Nasionalisme

Posted by miftachurohman on June 14, 2018
Paper, Tugas Kuliah / No Comments

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan memoertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation). Nasionalisme merupakan suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme sangat dibutuhkan bagi seluruh warga negara Indonesia, karena paham inilah yang dapat menjaga keutuhan negara. Rasa persatuan dan kesatuan hanya dapat terwujud ketika seluruh masyarakat memiliki rasa nasionalisme yang kuat. Tanpa memiliki rasa etnosentris yang berlebihan yang dapat memicu perpecahan. Namun sifat kedaerahan tersebut melebur menjadi satu dibawah payung nasionalisme.

Nasionalisme Indonesia yang sudah berlangsung sejak abad 9 (Sriwijaya) dan abad 14 (Majapahit) ternyata dengan mudah meluntur dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir. kini Indonesia merdeka sudah genap 66 tahun namun ancaman nasionalisme bangsa justru semakin meningkat. Para pemuda sebagai penerus bangsa diharapkan memiliki rasa nasionalisme. Namun sebaliknya globalisasi dan westernisasi sangat mengancam nasionalisme para pemuda. Semua ancaman tersebut harus dapat diminimalisir dengan berbagai cara. Karena bila dibiarkan secara terus menerus, dapat menggerus nasionalisme golongan muda dan hal itu dapat mengancam eksistensi NKRI.

Pemuda adalah penerus bangsa. Bangsa akan menjadi maju bila para pemudanya memiliki sikap nasionalisme yang tinggi. Namun, dengan memudarnya rasa nasionalisme, pemuda dapat mengancam dan menghancurkan bangsa Indonesia. Hal itu terjadi karena ketahanan nasional akan menjadi lemah dan dapat dengan mudah ditembus oleh pihak luar. Bangsa Indonesia sudah dijajah sedari dulu sejak rasa nasionalisme memudar. Bukan dijajah dalam bentuk fisik, namun dijajah secara mental dan ideologi.

Nasionalisme muncul dari kehendak untuk merdeka dari penjajahan bangsa lain serta persamaan nasib bangsa yang bersangkutan, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Ernest Renan, Otto Bauwer dan Petter Tomasoa. Namun di era modern konsep itu tidak lagi sepenuhnya bisa diterima. Gagasan nasionalisme awal hanya terpaku pada kehendak untuk merdeka atau “nasionalisme yang ingin memiliki negara”. Namun bila kemerdekaan sudah tecapai secara perlahan akan lenyaplah nasionalisme tersebut. Sepertinya hal itulah yang kini sedang menimpa kaum muda Indonsia. Nasionalisme kaum muda menglami erosi yang luar biasa. Berapa banyak kaum muda yang tau bahwa 10 November adalah hari pahlawan? Kalaupun ada yang tau, berapa banyak yang bisa memaknai hari pahlawan tersebut? Pasti tidak banyak. Mereka cenderung menjadi beban Negara, ketimbang sebagai asset yang senantiasa memberikan input konstruktif dan suri tauladan yang baik.

Pikiran Manusia adalah generatif, kreatif, proaktif dan reflektif, tidak sekedar reaktif

Kutipan definisi pikiran manusia yang diambil dariteori Albert Bandura merupakan suatu makna yang luas dan sangat identik dengan  jiwa Nasionalisme yang saat ini semakin berkurang dari masa kemasa. Dalam tubuh Nasionalisme terdapat beberapa elemen yang mendasar dan berpengaruh kuat, dalam pikiran manusia sangat berpadu dengan jiwa Nasionalisme yang dapat diaplikasikan dengan budaya yang generatif, ekonomi kreatif,  kepimpinan yang proaktif dan sosial yang reflektif.

