acara i

Laporan Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara I: Arti penting Jamur dalam Kehidupan Manusia

Posted by miftachurohman on July 03, 2018
Mikologi Pertanian / 1 Comment

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA I

ARTI PENTING JAMUR DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Disusun oleh:
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herawati
Rizka Awalia Putri

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

TUJUAN

Mengetahu berbagai macam jamur dalam kehidupan manusia

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson Kingdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi dari organisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari organisme hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme. Produksi kitin, sejenis polisakarida, adalah synapomorphy (sifat yang serupa) antara fungi, choanoflagellata dan hewan. Hal ini menjadi bukti bahwa secara evolusioner, fungi lebih dekat ke hewan dibandingkan tumbuhan. Tetapi fungi mempunya penggunaan kitin yang berbeda dengan hewan. Hewan hanya memproduksi kitin pada bagian tertentu, misalnya sebagai rangka luar, rambut atau kuku, sementara fungi memiliki kitin sebagai pembentuk dinding pada seluruh selnya. Adanya kitin juga membantu membedakan antara fungi dan eukariota lain, seperti protista. Kingdom Fungi dapat dibagi menjadi 4 filum, yaitu Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota, and Basidiomycota. Masing-masing filum ini memiliki anggota baik uniseluler maupun multiseluler.  (Purves dan Sadava, 2003).

Bagian dasar selular dari jamur digambarkan oleh hifa dan dinding sel mengandungchitin. Hifa mengandung nuklei, mitokondria, ribosom, golgi dan membran batas vesikel dengan membran plasma sebagai batas sitoplasma. Hifa tumbuh memanjang dengan pertumbuhan ujungnya, dan memperbanyak dengan membentuk cabang, sehingga terbentuk miselium. Hifa ada yang bersekat dan ada yang tidak bersekat. Struktur sub-selular didukung dan diorganisir oleh mikro tubules dan retikulum endoplasma (Anonim, 2006)

Fungi dapat berkembang biak baik secara seksual maupun aseksual. Perkembangbiakan secara seksual terjadi ketika hifa dengan tipe perkawinan (mating type) yang berbeda bersentuhan, kemudian melebur mebentuk zigot. Hifa fungi tidak dapat dibedakan secara visual maupun morfologis menjadi jantan ataupun betina, hanya dapat dibedakan menjadi tipe perkawinan berdasarkan struktur genetiknya. Perkembangbiakan secara aseksual terjadi dengan cara membelah diri atau terbelahnya hifa, atau dengan menyebarkan spora haploid (Schooley, 1997).

METODOLOGI

Praktikum Pengantar Mikologi pertanian Acara 1 yang berjudul Arti Penting Jamur dalam kehidupan Manusia dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 di Laboratorium Klinik Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah contoh jamur dari preparat segar, gambar jamur, dan alat tulis. Cara kerja dalam praktikum ini adalah preparat dan bahan segar jamur diamati, kemudian digambar dan diberi deskripsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamur penghasil penisilin (Penicillium sp)

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008/kitzmann_step/Image8.jpg

Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Askomycota. Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena tidak memiliki selubung pelindung seperti sporangium. Tangkai konidium disebut konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut konidia. Konidium ini memiliki cabang-cabang yang disebut phialides sehingga tampak membentuk gerumbul. Lapisan dari phialides yang merupakan tempat pembentukan dan pematangan spora disebut sterigma. Beberapa jenis Penicillium sp. yang terkenal antara lain P. notatum yang digunakan sebagai produsen antibiotik dan P. camembertii yang digunakan untuk membuat keju biru (Purves dan Sadava, 2003).

Jamur ergot (Claviceps purpurea)

http://www.wildaboutbritain.co.uk/pictures/data/8/03_Ergot_-_Claviceps_purpurea.jpg

http://spa.fotolog.com/photo/58/39/6/esbozodecadaver/1233323352282_f.jpg

Claviceps purpurea merupakan jamur yang menyerang tanaman gandum, barley, oats, dan tanaman lain family Poaceae. Sebelum panen, biasanya jamur ini muncul dengan warna ungu gelap kehitaman dengan sclerotia terbentuk pada bagian ujung gandum. Sclerotium dari jamur ini memanjang, biasanya 1-4 kali lebih panjang dari biji yang terinfeksi. Struktur tersebut tersusun atas massa dari jaringan jamur. Jamur ini menyebar hamper di seluruh benua. Jamur ini mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan yang lembab. Suhu dingin diperlukan oleh jamur ini untuk germinasi. Biasanya membutuhkan suhu 0-10C. (Anonim, 2012).

Selain itu, jamur ini juga menjadi parasite pada rumput-rumputan. C. purpurea menginfeksi bunga gandum yang masih muda. Ergot (Claviceps purpurea) adalah jamur dengan sclerotina (tubuh buah) yang menghasilkan lebih dari 20 alkaloid indol. Ini tumbuh di rye dan tanaman sereal lainnya. Ergotism merupakan respon beracun untuk menelan ergot-terkontaminasi biji-bijian, dan memanifestasikan baik sebagai kejang yang menyakitkan dari otot-otot ekstremitas menyebabkan epilepsi seperti kejang-kejang . atau sebagai muntah dan diare yang mengarah ke gangren jari-jari kaki dan jari-jari. Kedua sindrom dapat menyebabkan kematian. Ergotamine menyempitkan pembuluh darah perifer dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini digunakan dalam pengobatan sakit kepala migraine(Anonim, 2012).

Jamur penghasil toksin(Aspergillus sp.)

http://www.apsnet.org/publications/imageresources/PublishingImages/1998/peant074.jpg

http://www.pfdb.net/photo/mirhendi_h/box020909/wide/a_flavus_g.jpg

http://www.mycology.adelaide.edu.au/images/flav2.gif

Aspergillus sp. berasal dari ordo Hypomycetes. Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2001). Buah yang busuk mengeluarkan bau fermentasi (Semangun, 2004).

Secara mikroskopis, jamur Aspergillus sp. warna hifa hialin, konidiofor sederhana dan hialin. Spora (konidium) berwarna hitam. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai macam bahan organik, seperti roti,olahan daging, butiran padi, kacangkacangan, makanan dari beras atau ketan,dan kayu. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam keadaan asam, kandungan gula tinggi, atau kadar garam tinggi, pada keadaan itu bakteri terhambat pertumbuhannya. Aspergillus flavus menghasilkan alfatoksin, suatu senyawa racun yang diduga menyebabkan kanker hati. Jamur ini dapat dijumpai pada kacang tanah atau produkmakanan yang terbuat dari kacang tanah. Oleh karenanya, hindarilah mengkonsumsi kacang tanah yang sudah tidak segar atau produk makanan dari kacang tanah yang permukaannya mulai berubah warna(Fawzy, 2011).

Jamur lingzhi ( )

http://www.first-nature.com/fungi/images/ganodermataceae/ganoderma-lucidum1.jpg

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/2011/mestelle_zach/Ganoderma%20spores.JPG

Jamur  Ganoderma lucidum termasuk kingdom fungi, klas basidiomycetes, subklas holobasidiomycetes, seri hymenomycetes, ordo agaricales, famili polyporacea, genus  Ganodermadan spesies ini termasuk kedalam spesies Ganoderma lucidum(Alexopoulus, 1979). Dilihat dari sifat hidupnya, Ganoderma lucidum termasuk jamur saprofitik karena tumbuh pada batang mati atau serbuk gergaji kayu (Suriawiria, 2001). Jamur ini dikenal juga sebagai jamur pembusuk putih (white rot fungi) karena merupakan parasit penyebab busuknya batang kelapa sawit. Adanya enzim ekstraseluler yang dimiliki oleh Ganoderma lucidum menyebabkan jamur ini mampu merombak serat kasar terutama lignin dan selulosa dan menggunakannya sebagai energi untuk pertumbuhan (Vares dan Hatakka, 1997). Pada umumnya jamur yang berpotensi mendegradasi lignin termasuk kelompok mesofil yang hidup pada suhu antara 5-37 C dan optimum pada suhu 39-40 C (Febrina, 2002).

Ganoderma lucidum mempunyai kandungan senyawa aktif baik pada tubuh buah maupun pada miselium. Kandungan senyawa aktif ini bermanfaat untuk kesehatan kebugaran tubuh dan senyawa tersebut antara lain: polisakarida, adenosin, asam ganoderik, protein, triterpenoid, vitamin, elemen makro dan mikro, germanium organik, antikanker, antitumor, antikarsinogen dan zat pengatur tubuh (Sjabana, 2001).

Jamur shitake

http://martinwallphotography.com/main.php?g2_view=core.DownloadItem&g2_itemId=2129&g2_serialNumber=3

Jamur Shiitake atau jamur hioko dan sering ditulis sebagai jamur shitake adalah jamur pangan asal Asia Timur yang terkenal di seluruh dunia, dengan nama aslinya dalam bahasa Jepang. Shiitake secara harfiah berarti jamur dari pohon shii, karena batang pohonnya yang sudah lapuk merupakan tempat tumbuh jamur shitake(Anonim, 2013).

Tudung berdiameter 4 – 20 cm atau rata-rata 5 – 12 cm, bentuk cembung sampai agak datar dan atau berputing kecil pada bagian tengahnya, permukaan kering, berserat dengan kutikula yang bersisik dan berwarna pucat sampai cokelat kemerahan. Korteks putih atau kecoklatan dekat kutikula, padat berdaging, lebih lunak pada yang belum dewasa, rasa agak asam, tetapi enak, bau ringan dan agak keras dalam keadaan kering. Bilah berwarna keputihan, warna berubah menjadi cokelat kemerahan jika mengalami luka memar, dan berubah secara bertahap menjadi kecoklatan dengan bertambah umur, sering kali memisah, rapat, sedikit menggergaji sampai bergerigi. Tangkai panjang 3 – 5 cm, diameter 8 – 13 mm, hampir, hampir sama atau agak membesar sebagaian dasarnya, padat dan kuat, permukaan diseliputi cadar tipis yang berakhir dibagian atas sebagai kortina. Spora berukuran 5.5 – 6.5 x 3.0 – 3.5 mikron, subsilindrik, nonamiloid, polos dengan dinding tipis. Basidium mempunyai empat spora, tidak ada pleurosistidium. Trama dengan hifa berdinding  tebal (sampai 1,7 mikron), saling jalin menjalin. Hifa hialin (tidak berwarna), berdiameter 5 – 7 mikron, dan mempunyai sambungan apit(Anonim, 2013).

Di alam, jamur shiitake, dijumpai pada pohon dari famili fagaceae yang tumbang. Jamur ini hidup sebagai saprob, yaitu hidup dari bahan organik yang sudah mati. Jamur shitake merupakan tumbuhan yang kaya protein dan sedikit berlemak serta mempunyai rasa yang manis. Perkiraan kandungan gizi jamur dalam 100 gram berat kering, yaitu protein kasar 13,4-17,5 persen, lemak kasar 4,9-8,9 persen, karbohidrat total 67,5-78,0 persen, dan kalori 387-392 persen. Selain lentinan, jamur shitake juga mengandung eritadenin, interferon, antioksidan, asam amino, sen, enzim, dan khitin serta senyawa pensintesa interferon(Anonim, 2013).

Jamur shitake berfungsi untuk(Anonim, 2013):

  1. Menurunkan kadar kolesterol darah (sehingga meringankan kerja jantung dan bisa mengurangi diabetes). 
  2. Menghambat pertumbuhan tuomor hingga 72-92%. 
  3. Menetralkan pengaruh buruk akibat rokok dan alkohol.
  4. Menambah nafsu seksual
  5. Mempercepat penyembuhan setelah operasi
  6. Pencegahan anemia 
  1. Jamur tiram putih (Pleurotus spp.)

http://www.mykoweb.com/CAF/photos/large/Pleurotus_ostreatus(fs-03).jpg

Disebut  jamur tiram  karena bentuk  tudung bulat agak  lonjong dan melengkung  menyerupai cangkang tiram,serta  letak tangkai tudung asimetris. Jamur tiram banyak tumbuh pada kayu lapuk, dapat tumbuh optimal di daerah berhawa sejuk.  Dialam bebas jamur tiram dapat dijumpai dihutan pegunungan yang sejuk hampir sepanjang tahun. Tubuh buah terlihat  saling bertumpuk dipermukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang. Warna tubuh buah dapat  membantu membedakan jenis jamur tiram (Tarmidi dan Rahmat, 2004).

