Laporan praktikum

Laporan Praktikum Pengantar Mikologi Pertanian Acara I: Arti penting Jamur dalam Kehidupan Manusia

Posted by miftachurohman on July 03, 2018
Mikologi Pertanian / 1 Comment

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA I

ARTI PENTING JAMUR DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Disusun oleh:
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herawati
Rizka Awalia Putri

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

TUJUAN

Mengetahu berbagai macam jamur dalam kehidupan manusia

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson Kingdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi dari organisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari organisme hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme. Produksi kitin, sejenis polisakarida, adalah synapomorphy (sifat yang serupa) antara fungi, choanoflagellata dan hewan. Hal ini menjadi bukti bahwa secara evolusioner, fungi lebih dekat ke hewan dibandingkan tumbuhan. Tetapi fungi mempunya penggunaan kitin yang berbeda dengan hewan. Hewan hanya memproduksi kitin pada bagian tertentu, misalnya sebagai rangka luar, rambut atau kuku, sementara fungi memiliki kitin sebagai pembentuk dinding pada seluruh selnya. Adanya kitin juga membantu membedakan antara fungi dan eukariota lain, seperti protista. Kingdom Fungi dapat dibagi menjadi 4 filum, yaitu Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota, and Basidiomycota. Masing-masing filum ini memiliki anggota baik uniseluler maupun multiseluler.  (Purves dan Sadava, 2003).

Bagian dasar selular dari jamur digambarkan oleh hifa dan dinding sel mengandungchitin. Hifa mengandung nuklei, mitokondria, ribosom, golgi dan membran batas vesikel dengan membran plasma sebagai batas sitoplasma. Hifa tumbuh memanjang dengan pertumbuhan ujungnya, dan memperbanyak dengan membentuk cabang, sehingga terbentuk miselium. Hifa ada yang bersekat dan ada yang tidak bersekat. Struktur sub-selular didukung dan diorganisir oleh mikro tubules dan retikulum endoplasma (Anonim, 2006)

Fungi dapat berkembang biak baik secara seksual maupun aseksual. Perkembangbiakan secara seksual terjadi ketika hifa dengan tipe perkawinan (mating type) yang berbeda bersentuhan, kemudian melebur mebentuk zigot. Hifa fungi tidak dapat dibedakan secara visual maupun morfologis menjadi jantan ataupun betina, hanya dapat dibedakan menjadi tipe perkawinan berdasarkan struktur genetiknya. Perkembangbiakan secara aseksual terjadi dengan cara membelah diri atau terbelahnya hifa, atau dengan menyebarkan spora haploid (Schooley, 1997).

METODOLOGI

Praktikum Pengantar Mikologi pertanian Acara 1 yang berjudul Arti Penting Jamur dalam kehidupan Manusia dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 di Laboratorium Klinik Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah contoh jamur dari preparat segar, gambar jamur, dan alat tulis. Cara kerja dalam praktikum ini adalah preparat dan bahan segar jamur diamati, kemudian digambar dan diberi deskripsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamur penghasil penisilin (Penicillium sp)

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008/kitzmann_step/Image8.jpg

Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Askomycota. Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena tidak memiliki selubung pelindung seperti sporangium. Tangkai konidium disebut konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut konidia. Konidium ini memiliki cabang-cabang yang disebut phialides sehingga tampak membentuk gerumbul. Lapisan dari phialides yang merupakan tempat pembentukan dan pematangan spora disebut sterigma. Beberapa jenis Penicillium sp. yang terkenal antara lain P. notatum yang digunakan sebagai produsen antibiotik dan P. camembertii yang digunakan untuk membuat keju biru (Purves dan Sadava, 2003).

Jamur ergot (Claviceps purpurea)

http://www.wildaboutbritain.co.uk/pictures/data/8/03_Ergot_-_Claviceps_purpurea.jpg

http://spa.fotolog.com/photo/58/39/6/esbozodecadaver/1233323352282_f.jpg

Claviceps purpurea merupakan jamur yang menyerang tanaman gandum, barley, oats, dan tanaman lain family Poaceae. Sebelum panen, biasanya jamur ini muncul dengan warna ungu gelap kehitaman dengan sclerotia terbentuk pada bagian ujung gandum. Sclerotium dari jamur ini memanjang, biasanya 1-4 kali lebih panjang dari biji yang terinfeksi. Struktur tersebut tersusun atas massa dari jaringan jamur. Jamur ini menyebar hamper di seluruh benua. Jamur ini mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan yang lembab. Suhu dingin diperlukan oleh jamur ini untuk germinasi. Biasanya membutuhkan suhu 0-10C. (Anonim, 2012).

Selain itu, jamur ini juga menjadi parasite pada rumput-rumputan. C. purpurea menginfeksi bunga gandum yang masih muda. Ergot (Claviceps purpurea) adalah jamur dengan sclerotina (tubuh buah) yang menghasilkan lebih dari 20 alkaloid indol. Ini tumbuh di rye dan tanaman sereal lainnya. Ergotism merupakan respon beracun untuk menelan ergot-terkontaminasi biji-bijian, dan memanifestasikan baik sebagai kejang yang menyakitkan dari otot-otot ekstremitas menyebabkan epilepsi seperti kejang-kejang . atau sebagai muntah dan diare yang mengarah ke gangren jari-jari kaki dan jari-jari. Kedua sindrom dapat menyebabkan kematian. Ergotamine menyempitkan pembuluh darah perifer dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini digunakan dalam pengobatan sakit kepala migraine(Anonim, 2012).

Jamur penghasil toksin(Aspergillus sp.)

http://www.apsnet.org/publications/imageresources/PublishingImages/1998/peant074.jpg

http://www.pfdb.net/photo/mirhendi_h/box020909/wide/a_flavus_g.jpg

http://www.mycology.adelaide.edu.au/images/flav2.gif

Aspergillus sp. berasal dari ordo Hypomycetes. Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2001). Buah yang busuk mengeluarkan bau fermentasi (Semangun, 2004).

Secara mikroskopis, jamur Aspergillus sp. warna hifa hialin, konidiofor sederhana dan hialin. Spora (konidium) berwarna hitam. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai macam bahan organik, seperti roti,olahan daging, butiran padi, kacangkacangan, makanan dari beras atau ketan,dan kayu. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam keadaan asam, kandungan gula tinggi, atau kadar garam tinggi, pada keadaan itu bakteri terhambat pertumbuhannya. Aspergillus flavus menghasilkan alfatoksin, suatu senyawa racun yang diduga menyebabkan kanker hati. Jamur ini dapat dijumpai pada kacang tanah atau produkmakanan yang terbuat dari kacang tanah. Oleh karenanya, hindarilah mengkonsumsi kacang tanah yang sudah tidak segar atau produk makanan dari kacang tanah yang permukaannya mulai berubah warna(Fawzy, 2011).

Jamur lingzhi ( )

http://www.first-nature.com/fungi/images/ganodermataceae/ganoderma-lucidum1.jpg

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/2011/mestelle_zach/Ganoderma%20spores.JPG

Jamur  Ganoderma lucidum termasuk kingdom fungi, klas basidiomycetes, subklas holobasidiomycetes, seri hymenomycetes, ordo agaricales, famili polyporacea, genus  Ganodermadan spesies ini termasuk kedalam spesies Ganoderma lucidum(Alexopoulus, 1979). Dilihat dari sifat hidupnya, Ganoderma lucidum termasuk jamur saprofitik karena tumbuh pada batang mati atau serbuk gergaji kayu (Suriawiria, 2001). Jamur ini dikenal juga sebagai jamur pembusuk putih (white rot fungi) karena merupakan parasit penyebab busuknya batang kelapa sawit. Adanya enzim ekstraseluler yang dimiliki oleh Ganoderma lucidum menyebabkan jamur ini mampu merombak serat kasar terutama lignin dan selulosa dan menggunakannya sebagai energi untuk pertumbuhan (Vares dan Hatakka, 1997). Pada umumnya jamur yang berpotensi mendegradasi lignin termasuk kelompok mesofil yang hidup pada suhu antara 5-37 C dan optimum pada suhu 39-40 C (Febrina, 2002).

Ganoderma lucidum mempunyai kandungan senyawa aktif baik pada tubuh buah maupun pada miselium. Kandungan senyawa aktif ini bermanfaat untuk kesehatan kebugaran tubuh dan senyawa tersebut antara lain: polisakarida, adenosin, asam ganoderik, protein, triterpenoid, vitamin, elemen makro dan mikro, germanium organik, antikanker, antitumor, antikarsinogen dan zat pengatur tubuh (Sjabana, 2001).

