Laporan praktikum

Laporan Praktikum Nematologi Acara II: Dasar-Dasar Teknik Penelitian Jamur

Posted by miftachurohman on July 17, 2018
Laporan Praktikum, Mikologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA II

DASAR-DASAR TEKNIK PENELITIAN JAMUR

Disusun oleh :
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

TUJUAN

 

Untuk Mengetahui berbagai teknik pembuatan preparat jamur yang baik

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Isolasi patogen merupakan proses pengambilan mikroorganisme dari lingkungannya untuk ditumbuhkan pada suatu medium buatan. Pengisolasian ini bertujuan untuk mengetahui patogen utama penyebab penyakit tumbuhan. Proses isolasi penting untuk mempelajari morfologi dari patogen tersebut, fisiologinya, dan serologinya. Proses isolasi dilakukan secara aseptis dan pengujian sifat-sifat tersebut tidak dapat dilakukan di alam terbuka (Pelczar,1986).

Untuk dapat mengidentifikasi suatu spesise mikroorganisme tertentu langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan organisme tersebut dari organisme lain melalui isolasi. Isolasi dilakukan bertujuan untuk mendapatkan suatu biakan murni. Biakan murni tersebut dapat diperoleh dengan menggunakna dua teknik yaitu teknik cawan gores dan teknik cawan tuang. Kedua metode ini memiliki prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian sehingga individu spesies dapat dipisahkan dari organisme lainnya, dengan anggapan bahwa setiap koloni terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal (Hadioetomo, 1990).

Jamur merupakan organism yang tidak memiliki klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa (Agrios, 2005).  Jamur merupakan patogen penyebab penyakt tumbuhan. Jamur merupakan organisme eukariotik yang tidak memiliki klorofil dalam tubuhnya. Meskipun sebagian besar jamur bersifat saprifitik, namun beberapa dari mereka merupakan parasit pada tumbuhan dan dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Jamur yang menyebabkan penyakit pada beberapa tumbuhan termasuk ke dalam kelas Ascomycete dan Basidiomycetes. Jamur menunjukkan variasi dalam tingkat pertumbuhan ketika jamur tersebut ditumbuhnkan pada berbagai media yang mengandung nutrisi (Anjisha et.al., 2012).

Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Sifat ketergantungan terhadap organisme lain menyebabkan jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik. Sebagai tumbuhan heterotrofik, jamur membutuhkan sumber makanan sebagai substrat, sumber energi, aktivitas metabolisme, dan nutrisi. Energi dapat diperoleh dari oksidasi senyawa karbon, metabolisme untuk mensintesis senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan hifa jamur, dan sumber nutrisi yang dibutuhkan seperti vitamin, CO2, dan nitrogen (Arif dkk,, 2007).

Medium adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang dipakai untuk menumbuhkan mikroorganisme. Tanah juga meruppakan medium tempat mikroorganisme tanah tinggal. Berdasarkan sumber karbon maka mikrobia dapat dibedakan atas mikrobia yang dapat mensintensis semua komponen sel dari karbondioksida yang disebut dengan autotrof. Sedangkan mikrobia yang memerlukan satu atau lebih senyawa organik sebagai sumber karbon disebut heterotrof. Akar tanaman merupakan salah satu tempat yang dapat digunakan mikroorganisme tanah untuk menyerang tanaman. Biasanya nematoda menginfeksi akar tanaman pada bagian dalam akar dan juga pada sel epidermis tanaman. Pertumbuhan bulu akar akan dibatasi oleh kondisi tanah (terutama kelembapan) dan aktifitas mikroorganisme tanah. Kelembapan juga dapat merangsang bagi jamur dan bakteri untuk tumbuh (Lakitan, 2007).

Untuk memurnikan jamur patogen, biasanya media buatan yang digunakan adalah PDA (Potato Dektrose Agar) yaitu suatu medium semi sintetis yang komposisi senyawa penyusunnya diketahui. PDA terbuat dari ekstrak kentang dan tambahan dekstros serta agar. Isolasi jamur menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang dibuat sendiri. Sebanyak 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian diiris tipis-tipis. Kentang direbus selama 15-20 menit dengan aquades secukupnya, kemudian disaring dengan kain. Filtrat yang dihasilkan kemudian ditambahkan 20 g dekstrosa dan volumenya dijadikan satu liter. Medium padat dibuat dengan menambahkan 20 g agar. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 120ᵒC dan tekanan 15 psi selama 15 menit (Saryono et al., 2002).

 

METODOLOGI

 

Praktikum Mikologi Acara II yang berjudul Dasar-Dasar Teknik Penelitian Jamur ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 23 Maret 2015, di Laboratorium Klinik Tumbuhan, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan untuk pembuatan preparat jamur yang digunakan pada praktikum ini antara lain adalah inokulum jamur pada kentang dan daun salak, gelas benda dan gelas preparat, laktofenol biru katun, mikroskop, medium PDA, pipet tetes, alkohol 70%, seperangkat alat isolasi. Sedangkan alat dan bahan untuk pembuata spore print yaitu kertas putih dan kertas hitam, toples berwarna bening dan tubuh buah jamur kelompok baasidiomycetes.

Cara kerja pembuatan preparat jamur yang pertama yaitu dengan menyiapkan gelas preparat dan biakan murni jamur yang dipilih. Jarum preparat disiapkan dan disterilisasi. Kemudian ambil sedikit miselium jamur dari biakan murni dan letakkan di atas gelas benda,. Laktofenol biru katun diteteskan ke gelas benda dari samping agar tidak merusak miselium jamur. Kemudian ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya preparat dapat diamati di bawah mikroskop. Ketiga preparat yang dibuat dibandingkan bentuk dan warnanya, Cara kerja dengan teknik pembuatan preparat yang kedua yaitu dengan menyiapkan biakan murni jamur dalam petridish. Kemudian gelas benda disterilisasi untuk meletakkan potongan agar untuk preparat berikutnya. Selanjutnya scalpel disterilisasi kemudian digunakan untuk memotong biakan murni jamur pada PDA dalam petridish yang telah dipilih dengan entuk segiempat, kemudian diletakkan di atas gelas benda. Laktofenol biru katun diteteskan di samping potongan biakan murni. Gelas benda kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup. Bunsen disiapkan untuk menghilangkan agar yang menempel. Gelas benda dipanaskan dengan lampu Bunsen dengan tujuan untuk menghilangkan agar, pemanasan dilakukan jangan sampai agar menjadi mendidih. Preparat siap diamati dibawah mikroskop. Selanjutnya untuk pembuatan preparat yang ketiga yaitu gelas benda dibersihkan kemudian dicelup dalam alkohol 70% dan dibakar di atas lampu spiritus. Medium PDA dicairkan kemudian diambil dengan menggunakan pipet tetes dan satu tetes medium diratakan di atas gelas benda. Biakan murni jamur diambil dengan menggunakan jarum preparat dan diletakkan di atas medium PDA pada gelas benda. Kemudian diinkubasikan di dalam cawan petri steril yang dilembabkan dengan kapas basah selama 2 hari atau sampai terjadi sporulasi. Laktofenol biru katun diteteskan diatas permukaan koloni jamur, kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup secara hati-hati. Gelas benda dipanaskan secara hati-hati dan pelan-pelan diatas lampu spiritus untuk mengencerkan medium PDA. Morfologi jamur diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah. Sedangkan cara kerja untuk pembuatan spore print yaitu dengan cara tangkai tubuh buah jamur dipotong. Disiapkan dua kertas berwarna hitam dan putih dan diketakkan secara berdampingan. Potongan tudung jamur diletakkan pada kertas dengan permukaan penghasil basidiospora berada di bawah. Sebagian tudung jamur diletakkan di atas kertas putih dan sebagian lagi pada kertas hitam. Kemudian diamati warna spora yang tertangkap dan diamati morfologi spora dengan menggunakan mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Isolasi merupakan kegiatan yang sangat penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan biakan murni. Biakan murni tersebut digunakan untuk mengidentifikasi suatu organisme. Dalam pengambilan sampel untuk identifikasi, dapat digunakan beberapa cara, antara lain adalah metode gores, metode pembakaran, dan metode inkubasi. Dalam praktikum ini, identifikasi jamur dilakukan dengan menggunakan menggunakan ketiga metode tersebut diatas. Identifikasi jamur dilakukan dengan melihat morfologi jamur dengan menggunakan mikroskop.