Dari  semua anggota  genus pleurotus,  Jamur Tiram Putih (Pleurotus osteratus) inilah  yang lebih dikenal dengan jamur tiram. Jamur tiram ini dalam Bahasa inggris dikenal  sebagai oystermushroom. Tudung dan batangnya berwarna putih, permukaan  tudung jamur licin dan agak berminyak dengan  diameter 3-14 cm. Jamur ini mempunyai rasa enak, kenyal, dan gurih. Rasanya menyerupai daging ayam atau tiram(Tarmidi dan Rahmat, 2004)

Jamur kuping

http://mushroaming.com/gallery/var/albums/Bolivian-Amazon-2013/Madidi-Mushrooms/Auricularia%20auriculata%20Rurre%202013%20cr%20S.jpg?m=1369199123

Jamur kuping atau biasa di sebut “lember” oleh masyarakat sunda adalah jenis jamur yang tumbuh di sisa tumbuhan atau kayu yang lembab. Saat ini budidaya jamur kuping sangat merebak di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan jamur kuping merupakan jamur kosmopolitan atau dapat hidup dimana saja, mulai dari kawasan hutan pantai sampai dengan pegunungan tinggi dengan persyaratan tempatnya cukup lembab(Anonim, 2013).

Tubuh buah kenyal atau seperti gelatin jika dalam keadaan segar dan menjadi keras seperti tulang jika kering, berbentuk mangkuk atau kadang-kadang dengan cuping seperti kuping yang berasal dari titik pusat perlekatan, diameter   2-15 cm, tipis berdaging, dan kenyal. Permukaan luar steril, seringkali berurat, berbulu sangat kecil atau berambut, cokelat muda sampai cokelat, menjadi kehitaman jika mengering. Permukaan dalam fertil, licin sampai agak berkerut, bergelatin jika basah, berwarna kuning cokelat, cokelat keabu-abuan, cokelat, ungu, dan menjadi hitam jika kering. Tangkai tidak ada atau mengalami rudimenter. Jejak spora putih, spora berada dipermukaan dalam biasanya pada permukaan bagian bawah, berukuran 12-8 x 4-8 mikron, berbentuk sosis, licin. Basidium mempunyai sekat melintang sebanyak tiga buah. Hidup soliter atau bergerombol pada batang kayu, ranting mati, tunggal kayu dan lain-lain, melekat pada substrat secara sentral atau lateral. Penyebaran pada kayu keras dan konifer. Tubuh buah jamur seringkali dijumpai pada musim hujan(Anonim, 2013).

Siklus hidup jamur kuping seperti halnya jamur tiram maupun shiitake meliputi; tubuh buah sudah tua menghasilkan spora yang berbentuk kecil, ringan dan berjumlah banyak. Selanjutnya spora tersebut jatuh pada tempat yang sesuai dengan persyaratan hisupnya seperti kayu mati atau bahan berselulosa dan dalam kondisi lembab, maka spora tersebut akan berkecambah membentuk miselia dengan  tingkatan(Anonim, 2013):

  1. Miselai primer yang tumbuh terus membanyak dan meluas. 
  2. Miselai sekunder yang membentuk primordial (penebalan miselia pada bagian permukaan miselia sekunder dengan diameter 0,1 cm). 
  3. Dari primordial akan tumbuh dan berbentuk kuncup tubuh buahpada tingkat awal yang semakin lama semakin membesar (3-5 hari). 
  4. Dari primordia tersebut akan tumbuh tubuh buah jamur berbentuk melebar, serta pada saat tua akan dipanen.

Dari segi gastronomik ataupun organoleptik ( rasa, aroma dan penampilan), jamur kuping kurang menarik bila dihidangkan sebagai bahan makanan. Namun jamur kuping sudah dikenal dekat sebatai ahan makanan yang memiliki khasiat sebagai obat dan penawar racun(Anonim, 2013).

Lendir yang dihasilkan jamur kuping selama dimasak dapat menjadi pengental. Lendir jamur kuping dapat menonaktifkan atau menetralkan kolesterol. Jamur kuping dapat dibedakan berdasarkan bentuk, ketebalan, dan warnanya. Jamur kuping ang mempunyai bentuk tubuh buah kecil (sering disebut jamur kuping tikus) digemari oleh konsumen karena waranya lebih muda, dan rasanya sesuai dengan selera. Jamur kuping yang tubuh buahnya melebar (jamur kuping gajah) rasanya sedikit kenyal atau alot sehingga kurang disenangi karena harus diiris kecil-kecil bila akan dimasak. Jamur kuping selain untuk ramuan makanan juga unuk pengobatan. Untuk mengurangi panas dalam, mengurangi rasa sakit pada kulit akibat luka bakar. Kandungan nutrisi jamur kuping terdiri kadar air 89,1, protein 4,2, lemak 8,3, karbohidrat total 82,8, serat 19,8, abu 4,7 dan nilai energi 351.

Jamur kuping dipanaskan, maka lendir yang dihasilkan oleh masyarakat dan tabib pengobatan memiliki khasiat (Anonim, 2013):

  1. Penangkar / penon-aktif racun baik dalam bentuk racun nabati, racun residu pestisida, bakhan sampai ke racun berbentuk logam berat. Hampir semua ramuan masakan Cina, jamur kuping selalu ditambahkan untuk tujuan menonaktifkan racun yang terbawa dalam makanan. 
  2. Kandungan senyawa dalam lendir jamur kuping, efektif untuk menghambat pertumbuhan carcinoma dan sarcoma (kanker) sampai 80 – 90%. Berfungsi juga untuk antikoagulan bahkan menghambat penggumpalan darah. 
  3. Lendir jamur kuping dapat meghambat dan mencegah penggumpalan darah.

Manfaat jamur kuping untuk pengobatan penyakit antara lain(Anonim, 2013).

  1. Darah tinggi/pembuluh darah mengeras akibat penggumpalan darah: 3 gram jamur kuping kering, rendam semalam dan buang airnya hingga tinggal jamur basah, tempatkan dalam rantang, tambahkan air bersih dikusus hingga lunak, tambahkan gula batu secukupnya dimakan secukupnya sehari sekali. 
  2. Kurang darah dengan memasak jamur kuping 30 gram, ditambah 30 gram buah kurma, ditambah air bersih 5 gelas diminum dimasak sampai airnya tersisa 1 gelas. Hal diatas juga dapat diterapkan untk mengobati sakit wasir/ambeian. 
  3. Datang bulan tidak lancar dan memperlancar buang air besar. Jamur kuping dimasak bersama bahan-bahan lain seperti sayuran.

Jamur kancing baju

http://www.mykoweb.com/CAF/photos/Agaricus_c_c(fs-01).jpg

Menurut  prahastuti jamur  kancing kurang lebih  ada 142 spesies, mulai  dari berwarna sangat putih,  putih, sampai agak cokelat. Jenis  yang terkenal meliputi A. bitorquis  (jamur  bunga kancing/kohartake),  A. Bisporus(jamur  bunga putih/hiratake),  A. placomycetes (harataketedoki),  A. silvaticus  (teri-haratake), A.  arvensis,  A. campestris,  A. nisvescen, A. Fiardiidan A. osecanus. Agaricus bitorquis adalah jenis jamur yang dapat hidup pada iklim panas, sedangkan Agaricus bisporus dan Agaricus campestris adalah  jenis jamur  yang dapat hidup  pada iklim dingin.  Jamur kancing mengandung beberapa zat gizi seperti natrium, kalium, fosfor, asam linoleat, serta antioksidan. Sebuah  uji klinis yang dilakukan oleh rumah sakit di california, amerika serikat,menujukan bahwa jamur kancing dapat menghambat kerja enzim aromatase  sehingga menurunkan kadar estrogen dalam tubuh. Hal ini dapat menurunkan kerentanan tubuh terhadap kanker payudara (Suriawiria, 2001).

Jamur merang Volvariella volvacea

http://www.mycolog.com/18-9_Volvariella_volvacea_painting.jpg

Jamur merang atau bahasa ilmiahnya Volvariella volvacea umumnya banyak dibudidayakan di beberapa wilayah Asia dan juga termasuk di Indonesia. Sesuai dengan namanya, Jamur Merang biasanya dibudidayakan pada media merang atau jerami yang telah dijadikan kompos.

Tudung jamur merang mempunyai diameter 5 – 14 cm dengan bentuk bundar telur yang kemudian menggenta atau cembung dan pada jamur yang sangat tua kadang-kadang mendekati rata. Permukaan kering, warna cokelat sampai cokelat cokelat keabu-abuan, kadang-kadang bergaris-garis. Bilah rapat-rapat, bebas, lebar, putih ketika masih muda dan menjadi merah jambu jika spora menjadi dewasa. Tangkai dengan panjang 3-8 cm, diameter 5-9 mm, biasanya menjadi gemuk di bagian dasar, licin, putih, kuat. Cadar umumnya berupa membran, membentuk volvo seperti mangkuk tebal yang terdapat pada dasar tangkai, volvo berwarna putih kekuningan atau cokelat kotor, sering kali bercuping.

Jejak spora merah jambu, ukuran spora 7-9 x 5-6 mikron, menjorong dan licin. Memproduksi basidia dan basidiospora berwarna merah atau merah muda. Selanjutnya basidiospora akan berkecambah dan membentuk hifa. Setelah itu, kumpulan hifa membentuk gumpalan kecil (pin head) atau primordial yang akan membesar membentuk tubuh buah stadia kancing kecil (small button), kemudian tumbuh menjadi stadia kancing (button), dan akhirnya berkembang menjadi stadia telur (egg). Dalam budi daya jamur merang, pada stadia telur inilah jamur dipanen.

Di alam, jamur merang banyak dijumpai hidup bergerombol pada jerami padi, sagu, serbuk gergaji dan tandan kosong kelapa sawit. Jamur merang kaya akan protein kasar dan karbohidrat bebas N (N-face carbohydrate). Tingkat kandungan serat kasar dan abu adalah moderat, sedangkan kandungan lemaknya rendah. Nilai energi jamur merang rendah, namun merupakan sumber protein dan mineral yang baik dengan kandungan kalium dan fosfor yang tinggi. Kandungan Na, Ca, Mg dan Cu, Zn , Fe cukup. Kandungan logam berat Pb dan Cd tidak ada, sehingga jamur merang sangat baik digunakan sebagai bahan makanan sehari-hari. Kandungan protein jamur merang mencapai 1, 8 persen, lemak 0.3 persen, dam karbohidrat 12 – 48 persen(Anonim, 2013).

Jamur merang kaya akan protein, sebagai makanan anti kolesterol, eritadenin dalam jamur merang dikenal sebagai penawar racun, dan banyak mengandung antibiotik yang berguna untuk pencegahan anemia. Menurut penelitian jamur juga dapat digunakan untuk mengobati kanker. berguna bagi penderita diabetes dan penyakit kekurangan darah, bahkan dapat mengobati kanker(Anonim, 2013).

Jamur merang dikenal sebagai warm mushroom, hidup dan mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi, suhu antara 320-38°C dan kelembapan 80-90% dengan oksigen yang cukup. Jamur ini tidak tahan terhadap cahaya matahari langsung, tetapi tetap membutuhkannya dalam bentuk pancaran tidak langsung. Derajat keasaman (pH) yang cocok untuk jamur merang adalah 6,8 – 7(Anonim, 2013).