Jamur shitake

http://martinwallphotography.com/main.php?g2_view=core.DownloadItem&g2_itemId=2129&g2_serialNumber=3

Jamur Shiitake atau jamur hioko dan sering ditulis sebagai jamur shitake adalah jamur pangan asal Asia Timur yang terkenal di seluruh dunia, dengan nama aslinya dalam bahasa Jepang. Shiitake secara harfiah berarti jamur dari pohon shii, karena batang pohonnya yang sudah lapuk merupakan tempat tumbuh jamur shitake(Anonim, 2013).

Tudung berdiameter 4 – 20 cm atau rata-rata 5 – 12 cm, bentuk cembung sampai agak datar dan atau berputing kecil pada bagian tengahnya, permukaan kering, berserat dengan kutikula yang bersisik dan berwarna pucat sampai cokelat kemerahan. Korteks putih atau kecoklatan dekat kutikula, padat berdaging, lebih lunak pada yang belum dewasa, rasa agak asam, tetapi enak, bau ringan dan agak keras dalam keadaan kering. Bilah berwarna keputihan, warna berubah menjadi cokelat kemerahan jika mengalami luka memar, dan berubah secara bertahap menjadi kecoklatan dengan bertambah umur, sering kali memisah, rapat, sedikit menggergaji sampai bergerigi. Tangkai panjang 3 – 5 cm, diameter 8 – 13 mm, hampir, hampir sama atau agak membesar sebagaian dasarnya, padat dan kuat, permukaan diseliputi cadar tipis yang berakhir dibagian atas sebagai kortina. Spora berukuran 5.5 – 6.5 x 3.0 – 3.5 mikron, subsilindrik, nonamiloid, polos dengan dinding tipis. Basidium mempunyai empat spora, tidak ada pleurosistidium. Trama dengan hifa berdinding  tebal (sampai 1,7 mikron), saling jalin menjalin. Hifa hialin (tidak berwarna), berdiameter 5 – 7 mikron, dan mempunyai sambungan apit(Anonim, 2013).

Di alam, jamur shiitake, dijumpai pada pohon dari famili fagaceae yang tumbang. Jamur ini hidup sebagai saprob, yaitu hidup dari bahan organik yang sudah mati. Jamur shitake merupakan tumbuhan yang kaya protein dan sedikit berlemak serta mempunyai rasa yang manis. Perkiraan kandungan gizi jamur dalam 100 gram berat kering, yaitu protein kasar 13,4-17,5 persen, lemak kasar 4,9-8,9 persen, karbohidrat total 67,5-78,0 persen, dan kalori 387-392 persen. Selain lentinan, jamur shitake juga mengandung eritadenin, interferon, antioksidan, asam amino, sen, enzim, dan khitin serta senyawa pensintesa interferon(Anonim, 2013).

Jamur shitake berfungsi untuk(Anonim, 2013):

  1. Menurunkan kadar kolesterol darah (sehingga meringankan kerja jantung dan bisa mengurangi diabetes). 
  2. Menghambat pertumbuhan tuomor hingga 72-92%. 
  3. Menetralkan pengaruh buruk akibat rokok dan alkohol.
  4. Menambah nafsu seksual
  5. Mempercepat penyembuhan setelah operasi
  6. Pencegahan anemia 
  1. Jamur tiram putih (Pleurotus spp.)

http://www.mykoweb.com/CAF/photos/large/Pleurotus_ostreatus(fs-03).jpg

Disebut  jamur tiram  karena bentuk  tudung bulat agak  lonjong dan melengkung  menyerupai cangkang tiram,serta  letak tangkai tudung asimetris. Jamur tiram banyak tumbuh pada kayu lapuk, dapat tumbuh optimal di daerah berhawa sejuk.  Dialam bebas jamur tiram dapat dijumpai dihutan pegunungan yang sejuk hampir sepanjang tahun. Tubuh buah terlihat  saling bertumpuk dipermukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang. Warna tubuh buah dapat  membantu membedakan jenis jamur tiram (Tarmidi dan Rahmat, 2004).

Dari  semua anggota  genus pleurotus,  Jamur Tiram Putih (Pleurotus osteratus) inilah  yang lebih dikenal dengan jamur tiram. Jamur tiram ini dalam Bahasa inggris dikenal  sebagai oystermushroom. Tudung dan batangnya berwarna putih, permukaan  tudung jamur licin dan agak berminyak dengan  diameter 3-14 cm. Jamur ini mempunyai rasa enak, kenyal, dan gurih. Rasanya menyerupai daging ayam atau tiram(Tarmidi dan Rahmat, 2004)

Jamur kuping

http://mushroaming.com/gallery/var/albums/Bolivian-Amazon-2013/Madidi-Mushrooms/Auricularia%20auriculata%20Rurre%202013%20cr%20S.jpg?m=1369199123

Jamur kuping atau biasa di sebut “lember” oleh masyarakat sunda adalah jenis jamur yang tumbuh di sisa tumbuhan atau kayu yang lembab. Saat ini budidaya jamur kuping sangat merebak di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan jamur kuping merupakan jamur kosmopolitan atau dapat hidup dimana saja, mulai dari kawasan hutan pantai sampai dengan pegunungan tinggi dengan persyaratan tempatnya cukup lembab(Anonim, 2013).

Tubuh buah kenyal atau seperti gelatin jika dalam keadaan segar dan menjadi keras seperti tulang jika kering, berbentuk mangkuk atau kadang-kadang dengan cuping seperti kuping yang berasal dari titik pusat perlekatan, diameter   2-15 cm, tipis berdaging, dan kenyal. Permukaan luar steril, seringkali berurat, berbulu sangat kecil atau berambut, cokelat muda sampai cokelat, menjadi kehitaman jika mengering. Permukaan dalam fertil, licin sampai agak berkerut, bergelatin jika basah, berwarna kuning cokelat, cokelat keabu-abuan, cokelat, ungu, dan menjadi hitam jika kering. Tangkai tidak ada atau mengalami rudimenter. Jejak spora putih, spora berada dipermukaan dalam biasanya pada permukaan bagian bawah, berukuran 12-8 x 4-8 mikron, berbentuk sosis, licin. Basidium mempunyai sekat melintang sebanyak tiga buah. Hidup soliter atau bergerombol pada batang kayu, ranting mati, tunggal kayu dan lain-lain, melekat pada substrat secara sentral atau lateral. Penyebaran pada kayu keras dan konifer. Tubuh buah jamur seringkali dijumpai pada musim hujan(Anonim, 2013).

Siklus hidup jamur kuping seperti halnya jamur tiram maupun shiitake meliputi; tubuh buah sudah tua menghasilkan spora yang berbentuk kecil, ringan dan berjumlah banyak. Selanjutnya spora tersebut jatuh pada tempat yang sesuai dengan persyaratan hisupnya seperti kayu mati atau bahan berselulosa dan dalam kondisi lembab, maka spora tersebut akan berkecambah membentuk miselia dengan  tingkatan(Anonim, 2013):

  1. Miselai primer yang tumbuh terus membanyak dan meluas. 
  2. Miselai sekunder yang membentuk primordial (penebalan miselia pada bagian permukaan miselia sekunder dengan diameter 0,1 cm). 
  3. Dari primordial akan tumbuh dan berbentuk kuncup tubuh buahpada tingkat awal yang semakin lama semakin membesar (3-5 hari). 
  4. Dari primordia tersebut akan tumbuh tubuh buah jamur berbentuk melebar, serta pada saat tua akan dipanen.

Dari segi gastronomik ataupun organoleptik ( rasa, aroma dan penampilan), jamur kuping kurang menarik bila dihidangkan sebagai bahan makanan. Namun jamur kuping sudah dikenal dekat sebatai ahan makanan yang memiliki khasiat sebagai obat dan penawar racun(Anonim, 2013).

Lendir yang dihasilkan jamur kuping selama dimasak dapat menjadi pengental. Lendir jamur kuping dapat menonaktifkan atau menetralkan kolesterol. Jamur kuping dapat dibedakan berdasarkan bentuk, ketebalan, dan warnanya. Jamur kuping ang mempunyai bentuk tubuh buah kecil (sering disebut jamur kuping tikus) digemari oleh konsumen karena waranya lebih muda, dan rasanya sesuai dengan selera. Jamur kuping yang tubuh buahnya melebar (jamur kuping gajah) rasanya sedikit kenyal atau alot sehingga kurang disenangi karena harus diiris kecil-kecil bila akan dimasak. Jamur kuping selain untuk ramuan makanan juga unuk pengobatan. Untuk mengurangi panas dalam, mengurangi rasa sakit pada kulit akibat luka bakar. Kandungan nutrisi jamur kuping terdiri kadar air 89,1, protein 4,2, lemak 8,3, karbohidrat total 82,8, serat 19,8, abu 4,7 dan nilai energi 351.

