LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR PEMULIAAN TANAMAN
ACARA II
PENGAMATAN POLEN DAN KANTUNG EMBRIO
Disusun oleh:
Miftachurohman
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
Hasil Pengamatan
Viabilitas Polen
Polen Bunga Jagung (Zea Mays)
1517+4546+4348+55574X100%=93%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 92%
Polen Bunga Cabai (Capsicum sp.)
22+02+33+22+115X100%=80%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 80%
Polen Bunga Terong (Solanum lycopersicum)
78+45+2021+44+60605X100%=93%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 93%
Polen Bunga Sepatu (Hibiscus sabdarifa)
66+66+663X100%=100%
Keterangan: Viabel
Persentase viabel = 100%
Polen Bunga Pepaya (Carica papaya)
241X100%=50%
Keterangan: Tidak Viabel
Persentase viabel = 50%
Perkecambahan Polen
Perkecambahan Polen Terong (Solanum lycopersicum)
15+01+14+05+035X100%=9%
Keterangan : Berkecambah
Perkecambahan Polen Cabai (Capsicum sp.)
14+24+22+12+1125X100%=47%
Keterangan : Berkecambah
Perkecambahan Polen Jagung (Zea mays)
Keterangan : Polen tidak berkecambah
Perkecambahan Polen Bunga Sepatu(Hibiscus sabdarifa)
414+48+914+514+8175X100%=45%
Keterangan : Berkecambah
Perkecambahan Polen Pepaya (Carica papaya)
114+17+111+112+1125X100%=9%
Keterangan : Berkecambah
Hasil Pengamatan Kantung Embrio Torenia spp.
Keterangan: Yang di tandai dengan lingkaran warna merah adalah embyio sac Torenia spp.
Pembahasan
Sebagian besar tumbuhan mempunyai siklus hidup dengan 2 generasi yang berbeda: generasi gametofit (tumbuhan pembawa gamet) dan generasi sporofit (tumbuhan pembawa spora). Gemetofit menghasilkan gamet-gamet yang bergabung untuk membentuk sporofit, yang kelak akan berkembang menghasilkan spora yang akan berkembang menjadi gametofit. Sporogenesis merupakan proses gametogenesis pada bagian jantan bunga yang menghasilkan spora-spora produktif yang disebut serbuk sari/polen (Elrod dan Stanfield, 2007).
Menurut Garcia-Lobredo et al (2003), serbuk sari atau polen adalah alat reproduksi jantan yang terdapat pada tumbuhan dan mempunyai fungsi yang sama dengan sperma sebagai alat reproduksi jantan pada hewan. Serbuk sari berada dalam kepala sari (antera) tepatnya dalam kantung yang disebut ruang serbuk sari (theca). Setiap antera rata-rata memiliki dua ruang serbuk sari yang berukuran relative besar.
Perkecambahan secara in vitro adalah perkecambahan serbuk sari dengan bantuan medium yang kondisinya hampir sama dengan kepala putik sehingga serbuk sari dapat berkecambah dengan maksimal. Untuk perkecambahan serbuk sari pada umumnya diperlukan suhu yang berkisar antara 15º – 35º C. Pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi banyak penguapan air dan banyak serbuk sari yang akan mengering. Pada suhu antara 40º – 50º C banyak serbuk sari yang mati. Sebaliknya pada suhu yang terlalu rendah, misalnya di bawah 10º C, tidak ada serbuk sari yang berkecambah. Pada umumnya suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tabung serbuk sari (pollen tube) berkisar pada 25º C (Darjanto dan Satifah, 1982).
Serbuk sari akanberkecambah pada permukaan kepala putik dan membentuk suatu tabung sari. Tabung sari ini akan tumbuh melalui jaringan tangkai putik menuju ke bakal biji. Di dalam kantong embrio akan terjadi pembuahan ganda yaitu satu gamet jantan dari tabung sari akan bergabung dengan sel telur membentuk embrio danyang satunya bergabung dengan inti kutub membentuk endosperm (Sutopo, 2010).
Pengecambahan polen dilakukan pada media sukrosa 8% dalam asam borat 15 ppm selama 2 jam dan dijaga kelembabannya. Larutan sukrosa 8% dalam media perkecambahan polen berfungsi sebagai sumber karbon dan untuk menjaga tekanan osmotik. Sedangkan asam borat 15 ppm berfungsi sebagai sumber boron yang menyempurnakan fungsi sukrosa dalam menjaga tekanan osmotik. Sukrosa dapat memperpanjang tabung polen dan meningkatkan persentase perkecambahan. Polen sebagian spesies tanaman, membutuhkan boron untuk kesempurnaan perkecambahan in vitro. Tanpa adanya asam borat, perkecambahan polen kentang kurang dari 5%. Konsentrasi boron yang tinggi mampu menurunkan daya kecambah. Penambahan boron di atas 1,6 mM dapat menurunkan perkecambahan polen kentang. Pengaruh penambahan boron dapat optimal apabila disertai pula dengan sukrosa. Di samping itu, kelembaban mampu mempercepat pembentukan tabung polen. Secara umum, perkecambahan polen dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, yaitu sumber karbon, boron dan kalsium, potensial air, derajat keasaman media, kerapatan polen dalam media, dan aerasi dalam media kultur (Widiastuti, 2008).