Jamur keju (Penicillium roqueforti)

http://www.clemson.edu/facilities/es/images/penicillium-rogueforti.jpg

Penicillium roqueforti  biasanya tumbuh dengan cepat, memiliki warna kehijauan, terkadang putih dan memiliki konidiofor. Konidiofornya dapat tampak dari substrata tau dari aerial hifa. Jamur ini dapat menghasilkan mikotoksin. Nilai aktifitas air untuk germinasi dan pertumbuhan spora berkisar antara 0,78-0,79. Jamur ini banyak tersebar di alam dan penting dalam mikrobiologi pangan. Jamur ini sering menyebabkan kerusakan pada sayuran, buah-buahan, dan serelia(Desouky, 2007).

Jamur usar (Rhizopus oligosporus)

http://www.mycology.adelaide.edu.au/images/rmicro1.gif

http://www.uq.edu.au/_School_Science_Lessons/9.196.1.GIF

Jamur ragi saccharomyces cerevisiae

http://www.microbiologyonline.org.uk/themed/sgm/img/slideshows/3.1.4_fungi_2.png

http://foodists.ca/wp-content/uploads/2009/10/budding.yeast.jpg-460×460.jpg

Ragi  adalah  jamur yang  tumbuh sebagai  sel tunggal, dan bereproduksi melalui pertunasan atau pembelahan biner. Saccharomyces merupakan  salah satu jenis ragi yang telah dikenal secara luas. Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan  jamur yang mencakup banyak spesies. Habitat umum untuk Saccharomyces cerevisiae adalah lingkungan yang lembab  dengan banyak nutrisi terutama gula serta kebutuhan lain seperti asam amino. Namun jika lingkungan tersebut memiliki jumlah gula yang sangat rendah, spesies ini dapat bertahan dengan adanya ion kalsium. Hal ini juga terjadi pada ragi fermentasi yang lainnya. Saccharomyces cerevisiae  adalah sel eukariotik yang berbentuk elips dan memanjang. Struktur seperti itu memiliki potensi untuk tumbuhnya miselium (pembentukan struktur pada kondisi yang tepat). Siklus hidup dari S. cerevisiae ini dapat dikategorikan sebagai haplodiplobiontic. Budding/tahap pertunasan memproduksi generasi ragi  yang berlipat ganda sebelum reinisiasi dari kopulasi. Jenis ini akan menjalani baik pertunasan (sebagai alat reproduksi) maupun sporulasi. Pada sporulasi, setiap ASCI terbentuk secara terpisah, dengan pembentukan zigot menjadi ASCI dan diploid menjadi Ascophores(Nguyen dan Gaillardin, 2005).

Antraknose

https://www.pioneer.com/CMRoot/pioneer/US/images/agronomy/crop_focus/diseases/anthracnose_id2.jpg

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloeosporiodes.  Penyakit ini menyerang bagian kulit buah, tangkai buah dan batang. Konidia Colletotrichum gloeosporioides diproduksi dari ranting pohon induk yang telah mati dan konidia disebarkan lewat angin.  Gejala yang ditimbulkan, mula-mula di dekat tangkai buah tampak berwarna hitam cokelat, kulit yang terang nampak kering, berwarna hitam cokelat dan kelihatan kisut-kisut. Secara mikroskopis, koloni jamur Colletotrichum sp. berbentuk bulat telur dengan tepi tidak rata, hifa bersekat dan bercabang(Semangun, 2004).  

Kusid

http://2.bp.blogspot.com/-e9ugrvFuNC8/T3FM7D2D3VI/AAAAAAAAAFA/jNE9hyG1u5Y/s1600/2.jpg

Layu dan busuk akar

http://www.ngasih.com/wp-content/uploads/2014/08/penyakit-busuk-buah-pada-cabe-busuk-buah-pada-tanaman-cabe-300×177.jpg

http://www.klinikpertanianorganik.com/wp-content/uploads/2012/01/41.jpg

Penyebab penyakit ini adalah jamur Fusarium.  Martoredjo (2009) menyatakan bahwa infeksi laten jamur ini umumnya berupa nekrotis pada ujung tangkai buah atau pangkal tangkai putik.  Busuk Fusarium berkembang lambat pada buah jeruk yang disimpan lama karena patogen baru aktif bila buah sudah matang. Buah yang sakit kulitnya berwarna cokelat muda sampai tua.  Dibawah kondisi lembab, miselium jamur putih tumbuh pada permukaan buah. Pusat infeksi berwarna putih atau pink tergantung dari jenis jamur yang menyerang. Menurut Bassey Barnet dan Hunter (1997) bahwa genus Fusarium memiliki karakter yaitu makrokonidia seperti bulan sabit dan bersekat.

Bercak daun

http://www.taniorganik.com/wp-content/uploads/2013/02/Trik-Mengatasi-Embun-Embun-Bulu-Downy-Mildew-Pada-Mentimun-di-Sariwangi-Tasikmalaya-004.jpg

Tanaman di persemaian seringkali terserang oleh penyakit yang disebabkan oleh fungi. Tanaman muda biasanya lebih peka terhadap serangan penyakit daripada tanaman dewasa. Salah satu masalah yang dihadapi tanaman di persemaian adalah penyakit bercak daun. Gejala utama penyakit ini meliputi munculnya bercak-bercak kecil pada permukaan daun. Beberapa dari bercak itu kemudian ukuranya melebar atau menyatu sehingga membentuk bercak yang luas. Jaringan yang mati mempunyai warna yang bervariasi, dari kekuningan sampau coklat kehitaman. Sejalan dengan perkembangan penyakit, tubuh buah dari pathogen tersebut  sering ditemukan di jaringan yang mati.

Menurut Mehrotra (1980), fungi bercak daun disebabkan sebagian besar oleh fungi terutama berasal dari fungi imperfect, seperti Gloeosporium, Colletotrichum, Sphaceloma, Phomopsis, Phoma, Phyllosticta, Ascochyta, Diplodia, Botryodiplodia, Septoria, Alternaria, Helminthosporium, Cercospora, dan sebagainya. Pada fungi dari kelas tertentu umumnya menghasilkan struktur reproduktif di tengah-tengah luka dalam daerah yang mati.

Patogen menyerang tanaman karena selama masa perkembanganya mereka memiliki kemampuan untuk merusak jaringan yang dibentuk oleh tanaman ianng. Beberapa pathogen bergantung pada zat-zat yang ada dalam jaringan ini untuk bertahan hidup. Zat-zat tersebut biasanya berada pada protoplasma dari sel tanaman, dan untuk dapat masuk ke dalam sel tersebut pathogen mula-mula harus menembus rintangan atau halangan terluar yaitu lapisan kutikula dan dinding sel.

Serangan fungi pada daun akan mengganggu proses fotosintesis dn menimbulkan  kondisi yang sakit apda tanaman. hal ini dikarenakan proses fotosintesis merupakan sumber energy utama yang dibukanan sel tanaman, karena dengan proses ini, memungkinkan tanaman untuk merubha energy cahaya menjadi energy kimia. Bukti bahwa fungi menganggu fotosintesis adalah adanya klorosis pada tanaman yang terinfeksi, adanya daerah yang mari (nekrosis) atau bagian nekrosis yang melebar yang dihasilkan dan tampak pada bagian tanaman yang hijau, taua juga dari berkurangnya pertumbuhan tanaman tersebut(Agrios, 1978).

Menurut Reddy (2010), hawar  Phomopsis menyebabkan gejala  berupa bercak pada daun berwarna  abuabu hingga coklat, sirkular, dan berwarna cerah di pusat bercak, lesio pada batang berwarna coklat gelap, lama kelamaan akan menjadi abu-abu di tengahnya, bercak yang  membuat permukaan kulit terong tidak rata dan menutupi seluruh permukaan buah, serta seluruh buah akan mengalami mumifikasi jika cendawan masuk  ke dalam  kaliks karena  cendawan tersebut  menyebabkan busuk kering.

Busuk buah

http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/assets/Gambar/Artikel%202012/hama%20dan%20penyakit.jpg

Penyakit busuk buah baisanya disebabkan oleh Colletotrichum. Penyakit ini menyerang bagian kulit buah, tangkai buah dan batang.  Konidia Colletotrichum gloeosporioides diproduksi dari ranting pohon induk yang telah mati dan konidia disebarkan lewat angin. Gejala yang ditimbulkan, mula-mula di dekat tangkai buah tampak berwarna hitam cokelat, kulit yang terang nampak kering, berwarna hitam cokelat dan kelihatan kisut-kisut (Semangun, 2004).

Sherf dan Macnab (1986) menyatakan bahwa penyakit antraknosa menyebabkan lesio pada buah dengan ukuran mencapai 1.2 cm dan jaringan yang terserang akan menjadi  cekung, lama kelamaan buah yang terserang akan mengering dan menghitam, dan bakteri busuk lunak masuk ke jaringan busuk tersebut dan menyebabkan busuk basah pada buah. Suhu  optimal yang dibutuhkan oleh patogen penyebab busuk buah adalah 21oC – 30oC dengan kelembaban yang sangat tinggi mendekati 100% . sedangkan pada musim kemarau kelembaban udara  di lahan lebih rendah sehingga tidak memungkinkan patogen untuk berkembang dengan cepat. Tetapi karena lahan masih tetap dalam kondisi basah akibat disiram oleh petani seminggu sekali, buah yang berada dekat dengan tanah masih terserang.  Pemencaran patogen ini yang paling utama adalah dengan percikan air karena memiliki tipe spora basah (gloeospore). gejala yang muncul akibat serangan antraknosa lama kelamaan buah yang terserang akan mengering dan menghitam, serta bakteri  busuk lunak masuk ke jaringan busuk tersebut dan menyebabkan busuk basah pada buah.

Jamur beracun

https://www.erowid.org/plants/amanitas/images/archive/amanita_muscaria22.jpg

Amanita muscaria adalah suatu jamur psikoaktif jenis agraris yang berasal dari jenis pohon cemara,terdapat di Daerah Belahan Bumi Utara, ditemui pada musim gugur. Klasifikasi dari Amanita adalah bersal dari kingdom : Fungi, divisi : Basidiomycota, class Homobasidiomycetes,subclaas : Hymenomycetes, ordo : Agaricales , family : Amanitaceae, genus : Amanita dan spesies : Amanita Muscaria. Ciri morfologi dari Amanita Muscaria yaitu Kopiah berdiameter 5-30 cm(berwarna merah seperti darah dan diselubungi selubung yang umumnya berwarna putih), tangkai berukuran 5-20 cm mempunyai suatu cincin dan dasar seperti bola dengan garis – garis seperti kapas, memiliki Selubung Universal ( penyebab noda putih yang pada atas kopiah juga sering membentuk lingkaran-lingkaran konsentris), memiliki Insang (jumlahnya sedikit tetapiluas dan berwarna keputih-putihan), mempunyai Cetakan Spora yang berukuran 9-13 x 6,5-9 mikron)bentuknya lonjong, tak berwarna dan lembut). Gejala – gejala bila seseorang mengkonsumsi jamur ini : Amatoxins (meliputi empat tahap :fase Latency, fase Gastrointestinal, fase ketiga , dan fase keempat), Phallotoxins dan Virotoxins (pembengkakan pada hati dan perhentian arus empedu), Phallolysins dan Ibotenic acid( gejalanya: ataxia, histeris, dan halusinasi). Pencegahan terhadap gejala-gejala yang terjadi yaitu : Dengan mengkonsumsi jamur ini sesuai dosis yangditentukan (0,1mg/kg berat badan), dapat menghindari orang berhalusinasi, terkena liver bahkan bisa juga menyebabkan kematian(Anonim, 2001).