Jamur kuping dipanaskan, maka lendir yang dihasilkan oleh masyarakat dan tabib pengobatan memiliki khasiat (Anonim, 2013):

  1. Penangkar / penon-aktif racun baik dalam bentuk racun nabati, racun residu pestisida, bakhan sampai ke racun berbentuk logam berat. Hampir semua ramuan masakan Cina, jamur kuping selalu ditambahkan untuk tujuan menonaktifkan racun yang terbawa dalam makanan. 
  2. Kandungan senyawa dalam lendir jamur kuping, efektif untuk menghambat pertumbuhan carcinoma dan sarcoma (kanker) sampai 80 – 90%. Berfungsi juga untuk antikoagulan bahkan menghambat penggumpalan darah. 
  3. Lendir jamur kuping dapat meghambat dan mencegah penggumpalan darah.

Manfaat jamur kuping untuk pengobatan penyakit antara lain(Anonim, 2013).

  1. Darah tinggi/pembuluh darah mengeras akibat penggumpalan darah: 3 gram jamur kuping kering, rendam semalam dan buang airnya hingga tinggal jamur basah, tempatkan dalam rantang, tambahkan air bersih dikusus hingga lunak, tambahkan gula batu secukupnya dimakan secukupnya sehari sekali. 
  2. Kurang darah dengan memasak jamur kuping 30 gram, ditambah 30 gram buah kurma, ditambah air bersih 5 gelas diminum dimasak sampai airnya tersisa 1 gelas. Hal diatas juga dapat diterapkan untk mengobati sakit wasir/ambeian. 
  3. Datang bulan tidak lancar dan memperlancar buang air besar. Jamur kuping dimasak bersama bahan-bahan lain seperti sayuran.

Jamur kancing baju

http://www.mykoweb.com/CAF/photos/Agaricus_c_c(fs-01).jpg

Menurut  prahastuti jamur  kancing kurang lebih  ada 142 spesies, mulai  dari berwarna sangat putih,  putih, sampai agak cokelat. Jenis  yang terkenal meliputi A. bitorquis  (jamur  bunga kancing/kohartake),  A. Bisporus(jamur  bunga putih/hiratake),  A. placomycetes (harataketedoki),  A. silvaticus  (teri-haratake), A.  arvensis,  A. campestris,  A. nisvescen, A. Fiardiidan A. osecanus. Agaricus bitorquis adalah jenis jamur yang dapat hidup pada iklim panas, sedangkan Agaricus bisporus dan Agaricus campestris adalah  jenis jamur  yang dapat hidup  pada iklim dingin.  Jamur kancing mengandung beberapa zat gizi seperti natrium, kalium, fosfor, asam linoleat, serta antioksidan. Sebuah  uji klinis yang dilakukan oleh rumah sakit di california, amerika serikat,menujukan bahwa jamur kancing dapat menghambat kerja enzim aromatase  sehingga menurunkan kadar estrogen dalam tubuh. Hal ini dapat menurunkan kerentanan tubuh terhadap kanker payudara (Suriawiria, 2001).

Jamur merang Volvariella volvacea

http://www.mycolog.com/18-9_Volvariella_volvacea_painting.jpg

Jamur merang atau bahasa ilmiahnya Volvariella volvacea umumnya banyak dibudidayakan di beberapa wilayah Asia dan juga termasuk di Indonesia. Sesuai dengan namanya, Jamur Merang biasanya dibudidayakan pada media merang atau jerami yang telah dijadikan kompos.

Tudung jamur merang mempunyai diameter 5 – 14 cm dengan bentuk bundar telur yang kemudian menggenta atau cembung dan pada jamur yang sangat tua kadang-kadang mendekati rata. Permukaan kering, warna cokelat sampai cokelat cokelat keabu-abuan, kadang-kadang bergaris-garis. Bilah rapat-rapat, bebas, lebar, putih ketika masih muda dan menjadi merah jambu jika spora menjadi dewasa. Tangkai dengan panjang 3-8 cm, diameter 5-9 mm, biasanya menjadi gemuk di bagian dasar, licin, putih, kuat. Cadar umumnya berupa membran, membentuk volvo seperti mangkuk tebal yang terdapat pada dasar tangkai, volvo berwarna putih kekuningan atau cokelat kotor, sering kali bercuping.

Jejak spora merah jambu, ukuran spora 7-9 x 5-6 mikron, menjorong dan licin. Memproduksi basidia dan basidiospora berwarna merah atau merah muda. Selanjutnya basidiospora akan berkecambah dan membentuk hifa. Setelah itu, kumpulan hifa membentuk gumpalan kecil (pin head) atau primordial yang akan membesar membentuk tubuh buah stadia kancing kecil (small button), kemudian tumbuh menjadi stadia kancing (button), dan akhirnya berkembang menjadi stadia telur (egg). Dalam budi daya jamur merang, pada stadia telur inilah jamur dipanen.

Di alam, jamur merang banyak dijumpai hidup bergerombol pada jerami padi, sagu, serbuk gergaji dan tandan kosong kelapa sawit. Jamur merang kaya akan protein kasar dan karbohidrat bebas N (N-face carbohydrate). Tingkat kandungan serat kasar dan abu adalah moderat, sedangkan kandungan lemaknya rendah. Nilai energi jamur merang rendah, namun merupakan sumber protein dan mineral yang baik dengan kandungan kalium dan fosfor yang tinggi. Kandungan Na, Ca, Mg dan Cu, Zn , Fe cukup. Kandungan logam berat Pb dan Cd tidak ada, sehingga jamur merang sangat baik digunakan sebagai bahan makanan sehari-hari. Kandungan protein jamur merang mencapai 1, 8 persen, lemak 0.3 persen, dam karbohidrat 12 – 48 persen(Anonim, 2013).

Jamur merang kaya akan protein, sebagai makanan anti kolesterol, eritadenin dalam jamur merang dikenal sebagai penawar racun, dan banyak mengandung antibiotik yang berguna untuk pencegahan anemia. Menurut penelitian jamur juga dapat digunakan untuk mengobati kanker. berguna bagi penderita diabetes dan penyakit kekurangan darah, bahkan dapat mengobati kanker(Anonim, 2013).

Jamur merang dikenal sebagai warm mushroom, hidup dan mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi, suhu antara 320-38°C dan kelembapan 80-90% dengan oksigen yang cukup. Jamur ini tidak tahan terhadap cahaya matahari langsung, tetapi tetap membutuhkannya dalam bentuk pancaran tidak langsung. Derajat keasaman (pH) yang cocok untuk jamur merang adalah 6,8 – 7(Anonim, 2013).

Jamur keju (Penicillium roqueforti)

http://www.clemson.edu/facilities/es/images/penicillium-rogueforti.jpg

Penicillium roqueforti  biasanya tumbuh dengan cepat, memiliki warna kehijauan, terkadang putih dan memiliki konidiofor. Konidiofornya dapat tampak dari substrata tau dari aerial hifa. Jamur ini dapat menghasilkan mikotoksin. Nilai aktifitas air untuk germinasi dan pertumbuhan spora berkisar antara 0,78-0,79. Jamur ini banyak tersebar di alam dan penting dalam mikrobiologi pangan. Jamur ini sering menyebabkan kerusakan pada sayuran, buah-buahan, dan serelia(Desouky, 2007).

Jamur usar (Rhizopus oligosporus)

http://www.mycology.adelaide.edu.au/images/rmicro1.gif

http://www.uq.edu.au/_School_Science_Lessons/9.196.1.GIF

Jamur ragi saccharomyces cerevisiae

http://www.microbiologyonline.org.uk/themed/sgm/img/slideshows/3.1.4_fungi_2.png

http://foodists.ca/wp-content/uploads/2009/10/budding.yeast.jpg-460×460.jpg

Ragi  adalah  jamur yang  tumbuh sebagai  sel tunggal, dan bereproduksi melalui pertunasan atau pembelahan biner. Saccharomyces merupakan  salah satu jenis ragi yang telah dikenal secara luas. Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan  jamur yang mencakup banyak spesies. Habitat umum untuk Saccharomyces cerevisiae adalah lingkungan yang lembab  dengan banyak nutrisi terutama gula serta kebutuhan lain seperti asam amino. Namun jika lingkungan tersebut memiliki jumlah gula yang sangat rendah, spesies ini dapat bertahan dengan adanya ion kalsium. Hal ini juga terjadi pada ragi fermentasi yang lainnya. Saccharomyces cerevisiae  adalah sel eukariotik yang berbentuk elips dan memanjang. Struktur seperti itu memiliki potensi untuk tumbuhnya miselium (pembentukan struktur pada kondisi yang tepat). Siklus hidup dari S. cerevisiae ini dapat dikategorikan sebagai haplodiplobiontic. Budding/tahap pertunasan memproduksi generasi ragi  yang berlipat ganda sebelum reinisiasi dari kopulasi. Jenis ini akan menjalani baik pertunasan (sebagai alat reproduksi) maupun sporulasi. Pada sporulasi, setiap ASCI terbentuk secara terpisah, dengan pembentukan zigot menjadi ASCI dan diploid menjadi Ascophores(Nguyen dan Gaillardin, 2005).