Metode gores Metode pembakaran Metode inkubasi  

Tabel 1. Hasil Pengamatan Mikroskop Biakan Jamur pada Isolat Kentang

Dari hasil identifikasi, dapat di duga bahwa jamur yang berada pada isolat kentang adalah jamur Colletotrichum sp.  Hal ini dikarenakan jamur yang ditemukan memiliki bentuk morfologi seperti jamur Colletotrichum sp.  

Klasifikasi jamur Colletotrichum sp.  menurut Singh (1998) adalah:

Divisi : Ascomycotina

Kelas : Eumycota

Ordo : Pyrenomycetes

Famili : Polystigmataceae

Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum sp.

Jamur ini berwarna gelap hingga coklat muda. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia Nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler,  mempunyai ukuran 17-18 x 3-4 µm. Konidia dapat berkecambah di dalam air selama empat jam. Miselium terdiri dari dari beberapa septa, intra dan interseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan berukuran 70-120 µm (Singh, 1998).

Colletotrichum sp.  telah diidentifikasi sebagai suatu pathogen yang meneybabkan penyakit busuk pada berbagai komoditas pertanian. Kerugian yang diakibatkan oleh Colletotrichum sp.   mencapai 25-30 %. Infeksi laten dapat etrjadi di alam (Aradhya et al., 2005). Pertumbuhan Colletotrichum sp.   membentuk koloni miselium yang ebrwarna putih dengan miselium ayng timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat tua yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli dkk., 1997).

Tahap awal dari serangan Colletotrichum sp.  umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pad permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi, maka akan membentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. spora Colletotrichum sp.  dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Kronstad, 2000).

Pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.  dangat dipengaruhi oleh factor lingkungan. Salah satunya adalah pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH 4 dan 8 menunjukkan pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.   tidak maksimal. pH optimal untuk Colletotrichum sp.   adalah pH 5 (Yulianty,  2006). Periode inkubasi Colletotrichum sp.   antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur antara 24-30 C dengan kelembaban relative 80-92% (Rompas, 2001).

Pada praktikum ini digunakan tiga metode untuk pembuatan preparat yaitu metode gores, metode pembakaran, dan metode inkubasi. Pada metode gores tidak begitu jelas terlihat hifa dan sporanya. Sedangkan Pada metode kedua, kenampakan jamur hanya terlihat seperti untaian benang. Pada metode ketiga yaitu inkubasi memberikan hasil yang cukup jelas. Pada metode inkubasi menghasilkan hasil yang lebih baik di duga karena ada perlakuan inkubasi yang dilakukan selama 2-3 hari. Dengan adanya inkubasi tersebut, maka dapat memberikan waktu yang cukup jamur untuk berkecambah sehingga bagian-bagian jamur terlihat lebih lengkap. Hasil praktikum memperlihatkan bahwa preparat dengan metode inkubasi merupakan metode yang paling baik untuk dilakukan identifikasi.

Selain pembuatan preparat, dalam praktikum ini juga dilakukan spore print. Spore print digunakan untuk memperoleh spora dati tubuh buah jamur yang jatuh ke permukaan penampung (kertas berwarna hitam dan putih). Spora merupakan bagian dari jamur yang pernting untuk dilakukan identifikasi. Secara massal, spore print dapat mengetahui warna spora jamur.

Pada praktikum ini, digunakan jamur ganoderma untuk diketahui warna sporanya. Setelah menunggu sekitar satu hari satu malam, tidak ditemukan spora yang tertangkap. Pada beberapa kasus, penggunaan metode spore print ini tidak selalu berhasil. Hal ini dapat terjadi karena ada kemungkinan kondisi jamur yang terlalu muda dan atau terlalu tua. Dengan melihat spora jamur, maka kita juga dapat melakukan klasifikasi jamur.

Gambar: Metode Spore Print

 

KESIMPULAN

 

  1. Identifikasi jamur dapat dilakukan dengan pengamatan dibawah mikroskop menggunakan preparat. Preparat dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode gores, metode pembakaran dan metode inkubasi.
  2. Metode inkubasi spora sebelum pengamatan memberikan hasil yang cukup jelas
  3. Pada teknik spore print tidak terlihat ada spora yang tertangkap.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, A., dkk. 2007. Isolasi dan identifikasi jamur kayu dari Hutan Pendidikan dan Latihan Taboo-Tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Perrenial 3: 49-54.

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. Elsevier Academic Press, USA.Anjisha, R., Maharshi, Vrinda, and Thaker. 2012. Growth and development of plant pathogenic fungi in define media. European Journal of Experimental Biology 2:44-45.

Hadioetomo, R. S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.

Kronstrad, J.W. 2002. Fungal Pathology. Klower Academc Publisher, Netherlands.

Lakitan, B. 2007. Tissue Culture Techniques for Horticutural Crops. An AVI Book, New York.

Pelczar, M. J. Jr., dan E. C. S. Chan. 1986. Elements of Microbiology (Dasar-dasar Mikrobiologi, alih bahasa Ratna S. H., Teja Imas, S. Sutarmi T. dan S. L. Angka). Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Rompas, J., 2001. Efek isolasi bertingkat Colletotrichum sp.   terhadap penyakit antraknosa pada cabai. Prosiding konggres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Bogor.

Rusli, I., Mardinus dan Zulpadli. 1997. Penyakit antraknosa pada buah cabai di Sumatra Barat. Prosiding Konggres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Palembang.

Saryono, dkk. 2002. Isolasi dan karakterisasi jamur penghasil inulinase yang tumbuh pada umbi dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Natur Indonesia 4:171-177.

Singh, R.S., 1998. Plant Diseases. Oxford Ibh Publishing Co. PVT. LTD, New Delhi, India.

Yulianty. 2006. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.   penyebab antraknosa pada cabai asal Lampung. http://www.thechilman.org/guide.disease Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Tags: , , , , , , ,

Laporan Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara IV: Substrat Pertumbuhan Jamur

Posted by miftachurohman on July 17, 2018
Laporan Praktikum, Mikologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA  IV

SUBSTRAT PERTUMBUHAN JAMUR

Disusun oleh :
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

 

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

 

TUJUAN

 

    1. Mengetahui beberapa macam subtract pertumbuhan jamur\
    2. Mengetahui beberapa jamur yang dapat tumbuh dalam substrat tersebut

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson Kingdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi dari organisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari organisme hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme (Purves and Sadava, 2003).