Pilobulus sp

http://cdn-write.demandstudios.com/upload//5000/700/80/3/285783.jpg

http://archive.bio.ed.ac.uk/jdeacon/FungalBiology/Fig2_11a.jpg

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/90/Sporangium..png

Graphium

http://website.nbm-mnb.ca/mycologywebpages/NaturalHistoryOfFungi/Illustrations/Graphium02.jpg

Cepalothrium

http://www.mycolog.com/11-34_Cephalotrichum1.jpg

Ascobulus

http://www.herbarium.iastate.edu/fungi/images/Ascobolus%20stercorarius%20DM%20HGP%202%20Oct%202006.jpg

Pilobulus

http://www.ojibway.ca/pilobolus.jpg

MVA

http://archive.bio.ed.ac.uk/jdeacon/microbes/vam7.jpg

Mikoriza  Vaskular Arbuskular  (MVA) adalah salah satu jenis cendawan tanah, yang keberadaannya dalam tanah sangat mempunyai  manfaat. Hal ini disebabkan karena MVA dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan  unsur fosfor, air, dan nutrisi lainnya, serta untuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah. Pada awalnya cendawan MVA kurang mendapat  perhatian, karena cendawan ini tidak membentuk unit alamiah yang nyata juga tidak menunjukkan adanya perubahan morfologi pada akar yang terinfeksi, sehingga tidakmudah dikenali(Talanca, 2010).

MVA  tergolong  kedalam ordo  glomales yang bersifat  obligat parasit, sehingga tidak dapat diinokulasi dengan tehnik mikrobiologi, akan tetapi dapat ditumbuhkan pada akar  tanaman hidup. Apabila cendawan MVA menginfeksi akar tanaman inang, maka tidak ada bedanya dengan akarakar yang tidak  terinfeksi yaitu tidak terjadi perubahan bentuk, dan tetap mempunyai rambut akar(Talanca, 2010).

Cendawan  Mikoriza Vesikular  arbuskular (MVA) dibagi  dalam dua golongan yaitu :  1). Ektotropik mikoriza atau  Ektomikoriza, dimana cendawan ini  berassosiasi diluar sel akar tanaman,yang  selubung cendawannya membungkus permukaan akar, sehingga  cendawan ini umumnya ditemukan pada tanaman kehutanan.  2). Endotropik mikoriza atau Endomikoriza, dimana cendawan  ini berassosiasi dalam akar sel tanaman yang umumnya ditemukan  pada tanaman perkebunan(Talanca, 2010).

MVA  mempunyai  struktur yang  terdiri dari hifa  eksternal, internal,  gelung, vesicular dan  arbuskular. Hifanya tidak  bersekat, dan tumbuh diantara sel-sel korteks dan didalamnya  bercabang-cabang. Hifa MVA tidak masuk sampai jaringan stele, dan didalam sel yang terinfeksi terbentuk hifa yang bergelembung dan apabila bercabang-cabang maka disebut  arbuskular. Arbuskular inilah yang diduga sebagai alat pemindah unsur hara.Pada struktur yang menggelembung dibentuk secara apikal dan sering kali terdapat pada hifa-hifa utama sehingga struktur ini disebut  vesicular. Vesikular kadang-kadang ukurannya sangat besar dan berdiding tebal serta mengandung banyak lipid, terutama berfungsi sebagai organ simpan. Apabila korteks mengelupas, beberapa vesicular keluar dari  jaringan akar dan berada dalam tanah serta dapat berkecambah dan bertindak sebagai propagul infektif(Talanca, 2010).

Spora yang dihasilkan oleh cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) terbentuk  diatas eksternatikal hifa yang melewati permukaan akar. Spora ini dapat terbentuk dan  bersatu di dalam tanah dalam bentuk kelompok-kelompok spora yang bebas atau dalam bentuk  kumpulan sporakarp. Spora cendawan MVA bermacam-macam dalam warna dan ukuran, ada yang berdiameter 10-400  um, tetapi kebanyakan antara 40-200 um(Talanca, 2010).

Mikoriza (Ektomikoriza)

http://www.forestry.gov.uk/images/ecm_photo01.jpg/$FILE/ecm_photo01.jpg

http://tropicalfungi.org/wp-content/uploads/Lactarius-sp.-2-D.-corymbosa-30813b.jpg

https://www.extension.purdue.edu/extmedia/fnr/images/FNR-104.fig4.gif

Mikoriza  merupakan suatu  struktur yang menggambarkan  asosiasi simbiotik antara akar  tanaman dengan cendawan. Secara umum mikoriza di daerah tropika tergolong  ke dalam dua tipe , yaitu ektomikoriza (ECM) dan endomikoriza(AMF). Cendawan  ECM mudah dikenali tanpa melalui pewarnaan. Hifa ECM tumbuh di sekitar dan di antara  sel-sel korteks yang disebut dengan hartig net sedangkan yang tumbuh mengelilingi sel-sel epidermis disebut mantle(Darwo dan Sugiarti, 2008).

Cendawan  ektomikoriza  penggunaannya sangat terbatas,  yaitu hanya dapat ditemukan dan digunakan  pada tanaman keras, seperti pada tanaman kehutanan tertentu  (tusam, eukaliptus, dan keluarga Dipterocarpacea). Telah banyak  dibuktikan di laboratorium dan di lapangan bahwa untuk memperoleh pertumbuhan  bibit tusam yang baik setelah ditanam di lahan-lahan kritis, penggunaan  inokulum ektomikoriza diperlukan sekali guna meningkatkan pertumbuhannya(Darwo dan Sugiarti, 2008).

Cendawan  pembentuk ektomikoriza termasuk dalam golongan Basidiomycetes yang  biasanya berbentuk payung (mushrooms) atau bola (puffballs). Salah satu sifat cendawan  ektomikoriza adalah bersifat spesifik untuk setiap jenis tumbuhan inang dan kondisi tapak tertentu. Dari sa tu  jenis tumbuhan inang dimungkinkan adanya beberapa jenis cendawan ektomikoriza yang menjadi simbionnya dan dari satu  jenis cendawan ektomikoriza dapat bersimbiosis dengan beberapa jenis tumbuhan inang(Darwo dan Sugiarti, 2008).Jenis cendawan  ektomikoriza yang berbentuk mushroom/payung biasanya mempunyai warna yang lebih menarik, menyolok, dan siklus hidupnya lebih singkat  dibandingkan dengan yang berbentuk puffball/bola yaitu maksimal satu minggu(Darwo dan Sugiarti, 2008).

Candida albicans

http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/candida.jpg

Candidamerupakan flora normal dalam selaput lendir, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Dalam rongga mulut spesies  Candida yang paling dominan adalah Candida albicans, di dalam rongga mulut yang sehat dilaporkan berkisar antara 30 – 70 %. Pada pemakai gigi-tiruan ditemukan jumlah  Candida albicans sekitar 65 % (Takuya dkk., 2007). Candida albicans merupakan mikroorganisme opertunistik pada tubuh manusia karena pada keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan. Infeksi  Candida albicans memberikan gambaran berupa lesi berwarna merah, bengkak dan menimbulkan rasa sakit pada permukaan mukosa rongga mulut, lesi ini dikenal dengan denture stomatitis (Park dkk., 2008).

Candida albicansmerupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh  dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang  menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang  mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, agak lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ, berwarna putih   yang menghasilkan pseudomyelium. Disebut juga Oidium albicans, kemudian nama Oidium berubah menjadi Monila karena dianggap sesuai dengan spora-spora jamur yang tampak seperti kalung atau monila (Webb dkk., 1998).    Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastosporaberbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum.Jamur ini bersifat saprofit tetapi dapat berubah menjadi patogen bila terdapat faktor – factor predisposisi.  Faktor predisposisi tersebut antara lain, kebersihan mulut yang buruk, penyakit sistemik yang kronis, kebiasaan merokok, memakai gigi-tiruan lepasan yang kurang terawat , pemakaian obat-obat antibiotika, steroid dan sitostatika atau sedang menjalani terapi radiasi. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan  pertumbuhan pada flora normal mulut yang dapat menyebabkan Candida albicans tumbuh dengan lebih cepat dan bertambah banyak kemudian menginfeksi jaringan hospesnya (Park dkk., 2009).

Candida albicans mempunyai tiga bentuk morfologi (Jawetz dkk., 1996) yaitu :

  1. Yeast Like cells, terlihat sebagai kumpulan sel berbentuk bulat atau oval  dengan variasi ukuran lebar 2-8 μm dan panjang 3-4 μm, diameter 1,5-5 μm.  Sel-sel tersebut dapat membentuk blastospore.
  2. Pseudohypha, karena blastospora tidak lepas dan terus membentuk tunas baru.
  3. Chlamydospore,  dinding sel bulat  dengan diameter 8-12   μm .

Chlamydospore  terbentuk jika Candida  albicans di kultur pada medium kurang nutrien sepertiCorn mealagar. Candida albicansadalah suatu ragi lonjong, bertunas, menghasilkan Pseuodomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Candida albicansjamur bersel tunggal dari keluarga Cryptoceae. Candida albicanstidak berbahaya, jika pertahanan tubuh lemah dan terutama daya tubuh menurun, maka sifat komensal dapat berubah menjadi patogen yang dapat menyebabkan infeksi. Candida albicans, gram (+), berukuran 2-3 x 4-6  µm, dan se-sel bertunas yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa)pada sediaan apus eksudatdan dalam agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar, bentuk koloni lunak dengan warna coklat seperti ragi. Pertumbuhan terdiri dari sel-sel bertunas lonjong, pseudomiselium, terdiri dari pseudohifa menjadi blastokonidia pada nodus-nodus dan kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya (Jawetz dkk., 1996).

Ada beberapa kriteria untuk mengidentifikasi spesies  Candida(Jawetz dkk., 1996), yaitu :

  1. Warna, teksture (permukaan) dan bentuk koloni pada media Sabouraud’s Dextrose Agar.
  2. Pemeriksaan mikroskopik.
  3. Adanya Chlamydospore.
  4. Fermentasi dan asimilasi pada karbohidrat khusus.

Struktur fisik  Candida albicansterdiri dari dinding sel, membran sel, sitoplasma dan nukleus. Membran sel Candida albicansteridiri dari fosfolipid ganda  (lipid bilayer), lapisan terluar kaya akan phosphatidyl, choline, ergosterol dan sphingolipids. Sphingolipids mengandung komponen negative paling besar pada membran plasma dan memegang peranan penting sebagai target  antimikotik. Sphingolipids juga terdapat pada mamalia tetapi tidak mengandung muatan negatif (Zakrzewska dkk., 2005)

Gambar: Candida albicans . A. Blastospora dan pseudohifa dalam eksudat, B. Blastospora,  pseudohifa, dan klamidospora (konidium) dalam biakan pada Sabouraud’s agar 20oCC.  Biakan muda membentuk tabung-tabung benih bila diletakkan dalam serum selama 3 jam pada 37oC.

Tinea pedis

http://img.webmd.com/dtmcms/live/webmd/consumer_assets/site_images/articles/health_tools/ringworm_slideshow/dermnet_photo_of_ringworm_on_hand.jpg

Tinea pedis atau ringworm of the footadalah infeksi dermatofita pada kaki, terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang paling sering terjadi. Penyebabnya yang paling sering adalah Trichophyton rubrumyang memberikan kelainan menahun.Paling banyak ditemukan diantara jari ke-4 dan ke-5, dan seringkali meluas ke bawah jari dan sela jari-jari lain(Hafeez, 2002).

Oleh karena daerah ini lembab, maka sering terlihat maserasi — berupa kulit putih dan rapuh. Jika bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang jamur.Pada umumnya, jamur tumbuh pada kulit kaki karena faktor kelembaban. Hal itu dapat disebabkan kakiyang sering berkeringat, kaos kaki kurang dijaga kebersihannya, atau sepatu terlalu tertutup.Jari-jari kaki sangatrentan terinfeksi jamur Tinea pedis, terutama pada orang yang sering memakai sepatu tertutup pada kesehariannya(Soekandar, 2004).