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa polen jagung tidak mengalami perkecambahan. Polen terong, bunga sepatu, cabai, dan papaya mengalami perkecambahan dengan persentase beragam. Persentase perkecambahan terong sebesar 9%, bunga sepatu adalah 45%, bunga cabai adalah 47%, dan bunga papaya sebesar 9%. Bunga jangung tidak mengalami perkecambahan karena beberapa hal, Antara lain adalah karena proses pembuatan preparat yang salah, umur polen yang terlalu muda, dan juga polen sudah lama.
Viabilitas polen merupakan kemampuan polen untuk hidup,berkembang dan berkecambah jika berada pada kondisi yang menguntungkan. Serbuk sari dikategorikan viabel apabila buluh serbuk sari yang terbentuk sama atau lebih panjang dari diameter serbuk sari dan mampu menyerap zat warna aceto-carmine dengan baik (Shivanna dan Rangaswamy, 1992). Menurut Lubis (1993) serbuk sari dikatakan memiliki viabilitas rendah jika persentasenya dibawah 60%.
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa polen bunga pepaya tidak viabil. Hal ini karena persentase viabilitas polen bunga pepaya sebesar 50%. Sementara itu polen bunga yang lain bersifat viabil dengan persentase viabilitas masing masing polen yaitu pada polen bunga terong sebesar 93%, polen bunga jagung sebesar 92%, polen bunga sepatu sebesar 100%, dan polen bunga cabai sebesar 80%.
Masa kematangan stigma dan polen pada sebagian besar tumbuhan bunga terjadi dalam waktu singkat, yaitu antara 1-3 hari. Bahkan ada beberapa jenis tumbuhan , masa kematangan stigma dan polen hanya terjadi dalam beberapa jam saja (Heslop-Harrison dan Heslop-Harrison, 1970). Pada beberapa jenis tumbuhan lain, seperti Azadiracta indica, Averhoa carombala, Durio zibethinus, kematangan stigma dan polen terjadi dalam waktu yang berbeda, yaitu polen lebih dahulu mencapai viabilitas sementara stigma belum mencapai tahap matang (Soepadmo, 1989). Gejala itu merupakan suatu kendala yang dapat menyebabkan kegagalan dalam penyerbukan dan pembuahan baik alami maupun buatan, dan akhirnya dapat mengakibatkan gagalnya produksi buah (Garwood & Horvitz, 1985).
Mempelajari viabilitas dan perkecambahan polen mempunyai manfaat yang besar terutama bagi pemulia tanaman. Selain untuk penyimpanan plasma nutfah, juga berfungsi dalam melakukan persilangan buatan. Ada beberapa jenis tanaman yang bunga jantan dan bunga betinanya tidak mekar secara bersamaan. Oleh karena itu, perlu strategi agar tanaman tersebut dapat disilangkan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menanam bunga jantan lebih awal dari bunga betina, kemudian polen yang di hasilkan di simpan. Setelah bungan betina siap untuk penyerbukan, kemudian polen tersebut digunakan untuk melakukan penyerbukan.
Kesimpulan
- Viabilitas polen merupakan kemampuan polen untuk hidup,berkembang dan berkecambah jika berada pada kondisi yang menguntungkan. Perkecambahan secara in vitro adalah perkecambahan serbuk sari dengan bantuan medium yang kondisinya hampir sama dengan kepala putik sehingga serbuk sari dapat berkecambah dengan maksimal.
- Polen yang viable adalah polen bunga terong, polen bunga sepatu, polen bunga jagung, dan polen bunga cabai. Polen yang tidak viable adalah polen bunga papaya.
- Polen yang berkecambah adalah polen bunga terong, polen bunga sepatu, polen bunga cabai, dan polen bunga papaya. Polen bunga jagung tidak berkecambah.
Daftar Pustaka
Darjanto dan S. Satifah. 1982. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT. Gramedia, Jakarta.
Heslop-Harrison, J. and Y. Heslop-Harrison. 1970. Evaluation of Pollen Viability by Enzymatically Induced Fluorescence; Intracellular Hydrolysis of Florescein Diacetate. Stain Technology. 45 (1): 115-120.
Garwood, N.C. and C.C. Horvits. 1985. Factors Limiting Fruits and Seed Production of a Temperate Shrub, Staphylea Trifolia L. (Staphyleaceae). Amer. J. Scien. 50: 91-96.
Garcia-Lobredo, Carlos., G. Kattan., C. Murcia., and P. Quintero-Marin. 2003. Beetle pollination and fruit predation of Xanthosoma daguense (Araceae) in an Andean cloud forest in Colombia. Journal of Tropical Ecology 20:459–469.
Lubis, U.A. 1993. Pedoman Pengadaan Benih Kelapa Sawit. Pematang Siantar: Pusat Penelitan Kelapa Sawit.
Shivanna, K.R. dan N. S. Rangaswamy, 1992. Pollen Biology A laboratory Manual. Berlin, Springs-Verlag.
Soepadmo, E. 1989. Contribution of Reproductive Biological Studies Towards the Conservation and Development of Malaysian Plant Genetic Resources. dalam A.H. zakri (ed.) Genetic Resources of Under- utilized Plants in Malaysia. Proceeding of The National Workshop on Plant Genetic Resources. Subang Jaya, Malaysia 23 Nov. 1988. Malaysia National Committee on Plant Genetic Resources.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Widiasturi, A. E.R. Palupi. 2008. Viabilitas serbuk sari dan pengaruhnya terhadap keberhasilan pembentukan buah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Jurnal Biodiversitas 9:35-38.