Antraknose

https://www.pioneer.com/CMRoot/pioneer/US/images/agronomy/crop_focus/diseases/anthracnose_id2.jpg

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloeosporiodes.  Penyakit ini menyerang bagian kulit buah, tangkai buah dan batang. Konidia Colletotrichum gloeosporioides diproduksi dari ranting pohon induk yang telah mati dan konidia disebarkan lewat angin.  Gejala yang ditimbulkan, mula-mula di dekat tangkai buah tampak berwarna hitam cokelat, kulit yang terang nampak kering, berwarna hitam cokelat dan kelihatan kisut-kisut. Secara mikroskopis, koloni jamur Colletotrichum sp. berbentuk bulat telur dengan tepi tidak rata, hifa bersekat dan bercabang(Semangun, 2004).  

Kusid

http://2.bp.blogspot.com/-e9ugrvFuNC8/T3FM7D2D3VI/AAAAAAAAAFA/jNE9hyG1u5Y/s1600/2.jpg

Layu dan busuk akar

http://www.ngasih.com/wp-content/uploads/2014/08/penyakit-busuk-buah-pada-cabe-busuk-buah-pada-tanaman-cabe-300×177.jpg

http://www.klinikpertanianorganik.com/wp-content/uploads/2012/01/41.jpg

Penyebab penyakit ini adalah jamur Fusarium.  Martoredjo (2009) menyatakan bahwa infeksi laten jamur ini umumnya berupa nekrotis pada ujung tangkai buah atau pangkal tangkai putik.  Busuk Fusarium berkembang lambat pada buah jeruk yang disimpan lama karena patogen baru aktif bila buah sudah matang. Buah yang sakit kulitnya berwarna cokelat muda sampai tua.  Dibawah kondisi lembab, miselium jamur putih tumbuh pada permukaan buah. Pusat infeksi berwarna putih atau pink tergantung dari jenis jamur yang menyerang. Menurut Bassey Barnet dan Hunter (1997) bahwa genus Fusarium memiliki karakter yaitu makrokonidia seperti bulan sabit dan bersekat.

Bercak daun

http://www.taniorganik.com/wp-content/uploads/2013/02/Trik-Mengatasi-Embun-Embun-Bulu-Downy-Mildew-Pada-Mentimun-di-Sariwangi-Tasikmalaya-004.jpg

Tanaman di persemaian seringkali terserang oleh penyakit yang disebabkan oleh fungi. Tanaman muda biasanya lebih peka terhadap serangan penyakit daripada tanaman dewasa. Salah satu masalah yang dihadapi tanaman di persemaian adalah penyakit bercak daun. Gejala utama penyakit ini meliputi munculnya bercak-bercak kecil pada permukaan daun. Beberapa dari bercak itu kemudian ukuranya melebar atau menyatu sehingga membentuk bercak yang luas. Jaringan yang mati mempunyai warna yang bervariasi, dari kekuningan sampau coklat kehitaman. Sejalan dengan perkembangan penyakit, tubuh buah dari pathogen tersebut  sering ditemukan di jaringan yang mati.

Menurut Mehrotra (1980), fungi bercak daun disebabkan sebagian besar oleh fungi terutama berasal dari fungi imperfect, seperti Gloeosporium, Colletotrichum, Sphaceloma, Phomopsis, Phoma, Phyllosticta, Ascochyta, Diplodia, Botryodiplodia, Septoria, Alternaria, Helminthosporium, Cercospora, dan sebagainya. Pada fungi dari kelas tertentu umumnya menghasilkan struktur reproduktif di tengah-tengah luka dalam daerah yang mati.

Patogen menyerang tanaman karena selama masa perkembanganya mereka memiliki kemampuan untuk merusak jaringan yang dibentuk oleh tanaman ianng. Beberapa pathogen bergantung pada zat-zat yang ada dalam jaringan ini untuk bertahan hidup. Zat-zat tersebut biasanya berada pada protoplasma dari sel tanaman, dan untuk dapat masuk ke dalam sel tersebut pathogen mula-mula harus menembus rintangan atau halangan terluar yaitu lapisan kutikula dan dinding sel.

Serangan fungi pada daun akan mengganggu proses fotosintesis dn menimbulkan  kondisi yang sakit apda tanaman. hal ini dikarenakan proses fotosintesis merupakan sumber energy utama yang dibukanan sel tanaman, karena dengan proses ini, memungkinkan tanaman untuk merubha energy cahaya menjadi energy kimia. Bukti bahwa fungi menganggu fotosintesis adalah adanya klorosis pada tanaman yang terinfeksi, adanya daerah yang mari (nekrosis) atau bagian nekrosis yang melebar yang dihasilkan dan tampak pada bagian tanaman yang hijau, taua juga dari berkurangnya pertumbuhan tanaman tersebut(Agrios, 1978).

Menurut Reddy (2010), hawar  Phomopsis menyebabkan gejala  berupa bercak pada daun berwarna  abuabu hingga coklat, sirkular, dan berwarna cerah di pusat bercak, lesio pada batang berwarna coklat gelap, lama kelamaan akan menjadi abu-abu di tengahnya, bercak yang  membuat permukaan kulit terong tidak rata dan menutupi seluruh permukaan buah, serta seluruh buah akan mengalami mumifikasi jika cendawan masuk  ke dalam  kaliks karena  cendawan tersebut  menyebabkan busuk kering.

Busuk buah

http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/assets/Gambar/Artikel%202012/hama%20dan%20penyakit.jpg

Penyakit busuk buah baisanya disebabkan oleh Colletotrichum. Penyakit ini menyerang bagian kulit buah, tangkai buah dan batang.  Konidia Colletotrichum gloeosporioides diproduksi dari ranting pohon induk yang telah mati dan konidia disebarkan lewat angin. Gejala yang ditimbulkan, mula-mula di dekat tangkai buah tampak berwarna hitam cokelat, kulit yang terang nampak kering, berwarna hitam cokelat dan kelihatan kisut-kisut (Semangun, 2004).

Sherf dan Macnab (1986) menyatakan bahwa penyakit antraknosa menyebabkan lesio pada buah dengan ukuran mencapai 1.2 cm dan jaringan yang terserang akan menjadi  cekung, lama kelamaan buah yang terserang akan mengering dan menghitam, dan bakteri busuk lunak masuk ke jaringan busuk tersebut dan menyebabkan busuk basah pada buah. Suhu  optimal yang dibutuhkan oleh patogen penyebab busuk buah adalah 21oC – 30oC dengan kelembaban yang sangat tinggi mendekati 100% . sedangkan pada musim kemarau kelembaban udara  di lahan lebih rendah sehingga tidak memungkinkan patogen untuk berkembang dengan cepat. Tetapi karena lahan masih tetap dalam kondisi basah akibat disiram oleh petani seminggu sekali, buah yang berada dekat dengan tanah masih terserang.  Pemencaran patogen ini yang paling utama adalah dengan percikan air karena memiliki tipe spora basah (gloeospore). gejala yang muncul akibat serangan antraknosa lama kelamaan buah yang terserang akan mengering dan menghitam, serta bakteri  busuk lunak masuk ke jaringan busuk tersebut dan menyebabkan busuk basah pada buah.