Kapang memiliki  kemampuan mengurai  aneka substrat organik di alam. Amylomyces rouxii, Aspergillus oryzae, A. awamori, Rhizopus oryzae merupakan penghasil α-amilase dan glukoamilase yang  terbaik (Gandjar dkk., 2006). Menurut Suhartono (1989), kapang Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae merupakan kapang penghasil amilase, glukoamilase, protease, laktase, katalase, glukosa oksidase, lipase, selulase, hemiselulase dan pectinase. Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-klas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes,  sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Reed, 1966).

Mikroba memerlukan nutrient dengan komposisi tertentu untuk tumbuh  dan membelah diri, komposisi nutrient untuk pertumbuhan mikroba berbeda bagi mikroba yang berbeda. untuk kapang berfilamen, rata-rata  mengandung 10-25% protein, 1-3% asam nukleat, 20-50% lipida (% berat kering). Sejumlah mineral dan unsur hara terdapat di dalam tubuh mikroba untuk menjalankan fungsi khusus; K, Ca, Mg, Fe, Co,  Zn dan Mo. Dengan sendiriya kandungan kimiawi ini mempengaruhi kebutuhan nutrient untuk menunjang penggandaan sel dan pertumbuhannya (Suhartono, 1989).

Substrat  merupakan sumber  nutrien utama bagi  fungi. Nutrien-nutrien  baru dapat dimanfaatkan  sesudah fungi mengeksresi enzim-enzim  ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pertumbuhan  kapang mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya, yaitu diawali dengan fase adaptasi. Pada fase adaptasi, mikroba akan  menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan (Gandjar, dkk., 2006).

METODE PRAKTIKUM

 

Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara 4 yang berjudul “Substrat Pertumbuhan Jamur” dilaksanakan pada hari Senin 20 April 2015 di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cawan petri, pinset, sil, kertas penutup. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah air steril, PDA, asam laktat 25%, air kolam, air selokan, tanah, kotoran kuda, domba, kambing, kelinci, dan rusa, roti tawar, telur ikan, sorgum, lalat mati.

Cara kerja dari praktikum ini adalah:

  1. Substrat pertumbuhan air
    Lalat mati dimasukan ke dalam cawan petri yang telah diberi air selokan atau air kolam dan diinkubasikan selama 3 hari. Pada saat lalat tersebut sudah menunjukkan pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 4 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang tumbuh pada lalat mati tersebut.
  2. Substrat pertumbuhan air
    Sorgum direbus hingga lunak dan pecah bijinya. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi air kolan atau air selokan dan diinkubasikan. Setelah sorgum tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan jamur, maka dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada biji sorgum tersebut.
  3. Substrat pertumbuhan air
    Telur ikan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi dengan air kolam atau air selokan sebanyak 2 butir dan diinkubasikan. Pada saat jamur sudah muncul, maka telur dipindahkan ke cawan petri yang telah diisi dengan air steril dan diinkubasikan selama 6 hari. Kemudian diamati struktur jamur yang muncul pada telur ikan tersebut.
  4. Substrat pertumbuhan tanah
    Tanah ditaburkan di atas medium PDA dan diinkubasikan selama satu minggu. Setelah itu diamati struktur jamur yang tumbuh pada medium PDA tersebut.
  5. Substrat pertumbuhan roti tawar
    Roti tawar dipotong-potong dan diletakkan dalam cawan petri yang telah dibasahi dengan air steril. Kemudian diinkubasikan selama  hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada roti tawar tersebut.
  6. Substrat pertumbuhan kotoran hewan
    Berbagai kotoran ternak seperti kotoran kuda, kambing, domba, rusa, dank kelinci diletakkan di cawan petri yang telah dialasi dengan kertas saring yang dibasahi. Kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas dan pada bagian tengah kertas pembungkus dilubangi. Setelah itu diinkubasikan selama 7 hari dan diamati struktur jamur yang tumbuh pada kotoran hewan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamur pada kotoran kelinci (Pilobolus sp.)

 

Salah satu target jamur yang dicari adalah Pilobolus sp. yang hidup di kotoran hewan herbivora. Sampel kotoran yang digunakan adalah kelinci. Dari hasil pengamatan di mikroskop dapat diketahui bahwa terdapat rangkaian hifa berwarna hialin. Sementara itu jika diamati dengan secara langsung, diatas kotoran terdapat jamur yang tumbuh berwarna keabu-abuan. Dari hasil identifikasi dimungkinkan jamur tersebut adalah Pilobolus sp.Gambar 1. Jamur yang muncul pada kotoran kelinci

Siklus hidup pilobolus dimulai dari spora hitam yang menempel pada tanaman seperti rumput-rumputan. Hewan herbivora seperti kelinci memakan rumput, dan juga spora jamur yang menempel tersebut. Sporangium dapat bertahan di gastrointestinal tanpa mengalami perkecambahan. Setelah keluar(tinja) dari inang, sporangium mengalami perkecambahan dan tumbuh (Anonim, 2013).

Sporangiofor dari pilobolus berbentuk batang transparan dan menjulang diatas tinja, dengan bagian subsporangial vesikel berbentuk seperti balon. Diujungnya, tumbuh sporangium berwarna hitam. Sporangiofor mempunyai kemampuan untuk menghadap kea rah cahaya. Gelembung subsporangial berbentuk seperti lenca, memfokuskan cahaya melalui karotenoid dan menyimpanya didekat gelembung. Sporangiofor yang mengalami perkembangan tumbuh seperti sporangium dewasa menuju kea rah cahaya (Anonim, 2013).

 

Jamur pada air selokan (Saprolegnia sp.)

 

Pada media air selokan, digunakan telur ikan gurame untuk menumbuhkan jamur target. Jamur target tersebut adalah Saprolegnia sp. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa telur gurame tersebut terinfeksi jamur Saprolegnia sp. Setelah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop, terdapat hifa-hifa jamur. Jamur tersebut dimungkinkan Saprolegnia sp. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa jamur yang ditemukan mirip dengan reverensi.Gambar 2. Jamur yang muncul pada media air kolam (Telur)

Klasifikasi Saprolegnia sp. Mayer (2005) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Protista
Phylum : Heterkonta
Class : Oomycetes
Ordo   : Saprolegniales
Family   : Saprolegniaceae
Genus    : Saprolegnia
Spesies   : Saprolegnia sp

Saprolegniasis adalah penyakit jamur telur ikan yang sering disebabkan oleh spesies  Saprolegnia sp atau biasa disebut “cendawan air atau water  mould” (Mayer, 2005).  Jamur Saprolegnia  bersifat saprofit oportunistik  yang menyerang pada ikan dengan  sistem imun menurun, mengalami luka fisik, stress, infeksi  dan merusak hingga ke jaringan yang sehat Kualitas air yang  buruk (misalnya air dengan sirkulasi rendah, kadar oksigen terlarut rendah, atau amonia yang tinggi, kandungan organik tinggi) umum  juga dikaitkan dengan kehadiran Saprolegnia (Sembiring, 2012).

Saprolegnia  sp. memiliki bentuk seperti benang halus dan berwarna putih atau kadang  agak kecoklatan, menonjol dan bundar, umumnya berdiameter 20 μm memiliki  hifa berukuran besar yaitu 7–40 μm. Hifa Saprolegnia berbentuk transparan (hialin),  tidak mempunyai sekat pemisah (septa) tetapi bercabang banyak menjadi miselium, inilah  yang menyerang jaringan ikan (Ratnaningtyas, 2013).