Faktor internal penyebab pudarnya nasionalisme di Indonesia:

  1. Pemerintahan pada zaman reformasi yang jauh dari harapan masyarakat, sehinggamembuat mereka kecewa pada kinerja pemerintah saat ini. Terkuaknya kasus-kasuskorupsi, penggelapan uang Negara, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabatNegara membuat masyarakat enggan untuk memerhatikan / respect lagi terhadappemerintahan.
  2. Sikap keluarga dan lingkungan sekitar yang tidak mencerminkan rasa nasionalisme dan patriotisme, sehingga para pemuda meniru sikap tersebut. Para pemuda merupakan peniruyang baik terhadap lingkungan sekitarnya.
  3. Demokratisasi yang melewati batas etika dan sopan santun dan maraknya unjuk rasa,telah menimbulkan frustasi di kalangan masyarakat dan hilangnya optimisme, sehinggayang ada hanya sifat malas, egois dan, emosional.
  4. Tertinggalnya Indonesia dengan Negara-negara lain dalam segala aspek kehidupan,membuat masyarakat tidak bangga lagi menjadi bangsa Indonesia.
  5. Timbulnya etnosentrisme yang menganggap sukunya lebih baik dari suku-suku lainnya, membuat masyarakat lebih mengagungkan daerah atau sukunya daripada persatuan bangsa. Menguatnya solidaritas serta ikatan sosial berdasarkan etnis, agama, ras, atau ideologi sejak reformasi dapat menjadi penyebab hancurnya nasionalisme Indoneia.

Faktor eksternal penyebab pudarnya nasionalisme di Indonesia:

  1. Cepatnya arus globalisasi yang berimbas pada moral masyarakat. Mereka lebih memilihkebudayaan Negara lain, dibandingkan dengan kebudayaanya sendiri, sebagai contohnyapara pemuda lebih memilih memakai pakaian-pakaian minim yang mencerminkanbudaya barat dibandingkan memakai batik atau baju yang sopan yang mencerminkanbudaya bangsa Indonesia. Para pemuda kini dikuasai oleh narkoba dan minum-minumankeras, sehingga sangat merusak martabat bangsa Indonesia.
  2. Paham liberalisme yang dianut oleh Negara-negara barat yang memberikan dampak padakehidupan bangsa. Masyarakat meniru paham libelarisme, seperti sikap individualismeyang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa memperhatikan keadaan sekitar dan sikapacuh tak acuh pada pemerintahan

Nasionalisme yang telah diatur dalam Undang Undang antara lain menyangkut bahasa,bendera lambang negara dan lagu Nasional Indonesia. Tepatnya tahun 2009 lalu, Indonesia memiliki undang-undang yang menyangkut hal hal Nasionalisme yaitu UU No. 24 Tahun2009. UU tersebut berisi materi tentang kebahasaan, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan. Sejalan dengan dengan adanya undang undang tersebut , banyak pelanggaran yang menyangkut nasionalisme.  Contoh kecilnya adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa wajib.Banyak istilah istilah asing yang digunakan produsen untuk produknya misalnya penggunaankata body wash , yang seharusnya dapat digunakan kata sabun karena maknanya sama.

Nasionalisme merupakan benang merah dari terciptanya bangsa yang beradab. Nasionalisme harus dimiliki oleh setiap warga karena setiap warga negara ikut menentukan terhadap jalanya peradaban suatu bangsa. Berbagai ancaman nasionalisme di Indonesia semakin waktu semakin menjadi. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa harus protektif terhadap hal-hal yang mengancam keutuhan nasionalisme Indonesia agar NKRI selalu utuh.

Tags: ,

Daur Hidup Penyakit pada Tanaman Hias

Posted by miftachurohman on June 14, 2018
Tugas Kuliah / No Comments

***

Artikel ini di tulis sebagai tugas mata kuliah

***

Saat ini tanaman hias sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat golongan menengah ke atas. Tanaman hias telah menjadi bagian dari budaya bangsa sejak zaman dahulu kala, seperti pada upacara kelahiran, pesta ulang tahun, perkawinan, upacara adat atau kematian. Tanaman hias juga berfungsi memperindah lingkungan.