Jamur beracun

https://www.erowid.org/plants/amanitas/images/archive/amanita_muscaria22.jpg

Amanita muscaria adalah suatu jamur psikoaktif jenis agraris yang berasal dari jenis pohon cemara,terdapat di Daerah Belahan Bumi Utara, ditemui pada musim gugur. Klasifikasi dari Amanita adalah bersal dari kingdom : Fungi, divisi : Basidiomycota, class Homobasidiomycetes,subclaas : Hymenomycetes, ordo : Agaricales , family : Amanitaceae, genus : Amanita dan spesies : Amanita Muscaria. Ciri morfologi dari Amanita Muscaria yaitu Kopiah berdiameter 5-30 cm(berwarna merah seperti darah dan diselubungi selubung yang umumnya berwarna putih), tangkai berukuran 5-20 cm mempunyai suatu cincin dan dasar seperti bola dengan garis – garis seperti kapas, memiliki Selubung Universal ( penyebab noda putih yang pada atas kopiah juga sering membentuk lingkaran-lingkaran konsentris), memiliki Insang (jumlahnya sedikit tetapiluas dan berwarna keputih-putihan), mempunyai Cetakan Spora yang berukuran 9-13 x 6,5-9 mikron)bentuknya lonjong, tak berwarna dan lembut). Gejala – gejala bila seseorang mengkonsumsi jamur ini : Amatoxins (meliputi empat tahap :fase Latency, fase Gastrointestinal, fase ketiga , dan fase keempat), Phallotoxins dan Virotoxins (pembengkakan pada hati dan perhentian arus empedu), Phallolysins dan Ibotenic acid( gejalanya: ataxia, histeris, dan halusinasi). Pencegahan terhadap gejala-gejala yang terjadi yaitu : Dengan mengkonsumsi jamur ini sesuai dosis yangditentukan (0,1mg/kg berat badan), dapat menghindari orang berhalusinasi, terkena liver bahkan bisa juga menyebabkan kematian(Anonim, 2001).

Pilobulus sp

http://cdn-write.demandstudios.com/upload//5000/700/80/3/285783.jpg

http://archive.bio.ed.ac.uk/jdeacon/FungalBiology/Fig2_11a.jpg

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/90/Sporangium..png

Graphium

http://website.nbm-mnb.ca/mycologywebpages/NaturalHistoryOfFungi/Illustrations/Graphium02.jpg

Cepalothrium

http://www.mycolog.com/11-34_Cephalotrichum1.jpg

Ascobulus

http://www.herbarium.iastate.edu/fungi/images/Ascobolus%20stercorarius%20DM%20HGP%202%20Oct%202006.jpg

Pilobulus

http://www.ojibway.ca/pilobolus.jpg

MVA

http://archive.bio.ed.ac.uk/jdeacon/microbes/vam7.jpg

Mikoriza  Vaskular Arbuskular  (MVA) adalah salah satu jenis cendawan tanah, yang keberadaannya dalam tanah sangat mempunyai  manfaat. Hal ini disebabkan karena MVA dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan  unsur fosfor, air, dan nutrisi lainnya, serta untuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah. Pada awalnya cendawan MVA kurang mendapat  perhatian, karena cendawan ini tidak membentuk unit alamiah yang nyata juga tidak menunjukkan adanya perubahan morfologi pada akar yang terinfeksi, sehingga tidakmudah dikenali(Talanca, 2010).

MVA  tergolong  kedalam ordo  glomales yang bersifat  obligat parasit, sehingga tidak dapat diinokulasi dengan tehnik mikrobiologi, akan tetapi dapat ditumbuhkan pada akar  tanaman hidup. Apabila cendawan MVA menginfeksi akar tanaman inang, maka tidak ada bedanya dengan akarakar yang tidak  terinfeksi yaitu tidak terjadi perubahan bentuk, dan tetap mempunyai rambut akar(Talanca, 2010).

Cendawan  Mikoriza Vesikular  arbuskular (MVA) dibagi  dalam dua golongan yaitu :  1). Ektotropik mikoriza atau  Ektomikoriza, dimana cendawan ini  berassosiasi diluar sel akar tanaman,yang  selubung cendawannya membungkus permukaan akar, sehingga  cendawan ini umumnya ditemukan pada tanaman kehutanan.  2). Endotropik mikoriza atau Endomikoriza, dimana cendawan  ini berassosiasi dalam akar sel tanaman yang umumnya ditemukan  pada tanaman perkebunan(Talanca, 2010).

MVA  mempunyai  struktur yang  terdiri dari hifa  eksternal, internal,  gelung, vesicular dan  arbuskular. Hifanya tidak  bersekat, dan tumbuh diantara sel-sel korteks dan didalamnya  bercabang-cabang. Hifa MVA tidak masuk sampai jaringan stele, dan didalam sel yang terinfeksi terbentuk hifa yang bergelembung dan apabila bercabang-cabang maka disebut  arbuskular. Arbuskular inilah yang diduga sebagai alat pemindah unsur hara.Pada struktur yang menggelembung dibentuk secara apikal dan sering kali terdapat pada hifa-hifa utama sehingga struktur ini disebut  vesicular. Vesikular kadang-kadang ukurannya sangat besar dan berdiding tebal serta mengandung banyak lipid, terutama berfungsi sebagai organ simpan. Apabila korteks mengelupas, beberapa vesicular keluar dari  jaringan akar dan berada dalam tanah serta dapat berkecambah dan bertindak sebagai propagul infektif(Talanca, 2010).

Spora yang dihasilkan oleh cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) terbentuk  diatas eksternatikal hifa yang melewati permukaan akar. Spora ini dapat terbentuk dan  bersatu di dalam tanah dalam bentuk kelompok-kelompok spora yang bebas atau dalam bentuk  kumpulan sporakarp. Spora cendawan MVA bermacam-macam dalam warna dan ukuran, ada yang berdiameter 10-400  um, tetapi kebanyakan antara 40-200 um(Talanca, 2010).

Mikoriza (Ektomikoriza)

http://www.forestry.gov.uk/images/ecm_photo01.jpg/$FILE/ecm_photo01.jpg

http://tropicalfungi.org/wp-content/uploads/Lactarius-sp.-2-D.-corymbosa-30813b.jpg

https://www.extension.purdue.edu/extmedia/fnr/images/FNR-104.fig4.gif

Mikoriza  merupakan suatu  struktur yang menggambarkan  asosiasi simbiotik antara akar  tanaman dengan cendawan. Secara umum mikoriza di daerah tropika tergolong  ke dalam dua tipe , yaitu ektomikoriza (ECM) dan endomikoriza(AMF). Cendawan  ECM mudah dikenali tanpa melalui pewarnaan. Hifa ECM tumbuh di sekitar dan di antara  sel-sel korteks yang disebut dengan hartig net sedangkan yang tumbuh mengelilingi sel-sel epidermis disebut mantle(Darwo dan Sugiarti, 2008).

Cendawan  ektomikoriza  penggunaannya sangat terbatas,  yaitu hanya dapat ditemukan dan digunakan  pada tanaman keras, seperti pada tanaman kehutanan tertentu  (tusam, eukaliptus, dan keluarga Dipterocarpacea). Telah banyak  dibuktikan di laboratorium dan di lapangan bahwa untuk memperoleh pertumbuhan  bibit tusam yang baik setelah ditanam di lahan-lahan kritis, penggunaan  inokulum ektomikoriza diperlukan sekali guna meningkatkan pertumbuhannya(Darwo dan Sugiarti, 2008).

Cendawan  pembentuk ektomikoriza termasuk dalam golongan Basidiomycetes yang  biasanya berbentuk payung (mushrooms) atau bola (puffballs). Salah satu sifat cendawan  ektomikoriza adalah bersifat spesifik untuk setiap jenis tumbuhan inang dan kondisi tapak tertentu. Dari sa tu  jenis tumbuhan inang dimungkinkan adanya beberapa jenis cendawan ektomikoriza yang menjadi simbionnya dan dari satu  jenis cendawan ektomikoriza dapat bersimbiosis dengan beberapa jenis tumbuhan inang(Darwo dan Sugiarti, 2008).Jenis cendawan  ektomikoriza yang berbentuk mushroom/payung biasanya mempunyai warna yang lebih menarik, menyolok, dan siklus hidupnya lebih singkat  dibandingkan dengan yang berbentuk puffball/bola yaitu maksimal satu minggu(Darwo dan Sugiarti, 2008).

Candida albicans

http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/candida.jpg

Candidamerupakan flora normal dalam selaput lendir, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Dalam rongga mulut spesies  Candida yang paling dominan adalah Candida albicans, di dalam rongga mulut yang sehat dilaporkan berkisar antara 30 – 70 %. Pada pemakai gigi-tiruan ditemukan jumlah  Candida albicans sekitar 65 % (Takuya dkk., 2007). Candida albicans merupakan mikroorganisme opertunistik pada tubuh manusia karena pada keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan. Infeksi  Candida albicans memberikan gambaran berupa lesi berwarna merah, bengkak dan menimbulkan rasa sakit pada permukaan mukosa rongga mulut, lesi ini dikenal dengan denture stomatitis (Park dkk., 2008).