Jadi dapat dikatakan di sini bahwa Tinea berhubungan dengan kebersihan, dan keringat.Bentuk klinis dapat terjadi bertahun-tahun, tanpa keluhan berarti. Bahkan sebagian di antara penderitanya total bebas gejala. Sebagian penderitanya baru merasa terganggu ketika muncul bau tak sedap dari kulit kaki mereka. Tidak menutup kemungkinan munculnya infeksi bakteri (infeksi sekunder) yang dapat menunjukkan gejala mulai dari yang ringan (bintil-bintil merah yang perih) hingga yang lebih berat seperti nyeri dan demam(Hainer, 2003).

Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering ditemukan adalah(Siregar, 2005):

  1. Bentuk interdigitalisyang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi serta erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih, dapat berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke bawah jari dan telapak kaki.
  2. Bentuk hiperkeratosismenahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat berupa bercak dengan skuama putih agakmengkilat, melekat, dan relative tidak meradang. Lesi umumnya setempat, akan tetapi dapat bergabung sehingga mengenai seluruh  telapak kaki, sering simetris dan disebut moccasin foot.
  3. Bentuk vesikular subakutyaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal yang hebat. Bila vesikel pecah akanmeninggalkan skuama melingkar yang disebut koloret. Bila terjadi infeksi akan memperberat keadaan sehingga terjadi erysipelas.

Tinea capitis

http://www.skinsight.com/images/dx/webAdult/tineaPedisAthletesFoot_6387_lg.jpg

Golongan dermatofitosis diklasifikasi berdasarkan lokasinya. Disebut Tinea kapitis jika menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata. Merupakan infeksi jamur menularyang menyarang batang rambutdan penyebab kerontokan rambut yang sering dijumpai pada anak-anak.  Secara klinis dapat ditemukan bercak bundar berwarna merah dan bersisik. Rambut menjadi rapuh dan patah di dekat permukaan kulit kepala. Biasanya Tinea kapitis menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata (Siregar, 2005)

Dermatomikosis

http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/MOULD.JPG

Berbagai jenis jamur dapat berkembang biak di kulit, istilah medisnya adalah dermatomikosis yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Sedangkan dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang gemar mencerna jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin), misalnya stratum korneum pada epidermis (kulit ari), rambut, dan kuku. Dermatofitosis sering disebut tinea, ringworm, kurap, teigne, atau Herpes sirsinata. Dermatofita terbagi dalam tiga genus — trichophyton (T), mycrosporum (M), dan epidermophyton (E). Dari 41 spesies dermatofita yang sudah dikenal hanya  23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada menusia dan binatang. Terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7 spesies Mikrosporon, dan satu spesies Epidermofiton.9,13 Setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu(Siregar, 2005).

Metarizhium

https://butterfliesandscience.files.wordpress.com/2012/07/larva-infected-with-fungus.jpg

Jamur  yang menginfeksi  serangga disebut Jamur  Entopatogenik. Sebagian besar jamur entomopatogen masuk ke dalam divisi Eumycotina. Infeksi jamur entomopatogen pada serangga terjadi akibat adanya kontak konidia secara pasif dengan bantuan angina. Konidia memenetrasi kutikula serangga dengan bantuan enzim pengurai. Salah satu contoh jamur entomopatogen adalah jamur Metharirium anisopliae. Jamur ini menghasilkan destruksin yang mengakibatkan serangga mengalami paralisis dan mati setelah 3-14 hari. Pada permukaan tubuh serangga yang mati, maak akan ditumbuhi konidia. Selanjutnya konidia ini menyebar dan menginfeksi serangga lain. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan  jamur ini adalah antara 20-30 C dengankelembaban di atas 90%. Jamur metharizium mempunyai miselium yang bersekat, konidiofor tersusun tegak dengan ukuran bervariasi antara (4-13,4)X(1,4-2,5) mikro meter.berlapis dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia, konida bersel satu berwarna hialinm, dan berbentuk bulat silinder. Konidia berukuran panjang 4-7 mikrometer dan lebar 1,43×3,2 mikrometer. Koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur(Nuraida dan Hasyim, 2009).

Gambar: Metharirium a. Konidia b. Fialid

Sumber: Nuraida dan Hasyim, 2009

Larva  yang terinfeksi  cendawan M. anisopliae pada  awalnya ditandai dengan timbulnya  bintik-bintik coklat pada kutikula,  kemudian menunjukkan gejala perubahan tingkah laku malas bergerak, pergerakan larva menjadi lambat, perubahan  warna pada tubuh larva dari putih bersih menjadi kusam, kemudian larva mati dengan gejala tubuh mengeras  dan permukaan tubuh larva diselimuti hifa. Cendawan M. anisopliae mengadakan penetrasi kedalam tubuh larva dapat  melalui kutikula, spirakel, saluran pencernaan.  Mekanisme penetrasi melalui kutikula dimulai dengan penempelan spora pada kutikula, spora yang menempel pada  permukaan kutikula akan membentuk tabung kecambah dan memasuki jaringan internal larva melalui interaksi biokimia anatara inang dan cendawan(Aprito dkk., 2013).

Gmabar: Gejala infeksi M. anisopliae pada larva Orictes rhinoceros a, larva sehat b. larva telah terinfeksi pada 1 minggu setelah terinfeksi c. tumbuh miselium M. anisopliae. d. bercak coklat

Sumber: Aprito dkk., 2013

 

Arthobotrys candida

 

Jamur nematofagus adalah jamur antagonis terhadap nematode, baik pada tanaman maupun pada ternak. Jamur tersebut merupakan jamur penghuni tanah yang umumnya terdapat pada berbagai jensi habitat dan jenis tanah, serta dapat ditemukan pada daerah tropis dan subtropics. Terdapat 150 lebih jenis jamur nematofogus. Jamur nematofogus tumbuh pada suhu 20-30C, kelembaban 90%, pH sedikit asam bergantung pada spesies, memerlukan oksigen dan sedikit mineral. Jmaur ini mengendalikan nematode dengan cara sebagai predator, endoparasit, dan pembuat toksin.

Jamur ini membunuh nematode dengan cara membuat pernagkap larva infektif, menjadi endoparasit pada larva, melaukan penetrasi pada larva betina dan telur serta membunuh larva dengan toksinnya. Pada jamur, terdapat zat kemoatraktan dan enzim pengurai kutikula sehingga larva nematode melekat, selanjutnya terjadi penetrasi pada kutikula(Mustika dan Ahmad, 2004).

Nematode terjerat

http://www.uoguelph.ca/~gbarron/N-D%20Fungi/n-dfun1.jpg

Nematode ditempeli

https://atrium.lib.uoguelph.ca/xmlui/bitstream/handle/10214/5660/Arthrobotrys_oligospora_with_captured_nema.jpg?sequence=1

 

Amanata muscaria

 

http://garylincoff.com/wp-content/uploads/2011/04/A-muscaria.jpg

Amanita muscaria merupakan jamur yang berasal dari eropa dan asia. Jamur ini memiliki beberapa jenis warna pada bagian tubuh buah atas. Ada yang memiliki warna ungu, merah dan juga orange. Panjang dari tubuh buah jamur ini berkisar antara 90-145 mm. pada tubuhh buah bagian atas terdapat bitnik bitnik berwarna putih. Bitnik bitnik ini dapat hilang oleh tetesan air hujan. Pada bagian stipe terdapat struktur yang mirip rok. Stipe memiliki panjang ukuran 60-210×8-22mm. jamur ini memiliki ukuran spora yang sangat kecil, 8,5-11,5×6,5-8,5 mikrometer dengan spora berbentuk elip. Disisi bawah tubuh buah juga terdapat struktur apitan yang berfungsi sebagai tempat produksi spora. Jenis jamur ini bersimbiosis dengan pohon konifer, namun terkadang juga ditemukan pada pohon yang deciduous(Anonim, 2013).

 

Amanata phalloides

 

http://associazioni.carpidiem.it/funghi/Foto%20Web/AMANITA/A.Phalloides/A.Phalloides%20001.JPG

Jamur ini memiliki warna hijau atau coklat, meskipun terkadang kenampakan warna pada jamur ini sulit untuk diidentifikasi. Jamur ini memiliki simbiosis mutualisme dengan tanaman kayu disekitarnya, hal ini karena jamur ini merupakan salah satu jenis jamur ektomikoriza. Jamur ini biasanya tumbuh di California, New Jersey, West Coast, dan sampai Mis-Atlantic States. Jamur ini memikoriza okas. Memiliki tubuh buah 4-16 cm, biasanya berbentuk ujung membulat atau oval pada umur pertama. Kemudian berubah menjadi convex seiring dengan  bertambahnya usia. Ujung tubuh buah ini lengket pada saat basah, mengkilap ketika kehujanan,dan memiliki rentang warna antara hijau buluk hingga hijau, kemudian kuning seperti zaitun. Memiliki panjang batang 5-18 dan diameter 1-2,5 cm. memiliki ukuran spora 7-12×6-9 mikrometer, berbentuk lembut, elips, amyloid(Kuo, 2013).

A. virosa

http://www.wildaboutbritain.co.uk/sites/default/files/Amanita%20Virosa%20-%20Destroying%20Angel_0.jpg

Amanata virosa memiliki ukuran cungkup antara 29-123 mm, berwarna putih, kadang-kadang berwarna putih pucat, kadang-kadang disertai warna kekuningan atau pucat orange, dan juga warna coklat tipis pada bagian ujung cungkup pada saat umur jamur sudah tua. Jamur ini memiliki tubuh buah yang lembut, lekat-lekat ketika kondisi lingkungan lembab, mengkilap ketika basah, dan bentuknya tidak simetris. A. virosa biasanya tidak terdapat volva. Daging buahnya berwarna putih, pada bagian ujung tengahnya tebal, dan menipis pada bagian sampingnya.memiliki panjang batang 50-165×7-15mm, berbentuk silindris, berwarna putih. Jamur ini mengeluarkan bau busukyang sangat menyengat ketika sudah tua, spesies ini termasuk dalam spesies jamr yang mematikan. A. virosa memiliki ukuran spora 8,2-11,3×6,7-9,7mikrometer dan berbentuk elips melebar serta amyloid(Anonim, 2013).

KESIMPULAN

  1. Jamur memiliki peranan positif dan peranan negative bagi kehidupan manusia.
  2. Jamur yang mempunyai peranan positif dapat daimanfaatkan sebagai bahan farmasi, bahan pangan, parasite nematode, dan sebagai pupuk hayati. Jamur yang mempunyai peranan negative adalah jamur pathogen tumbuhan serta jamur yang beracun.
  3. Jamur yang mempunyai peran dalam bidang farmasi antara lain jamur penghasil penisin, jamur ergo, dan lingzhi. Jamur yang berperand alambidang pangan antara lain jamur shitake, jamur erang, jamur kuping, dan jamur kancing. Jamur sebagai pemrosees bahan pangan misalnya jamur keju, jamur tempe, dan jamur ragi. Jamur yang  merupakan jamur pathogen adalah jamur penyebab antraknose, jamur kudis, jamur layu dan busuk akar, jamur bercak daun dan busuk buah. Jamur beracun terdiri dari golongan jamur genus Amanita. Jamur perombak bahan organic adalah jamur pilobolus, graphium, dan ascobulus. Jamur sebagai pupuk hayati adalah jamur Mikoriza. Jamur sebagai pengendali hayati adalah jamur Metharizium. Jamur penyebab penyakit pada masunia adalah jamur Tinea pedis, Tinea capitis. Jamur pengendali nematode adalah jamur Arthobotrys candida

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005.  Plant Pathology. 5th ed. London (UK): Elsevier Academic Press

Alexopoulos, C. J. 1979. Introductory Mycology. 3rd Ed. John Wiley, New York.

Anonim.2001.The Poisonousmushrooms of the Amanita family. http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/amanita/amanita.html.