Tanaman hias yang memiliki penampilan cantik, unik, dan menarik dengan kualitas yang prima senantiasa dituntut oleh konsumen. Namun upaya memenuhi keinginan konsumen tersebut menghadapi berbagai masalah, terutama organisme pengganggu tumbuhan (OPT) seperti serangga hama, nematoda, bakteri, virus, dan jamur. Hama dan penyakit dapat merusak tanaman secara langsung atau mengganggu penampilan tanaman sehingga kualitasnya menurun atau bahkan tidak layak jual (Balai Penelitian Tanaman Hias, 2009).

Salah satu OPT penting tanaman hias adalah jamur. Jamur pathogen meyebabkan tanaman penampilan tanaman hias menjadi tidak menarik. Hal ini menyebabkan kualitas dan nilai jual tanaman hias menjadi rendah. Selain itu, tanaman hias tersebut menjadi tidak laku untuk di ekspor. Oleh karena itu, kerugian yang ditimbulkan oleh jamur pathogen sangat merugikan bagi prospek tanaman hias.

Jamur  patogen  tumbuhan dapat  masuk ke dalam jaringan  tumbuhan melalui beberapa jalan  antara lain; a) luka; b) lubang-lubang  alami; c) menembus secara langsung permukaan jaringan yang utuh (Anonim, 2009). Jamur pathogen mengembangkan struktur infeksi khusus untuk memasuki tumbuhan inang. Struktur infeksi dibentuk agar jamur dapat melakukan penetrasi terhadap organ, jaringan, sel, dan komponen sel yangberbeda dari tumbuhan. Jamur parasite tumbuhan mengembangkan metode yang berbeda untuk tujuan berbeda pula seperti misalnya untuk menginvasi tumbuhan inang, mendapatkan nutrisi, dan untuk mengkoloni jaringan yang telah diinfeksinya (Gafur, 2003).

Setelah menempel pada permukaan tumbuhan, spora kemudian berkecambah. Saat perkecambahan merupakan factor yang penting bagi kelangsungan hidup spora. Inisiasi dari proses dikendalikan oleh factor fisik dan kimiawi yang berbeda. Dalam hal saat perkecambhan penghambatan diri perkecambahan memegang peran penting. Sesudah perkecambahan, tabung kecambah teryata menempel sangat kuat di permukaan jaringan tumbuhan. tabung kecambah menghasilkan berbagai macam enzim penghancur kutikula dan dinding sel. Kutinasi dianggap enzin yang paling penting bagi perkembangan jamur pada tahap ini (Gafur, 2003).

Apresoria dibentuk pada ujung tabung kecambah sebagai organ untuk menyangga hifa penetrasi. Apresoria menempel kuat pada substrat alami semisal epidermis daun maupun bahan buatan dan berfungsi bagi jamur untuk memasuki jaringan tumbuhan inang. Setelah itu, hifa penetrasi kemudian terbentuk. Selama proses tersebut jamur secara intensif membentuk enzim penghancur yang berperan penting dalam proses penghancuran dinding sel. Enzim tersebut adalah hidrolitik dan enzim litik (Gafur, 2003).

Lubang  alami yang  sering digunakan  sebagai tempat masuk  oleh jamur patogen adalah stomata atau mulut kulit. Dari apresorium ini akan dibentuk tabung penetrasi yang masuk ke  dalam lubang stomata dan di dalam ruang udara akan membengkak menjadi gelembung substoma yang kemudian dari tempat ini akan tumbuh hifa infeksi yang berkembang ke semua arah, membentuk  haustorium dan mengisap makanan dari sel-sel inang, sehingga infeksi sudah terjadi (Anonim, 2009).

Lentisel yang berisi sel-sel berdinding tipis yang lepas-lepas dan di dalamnya terdapat lebih banyak ruang antar sel juga merupakan salah satu tempat yang dapat dilalui oleh patogen untuk masuk ke dalam jaringan selama belum terbentuk gabus di bawahnya.  Patogen yang masuk melalui lentisel akan mendapat perlawanan oleh pembentukan gabus, sehingga agak mirip dengan penetrasi melalui luka (Anonim, 2009).