Candida albicansmerupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh  dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang  menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang  mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, agak lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ, berwarna putih   yang menghasilkan pseudomyelium. Disebut juga Oidium albicans, kemudian nama Oidium berubah menjadi Monila karena dianggap sesuai dengan spora-spora jamur yang tampak seperti kalung atau monila (Webb dkk., 1998).    Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastosporaberbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum.Jamur ini bersifat saprofit tetapi dapat berubah menjadi patogen bila terdapat faktor – factor predisposisi.  Faktor predisposisi tersebut antara lain, kebersihan mulut yang buruk, penyakit sistemik yang kronis, kebiasaan merokok, memakai gigi-tiruan lepasan yang kurang terawat , pemakaian obat-obat antibiotika, steroid dan sitostatika atau sedang menjalani terapi radiasi. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan  pertumbuhan pada flora normal mulut yang dapat menyebabkan Candida albicans tumbuh dengan lebih cepat dan bertambah banyak kemudian menginfeksi jaringan hospesnya (Park dkk., 2009).

Candida albicans mempunyai tiga bentuk morfologi (Jawetz dkk., 1996) yaitu :

  1. Yeast Like cells, terlihat sebagai kumpulan sel berbentuk bulat atau oval  dengan variasi ukuran lebar 2-8 μm dan panjang 3-4 μm, diameter 1,5-5 μm.  Sel-sel tersebut dapat membentuk blastospore.
  2. Pseudohypha, karena blastospora tidak lepas dan terus membentuk tunas baru.
  3. Chlamydospore,  dinding sel bulat  dengan diameter 8-12   μm .

Chlamydospore  terbentuk jika Candida  albicans di kultur pada medium kurang nutrien sepertiCorn mealagar. Candida albicansadalah suatu ragi lonjong, bertunas, menghasilkan Pseuodomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Candida albicansjamur bersel tunggal dari keluarga Cryptoceae. Candida albicanstidak berbahaya, jika pertahanan tubuh lemah dan terutama daya tubuh menurun, maka sifat komensal dapat berubah menjadi patogen yang dapat menyebabkan infeksi. Candida albicans, gram (+), berukuran 2-3 x 4-6  µm, dan se-sel bertunas yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa)pada sediaan apus eksudatdan dalam agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar, bentuk koloni lunak dengan warna coklat seperti ragi. Pertumbuhan terdiri dari sel-sel bertunas lonjong, pseudomiselium, terdiri dari pseudohifa menjadi blastokonidia pada nodus-nodus dan kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya (Jawetz dkk., 1996).

Ada beberapa kriteria untuk mengidentifikasi spesies  Candida(Jawetz dkk., 1996), yaitu :

  1. Warna, teksture (permukaan) dan bentuk koloni pada media Sabouraud’s Dextrose Agar.
  2. Pemeriksaan mikroskopik.
  3. Adanya Chlamydospore.
  4. Fermentasi dan asimilasi pada karbohidrat khusus.

Struktur fisik  Candida albicansterdiri dari dinding sel, membran sel, sitoplasma dan nukleus. Membran sel Candida albicansteridiri dari fosfolipid ganda  (lipid bilayer), lapisan terluar kaya akan phosphatidyl, choline, ergosterol dan sphingolipids. Sphingolipids mengandung komponen negative paling besar pada membran plasma dan memegang peranan penting sebagai target  antimikotik. Sphingolipids juga terdapat pada mamalia tetapi tidak mengandung muatan negatif (Zakrzewska dkk., 2005)

Gambar: Candida albicans . A. Blastospora dan pseudohifa dalam eksudat, B. Blastospora,  pseudohifa, dan klamidospora (konidium) dalam biakan pada Sabouraud’s agar 20oCC.  Biakan muda membentuk tabung-tabung benih bila diletakkan dalam serum selama 3 jam pada 37oC.

Tinea pedis

http://img.webmd.com/dtmcms/live/webmd/consumer_assets/site_images/articles/health_tools/ringworm_slideshow/dermnet_photo_of_ringworm_on_hand.jpg

Tinea pedis atau ringworm of the footadalah infeksi dermatofita pada kaki, terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang paling sering terjadi. Penyebabnya yang paling sering adalah Trichophyton rubrumyang memberikan kelainan menahun.Paling banyak ditemukan diantara jari ke-4 dan ke-5, dan seringkali meluas ke bawah jari dan sela jari-jari lain(Hafeez, 2002).

Oleh karena daerah ini lembab, maka sering terlihat maserasi — berupa kulit putih dan rapuh. Jika bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang jamur.Pada umumnya, jamur tumbuh pada kulit kaki karena faktor kelembaban. Hal itu dapat disebabkan kakiyang sering berkeringat, kaos kaki kurang dijaga kebersihannya, atau sepatu terlalu tertutup.Jari-jari kaki sangatrentan terinfeksi jamur Tinea pedis, terutama pada orang yang sering memakai sepatu tertutup pada kesehariannya(Soekandar, 2004).

Jadi dapat dikatakan di sini bahwa Tinea berhubungan dengan kebersihan, dan keringat.Bentuk klinis dapat terjadi bertahun-tahun, tanpa keluhan berarti. Bahkan sebagian di antara penderitanya total bebas gejala. Sebagian penderitanya baru merasa terganggu ketika muncul bau tak sedap dari kulit kaki mereka. Tidak menutup kemungkinan munculnya infeksi bakteri (infeksi sekunder) yang dapat menunjukkan gejala mulai dari yang ringan (bintil-bintil merah yang perih) hingga yang lebih berat seperti nyeri dan demam(Hainer, 2003).

Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering ditemukan adalah(Siregar, 2005):

  1. Bentuk interdigitalisyang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi serta erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih, dapat berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke bawah jari dan telapak kaki.
  2. Bentuk hiperkeratosismenahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat berupa bercak dengan skuama putih agakmengkilat, melekat, dan relative tidak meradang. Lesi umumnya setempat, akan tetapi dapat bergabung sehingga mengenai seluruh  telapak kaki, sering simetris dan disebut moccasin foot.
  3. Bentuk vesikular subakutyaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal yang hebat. Bila vesikel pecah akanmeninggalkan skuama melingkar yang disebut koloret. Bila terjadi infeksi akan memperberat keadaan sehingga terjadi erysipelas.

Tinea capitis

http://www.skinsight.com/images/dx/webAdult/tineaPedisAthletesFoot_6387_lg.jpg

Golongan dermatofitosis diklasifikasi berdasarkan lokasinya. Disebut Tinea kapitis jika menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata. Merupakan infeksi jamur menularyang menyarang batang rambutdan penyebab kerontokan rambut yang sering dijumpai pada anak-anak.  Secara klinis dapat ditemukan bercak bundar berwarna merah dan bersisik. Rambut menjadi rapuh dan patah di dekat permukaan kulit kepala. Biasanya Tinea kapitis menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata (Siregar, 2005)

Dermatomikosis

http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/MOULD.JPG

Berbagai jenis jamur dapat berkembang biak di kulit, istilah medisnya adalah dermatomikosis yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Sedangkan dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang gemar mencerna jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin), misalnya stratum korneum pada epidermis (kulit ari), rambut, dan kuku. Dermatofitosis sering disebut tinea, ringworm, kurap, teigne, atau Herpes sirsinata. Dermatofita terbagi dalam tiga genus — trichophyton (T), mycrosporum (M), dan epidermophyton (E). Dari 41 spesies dermatofita yang sudah dikenal hanya  23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada menusia dan binatang. Terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7 spesies Mikrosporon, dan satu spesies Epidermofiton.9,13 Setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu(Siregar, 2005).

Metarizhium

https://butterfliesandscience.files.wordpress.com/2012/07/larva-infected-with-fungus.jpg

Jamur  yang menginfeksi  serangga disebut Jamur  Entopatogenik. Sebagian besar jamur entomopatogen masuk ke dalam divisi Eumycotina. Infeksi jamur entomopatogen pada serangga terjadi akibat adanya kontak konidia secara pasif dengan bantuan angina. Konidia memenetrasi kutikula serangga dengan bantuan enzim pengurai. Salah satu contoh jamur entomopatogen adalah jamur Metharirium anisopliae. Jamur ini menghasilkan destruksin yang mengakibatkan serangga mengalami paralisis dan mati setelah 3-14 hari. Pada permukaan tubuh serangga yang mati, maak akan ditumbuhi konidia. Selanjutnya konidia ini menyebar dan menginfeksi serangga lain. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan  jamur ini adalah antara 20-30 C dengankelembaban di atas 90%. Jamur metharizium mempunyai miselium yang bersekat, konidiofor tersusun tegak dengan ukuran bervariasi antara (4-13,4)X(1,4-2,5) mikro meter.berlapis dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia, konida bersel satu berwarna hialinm, dan berbentuk bulat silinder. Konidia berukuran panjang 4-7 mikrometer dan lebar 1,43×3,2 mikrometer. Koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur(Nuraida dan Hasyim, 2009).