Anonim. 2006. Struktur Ujung Hifa.  http:/wwwmicro.msb.le.ac.uk/224/mycl.html. diakses 20 Maret 2015

Anonim. 2012. Claviceps purpurea (Fr.:Fr.) Tul. – Ergot.. http://www.agroatlas.ru/en/content/diseases/Secalis/Secalis_Claviceps_purpurea/. Diakes tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Amanita muscaria .http://www.amanitaceae.org/?Amanita%20muscaria. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Amanata virosa. http://www.amanitaceae.org/?Amanita%20virosa. Diakes tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Jamur Shiitake .http://www.e-jurnal.com/2013/04/jamur-shiitake.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Jamur Kuping. http://www.e-jurnal.com/2013/04/jamur-kuping.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Jamur merang. http://www.e-jurnal.com/2013/04/jamur-merang.html. DIakes tanggal 20 Maret 2015.

Aprito, Z., J.H. Laoh., dan R. Rustam. 2013. Penularan cendawan entomopatogen dari larva Oryctes rhinocerosl (Coleptera : Scarabaedae) Yang Dilumuri Metarhizium anisopliae(Metch) sorokin ke larva sehat pada media Ampas tebu di lapangan. Skripsi. Fakultas Pertanian UR.

Desouky,  E. M. 2007.  Production Of Cellulase  By Penicillium Hordei and  Pectinase By Aspergillus Ustus Under Solid State Fermentation Condition. N. Egypt Journal Microbiol. Vol 17, 169-178.

Darwo dan Sugiarti. 2008. Beberapa jenis cendawan ektomikoriza di kawasan hutan

Fawzy,G. 2011. In Vitro antimicrobial and anti-tumor activities of intracellular and extracellular extracts of Aspergillus niger and Aspergilus flavus var. columinaris. J. Pharm 3:980-987

Febrina, R. 2002. Karakterisasi isolat jamur berpotensi mendegradasi lignin.

Hafeez, ZH. The pattern of Tinea pedis in 90 patients in the San Fransisco Bay Area. Departement of dermatology research. University of California, San Fransisco, CA, USA. 2002

Hainer, BL. Dermatophyte infections.Medical University of South Carolina. Charleston. 2003. www.aafp.org.afp  

Jawetz,  E., Melnick,  J. L., Adelberg,  E. A., 1986, Mikrobiologi  Untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16, 16, 366,  382, 384, diterjemahkan  oleh Bonang, G., EGC Press, Jakarta.

Kuo, M. 2013. Amanita phalloides. http://www.mushroomexpert.com/amanita_phalloides.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Mustika, I., dan R.Z. Ahmad. 2004. Peluang pemanfaatan jamur nematofagus untuk menegndalikan nematode parasite pada tanaman dan ternak. J. Litbang Pertanian 23:115- 122

Nuraida dan Hayim, A. 2009. Isolasi, Identifikasi, dan karakterisasi jamur entomopatogen dari rhizosfer pertanaman kubis. J. Hort. 19: 419-432

Nguyen,  HV & Gaillardin,  C. (2005), “Hubungan  evolusi di antara spesies Saccharomyces mantan uvarum dan hibrida Saccharomyces cerevisiae dan bayanus pastorianus; penempatan

Park Sang E., DDS, MMSc, Ryan Blissett, DMD, Srinivas M. Susarla, DMD, & Hans-Peter   Weber,DMD,  Dr Med Dent  2008. Candida  albicansAdherence  to Surface-modified   Denture  Resin Surfaces. Journal of Prosthodontics 17 () 365–369 c_ 2008

Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.

Sjabana, D. 2001. Manfaat Ganoderma lucidum. Yayasan DHS, Jakarta.

Sherf, A.F. MacNab, A.A. (1986). Vegetable Diseases and Their Control. Ed ke-2. New York (US): J. Wiley..

Sipirok, Tongkoh,  dan Aek Nauli, Sumatera Utara. Junla Hutan dan Konservasi ALam 5:157-173

Suriawiria, U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu. Jakarta: Penebar Swadaya

Tarmidi,  A.R dan Rahmat,  H. 2004. Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi dengan Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreatus). Jurnal Bionatura. 197- 204/VI, Bandung.

Talanca, H. 2010. Status cendawan mikoriza vesicular-arbuskulas (MVA) pada tanaman. Prosiding Pekan Serelia. Balai Penelitian Tanaman Serelia, Sulawesi Selatan.

Takuya Tokita, Norihisa Akiba and Iwao Hayakawa, 2007.  Improvement of the Surface of Denture Base Resins withStraight Silicone. J Med Dent Sci ,54: 177–181.

Schooley, James. 1997. Introduction to Botany. Delmar Publisher. New York.

Soekandar,TM. Angka kejadian dan pola jamur penyebab Tinea pedis di asrama Brimob Semarang, Ilmu kesehatan kulit dan kelamin FK Undip, 2004: 1-6.

Suriawiria. 2001. Budidaya Ling Zhi dan Maitake Jamur Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar, Penyakit jamur kulit,penerbit buku kedokteran, Palembang, 2005: 1-7, 17-23, 33-34.

Robinson, Richard. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference. USA.

Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vares, T. and A. Hatakka. 1997. Lignin-degrading activity and ligninolytic enzymes of different white rot fungi: Effect of manganese and malonate. Can. J. of Botany. 75 (1): 61-71.

Zakrzewska,A.,  Boorma, A., Brul,  S., Hellingwerf,KJ.,  Klis, FM., 2005. Transciptional   Response  of Saccharomyces  cerevisiae to the  Plasma Membrane-Perturbing Compound Citosan, Eukaryot Cell. Vol 4 no 4. P. 703-715

Tags: , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara I: Perbanyakan Vegetatif

Posted by miftachurohman on May 02, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments
ACARA  I
PERBANYAKAN VEGETATIF

TUJUAN
Memperoleh sifat-sifat tanaman yang lebih baik dibandingkan kedua tanaman induknya.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembiakan tak kawin berlangsung dengan cara pelepasan organ vegetatif dari tumbuhan induknya yang kemudian tumbuh menjadi individu baru. Aseksual berlangsung tanpa perubahan-perubahan kromosom. Sehingga sifat yang diturunkan sama dengan sifat induknya (Jumin, 1994).

Perkembangbiakan tanaman biasanya dilakukan secara vegetatif. Sebab, kalau perbanyakan dilakukan secara generatif dengan biji, hasilnya banyak yang menyimpang dari induknya (Wijaya, 1985).  Memindahkan sebuah mata tunas ke pangkal bawah tanaman lain yang sejenis (famili) untuk memp

Untuk mendapatkan hasil okulasi yang baik, beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu (Sugito et al, 1995) :

  1. Antara batang atas dan batang bawah mempunyai sifat kompobilitas yang tinggi di antaranya      mempunyai kesamaan dalam hal: umur batang, diameter batang dan lingkungan tumbuh tanaman induk. Suhu udara tempat persemaian diusahakan stabil dan berkisar antara 20-23ºC
  2. Kelembaban udara dijaga cukup tinggi untuk mempercepat pembentukan kalus
  3. Bahan stek dan lingkungan persemaian bebas dari hama dan penyakit (perlu disterilkan)
  4. Diperlukan naungan untuk menghindari intensitas radiasi matahari yang terlalu tinggi serta untuk menjaga kelembaban udara di bawah naungan.

Translokasi hasil fotosintesa berlangsung melalui phloem (jaringan kulit kayu) untuk diedarkan ke seluruh bagian tanaman. Kalau phloem diputuskan, maka tanaman atau hasil fotosintesa akan terhenti, sehingga membentuk kallus. Kallus ini apabila menyentuk media yang basah akan merangsang terbentuknya akar. Cabang atau dahan tempat akan terbentuk jika dipotong dan dipindahkan ke tanah akan diperoleh tanaman baru. Pekerjaan tersebut disebut  mencangkok. Keuntungan yang diperoleh dari mencangkok adalah tanaman yang baru sama dengan induknya dan cepat memperoleh bibit yang diinginkan. Sedangkan kelemahannya adalah tidak mempunyai perakaran yang kuat, memakan waktu yang banyak dan merusak pohon induk asal cabang atau dahan (Fuller and Caronthus, 1964).

Bagian batang, cabang atau pucuk yang ditanamkan disebut stek. Stek dibedakan menjadi stek batang, stek cabang, stek ranting, stek pucuk, stek daun, dan stek tunas (Hadiati, 1994).

Menurut Wudianto (1991) orang-orang pandai sering mendefinisikan stek sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar. Dari dasar itulah muncul stek akar, stek batang, stek daun, stek umbi.

  1. Stek batang
    Sebagian orang menyebutnya dengan stek kayu, karena umumnya tanaman yang dikembangbiakan dengan stek batang adalah tanaman berkayu. Untuk memudahkan pertumbuhan akar stek ini kadang-kadang kita juga perlu mengikutkan sebagian kayu dari cabang induk, sehingga bentuk stek batang ini tidak hanya lurus tetapi bertumut atau dapat juga dibentuk seperti martil.
  2. Stek daun
    Untuk memperbanyak tanaman ini biasanya digunakan sehelai daun lengkap dengan tangkainya. Contoh tanaman seperti ini adalah lidah mertua (Sanciviera sp), tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara ini biasanya pada ujung daunnya akan keluar tunas. Dan tunas inilah yang kita tanam.
  3. Stek akar
    Mengakarkan stek ini sebaiknya dilakukan pada musim dingin, sekalipun tidak menutup kemungkinan adanya suatu jenis yang menyukai situasi yang hangat. Stek akar muda akan berakar lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan dengan stek akar sebesar pensil
  4. Stek mata
    Stek mata yang juga sering disebut stek tunas ini, sebenarnya merupakan stek batang, hanya saja batang yang digunakan untuk stek hanya mempunyai satu mata. Penyemaian stek in sebaiknya dilakukan di pot atau kotak kayu yang telah diisi dengan pasir dan kompos dengan perbadingan 1:1.
  5. Stek pucuk
    Sesuai dengan namanya, stek pucuk ini diambil dari pucuk-pucuk batang yang masih muda dan masih dalam masa tumbuh. Media yang digunakan merupakan campuran kompos dengan pasir yang sudah bersih dan bebas dari penyakit. Bisa juga digunakan media campuran pasir yang sudah bersih, tanah gembur dan sejenis mineral yang disebut vermikulit.
  6. Stek umbi
    Dari sekian banyak umbi-umbian hanya separuh yang merupakan tanaman berumbian sebenarnya atau sering disebut bulb. Sedang yang lainnya dapat digolongkan dalam umbi palsu (corm), umbi batang (tubers), umbi akar (tuberous root), dan akar batang (rhizomes).

Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan stek antara lain adalah kondisi lingkungan. Fisik dan fisiologi dari bahan yang digunakan sebagai stek. Suhu dan kelembaban suatu media merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan stek. Karena ketiga faktor ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan kesegaran stek serta mempengaruhi pembentukan dan diferensiasi kalus menjadi akar. Stek yang akan digunakan secara fisik harus sehat, kekar dan pertumbuhan normal. Sedangkan secara fisiologis, stek harus mengandung cadangan makanan dan enetic tubuh yang cukup untuk pembentukan akar tunas (Robbins and Wilfred, 1966).

Menyambung adalah menempelkan atau menyambung bagian tanaman ke bagian lainnya sehingga tercapainya persenyawaan yang membentuk tanaman baru. Seperti halnya pembiakan vegetatif lainnya, menyambung tidak mengubah susunan genetik tanaman baru dan sama dengan tanaman induk. Menyambung ditujukan untuk memperoleh tanaman yang cepat berbuah, memperbaiki bagian tanaman yang rusak dan untuk memperbaiki sifat batang atas (Jumin, 1994).