Hifa  Saprolegnia  sp.  berkoloni  pada telur yang telah mati, menghasilkan miselia  kusut yang berlebih sehingga mengakibatkan matinya  telur hidup yang berada di sekitar telur mati tersebut.  Hifa Saprolegnia  sp.  akan menghalangi  masuknya air yang  mengandung oksigen dalam  telur, sehingga mengganggu pernapasan  telur ikan (Wahyuningsih, 2006). Saprolegnia  memiliki miselium yang bercabang, hifa yang menembus  substratum dari inang lebih tipis disebut sebagai hifa  rhizoidal  sedangkan  hifa eksternal  tumbuhnya relatif  tebal, dinding hifa  terdiri dari selulosa  sehingga dapat mengeras  dan bercabang serta unit reproduksi seperti tipe spora yang dihasilkannya. Spora reproduksi pada jamur dapat dihasilkan secara seksual dan aseksual (Mayer, 2005).

Menurut  Hussein and  Hatai (2002),  Saprolegniasis adalah  salah satu masalah infeksi  jamur sebagian besar ditemukan  di air tawar namun juga dapat ditemukan hidup di air payau. Saprolegniasis merupakan penyakit pada ikan dan telur  ikan yang umumnya disebabkan oleh jamur Saprolegnia disebut “water molds”  (Mayer,  2005). Saprolegnia tumbuh  pada temperatur antara 32-95 F  (0-35 C) tetapi temperatur optimum adalah 59-86 F (15-30 C) (Ratnanigtyas, 2013). Penyakit jamur ini dapat menyebabkan luka pada ikan dan dapat menyebar pada jaringan sehat (Klinger and Francis, 1996).

Tindakan  pencegahan  dan pengobatan terhadap serangan jamur  Saprolegnia sp. sering menggunakan senyawa  sintetik yang telah terbukti efektifitasnya sebagai  anti jamur sehingga kualitas telur dapat meningkat Senyawa  sintetik yang sering digunakan antara lain Methylene blue,  Malachite green,  formalin maupun  povidone-iodine  (Betadine).  Namun dipihak  lain, pemakaian  bahan kimia dan anti biotik  secara terus-menerus dengan konsentrasi yang  tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu  meningkatkan resistensi parasit terhadap senyawa sintetik  tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia ( Ghofur dkk., 2014).


Pada substrat air yang di tambahi dengan sorghum dan lalat, tidak ditemukan adanya jamur yang tumbuh. Jamur tidak tumbuh pada campuran substrat tersebut dimungkinkan karena kondisi substrat yang tidak sesuai untuk pertumbuhan jamur. Seharusnya jamur dapat tumbuh pada substrat ini, hal ini karena sorghum dan lalat mengandung nutrisi yang dapat ditumbuhi dan dirombak oleh jamur.Gambar 3. Jamur yang muncul pada air kolam (Sorghum dan Lalat)

Jamur pada roti (Aspergilus sp.)

Gambar 4. Jamur yang muncul pada roti

Aspergillus sp. berasal dari ordo Hypomycetes. Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2001).

Secara mikroskopis, jamur Aspergillus sp. warna hifa hialin, konidiofor sederhana dan hialin. Spora (konidium) berwarna hitam. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai macam bahan organik, seperti roti,olahan daging, butiran padi, kacangkacangan, makanan dari beras atau ketan,dan kayu. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam keadaan asam, kandungan gula tinggi, atau kadar garam tinggi, pada keadaan itu bakteri terhambat pertumbuhannya. Aspergillus flavus menghasilkan alfatoksin, suatu senyawa racun yang diduga menyebabkan kanker hati. Jamur ini dapat dijumpai pada kacang tanah atau produkmakanan yang terbuat dari kacang tanah. Oleh karenanya, hindarilah mengkonsumsi kacang tanah yang sudah tidak segar atau produk makanan dari kacang tanah yang permukaannya mulai berubah warna(Fawzy, 2011).

 

KESIMPULAN

 

  1. Jamur dapat ditemukan hidup dalam berbagai substrat, diantaranya adalah di kotoran herbivora. Air, dan roti.
  2. Jamur yang tumbuh di substrat tersebut diantaranya adalah Pilobolus sp., Saprolegnia sp., dan Asprgilus sp.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pilobolus. http://eol.org/pages/38244/details Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Fawzy,G. 2011. In Vitro antimicrobial and anti-tumor activities of intracellular and extracellular extracts of Aspergillus niger and Aspergilus flavus var. columinaris. J. Pharm 3:980-987.

Gandjar, I.,  Robert, A. Karin,  V. T. V. Ariyanti,  O. Iman, S. 1999. Pengenalan  Kapang Tropik  Umum. Yayasan  Obor Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Ghofur, M. M. Sugihartono., R. Thomas. 2014. Efektifitas pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle. L) terhadap penetasan telur ikan gurami (Osphronemus gouramy. Lac). Jurnal ilmiah Universitas Batanghari Jambi 14: 37-44.

Hussein,  M.A and K.  Hatai. 2002. Pathogenicty  of saprolegnia species associated with outbreaks of  salmonids saprolegniasis in Japan. Division  of Fsh Disease. Faculty of Veterinary  Medicine. Cairo  University. Beni- Suef Branch. Fisheries Science 68 : 1067- 1072.

Klinger,  R.E and F.R.  Francis. 1996. Fungal  Disease of Fish. http://hammock.ifas.ufl.edn. Diakses tangga 10 Mei 2015.

Maria, J., M. Eloy., M. Lizana and Javier. 2007. Another species responsible for the emergent disease Saprolegnia infections in amphibians. FEMS Microbial -:23-29

Mayer, K. 2005. Saprolegnia : There’s a fungus among us. OSU Departement of  Fisheries and Wildlife. http://hmsc.oregonstate.edu/classes/MB492/saproke  nt/saprolegnia.Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.

Ratnaningtyas,  A. 2013. Uji Aktivitas  Antifungi Ekstrak Rimpang  Kencur (Kaemferia   galanga  L.)  terhadap Saprolegnia sp  secara in vitro. Program  Studi Budidaya Perairan. Fakultas  Perikanan dan  Kelautan. Universitas  Airlangga, Surabaya.

Reed, G. 1966. Enzyme in Food Processing, Academic Press. New York.

Robinson, Richard. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference, USA.

Suhartono, Maggy T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. IUC-Bank Dunia XVII. Bogor.

Sembiring,  A. 2012. Kemampuan  Bakteri Antagonistik dalam  Menghadapi Infeksi Saprolegnia sp.  pada Ikan Nila (Oreochromis  niloticus).  Departemen  Biologi. Fakultas   Matematika  dan Ilmu Pengetahuan  Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wahyuningsih,  S.P.A. 2006. Penggunaan  Formalin untuk Pengendalian  Saprolegniasis pada Telur  Ikan Nila  Merah (Oreochromis sp.).  Laboratorium Biologi  Reproduksi. Jurusan Biologi  FMIPA. Universitas  Airlangga, Surabaya.