Gambar: Metharirium a. Konidia b. Fialid

Sumber: Nuraida dan Hasyim, 2009

Larva  yang terinfeksi  cendawan M. anisopliae pada  awalnya ditandai dengan timbulnya  bintik-bintik coklat pada kutikula,  kemudian menunjukkan gejala perubahan tingkah laku malas bergerak, pergerakan larva menjadi lambat, perubahan  warna pada tubuh larva dari putih bersih menjadi kusam, kemudian larva mati dengan gejala tubuh mengeras  dan permukaan tubuh larva diselimuti hifa. Cendawan M. anisopliae mengadakan penetrasi kedalam tubuh larva dapat  melalui kutikula, spirakel, saluran pencernaan.  Mekanisme penetrasi melalui kutikula dimulai dengan penempelan spora pada kutikula, spora yang menempel pada  permukaan kutikula akan membentuk tabung kecambah dan memasuki jaringan internal larva melalui interaksi biokimia anatara inang dan cendawan(Aprito dkk., 2013).

Gmabar: Gejala infeksi M. anisopliae pada larva Orictes rhinoceros a, larva sehat b. larva telah terinfeksi pada 1 minggu setelah terinfeksi c. tumbuh miselium M. anisopliae. d. bercak coklat

Sumber: Aprito dkk., 2013

 

Arthobotrys candida

 

Jamur nematofagus adalah jamur antagonis terhadap nematode, baik pada tanaman maupun pada ternak. Jamur tersebut merupakan jamur penghuni tanah yang umumnya terdapat pada berbagai jensi habitat dan jenis tanah, serta dapat ditemukan pada daerah tropis dan subtropics. Terdapat 150 lebih jenis jamur nematofogus. Jamur nematofogus tumbuh pada suhu 20-30C, kelembaban 90%, pH sedikit asam bergantung pada spesies, memerlukan oksigen dan sedikit mineral. Jmaur ini mengendalikan nematode dengan cara sebagai predator, endoparasit, dan pembuat toksin.

Jamur ini membunuh nematode dengan cara membuat pernagkap larva infektif, menjadi endoparasit pada larva, melaukan penetrasi pada larva betina dan telur serta membunuh larva dengan toksinnya. Pada jamur, terdapat zat kemoatraktan dan enzim pengurai kutikula sehingga larva nematode melekat, selanjutnya terjadi penetrasi pada kutikula(Mustika dan Ahmad, 2004).

Nematode terjerat

http://www.uoguelph.ca/~gbarron/N-D%20Fungi/n-dfun1.jpg

Nematode ditempeli

https://atrium.lib.uoguelph.ca/xmlui/bitstream/handle/10214/5660/Arthrobotrys_oligospora_with_captured_nema.jpg?sequence=1

 

Amanata muscaria

 

http://garylincoff.com/wp-content/uploads/2011/04/A-muscaria.jpg

Amanita muscaria merupakan jamur yang berasal dari eropa dan asia. Jamur ini memiliki beberapa jenis warna pada bagian tubuh buah atas. Ada yang memiliki warna ungu, merah dan juga orange. Panjang dari tubuh buah jamur ini berkisar antara 90-145 mm. pada tubuhh buah bagian atas terdapat bitnik bitnik berwarna putih. Bitnik bitnik ini dapat hilang oleh tetesan air hujan. Pada bagian stipe terdapat struktur yang mirip rok. Stipe memiliki panjang ukuran 60-210×8-22mm. jamur ini memiliki ukuran spora yang sangat kecil, 8,5-11,5×6,5-8,5 mikrometer dengan spora berbentuk elip. Disisi bawah tubuh buah juga terdapat struktur apitan yang berfungsi sebagai tempat produksi spora. Jenis jamur ini bersimbiosis dengan pohon konifer, namun terkadang juga ditemukan pada pohon yang deciduous(Anonim, 2013).

 

Amanata phalloides

 

http://associazioni.carpidiem.it/funghi/Foto%20Web/AMANITA/A.Phalloides/A.Phalloides%20001.JPG

Jamur ini memiliki warna hijau atau coklat, meskipun terkadang kenampakan warna pada jamur ini sulit untuk diidentifikasi. Jamur ini memiliki simbiosis mutualisme dengan tanaman kayu disekitarnya, hal ini karena jamur ini merupakan salah satu jenis jamur ektomikoriza. Jamur ini biasanya tumbuh di California, New Jersey, West Coast, dan sampai Mis-Atlantic States. Jamur ini memikoriza okas. Memiliki tubuh buah 4-16 cm, biasanya berbentuk ujung membulat atau oval pada umur pertama. Kemudian berubah menjadi convex seiring dengan  bertambahnya usia. Ujung tubuh buah ini lengket pada saat basah, mengkilap ketika kehujanan,dan memiliki rentang warna antara hijau buluk hingga hijau, kemudian kuning seperti zaitun. Memiliki panjang batang 5-18 dan diameter 1-2,5 cm. memiliki ukuran spora 7-12×6-9 mikrometer, berbentuk lembut, elips, amyloid(Kuo, 2013).

A. virosa

http://www.wildaboutbritain.co.uk/sites/default/files/Amanita%20Virosa%20-%20Destroying%20Angel_0.jpg

Amanata virosa memiliki ukuran cungkup antara 29-123 mm, berwarna putih, kadang-kadang berwarna putih pucat, kadang-kadang disertai warna kekuningan atau pucat orange, dan juga warna coklat tipis pada bagian ujung cungkup pada saat umur jamur sudah tua. Jamur ini memiliki tubuh buah yang lembut, lekat-lekat ketika kondisi lingkungan lembab, mengkilap ketika basah, dan bentuknya tidak simetris. A. virosa biasanya tidak terdapat volva. Daging buahnya berwarna putih, pada bagian ujung tengahnya tebal, dan menipis pada bagian sampingnya.memiliki panjang batang 50-165×7-15mm, berbentuk silindris, berwarna putih. Jamur ini mengeluarkan bau busukyang sangat menyengat ketika sudah tua, spesies ini termasuk dalam spesies jamr yang mematikan. A. virosa memiliki ukuran spora 8,2-11,3×6,7-9,7mikrometer dan berbentuk elips melebar serta amyloid(Anonim, 2013).

KESIMPULAN

  1. Jamur memiliki peranan positif dan peranan negative bagi kehidupan manusia.
  2. Jamur yang mempunyai peranan positif dapat daimanfaatkan sebagai bahan farmasi, bahan pangan, parasite nematode, dan sebagai pupuk hayati. Jamur yang mempunyai peranan negative adalah jamur pathogen tumbuhan serta jamur yang beracun.
  3. Jamur yang mempunyai peran dalam bidang farmasi antara lain jamur penghasil penisin, jamur ergo, dan lingzhi. Jamur yang berperand alambidang pangan antara lain jamur shitake, jamur erang, jamur kuping, dan jamur kancing. Jamur sebagai pemrosees bahan pangan misalnya jamur keju, jamur tempe, dan jamur ragi. Jamur yang  merupakan jamur pathogen adalah jamur penyebab antraknose, jamur kudis, jamur layu dan busuk akar, jamur bercak daun dan busuk buah. Jamur beracun terdiri dari golongan jamur genus Amanita. Jamur perombak bahan organic adalah jamur pilobolus, graphium, dan ascobulus. Jamur sebagai pupuk hayati adalah jamur Mikoriza. Jamur sebagai pengendali hayati adalah jamur Metharizium. Jamur penyebab penyakit pada masunia adalah jamur Tinea pedis, Tinea capitis. Jamur pengendali nematode adalah jamur Arthobotrys candida

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005.  Plant Pathology. 5th ed. London (UK): Elsevier Academic Press

Alexopoulos, C. J. 1979. Introductory Mycology. 3rd Ed. John Wiley, New York.

Anonim.2001.The Poisonousmushrooms of the Amanita family. http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/amanita/amanita.html.