Grafting dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (Jumin, 1994):

  1. Approach graft (penyambungan dekat) adalah menyambung dua tanaman yang masing-masing tanaman masih berhubungan dengan akarnya. Bagian yang digabungkan antara kedua tanaman itu adalah bagian atas saja. Setelah cukup berumur barulah salah satu batang bawah dipotong atau sama sekali dibiarkan terus sampai waktu tertentu.
  2. In arching adalah penyambungan (penyusukan) yang masing-masing batang atas dan bawah tetap berhubungan dengan akarnya. Hal ini untuk memperoleh yang daya isap haranya tinggi.
  3. Detached seron graft adalah batang atas lepas dari akarnya, diperoleh dari tanaman lain untuk disambung pada tanaman lainnya yang menjadi batang bawah.
  4. Bridge grafting adalah penyambungan yang terbentuk seperti jembatan guna mengganti kulit yang rusak.

MEDOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara I, yaitu Perbanyakan Vegetatif, dilaksanakan pada hari Kasmis,24 April 2013 bertempat di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, plastik pembungkus, tali rafia, label atau etiket gantung, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain : tanaman puring (Codiatum variegatum), Lidah mertua (Sanciviera), tanaman jeruk (Citrus sp), dan tanaman jambu air (Psidium aquatica).
Pada praktikum ini praktikan memperagakan beberapa metode perbanyakan tanaman secara vegetatif, yaitu yang pertama adalah penyambungan pucuk dari jenis tanaman Codiatum variegatum.

Cara kerjanya ialah dipilih dua tanaman yang sama besar kemudian dipotong bagian pucuk untuk scion/entris 10-20cm tergantung pada besar batang. Apabila scion berdaun banyak, kurangi untuk mengurangi penguapan, bagian pangkal dari scion dipotong membentuk huruf V. Setelah itu dipilih tanaman kedua untuk dijadikan stock dan sudah dibelah bagian tengahnya sepanjang 1-2cm ke bawah (tergantung besar kecilnya batang). Scion disisipkan ke dalam stock kemudian diikat dengan tali, pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar agar scion tidak mudah jatuh. Hasil penyambungan tersebut disungkup dengan plastik. Mulai hari ketiga tanaman tersebut diamati apakah entris layu atau tidak sampai hari ketujuh, bila sambungan jadi (setelah 7 hari entris tidak layu), tali dapat dilepas setelah sambungan berumur lebih kurang 14-21 hari.

Perbanyakan vegetatif yang kedua adalah cangkok pada tanaman Citrus sp., caranya yaitu dipilih batang yang memenuhi syarat untuk dicangkok, antara lain : cabang tidak terlalu tua atau terlalu muda, besarnya kurang lebih sebesar kelingking, warnanya kecoklatan, halus dan lurus keatas. Batang tersebut dibuat keratan melintang dengan jarak sekitar 5-7 cm antar keratan. Kulit batang dihilangkan dan dikerik bagian kayunya sehingga kambiumnya juga hilang, perlakuan ini dilakukan 3 kali ulangan. Pada keratan bawah dipasang plastik dan dimasukkan tanah kemudian segera tangkupkan plastik tersebut sehingga media cangkok menutupi seluruh bagian keratan. Plastik pembungkus dilubangi, dan cangkok harus dipelihara agar tetap berada dalam keadaan lapang. Cangkokan diamati sampai satu bulan, untuk mengetahui keberhasilan cangkokan ditandai dengan munculnya akar dari bagian keratan kulit batang sebelah atas.

Perbanyakan vegetatif yang ketiga adalah setek batang, caranya adalah dipilih bagian tanaman yang akan dijadikan bahan setek dengan panjang kira-kira 5 cm dengan menyisakan satu daun saja (dibuat 3 ulangan). Bagian pangkalnya dipotong dengan sudut kemiringan 450. Ukuran luas daun dikurangi dengan memotongnya hingga tinggal setengah bagian. Bahan tanam yang berupa setek tadi dimasukkan ke dalam media tanam yang sudah disiapkan, lalu disungkup dengan plastik dan dijaga agar tetap dalam keadaan lapang. Setelah satu bulan untuk memeriksa keberhasilan setek, setek yang hidup ditandai dengan hidupnya tanaman hasil penyetekan dan tumbuhnya akar.
Yang terakhir adalah setek daun, bahan yang digunakan adalah tanaman lidah mertua. Pilih daun tanaman yang memenuhi syarat untuk disetek dan dipotong melintang menjadi 3 bagian yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal (dibuat 3 kali ulangan). kemudian potongan-potongan tersebut ditancapkan pada media tanaman yang telah disediakan sebelumnya. Tanaman tersebut harus dipelihara agar media tanam selalu dalam keadaan lapang, setelah satu bulan diperiksa, yang berhasil ditandai dengan segarnya potongan dan tumbuh dengan baik serta tumbuhnya akar.

Setelah semua praktikum dilaksanakan, dihitung persentase keberhasilan cangkok, dan setek baik yang berasal dari ujung, tengah, dan pangkal, kemudian ditentukan mana yang lebih baik.

 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Sambung pucuk tanaman Sanciviera sp.

Kelompok Perlakuan A Perlakuan B
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 1 0
5 0 0
6 0 0


Tabel 2. Persentase Keberhasilan

Perlakuan A 17%
Perlakuan B 0%


Tabel 3. Hasil Stek Daun

Bagian Panjang Akar Jumlah Akar Panjang Tunas
Ujung 0 0 0
Tengah 0 0 0
Pangkal 0.20 0.67 0.17

 


Tabel 4. Hasil Stek Batang

Bagian Panjang Akar Jumlah Akar Panjang Tunas
  1. Air
0 0 0.67
  1. Air Kelapa Muda 50%
0 0 0.33
      (C) ZPT IBA 2000 ppm 0 0 0.83

 

PEMBAHASAN

Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Secara alami proses penyerbukan terjadi dengan bantuan angin atau serangga. Namun, saat ini penyerbukan sering dilakukan manusia, terutama para pemulia tanaman untuk memperbanyak atau menyilang tanaman dari beberapa varietas yang berbeda.

Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem perakarannya yang kuat dan rimbun. Oleh karena itu, sering dijadikan sebagai batang bawah untuk okulasi atau sambungan. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan generatif juga digunakan untuk program penghijauan di lahan-lahan kritis yang lebih mementingkan konservasi lahan dibandingkan dengan produksi buahnya. Bahkan, kegiatan budidaya tanaman sayur dan beberapa jenis buah-buahan semusim seperti semangka dan melon tetap menggunakan bibit biji yang berasal dari perbanyakan secara generatif, tetapi bibit yang digunakan merupakan bibit-bibit unggul atau bibit biji varietas hibrida yang kualitas dan kuantitas buahnya tidak diragukan lagi.

Sementara itu, ada beberapa kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam, dari ratusan atau ribuan biji yang bersal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada yang sifatnya sama, atau bahkan lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon induknya. Namun, ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat ini terjadi karena adanya pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina.

Kelemahan lainnya, pertumbuhan vegetatif tanaman hasil perbanyakan secara generatif juga relatif lambat. Karena diawal pertumbuhannya, makanan yang dihasilkan dari proses fotosintesa lebih banyak digunakan untuk membentuk batang dan tajuk tanaman. Akibatnya, tanaman memerlukan waktu yang lama untuk berbunga dan berbuah. Contohnya tanaman mangga, durian, lengkeng, manggis atau duku yang berasal dari hasil perbanyakan secara generatif, baru akan berbuah setelah 8-10 tahun setelah tanam.

Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan suatu cara-cara perbanyakan atau perkembangbiakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti  batang, cabang, ranting, pucuk,  daun, umbi  dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama dengan induknya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif tersebut tanpa melalui perkawinan atau tidak menggunakan biji dari tanaman induk. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, dan daun sekaligus.

Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan secara alamiah yaitu perbanyakan tanaman tanpa melalui perkawinan atau tidak menggunakan biji dari tanaman induk yang terjadi secara alami tanpa bantuan campur tangan manusia. Perbanyakan tanaman secara vegetatif alamiah dapat terjadi melalui tunas, umbi, rizoma, dan geragih (stolon). Perbanyakan tanaman secara vegetatif juga dapat dilakukan secara buatan yaitu perbanyakan tanaman tanpa melalui perkawinan atau tidak menggunakan biji dari tanaman induk yang terjadi secara buatan dengan bantuan campur tangan manusia.

Tanaman yang biasa diperbanyak dengan cara vegetatif buatan adalah tanaman yang memiliki kambium. Tanaman yang tidak memiliki kambium atau bijinya berkeping satu (monokotil) umumnya tidak dapat diperbanyak dengan cara vegetatif buatan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dapat dilakukan dengan cara stek, cangkok, dan merunduk (layering).

Selain itu perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara campuran, yaitu penggabungan teknik perbanyakan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan tanaman secara campuran tersebut memerlukan dua induk tanaman. Induk pertama digunakan sebagai penghasil mata tunas atau pucuk yang akan ditempel di batang bawah. Batang bawah berasal dari tanaman hasil perbanyakan secara generatif. Perbanyakan tanaman secara campuran (vegetatif-generatif) dapat dilakukan dengan cara okulasi dan sambung (grafting).

Keunggulan perbanyakan tanaman secara vegetatif ini adalah menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan induknya. Selain itu, tanaman yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif lebih cepat berbunga dan berbuah. Kelemahan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif ini membutuhkan pohon induk yang lebih besar dan lebih banyak, sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Tanaman yang diperbanyak dengan stek dan cangkok, terutama tanaman buah atau tanaman keras akarnya bukan berupa akar tunggang sehingga tanaman tidak terlalu kuat atau mudah roboh. Selain itu tidak semua tanaman dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dan tingkat keberhasilannya sangat rendah, terlebih jika dilakukan oleh hobiis atau penangkar pemula.

Teknik-Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif

Teknik stek
Stek atau cutting merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif yang dapat dilakukan menggunakan organ akar, batang, maupun daun tanaman. Tanaman yang distek, salah satu organ tanamannya dipotong dan bisa langsung ditanam pada media penanaman Teknik stek banyak dilakukan untuk memperbanyak tanaman hias dan buah, seperti anggur (Vitis vinivera), markisa (Passiflora edulis), sukun (Artocarpus communis), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), apel (Malus sylvestris), lada (Piper nigrum), dan vanili (Vanila planifolia).

Keuntungan stek adalah:

  • Tanaman buah-buahan tersebut akan mempunyai sifat yang persis sama dengan induknya, terutama dalam hal bentuk buah, ukuran, warna dan rasanya. Tanaman asal setek ini bisa ditanam pada tempat yang permukaan air tanahnya dangkal, karena tanaman asal setek tidak mempunyai akar tunggang.
  • Perbanyakan tanaman buah dengan setek merupakan cara perbanyakan yang praktis dan mudah dilakukan.
  • Setek dapat dikerjakan dengan cepat, murah, mudah dan tidak memerlukan teknik khusus seperti pada cara cangkok dan okulasi.

Kerugian stek adalah:

  • Perakaran dangkal dan tidak ada akar tunggang, saat terjadi angin kencang tanaman menjadi mudah roboh.
  • Apabila musim kemarau panjang, tanaman menjadi tidak tahan kekeringa

Teknik cangkok

Teknik cangkok (marcottage atau air layerage) banyak dilakukan untuk memperbanyak tanaman hias atau tanaman buah yang sulit diperbanyak dengan cara lain, seperti stek, biji, atau sambung. Tanaman yang biasa dicangkok umumnya memiliki kambium atau zat hijau daun, seperti mangga (Mangifera indica),  sukun (Artocarpus communis), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), alpukat (Persea americana), dan lain-lain. Tanaman lain yang tidak berkambium dan bisa diperbanyak dengan sistem cangkok adalah salak dan jenis-jenis bambu.

Keunggulan / Kelebihan mencangkok

  • Sifat tanaman baru sama seperti induknya
  • Menghasilkan buah dalam waktu yang relative singkat ± 4 tahun
  • Waktu yang diperlukan untuk perbanyakan relative singkat antara 1 – 3 bulan.