Jika hifa infeksi mulai menguraikan dinding luar sel epidermis, keseimbangan dalam  sel mulai terganggu. Protoplas mengalami perubahan dalam strukturnya, menjadi lebih kasar dan granuler. Kadang-kadang plasma mengalami koagulasi dan mengendap  pada permukaan hifa yang telah masuk, sehingga hifa yang masuk terbungkus oleh selaput yang padat, yang dapat menghalangi difusi sekresi jamur ke dalam sel. Ada  kalanya lapisan pembungkus ini menjadi lebih kuat karena adanya endapan selulosa dan hemiselulosa yang disebut lignituher, yang dapat menghentikan pertumbuhan hifa (Anonim, 2009).

Contoh penyakit oleh jamur pada tanaman hias adalah antraknosa pada tanaman anggrek. Jamur penyebab penyakit ini adalah Colletotrichum gloesporioides. Gejala serangan jamur ini adalah pada  daun atau umbi semu mula-mula muncul bercak-bercak  berbentuk bulat, mengumpul, berwarna kuning atau hijau  muda kemudiaan berubah tubuh buah jamur. Jika menyerang  bunga, menyebabkan terjadinya bercak-bercak coklat kecil yang dapat membesar dan bersatu, sehingga menutupi seluruh bagian bunga.

Daftar pustaka:

Anonim, 2009. Patologi dan Patogenesis.http://eprints.uns.ac.id/2063/1/99020109200910451.pdf Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Biopestisida pengendali hama dan penyakit tanaman hias. Warta penelitian dan Pengembangan Pertanian 31:6-8

Gafur, A. 2003. Aspek fisiologis dan biokimiawi infeksi jamur pathogen tumbuhan. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan 3: 24-28

Tags: ,

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara VII: Memerangkap dan Pembiakan Nematoda Entomopatogen

Posted by miftachurohman on June 12, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA VII

MEMERANGKAP DAN PEMBIAKAN NEMATODA ENTOMOPATOGEN

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENDAHULUAN

 

Penggunaan pestisida kimia secara berlebihan berdampak tidak baik bagi lingkungan dan memicu terjadinya gangguan kesehatan. Untuk mengatasi dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia di atas, banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mencari alternative yang solutif tentang penggunaan biokontrol yang ramah lingkungan.

Nematoda entomopatogen merupakan nematoda endoparasit khusus serangga. Jenis-jenis Nematoda entomopatogen yang umum digunakan sebagai biokontrol berasal dari famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae (Kamariah, 2013). Famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae dikenal sebagai biokontrol potensial bagi berbagai macam serangga hama (Weiser 1991). Kedua famili tersebut efektif dalam mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera dalam 24-48 jam (Chaerani 1996).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa jenis dari kedua famili tersebut telah efektif dalam mengendalikan beberapa jenis hama pertanian. Larva Spodoptera litura dapat dikendalikan oleh Steinernema carpocapsae dengan efektivitas sebesar 95,5% (Uhan 2006). Nugrohorini (2010) juga mengungkapkan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae efektif mengendalikan hama-hama golongan Lepidoptera, seperti Galleria mellonella L. dan Agrotis ipsilon H dengan efektifitas mencapai 100%.

Nematoda adalah mikroorganisme berbentuk cacing berukuran 700-1200 mikron dan berada di dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang tergolong free living, nematode parasit tanaman dan nematode entomopatogen. Nematoda yang saat ini dikembangkan adalah nematoda entomopatogenyangdapat digunakan sebagai insektisida biologi yang sangat potensial untukmengendalikan serangga hama baik ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera (Ehler, 1996).

Nematoda entomopatogen telah dipergunakan untuk mengendalikan serangga hama pada tanaman pangan, perkebunan, rumput lapangan golfserta tanaman hortikultura. Nematoda entomopatogen dapat diisolasi dari berbagai tempat diseluruh belahan dunia, khususnya dari golongan Steinernematidae dan Heterorhabditidae dapat digunakan untuk mengendalikan hama-hama golongan Lepidoptera, seperti: Galleria mellonella (L), Spodoptera exigua Hubner, Agrotis ipsilon Hufnayel yang virulensinya mencapai 100 persen (Nugrohorini, 2010). Nematoda entomopatogen dari kelompok Steinernematidae dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pengendalian hayati dengan nematoda ini dalam jangka panjang dapat menghemat biaya produksi, sehingga meningkatkan keuntungan petani.