Tags: , ,

Laporan Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara VI: Klasifikasi Jamur Kelas Deuteromycetes

Posted by miftachurohman on July 10, 2018
Laporan Praktikum, Mikologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
P
ENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA VI

KLASIFIKASI JAMUR KELAS DEUTEROMYCETES

Disusun oleh:
Miftachurohman
12818

Asisten
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

 

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

TUJUAN

  1. Mengetahui jenis jamur dari kelas Deuteromycetes.
  2. Mengetahui perbedaan morfologi secara mikroskopik jamur dari kelas Deuteromycetes.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi jamur merupakan pengaturan fungi ke dalam grup (takson) tertentu. Sedangkan identifikasi adalah proses penentuan suatu isolat termasuk dalam takson tertentu. Proses identifikasi dapat dilakukan apabila karakterkarakter isolat fungi diketahui. Karakter yaitu atribut/ciri organisme yang dapat digunakan sebagai dasar untuk perbandingan dengan organisme lain. Tipe karakter dapat ditinjau dari segi morfologi, anatomi, ultrastruktur, biokimia, sekuensi asam nukleat.Karakter morfologi misalnya bentuk, ukuran, dan warna thalus, struktur produser spora.Pengamatan makroskopik dan mikroskopik isolat fungi dapat dilakukan dan perlu diketahui medium yang digunakan untuk menumbuhkan fungi, umur isolat, maupun suhu inkubasi (Deacon, 1997).

Kelompok deuteromycota meliputi jenis jamur yang belum diketahui cara perkembangbiakan generatifnya, sehingga jamur tersebut tidak dapat dimasukan kedalam kelas-kelas jamur sebelumnya. Oleh karena itu kelompok ini disebut kelompok jamur tidak sempurna (jamur imperfecti). Jamur Deuteromycota bersifat saprofit dibanyak jenis materi organik, sebagai parasit pada tanaman tingkat tinggi , dan perusak tanaman budidaya dan tanaman hias. Jamur Deuteromycota juga menyebabkan penyakit pada manusia , yaitu dermatokinosis (kurap dan panu) dan menimbulkan pelapukan pada kayu (Anonim, 2015).

Fungi Deuteromycetes adalah fungi imperfect atau tidak sempurna karena tidak memiliki fase seksual yang jelas. Morfologi khas dari kelas ini adalah struktur reproduksi berupa konidia. Sebagian dari kelompok fungi ini adalah merupakan stadium anamorf dari kelas Ascomycetes atau Basidiomycetes. Fungi ini banyak terdapat di alam pada berbagai medium seperti makanan, tumbuhan, minuman, permukaan gelas bahkan juga logam. Deuteromycetes dapat tumbuh secara optimum pada suhu 29 – 32oC (Alexopoulos & Mims, 1979).

Jamur adalah sebuah eukariota yang mencerna makanan secara eksternal dan menyerap nutrisi langsung melalui dinding sel-nya. Kebanyakan jamur berkembang biak dengan spora dan memiliki tubuh (talus) yang terdiri dari sel-sel tubular mikroskopis yang disebut hifa. Jamur yang heterotrof dan, seperti binatang, mendapatkan karbon dan energi dari organisme lain. Beberapa jamur mendapatkan nutrisi mereka dari host hidup (tanaman atau hewan) dan disebut biotrophs; lain mendapatkan nutrisi dari tanaman mati atau hewan dan disebut bokep kerajaan saprotrophs (saprophytes, saprob). Beberapa jamur menginfeksi host tamu, tapi membunuh sel inang untuk mendapatkan nutrisi mereka; ini disebut necrotrophs. Jamur pernah dianggap sebagai anggota primitif kerajaan tanaman, hanya sedikit lebih maju dari bakteri (Parfrey et al, 2011).

Kebanyakan jamur berhubungan dengan tanaman yang berada pada kerajaan saprotrophs dan pengurai. Jamur ini memecah bahan organik dari semua jenis, termasuk kayu dan jenis lain dari bahan tanaman. Kayu terdiri terutama dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Lignin merupakan polimer kompleks yang sangat tahan terhadap degradasi, dan encrusts lebih mudah mengalami degradasi selulosa dan hemiselulosa. Jamur adalah di antara beberapa organisme yang efektif dapat memecah kayu, dan jatuh ke dalam dua jenis utama-coklat dan putih membusuk jamur. Jamur busuk putih lebih umum daripada coklat busuk jamur; jamur ini menurunkan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada tingkat kira-kira sama. Kayu membusuk pucat dalam warna, ringan, dan memiliki tekstur benang (Blackwell, 2011).

METODOLOGI PRAKTIKUM

Praktikum Pengantar Mikologi Pertanina Acara VI yang berjudul “Klasifikasi Jamur Kelas Deuteromycetes” dilaksanakan pada hari Senin 18 Mei 2015 di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Bahan yang digunakan adalah preparat awetan jamur yaitu Fusarium sp, Pyricularia sp, Nigrospora sp, Curvularia sp, Cercospora sp, Helminthosporium sp, Alternaria sp, Diplodia sp, Pestalotia sp, Thielaviopsis sp dan Aspergillus sp. Sedangkan alat yang digunakan adalah mikroskop, kamera, alat tulis, dan optilab.

Cara kerja pada praktikum ini adalah diamati dan digambar hifa bersekat dari jamur kelas Deuteromycetes.  Amati dan digambar juga bentuk konidium dari masing – masing preparat awetan. Dokumentasikan gambar konidium dengan menggunakan mikroskop yang terhubung dengan opti lab.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penicillium sp.

 

Sumber : www.proprofs.com                        Sumber : Dokumen pribadi (Perbesaran 40x).

Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Askomycota. Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena tidak memiliki selubung pelindung seperti sporangium. Tangkai konidium disebut konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut konidia. Konidium ini memiliki cabang-cabang yang disebut phialides sehingga tampak membentuk gerumbul. Lapisan dari phialides yang merupakan tempat pembentukan dan pematangan spora disebut sterigma. Dinding spora relativ impermeable tetapi zat pewarna dapat dibuat menembusnya dengan pemanasan preparat. Sifat impermeable ini juga bisa menghambat dekolorisasi spora pada tahap pemberian alkohol yang biasanya cukup untuk dekolorisasi sel vegetative. Bentuk dan warna spora ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi jamur. Beberapa jenis Penicillium sp. yang terkenal antara lain P. notatum yang digunakan sebagai produsen antibiotik dan P. camembertii yang digunakan untuk membuat keju biru (Purves dan Sadava, 2003).

Hifa dari spesies ini bersepta dan miseliumnya muncul di atas permukaan berasal dari hifa di bawah permukaan. Penicillium sp. diklasifikasikan sebagai deuteromycetes meskipun tingkat pembentukkan askosporanya telah ditemukan pada beberapa spesies. Jamur ini mempunyai kepala konidium. Miselium berinti empat bercabang-cabang kerp kali diduduki oleh sejumlah besar penampang konidium yang terbentuk sendiri-sendiri diatas hifa dimana didalamnya terbentuk satu sel hifa, sel kaki bercabang dan membentuk hifa tegak lurus (Purves dan Sadava, 2003).

Cercospora sp

Sumber : labscorner.org                    Sumber : Dokumen pribadi (Perbesaran 10x).