Kelemahan / Kekurangan mencangkok

  • Perakaran cangkokan kurang kuat dan dangkal
  • Bentuk pohon induk jadi rusak
  • Tidak dapat menyediakan bibit yang relative banyak dalam waktu yang cepat
  • Cara pengerjaan sedikit lebih rumit dan memerlukan ketelatenan
  • Jika sering dilakukan pencangkokan terhadap pohon induk maka produksi buah induk menjadi terganggu.

Teknik penyusuan

Penyusuan (approach grafting) merupakan cara penyambungan di mana batang bawah dan batang atas masing-masing tanaman masih berhubungan dengan perakarannya. Keuntungannya tingkat keberhasilan tinggi, tetapi pengerjaannya agak merepotkan, karena batang bawah harus selalu didekatkan kepada cabang pohon induk yang kebanyakan berbatang tinggi. Kerugiannya penyusuan hanya dapat dilakukan dalam jumlah terbatas, tidak sebanyak sambungan atau menempel dan akibat dari penyusuan bisa merusak tajuk pohon induk. Oleh karena itu penyusuan hanya dianjurkan terutama untuk perbanyakan tanaman yang sulit dengan cara sambungan dan okulasi, misalnya alpukat (Persea americana), belimbing (Averrhoa carambola), durian (Durio zibethinus).

Teknik okulasi

Okulasi atau budding adalah teknik memperbanyak tanaman secara vegetatif dengan cara menggabungkan dua tanaman atau lebih. Penggabungan dilakukan dengan cara mengambil mata tunas dari cabang pohon induk, lalu dimasukkan atau ditempelkan di bagian batang bawah yang sebagian kulitnya telah dikelupas membentuk huruf T tegak, T terbalik, H, U tegak, atau U terbalik. Tempelan kedua tanaman tersebut diikat selama beberapa waktu sampai kedua bagian tanaman bergabung menjadi satu tanaman baru. Penyatuan kedua tanaman ini terjadi setelah tumbuh kalus dari kedua tanaman tersebut. Akibat pertumbuhan kalus ini akan terjadi perekatan atau penyambungan yang kuat. Contoh tanaman yang dapat diperbanyak dengan teknik okulasi yaitu : mangga (Mangifera indica), rambutan (Nephelium lappaceum), sirsak (Annona muricata), alpukat (Persea americana), dan jeruk (Citrus sp.).

Kelebihan okulasi:

  • Dengan cara diokulasi dapat diperoleh tanaman yang dengan produktifitas  yang tinggi.
  • Ada beberapa warna di satu pohon.
  • Tanaman memiliki sifat yang baru.
  • Pertumbuhan tanaman yang seragam.
  • Penyiapan benih relatif singkat.

Kelemahan okulasi :

  • Terkadang suatu tanaman hasil okulasi ada yang kurang normal terjadi karena tidak adanya keserasian antara batang bawah dengan batang atas (entres).
  • Perlu menggunakan tenaga ahli untuk pengokulasian ini.
  • Bila salah satu syarat dalam kegiatan pengokulasian tidak terpenuhi kemungkinan kegiatan okulasi akan gagal atau mata entres tidak tumbuh sangat besar.

Teknik sambung

Teknik sambung merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif yang banyak dilakukan oleh para petani dan penangkar bibit buah-buahan. Teknik sambung dilakukan dengan menyambungkan atau menyisipkan batang atas ke batang bawah. Batang bawah yang digunakan bisa berasal dari biji, stek, bahkan tanaman yang sudah tua untuk diremajakan atau diganti dengan varietas baru. Contoh tanaman yang dapat diperbanyak dengan teknik okulasi yaitu : mangga (Mangifera indica), manggis (Garcinia mangostana), sirsak (Annona muricata), alpukat (Persea americana), dan jeruk (Citrus sp.).

Keunggulannya  sambung pucuk:

  • Dapat dilakukan dalam jumlah yang banyak
  • Cepat berbunga, berbuah
  • Persis sama dengan induk nya
  • Banyak di sukai konsumen

Kelemahannya :

  • Tidak dapat dilakukan pada waktu hujan
  • Harus memiliki skil atau keterampilan yang mahir

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan nutrisi tanaman yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan merangsang dan mengadakan modifikasi secara kwalitatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.  Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa semua hormon adalah zat pengatur tumbuh tetapi tidak sebaliknya karena ZPT dapat dibuat atau disintesa oleh manusia tetapi hormon tidak.  Yang dimaksud dengan ZPT disini adalah 2,4-D, 2,4-S-T, IBA, NAA dan lain lain.

Penggunaan Zat pengatur tumbuh bila digunakan  dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan menggiatkan pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam jumlah besar/konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan tekhnologi di bidang pertanian, dan berdasarkan berbagai macam penelitian maka ditemukan aneka ragam zat pengatur tumbuh yang dapat difungsikan sebagai herbisida untuk mematikan gulma atau tanaman pengganggu.

ZPT dapat berubah fungsi menjadi racun bila dipakai melebihi kadar tertentu dan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat dipergunakan sebagai herbisida.  Lebih lanjut didapatkan pula bahwa, zat pengatur tumbuh tertentu memepunyai sifat-sifat yang selektif sehingga gulma dapat dimatikan tetapi tanaman pokok yng dibudidayakan tidak terganggu.  Di era tekhnologi modern saat ini, ZPT yang banyak digunakan sebagai herbisida pemberantas gulma terutama adalah 2,4-D, 2,4,5-T dan MCPA atau MCP.

Pengaruh 2,4-D, 2,4,5 – S dan MPCA terhadap gulma bervariasi. Untuk pengaruh yang sama , penggunaan dosis MPCA biasanya lebih tinggi daripada 2,4-D. Saat ini diantara 2,4-D, 2,4,5-T dan MCPA  herbisida yang merupakan ZPT yang paling banyak digunakan adalah  2,4-D.  Herbisida jenis 2,4 -D ini sangat ideal karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya relatif murah, tidak meninggalkan racun pada hewan, tidak menyebabkan karatan, tidak mudah terbakar dan mudah diencerkan. 
Selain itu penggunaan Herbisida 2,4-D lebih populer pada lahan sawah dibandingkan yang lain karena mempunyai beberapa spesifikasi diantaranya  dapat dipergunakan untuk mengendalikan gulma pada lahan sawah, tidak efektif untuk mengendalikan gulma jenis alang-alang namun sangat ampuh dalam membasmi gulma berdaun sempit.  

Gambar1.1 Histogram Tingkat Keberhasilan Sambung Pucuk

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat keberhasilan sambung pucuk hanya berhasil pada perlakuan A yaitu perlakuan yang daunnya di rompes semua. Presentase keberhasilan sambung pucuk perlakuan A adalah sebesar 17%. Hal ini dapat dikarenakan faktpr lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Sehingga dalam kantung plastic menjadi lembab dan daun-daun memusuk sampai ke batangnya. Factor ketelitian praktikan adalah ketika mengikat sambungan,pada teorinya ikatan yang digunakan tidak boleh terlalu kuat dan juga tidak boleh terlalu longgar,hal ini dapat mempengaruhi kinerja hasilsambungan kedua tanaman tersebut.

Gambar 1.2 Histogram Tingkat Keberhasilan Stek Daun

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat keberhasilan metode stek daun hanya berhasil pada bagian pangkal saja. Presentase keberhasilannya sebesar 35%. Hal ini dapat dikarenakan faktor lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Kesalahan praktikan pada bagian ini adalah menyiram tanaman setiap hari,padahal keadaan lingkungan sudah cukup lembab sehingga menimbulkan kebusukan pada tanaman karena kadar airnya terlalu banyak.

Gambar 1.3 Histogram Tingkat keberhasilan Stek Batang

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat keberhasilan metode stek batang  berhasil pada semua jenis perlakuan,yaitu pada perlakuan yang direndam air,perlakuan air kelapa muda 50%,dan perlakuanZPT IBA 2000 ppm. Presentase keberhasilannya pada perlakuan yang direndam air sebesar 22%,pada perlakuan air kelapa muda 50% tingkat keberhasilannya 11%,dan pada ZPT IBA 2000 ppm sebesar 28%

Gambar 1.4 Histogram Pertumbuhan Tanaman Stek Daun

Dari histogram diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan stek daun pada bagian pangkal dari sisi panjang akar,jumlah akar,dan panjang tunas. Pertumbuhan yang lebih menonjol terjadi pada sisi jumlah akar tanaman yang mencapai hamper 0,7 dibandingkan dengan panjang akar maupun panjang tunas. Panjang akar lebih tinggi daripada panjang tunas,hal ini dikarenakan bahwa tidak semua tanaman tumbuh tunas terlebih dahulu baru akarnya atau sebaliknya. Pada stek daun bagian pangkal ini termasuk pada yanaman yang akarnya lebih dahulu muncul dibanding dengan tunasnya. Hal ini dapat dikarenakan faktor lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Kesalahan praktikan pada bagian ini adalah menyiram tanaman setiap hari,padahal keadaan lingkungan sudah cukup lembab sehingga menimbulkan kebusukan pada tanaman karena kadar airnya terlalu banyak.

Gambar 1.5 Histogram Pertumbuhan Tanaman Stek Batang

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat pertumbuhan stek batang,dari grafik dapat dikatakan bahwa tanaman jeruk yang diperlakukan secara stek batang tidak memiliki akar ,tanaman jeruk ini hanya mempunyai tunas. Hal ini dikarenakan bahwa tidak semua tanaman tumbuh tunas terlebih dahulu baru akarnya atau sebaliknya. Pada tanaman jeruk ini termasuk pada tanaman yang tunasnya lebih dahulu muncul disbanding akarnya. Hal ini dapat dikarenakan faktor lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Kesalahan praktikan pada bagian ini adalah menyiram tanaman setiap hari,padahal keadaan lingkungan sudah cukup lembab sehingga menimbulkan kebusukan pada tanaman karena kadar airnya terlalu banyak.

KESIMPULAN
  1. Perbanyakan vegetatif yang bertujuan untuk mendapatkan hasil, yaitu kualitas dan sifat-sifat tanaman yang sama dengan induknya dapat dilakukan dengan cara sambung pucuk, stek batang, stek daun dan cangkok.
  2. Untuk mendapatkan hasil yang beragam dan meningkatkan sifat-sifat unggul tanaman dapat dilakukan dengan sambung pucuk (grafting).
  3. Persentase keberhasilan sambung pucuk perlakuan A adalah 17%, sedangkan untuk perlakuan B yakni 0% (gagal).
  4. Dari hasil percobaan rata-rata persentase yang tinggi dalam perbanyakan vegetatif yang dilakukan adalah stek daun. Karena teknik ini paling mudah dilakukan dan tidak memerlukan keahlian khusus.
  5. Persentase yang paling rendah adalah sambung pucuk (grafting) karena diperlukan kecermatan yang lebih dan keahlian dalam melakukan perbanyakan dengan cara ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ashley, J.B. 2004. Ways to Vegetative.  <http://farmingandplantation.org.>. Diakses tanggal 3 Mei 2013.

Fuller, J.H. and L.B Caronthus. 1964. The Plant World 4th Edition. Holt and Richard Inc., USA.

Hadiati, S. 1994. Interaksi antara beberapa macam batang bawah dan batang atas pada pembibitan rambutan (Nephelium lappaceum L.). Penelitian Holtikultura 6 (3):1-11.

Jumin, Hasan Basri. 1994, Dasar-Dasar Agronomi.  PT. Raja Garfindo, Jakarta.

Robbins and Wilfred W. 1966. Botany and Introduction to Plant Science. John Wiley and Sons, USA.

Sugito, L., Jawal. M., Wijaya. 1991.  Pengaruh pengeratan terhadap keberhasilan stek rambutan Binjai. Penelitian Holtikultura 4 (2):1-8.

Wijaya. 1985. Sambung pucuk untuk tanaman buah. Trubus 16 :185-186.

Wudianto, Rini. 1991.  Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tags: , , , , , , , , , ,