Praktikum acara VII yang berjudul Memerangkap Nematoda Entomopatogen ini memiliki tujuan yaitu agar dapat mengetahui cara memperoleh nematoda entomopatogen dari tanah serta dapat mengetahui cara membiakkan nematoda entomopatogen.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian acara 7 dengan judul Memerangkap dan Pembiakan Nematoda Entamopatogen dilaksanakan pada hari Kamis, 21 April 2016 di Laboratorium Nematologi, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan berupa cawan petri (Ø 11 cm dan 14 cm), kertas saring nematoda (Ø 11 cm dan 14 cm), botol Ø ± 7,5 cm dengan volume ± 350 ml, keranjang (sebagai penyangga), toples, dan mikroskop. Bahan yang digunakan berupa tanah (diambil dari daerah pertanaman yang terserang hama Ordo Lepidoptera, Coleoptera atau Diptera karena diduga merupakan tempat sebaran nematoda entomopatogen), larva serangga sehat inang nematoda entomopatogen (ulat hongkong Tenebrio molitor), pakan anjing (dog food) basah, kain kasa dan benang kasur.

Cara kerjanya dibagi menjadi 2 yaitu Pemerangkapan Nematoda Entomopatogen dan Perbanyakan Nematoda Entomopatogen. Masing-masing kegiatan dilakukan secara in vitro (menggunakan media buatan dog food) dan in vivo (menggunakan serangga umpan ulat hongkong/ Tenebrio molitor):

 

Pemerangkapan Nematoda Entomopatogen

 

Mula-mula tanah dari lapangan yang diduga merupakan tempat sebaran nematoda entomopatogen diambil kemudian dimasukkan dalam botol volume ± 350 ml sebanyak setengah volume. Larva serangga sebanyak 10 ekor yang dibungkus kain kassa dimasukkan ke dalam masing-masing botol kemudian ditambahkan tanah lagi sampai penuh. Langkah yang sama juga dilakukan pada dog food, doog food dibungkus kain kassa dan dimasukkan dalam botol berisi tanah. Botol ditutup dan dibiarkan selama 3-5 hari. Setelah itu, larva serangga dan dog food dalam botol dipindahkan ke dalam masing-masing cawan petri Ø 11 cm tertutup dan dibiarkan selama 3-4 hari. Larva serangga yang mati dan dog food dipindahkan pada kertas saring Ø 17 cm untuk ditempatkan pada penyangga (keranjang telungkup) Ø 13 cm. Penyangga (berikut kertas saring dan larva serangga mati/dog food) dimasukkan ke dalam toples tertutup (untuk menghindari gangguan lalat pemakan bangkai). Toples diisi aquades sampai menyentuh tepi kertas saring dan dibiarkan (diinkubasikan) selama 14-21 hari. Nematoda entomopatogen hasil pemerangkapan bergerak masuk ke dalam aquades dan nematoda siap dipanen. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah nematoda entomopatogen yang diperoleh.

 

Perbanyakan Nematoda Entomopatogen

 