Cercospora adalah genus dari jamur askomisetes. Sebagian besar spesies tidak memiliki tahap seksual yang diketahui, dan ketika tahap seksual diidentifikasi, itu adalah di genus Mycosphaerella. Sebagian besar spesies genus ini menyebabkan penyakit tanaman, dan bercak daun. Jamur ini adalah genus relatif yang baik-dipelajari jamur tetapi ada spesies yang tak terhitung jumlahnya belum dijelaskan, dan masih banyak belajar tentang yang paling terkenal dari spesiesini. ifat yang khas bagi Ascomycota adalah pembentukan askospora sebagai hasil dari plasmogami, kariogami, dan meosis, karena itu askopora bersifat haploid. Askospora dibentuk dalam satu kantong yang disebut askus, sedangkan askus dibentuk di dalam badan buah yang disebut askokarp, yang bentuknya bermacam-macam (Triharso, 2004). Hifa pada umumya bersepta dan terdiri dari sel berinti tunggal. Terdapat haustoria di dalam bentuk penyakit tepung atau jamur jelaga. Beberapa sel hifa dipisahkan dengan umur dan membentuk konidia atau dindinya menjadi tebal dan membentuk klamidospora. Dalam beberapa Ascomycetes miselia mengalami agregasi ke dalam massa yang kompak dan disebut sklerotia atau stomata. Dalam tingakt ini jamur mampu bertahan dalam waktu lama dengan kondisi yang tidak cocok. Dalam beberapa spesies obligat hifa mempertahankan diri dalam ranting atau kuncup dan miseliumnya adalah perennial (Djafaruddin, 2008).

Curvularia sp.

Sumber : show.wnmu.edu      Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 40x).

Konidiofor terbentuk tunggal atau berkelompok, tampak sederhana atau bercabang, lurus atau merunduk, berwarna coklat dan mendekati ujung menjadi coklat muda. Konidiofor dekat basis memiliki ukuran panjang 650 µm dan lebar 5 – 9 µm. Konidia bersepta 3, membengkok pada sel ke tiga yang lebih lebar dan berwarna lebih coklat dari pada sel yang lain, berdinding tipis dan berukunan (20-30) x (9-15) µm. Bersifat heterotalik, askomata terbentuk sesudah perkawinan dari hifa, pada stromata terbentuk kolumnar, pematangan setelah 20 hari. Askomata berwarna hitam, dan memiliki tinggi 410-700 µm. Askus berbentuk silindris atau gada dan bertunika tunggal. Askospora terletak meliuk dalam askus, berbentuk filiform dan agak meruncing pada ujungnya, bening, bersepta 6-15, dan berukuran (130-270) x (3,8-6,5) µm. Habitat: banyak ditemukan di daerah tropis terutama pada tumbuh-tumbuhan, telah diisolasi dari sawah, tanah hutan, lumpur hutan bakau, serasah dan bahan organik yang mengandung keratin, selulosa dan lain-lain. Suhu pertumbuhan yang optimal antara 24º-30ºC. Dapat hidup selama 2 tahun pada tanah dalam bentuk sklerotia (Gandjar, 1999). Curvularia sp dapat dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap beberapa patogen tanaman dalam tanah dan dapat mengoksidasi mangan.

Pestalotia sp

Sumber : forestpests.org    Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 40x).

Jamur ini memiliki konidium berbentuk kumparan, bersekat 4, mempunyai 3 seta apical, berukuran 25-28 x 6-7,5 µm (Gambar 6). Merupakan parasit lemah yang menginfeksi luka-luka. Spora jamur (konidium) dipencarkan oleh angin. Untuk jarak dekat spora dapat terbawa oleh percikan air dan serangga (Semangun, 2008). Konidia berukuran 84.6-96.8 µm x 26.7-33.5 µm dan terdiri atas lima sel yang berjajar. Biasanya jajaran sel lurus, kadang-kadang agak membentuk lengkungan dengan salah satu ujungnya terbentuk setula. Tiga sel tengah (sel urutan kedua sampai keempat yang dihitung mulai dari sel tempat setula berpangkal) berwarna amber dengan dua sel (sel kedua dan ketiga) berwarna lebih gelap dari sel keempat. Sel tengah (sel ketiga) berukuran paling lebar dibandingkan sel-sel lainnya. Sel terujung atau sel apikal (sel kesatu) hialin agak memanjang atau menyempit ke ujung; sedang sel pangkal atau sel basal (sel kelima) hialin agak silindrik. Setula hialin yang terletak di ujung sel apikal berjumlah 2-3 dengan panjang 92,3-107,1 µm, posisinya agak melengkung; setula tampaknya mudah lepas dari pangkalnya. Pedisel hialin terletak di ujung sel basal (tampak seperti ekor konidia) dengan panjang 18,1-22,7 µm. Semua bagian konidiospora yang hialin yaitu sel apikal, sel basal, dan setula mudah berubah bentuk yaitu agak kisut bila disimpan lama (lebih dari 6 bulan) (Sutarman, et al., 2001).

Nigrospora sp                       

Sumber : caltexmoldservices.com  Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 10x).

Cendawan Nigrospora sp merupakan patogen tanaman, terutama dari kelompok tanaman graminae terutama jagung dan rumput-rumputan. Penyakit Nigrospora yang menyerang gandum disebabkan oleh Nigrospora panici Zimm.Sekam yang terinfeksi berwarna keabu-abuan, jika diperhatikan lebih jelas tampak terdapat titik-titik hitam yang halus sekali.Titik-titik ini adalah spora cendawan.Cendawan membentuk konidium bulat atau agak jorong, berwarna hitam gelap, dan berdiameter 22-30 µm. Cendawan terutama berkembang di bawah mulut kulit.Dari mulut kulit ini keluar konidiofor yang pendek, sedikit mengembung, kelabu gelap, terdiri dari 2-3 sel, mendukung satu konidium.Konidiofor mempunyai ujung runcing yang dikelilingi oleh cincin yang tidak berwarna. Beberapa penelitian menyebut-kan bahwa cendawan Nigrospora sp merupakan patogen tanaman, terutama dari kelompok tanaman graminae terutama jagung dan rumput-rumputan (Lawrie 2011, Hesseltine and Bothast. 1977). Tetapi, hasil penelitian dari Budiprakoso menunjukkan cendawan Nigrospora sp yang diisolasi dari perakaran tanaman padi, dapat meng-induksi ketahanan tanaman padi ter-hadap wereng coklat, selain itu cenda-wan ini dapat meningkatkan perke-cambahan benih padi. Meskipun pada penelitian ini didapat cendawan Nigrospora sp, tetapi belum dilakukan pengujian terhadap cendawan tersebut tentang fungsi dan kegunaannya.

Fusarium sp.

Sumber : prgdb.crg.eu         Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 10x).

