data hasil penelitian menjadi tidak akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Pannewitz, S., T.G.A. Green, K. Maysek, M. Schlensog, R. Seppelt, L.G. Sancho, R. Turk,
and B. Schroeter. 2005. Photosynthetic responses of three common mosses from
continental Antartica. Antartic Science 17(3):341-352.

Rundel, P.W., M.R. Sharifi, A.C. Gibson, and K.J. Esler. 1998. Structural and physiological
adaptation to light environments in neotropical Heliconia(Heliconiaceae). Journal of
Tropical Ecology 14:789-801

Tags: , , , ,