Mula-mula larva serangga dan dog food disiapkan masing masing dengan berat 2 gram. Masing-masing bahan tersebut diletakkan pada kertas saring Ø 17 cm di dalam cawan petri Ø 14 cm tertutup. Dog food atau larva serangga diinokulasi 200 ekor nematoda entomopatogen, dan dibiarkan selama 3-4 hari. Dog foog berikut kertas saring ditempatkan pada penyangga (keranjang telungkup) Ø 13 cm, kemudian dimasukkan ke dalam toples tertutup. Sedangkan larva serangga diambil dan ditempatkan pada kertas saring di atas penyangga. Penyangga (berikut kertas saring dan larva serangga mati/dog food) dimasukkan ke dalam toples tertutup (untuk menghindari gangguan lalat pemakan bangkai). Toples diisi aquades sampai menyentuh tepi kertas saring dan dibiarkan (diinkubasikan) selama 14-21 hari. Nematoda entomopatogen hasil perkembangbiakan bergerak masuk ke dalam aquades dan nematoda siap dipanen. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah nematoda entomopatogen yang diperoleh.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Dalam praktikum ini digunakan jenis nematoda steinernema. Mekanisme patogenisitas nematoda entomopatogen Steinernema terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen Xenorhabdus. Xenorhabdus terdiri dari lima spesies, yaitu X. nemathophilus, X. bovienii, X. poinarii, X. beddingii, dan X. japonica. Infeksi dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) dimana terjadi melalui mulut, anus, spirakel atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan kedalam haemolim untuk berkembangbiak dan memproduksi toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan nematoda entomopatogen mempunyai daya bunuh yang sangat cepat. Serangga yang terinfeksi dapat mati dalam waktu 24-72 jam setelah infeksi.

Senyawa antimikroba ini mampu menghasilkan lingkungan yang sesuai untuk reproduksi nematoda dan bakteri simbionnya sehingga mampu menurunkan dan mengeliminasi populasi mikroorganisme lain yang berkompetisi mendapatkan sumber makanan di dalam serangga mati. Keadaan demikian memungkinkan nematoda entomopatogen menyelesaikan siklus perkembangannya dan meminimalkan terjadinya pembusukan serangga inangnya. Faktor penentu patogenisitas nematoda entomopatogen terletak pada bakteri mutualistiknya yaitu dengan diproduksinya toksin intraseluler dan ekstraseluler yang dihasilkan bakteri dalam waktu 24-48 jam.

Pada praktikum ini, pemerangkapan dan pembiakan Steinernema dilakukan secara in vitro dan in vivo untuk membandingkan keefektifan dua media pada kedua cara tersebut. Secara in vitro digunakan media semi padat buatan yaitu makanan anjing (dog food) dan secara in vivo digunakan serangga umpan larva kumbang Tenebrio molitor (ulat hongkong).

Menurut Gaugler & Kaya (1990), prinsip dari pembiakan massal nematoda entomopatogen secara in vitro adalah kandungan nutrisi media harus memenuhi kebutuhan nutrisi nematoda dan bakteri seperti karbohidrat, protein dan lemak, kemudian media tersebut diperlakukan sedemikian rupa sehingga suhu dan kelembabannya sesuai bagi kehidupan nematoda. Disamping itu keaseptisan media juga perlu dijaga agar tidak terjadi kontaminasi oleh bakteri asing atau jamur yang dapat menurunkan produktivitas nematoda.

Ulat hongkong  (Tenebrio molitor) adalah serangga ordo Coleoptera yang merupakan salah satu inang dari nematoda entomopatogen. Nematoda Steinernema diambil dari tanah dengan menempatkan serangga umpan pada tanah kemudian ditunggu beberapa hari untuk dipindahkan cawan petri sampai 3-4 hari, kemudian setelah itu dipindah pada stoples berisi air untuk kemudian diamati ekstraksi.

No Jenis Kegiatan U1 (ekor/100ml) U2 (ekor/100ml) U3 (ekor/100ml) Rata-rata (ekor/100ml)
1 Perbanyakan dg Dog Food 117.000 175000 141.750 144.583,33
2 Perbanyakan dg Ulat Hongkong 12.600 21.600 14.850 16.350
3 Perangkap 31 44 43 39,33/20gr tanah

Tabel 1. Hasil perhitungan nematoda entomopatogen

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perbanyakan nematoda entomopatogen degan menggunakan dog food dan ulat hongkong memiliki jumlah yang sangat besar. Pada perbanyakan dengan menggunakan dog food, didapatkan hasil populasi sebanyak 144.583,33 ekor/100 ml sedangkan pada perbanyakan dengan menggunakan ulat hongkong didapatkan populasi nematoda sebanyak 16.350 ekor/100ml. Populasi yang terdapat pada perbanyakan dengan menggunakan dog food memberikan hasil yang lebih banyak dari pada perbanyakan dengan menggunakan ulat hongkong.