Menurut Agrios (1996) klasifikasi jamur ini adalah sebagai berikut :

Divisio : Mycota

Sub Divisi : Deuteromycotina

Class : Hyphomycetes

Ordo : Hyphales

Famili : Tuberculariaceae

Genus : Fusarium

Morfologi F. oxysporum, yaitu koloninya tumbuh dengan cepat, mencapai diameter 4,5 (-6,5) cm dalam waktu empat hari pada suhu 25° C. Miselium permukaan jarang sampai berlimpah, berwarna putih atau krem muda, tetapi biasanya dengan warna ungu, lebih kuat pada permukaan agar stroma. Beberapa isolat mempunyai ciri bau aroma seperti bunga bungur, beberapa menghasilkan sporodokium dengan lendir oranye dari makrokonidiumnya (Soesanto, 2008). Miselia aerial tampak jarang atau banyak seperti kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem dan biasanya agak keunguan yang tampak lebih kuat dekat permukaan medium. Sporodokhia terbentuk hanya pada beberapa strain. Koloni berwarna putih kekuningan hingga keunguan. Konidiofor dapat bercabang dapat tidak dan membawa monofialid. Mikrokonidia bersepta 0 hingga 2, terbentuk lateral, pada fialid yang sederhana, atau terbentuk pada fialid yang terdapat pada konidiofor bercabang pendek. Umumnya terdapat dalam jumlah banyak sekali, terdiri dari aneka bentuk dan ukuran. Berbentuk ovoid-elips sampai silindris, lurus atau sedikit membengkok, dan berukuran (5,0-12,0) x (2,2-3,5) µm. Khlamidospora terdapat dalam hifa atau dalam konidia, berwarna hialin, berdinding halus atau agak kasar, berbentuk semibulat dengan diameter 5,0-15 µm, terletak terminal atau interkalar, dan berpasangan atau tunggal (Gandjar et al., 1999)

Helminthosporium sp.   

Sumber : caltexmoldservices.com   Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 10x).

Klasifikasi jamur Helminthosporium turcicum menurut Alexopoulus and Mims (1979) adalah :

Divisio : Amastigomyceta

Sub Divisio : Deuteromycotina

Kelas : Deuteromycetes

Sub Kelas : Hyphomycetidae

Ordo : Hyphales

Family : Dematiaceae

Genus : Helminthosporium

Jamur membentuk konidiofor yang keluar dari mulut daun (stomata), satu atau dua dalam kelompok, lurus atau lentur, berwarna coklat, panjangnya sampai 300 μm, tebal 7-11 μm, secara umum 8-9 μm. Konidium lurus atau agak melengkung, jorong atau berbentuk gada terbalik, pucat atau berwarna coklat jerami, halus mempunyai 4-9 sekat palsu, panjang 50-144 (115) μm, dan bagian yang paling lebar berukuran 18-33 μm, kebanyakan 20-24 μm. Konidium mempunyai hilum menonjol dengan jelas, yang merupakan ciri dari marga Drechslera. Jamur Helminthosporium turcicum dapat bertahan hidup pada tanaman jagung yang masih hidup, beberapa jenis rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung sakit, dan pada biji jagung. Konidium jamur ini disebarkan melalui angin. Di udara, konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun,1991).

Helminthosporium sp. adalah cendawan yang dapat menyebabkan penyakit hawar daun pada tanaman jagung di Indonesia. Cendawan ini merupakan salah satu penyebab penyakit penting pada tanaman jagung. Pertumbuhan dan perkembangan cendawan ini dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Suhu optimum untuk perkecambahan konidia H. maydis sekitar 30oC, sedangkan untuk H. turcicum antara 20 – 26oC (Semangun,1991).

Alternaria sp.   

Sumber : toxipedia.org Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 10x).

Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada jaringan tua memproduksi konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang dapat menopang konidia. Konidia dari dari Alternaria sp. cukup besar gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan membujur. Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora aseksual (konidia) dengan panjang rata-rata antara 160-200 μm. Sporulasi terjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC dimana spora dewasa dapat terbentuk setelah 14 sampai 24 jam. Alternaria sp adalah jamur dematiaceous kosmopolitan (phaeoid) yangumumnya diisolasi dari tanaman, tanah, makanan, dan lingkungan udara dalam  ruangan. Produksi melamin seperti pigmen adalah salah satu karakteristik utama.Genus altenaria saat ini terdiri sekitar 50 spesies.Altenaria sp tumbuh pesat dalam waktu 5 hari.Koloni Altenaria sp datar, berbulu halus seperti kapas dan ditutupi oleh warna keabu-abuan, pendek, hifa di udara.Permukaan awalnya berwarna keabu-abuan yang kemudian mengelap dan menjadi hijau kehitaman atau coklat dengan perbatasan cahaya.Sisi sebaliknya berwarna coklat kehitaman karena produksi pigmen.Altenaria sp memiliki septate, hifa gelap.Konidiofor juga septate dan kadang-kadang berbentuk zig-zag. Konidiofor menyangga konidia yang besar dan bercabang  (8-16 x 23-50 µm) yang memiliki septra baik melintang maupun membujur. Konidia dapat diamati secara tunggal ataupun koloni dan dapat memproduksi hama penyakit. Konidia berbentuk bulat telur, berpigmen gelap, halus atau kasar (Kawle, 2012).

Trichoderma sp.   

Sumber : mycology.adelaide.edu.au   Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 10x).

Klasifikasi jamur Trichoderma spp. menurut Alexopoulus (1979) adalah sebagai berikut ini :

Kingdom : Fungi
Divisi : Amastigomycota
Subdivisi : Deuteromycotina
Klas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma

Koloni Trichoderma berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Pada medium OA (200) semula berwarna hialin, keudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagia yang banyak terdapat konidia. Susunan sel Trichoderma bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi. Jamur Trichoderma memiliki bagian yang khas antara lain miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat dan cabang yang paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang berbentuk verticillate. Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang bentuknya menyerupai botol (fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal maupun berkelompok. Konidia berbentuk semi bulat hingga oval berwarna hijau cerah, berukuran (2,8-3,2) x (2,5-2,8) µm, dan berdinding halus. Trichoderma berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida atau cabang dari hifa (Gandjar et al, 1999). Trichoderma sp. merupakan jamur yang memiliki aktivitas sellulotik yang cukup tinggi, jamur ini memiliki enzim sellulase yang terdiri dari enzim eksoglukonase (β-1.4 glikanhidrolase), dan sellubiase (β-glukosidase). Trichoderma sp. adalah salah satu jamur yang mampu menghasilkan komponen enzim sellulase.

Diplodia sp.

Sumber : blog.sciencenet.cn   Sumber : Dokumentasi pribadi (Pperbesaran 10x).

Cendawan ini sebenarnya parasit lemah dan parasit luka.Spora (konidium bersel 2), berwarna gelap, dan berbentuk jorong.Infeksi terjadi melalui luka pada daun atau ranting.Cendawan ini juga dapat mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan peptin dan selulosa, sehingga menyebabkan pembusukan.Gejala dimulai dengan mengeringnya ujung daun sampai ke tangkai daun, daun menjadi kering dan rontok. Penyakit selanjutnya berkembang hingga ke ranting, ranting berkerut seperti kekurangan air dan gejala yang lebih lanjut dapat merontokkan semua daun yang paling ujung dan akhirnya seluruh ujung daun pada cabang akan rontok dan cabang pun akan mengering dan mati.

Graphium sp             

Sumber : mycology.adelaide.edu Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 10x).

Genus Graphium ditandai dengan pembentukan synnemata yang terdiri dari kelompok yang lebih atau kurang kompak konidiofor tegak yang disemen bersama-sama, biasanya splaying dan bantalan konidia di puncak. Synnemata yang berpigmen gelap, tegak dan terjadi cluster soliter atau dalam. Konidia yang hialin, bersel 1, halus, subglobose untuk bulat telur dan biasanya dikumpulkan di kepala berlendir pada puncak synnemata tersebut. Koloni yang effuse, abu-abu, coklat atau hitam berwarna kuning langsat. Graphium adalah genus dari jamur dalam keluarga Microascaceae. Banyak spesies yang dikenal sebagai patogen tanaman. Graphium milik hyphomycetes kelompok dan memiliki sekitar 20 spesies yang berbeda. Hal ini dapat ditemukan di dalam tanah, sisa-sisa tanaman, substrat kayu, kotoran, air tercemar. Struktur bersporulasi dari Graphium bentuk synnema, yang merupakan pertemuan dari konidiofor menjadi semacam bunga buket. Graphium spp. diakui oleh khas, tegak, synnemata hitam mereka, masing-masing membawa satu, terminal, bola bersel satu, hialin konidia yang dihasilkan dari annellides. Tidak ada laporan penyakit akibat Graphium (Schoch et al, 2009).