Dog food merupakan bahan makanan bagi anjing yang dijual dalam bentuk kemasan kaleng dengan berbagai merk dagang. Komponen utama dari dog food adalah daging sapi dengan mutu yang rendah. Kandungan nutrisinya secara umum mencakup karbohidrat, protein, dan lemak yang diperlukan bagi nematoda untuk perkembangannya.

Pada perangkap nematoda entomopatogen, didapatkan hasil populasi sebesar 39,33/20 gr tanah. Hal ini menunjukkan tiap 20 gram tanah yang digunakan dalam praktikum mengandung jumlah nematoda sebanyak 39,33 ekor.

Untuk ulat hongkong yang terserang nematoda ini menunjukkan gejala warna tubuh coklat kehitaman, tubuh lembek dan sedikit mengeluarkan cairan. Setelah larva mati, nematoda memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam tubuh larva tersebut. Selanjutnya induk nematoda menghasilkan 2-3 generasi baru di dalam tubuh inangnya tersebut. Setelah nutrisi di dalam tubuh larva tersebut habis maka nematoda melakukan migrasi dengan cara keluar dari tubuh larva dan mencari inang lain (Kamariah dkk., 2013).

Nematoda entomopatogen masuk ke dalam tubuh serangga melalui berbagai cara, baik secara langsung melalui lubang tubuh alami (mulut, spirakel, anus), kutikula, atau secara kebetulan termakan oleh larva serangga. Setelah berada di dalam tubuh larva, Nematoda entomopatogen melepaskan bakteri simbion ke dalam sistem hemolimfa. Bakteri kemudian berkembang secara cepat sehingga mampu membunuh inang antara 24-48 jam setelah proses infeksi (Ehlers 1996).

 

KESIMPULAN

 

    1. Nematoda entomopatogen dapat diperoleh dari tanah dengan metode bait trap atau pemerangkapan dengan umpan. Umpan dapat berupa serangga seperti ulat hongkong (Tenebrio molitor) ataupun media buatan seperti makanan anjing (dog food).
    2. Nematoda entomopatogen dapat dibiakkan pada media serangga atau pun media buatan dog food yaitu dengan menginokulasikan sejumlah nematoda entomopatogen pada media tersebut. Media dog food lebih efektif memperbanyak nematoda entomopatogen daripada serangga umpan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Chaerani M. 1996. Nematoda Patogen Serangga Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor, Bogor

Ehlers, R.U. 2001. Mass production of entomopathogenic nematodes for plant protection. Appl. Microbiol. Biotechnol. 56 : 623-633.

Kamariah., B. Nasir., dan J. Pangeso. 2012. Efektivitas berbagai konsentrasi nematoda entomopatogen (Steinernema sp) terhadap mortalitas larva Spodoptera exiqua Hubner. e-J. Agrotekbis 11: 17-22

Nugrohorini. 2010. Eksplorasi Nematoda Entomopatogen Pada Beberapa Wilayah di Jawa Timur. Jurnal Pertanian MAPETA. 7:-

Uhan T. 2006. Bioefikasi Steinernema carpocapsae (Rhabditidae : Steinernematidae) Strain Lembang terhadap Larva Spodoptera litura di Rumah Kaca. Jurnal Agric. 17 : 225-229.

Simoes N and Rosa J S. 1996. Pathogenicity and Host Spesificity of Enthomopatogic Nematodes. J. Biocontrol Sci and technol 6: 403- 4011.

Weiser J. 1991. Biological Control of Vectors Manual for Collecting, Field Determination and Handling of Biofactors for Control Vectors. John Willey and Sons, England

LAMPIRAN

Gambar 1 . Tenebrio molitor yang digunakan untuk memerangkap nematoda

Gambar 2. Dog food yang digunakan dalam perbanyakan nematoda entomopatogen

Gambar 3. Ulat hongkong yang digunakan dalam perbanyakan nematoda entomopatogen

Tags: , , , ,