Thiela viopsis 

Sumber : show.wnmu.edu       Sumber : Dokumen pribadi (Perbesaran 10x).

Thielaviopsis adalah genus kecil jamur dalam urutan Microascales. Genus ini  mencakup beberapa patogen pertanian penting. Yang paling luas adalah T. basicola, agen penyebab beberapa penyakit busuk akar dari spesies tanaman ekonomis penting termasuk kapas dan berbagai sayuran. Kapas, Thielaviopsis busuk akar, juga dikenal sebagai hitam membusuk akar penyebab nekrosis akar dan pengerdilan tanaman panen. Jamur Thielaviopsis basicola (syn. Chalara elegans) adalah jamur penyebab penyakit hitam busuk akar.Jamur ini menginfeksi berbagai tanaman inang, termasuk tanamandari setidaknya 15 keluarga, dan dapat ditemukan di seluruh bagiandunia.Jamur ini menghasilkan lebih dari satu jenis spora. Spora ini dirangsang untuk berkecambah oleh senyawa yang dihasilkan olehakar, jika kondisi memungkinkan berkembang baik pada kondisi pH tanah antara 5 dan 8,5 dengansuhu tanah antara 55 dan 70 ° F. Jenuhtanah juga dapat meningkatkan penyakit, serta meningkatkanstres secara keseluruhan pada tanaman. Jamur dapat menyebardari akar yang terinfeksi ke akar sehat (Walker, 2008).

Sklerosium s. rolfsii 

Sumber : wiki.bugwood.org         Sumber : Dokumentasi pribadi (Perbesaran 40x).
Kingdom : Mycetaceae
Divisio : Mycopyta
Class : Deuteromycetes
Ordo : Mycelia Steril
Famili : Agonomycetaceae
Genus : Sclerotium
Spesies : Sclerotium rolfsii Sacc.

Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotium dapat bertahan sampai 6 atau 7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi dalam lingkungan yang lembab jumlahnya akan bertambah dengan cepat (Rusmawati, 2002).Sclerotium rolfsii merupakan salah satu jamur patogen yang menyebabkan beberapa penyakit pada tanaman, seperti busuk batang, layu serta rebah kecambah. Jamur Sclerotium rolfsii menyerang tanaman kacang tanah serta tanaman lain seperti kentang, tomat, kedelai, kubis-kubisan, bawang, seledri, jagung, selada, kapas, tembakau dan tanaman dari famili Cucurbitaceae. Agen pembawanya adalah penyakit yang terbawa oleh tanah (soil borne) dan aktif dalam tanah dengan bentuk tubuh spora yang disebut sclerotia. Patogen ini pada umumnya ditemukan di daerah tropik dan sub-tropik dan daerah-daerah Amerika Serikat bagian selatan, barat dan tenggara. Daerah ini mempunyai karakteristik iklim panas yang lembab yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan pathogen

Pycnidium

Sumber : extension.umaine.edu     Sumber : Dokumentasi pribadi

Pycnidia adalah badan reproduksi yang melepaskan konidiospores-spora yang dihasilkan dari akhir atau samping filamen hifa khusus yang disebut konidia.Dalam bentuk pycnidia terlihat banyak seperti Perithecia. Badan reproduksi vegetatif penting untuk banyak lumut dan memiliki keuntungan dari penyebaran kedua pasangan pada saat yang sama. Tiga jenis utama dari reproduksi vegetatif yaitu Isidia, Soredia dan Lobulus.Lobulus yang lobus yang tumbuh di tepi talus lumut foliose hidup, datar dan putus dari talus karena angin atau distribusi air.Isidia ekstensi dari permukaan talus dan mungkin silinder, bulat, brachiate (bercabang) atau lobula (seperti lobus), 20-30% dari foliose dan fruticose lumut memiliki isidia.Isidia benar-benar sangat kecil dari bagian atas talus tersebut.Soredia adalah bundel kecil sel alga dalam hifa jala jamur.Tidak seperti Isidia, mereka tidak mengandung korteks. Sebaliknya mereka lebih mirip dengan porsi medulla dari talus dengan beberapa sel alga disertakan (Anonim, 2012).

KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:

  1. Jenis jamur dari kelas Deuteromycetes adalah Fusarium sp, Graphium  sp, Nigrospora sp, Curvularia sp, Cercospora sp, Helminthosporium sp, Alternaria sp, Diplodia sp, Pestalotia sp, Thielaviopsis sp dan Aspergillus sp.
  2. Perbedaan secara morfologi jamur dari kelas Deuteromycetes adalah dari hifa bersekat dan konidiumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. , 1 996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga.. UGM-Press, Yogyakarta.

Alexopoulus C.J. and Mims C.W. 1979. Introductory Micology. New York: John Wiley & Son’s.

Anonim. 2015. Ciri-ciri Deuteromycota (jamur tidak sempurna). http://budism a.net/2015/01/ciri -ciri-deuteromycota-jamur-tidak-sempurna.html. Diakses pada 24 Mei 2015.

Anonim, 2012. Lichen Reproductive Structures. <http://ww w.earthlife.ne t/lichens/repro ductio n.html>. Diakses pada tanggal 26 Mei 2015.

Blackwell, M .2011. The Fungi: million species. American Journal of Botany 98:426-438.

Djafaruddin. 2008. Dasar-Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Deacon, J.W. 1997.Modern Mycology.3rd ed. Blackwell Science. Berlin.

Gandjar, I. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta, UI Press.

Kawle, V. 2012. Altenaria sp. <http://www.omcmicropg.com/2012/12/alternaria-sp.html>. Diakses pada tanggal 27 Mei 2015.

Lawrie N. 2011. Using The Fungus Nigrospora oryzae for the Biological Control of Giant Paramatta Grass. Leading the Search for Weed Solution. Australian Governmant.

Parfrey, L.W., D.J.G Lahr, A.H. Knoll, L.A. Katz.2011.Estimating the timing of early eukaryotic diversification with multigene molecular clocks.Proceedings of the National Academy of Sciences USA. 108:13624-13629.

Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.

Rusmawati, K. Y. 2002. Pengaruh Solarisasi Tanah Terhadap Penyakit Tular Tanahdan Produksi Benih Kacang Tanah. http://www.balitbang.deptan.go.id . Diakses pada tanggal 27 Mei 2015.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian hayati Penyakit Tanaman Suplemen ke Gulma dan nematode. Rajawali-Press, Jakarta.

Schoch C.L; Sung G-H; López-Giráldez F. 2009. “The Ascomycota tree of life: A phylum-wide phylogeny clarifies the origin and evolution of fundamental reproductive and ecological traits”. Systematic Biology 58 (2): 224–3

Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Triharso. 2004. Dasar-Dasar Perlidungan Tanaman. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Walker, M. 2008. Black Root Rot: Thielaviopsis basicola. New York. Cornell University.

Tags: , , ,