Anonim. 2006. Struktur Ujung Hifa.  http:/wwwmicro.msb.le.ac.uk/224/mycl.html. diakses 20 Maret 2015

Anonim. 2012. Claviceps purpurea (Fr.:Fr.) Tul. – Ergot.. http://www.agroatlas.ru/en/content/diseases/Secalis/Secalis_Claviceps_purpurea/. Diakes tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Amanita muscaria .http://www.amanitaceae.org/?Amanita%20muscaria. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Amanata virosa. http://www.amanitaceae.org/?Amanita%20virosa. Diakes tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Jamur Shiitake .http://www.e-jurnal.com/2013/04/jamur-shiitake.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Jamur Kuping. http://www.e-jurnal.com/2013/04/jamur-kuping.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2013. Jamur merang. http://www.e-jurnal.com/2013/04/jamur-merang.html. DIakes tanggal 20 Maret 2015.

Aprito, Z., J.H. Laoh., dan R. Rustam. 2013. Penularan cendawan entomopatogen dari larva Oryctes rhinocerosl (Coleptera : Scarabaedae) Yang Dilumuri Metarhizium anisopliae(Metch) sorokin ke larva sehat pada media Ampas tebu di lapangan. Skripsi. Fakultas Pertanian UR.

Desouky,  E. M. 2007.  Production Of Cellulase  By Penicillium Hordei and  Pectinase By Aspergillus Ustus Under Solid State Fermentation Condition. N. Egypt Journal Microbiol. Vol 17, 169-178.

Darwo dan Sugiarti. 2008. Beberapa jenis cendawan ektomikoriza di kawasan hutan

Fawzy,G. 2011. In Vitro antimicrobial and anti-tumor activities of intracellular and extracellular extracts of Aspergillus niger and Aspergilus flavus var. columinaris. J. Pharm 3:980-987

Febrina, R. 2002. Karakterisasi isolat jamur berpotensi mendegradasi lignin.

Hafeez, ZH. The pattern of Tinea pedis in 90 patients in the San Fransisco Bay Area. Departement of dermatology research. University of California, San Fransisco, CA, USA. 2002

Hainer, BL. Dermatophyte infections.Medical University of South Carolina. Charleston. 2003. www.aafp.org.afp  

Jawetz,  E., Melnick,  J. L., Adelberg,  E. A., 1986, Mikrobiologi  Untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16, 16, 366,  382, 384, diterjemahkan  oleh Bonang, G., EGC Press, Jakarta.

Kuo, M. 2013. Amanita phalloides. http://www.mushroomexpert.com/amanita_phalloides.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Mustika, I., dan R.Z. Ahmad. 2004. Peluang pemanfaatan jamur nematofagus untuk menegndalikan nematode parasite pada tanaman dan ternak. J. Litbang Pertanian 23:115- 122

Nuraida dan Hayim, A. 2009. Isolasi, Identifikasi, dan karakterisasi jamur entomopatogen dari rhizosfer pertanaman kubis. J. Hort. 19: 419-432

Nguyen,  HV & Gaillardin,  C. (2005), “Hubungan  evolusi di antara spesies Saccharomyces mantan uvarum dan hibrida Saccharomyces cerevisiae dan bayanus pastorianus; penempatan

Park Sang E., DDS, MMSc, Ryan Blissett, DMD, Srinivas M. Susarla, DMD, & Hans-Peter   Weber,DMD,  Dr Med Dent  2008. Candida  albicansAdherence  to Surface-modified   Denture  Resin Surfaces. Journal of Prosthodontics 17 () 365–369 c_ 2008

Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.

Sjabana, D. 2001. Manfaat Ganoderma lucidum. Yayasan DHS, Jakarta.

Sherf, A.F. MacNab, A.A. (1986). Vegetable Diseases and Their Control. Ed ke-2. New York (US): J. Wiley..

Sipirok, Tongkoh,  dan Aek Nauli, Sumatera Utara. Junla Hutan dan Konservasi ALam 5:157-173

Suriawiria, U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu. Jakarta: Penebar Swadaya

Tarmidi,  A.R dan Rahmat,  H. 2004. Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi dengan Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreatus). Jurnal Bionatura. 197- 204/VI, Bandung.

Talanca, H. 2010. Status cendawan mikoriza vesicular-arbuskulas (MVA) pada tanaman. Prosiding Pekan Serelia. Balai Penelitian Tanaman Serelia, Sulawesi Selatan.

Takuya Tokita, Norihisa Akiba and Iwao Hayakawa, 2007.  Improvement of the Surface of Denture Base Resins withStraight Silicone. J Med Dent Sci ,54: 177–181.

Schooley, James. 1997. Introduction to Botany. Delmar Publisher. New York.

Soekandar,TM. Angka kejadian dan pola jamur penyebab Tinea pedis di asrama Brimob Semarang, Ilmu kesehatan kulit dan kelamin FK Undip, 2004: 1-6.

Suriawiria. 2001. Budidaya Ling Zhi dan Maitake Jamur Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar, Penyakit jamur kulit,penerbit buku kedokteran, Palembang, 2005: 1-7, 17-23, 33-34.

Robinson, Richard. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference. USA.

Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vares, T. and A. Hatakka. 1997. Lignin-degrading activity and ligninolytic enzymes of different white rot fungi: Effect of manganese and malonate. Can. J. of Botany. 75 (1): 61-71.

Zakrzewska,A.,  Boorma, A., Brul,  S., Hellingwerf,KJ.,  Klis, FM., 2005. Transciptional   Response  of Saccharomyces  cerevisiae to the  Plasma Membrane-Perturbing Compound Citosan, Eukaryot Cell. Vol 4 no 4. P. 703-715

Tags: , ,

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara VII: Memerangkap dan Pembiakan Nematoda Entomopatogen

Posted by miftachurohman on June 12, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA VII

MEMERANGKAP DAN PEMBIAKAN NEMATODA ENTOMOPATOGEN

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENDAHULUAN

 

Penggunaan pestisida kimia secara berlebihan berdampak tidak baik bagi lingkungan dan memicu terjadinya gangguan kesehatan. Untuk mengatasi dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia di atas, banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mencari alternative yang solutif tentang penggunaan biokontrol yang ramah lingkungan.

Nematoda entomopatogen merupakan nematoda endoparasit khusus serangga. Jenis-jenis Nematoda entomopatogen yang umum digunakan sebagai biokontrol berasal dari famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae (Kamariah, 2013). Famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae dikenal sebagai biokontrol potensial bagi berbagai macam serangga hama (Weiser 1991). Kedua famili tersebut efektif dalam mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera dalam 24-48 jam (Chaerani 1996).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa jenis dari kedua famili tersebut telah efektif dalam mengendalikan beberapa jenis hama pertanian. Larva Spodoptera litura dapat dikendalikan oleh Steinernema carpocapsae dengan efektivitas sebesar 95,5% (Uhan 2006). Nugrohorini (2010) juga mengungkapkan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae efektif mengendalikan hama-hama golongan Lepidoptera, seperti Galleria mellonella L. dan Agrotis ipsilon H dengan efektifitas mencapai 100%.

Nematoda adalah mikroorganisme berbentuk cacing berukuran 700-1200 mikron dan berada di dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang tergolong free living, nematode parasit tanaman dan nematode entomopatogen. Nematoda yang saat ini dikembangkan adalah nematoda entomopatogenyangdapat digunakan sebagai insektisida biologi yang sangat potensial untukmengendalikan serangga hama baik ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera (Ehler, 1996).

Nematoda entomopatogen telah dipergunakan untuk mengendalikan serangga hama pada tanaman pangan, perkebunan, rumput lapangan golfserta tanaman hortikultura. Nematoda entomopatogen dapat diisolasi dari berbagai tempat diseluruh belahan dunia, khususnya dari golongan Steinernematidae dan Heterorhabditidae dapat digunakan untuk mengendalikan hama-hama golongan Lepidoptera, seperti: Galleria mellonella (L), Spodoptera exigua Hubner, Agrotis ipsilon Hufnayel yang virulensinya mencapai 100 persen (Nugrohorini, 2010). Nematoda entomopatogen dari kelompok Steinernematidae dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pengendalian hayati dengan nematoda ini dalam jangka panjang dapat menghemat biaya produksi, sehingga meningkatkan keuntungan petani.

Praktikum acara VII yang berjudul Memerangkap Nematoda Entomopatogen ini memiliki tujuan yaitu agar dapat mengetahui cara memperoleh nematoda entomopatogen dari tanah serta dapat mengetahui cara membiakkan nematoda entomopatogen.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian acara 7 dengan judul Memerangkap dan Pembiakan Nematoda Entamopatogen dilaksanakan pada hari Kamis, 21 April 2016 di Laboratorium Nematologi, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan berupa cawan petri (Ø 11 cm dan 14 cm), kertas saring nematoda (Ø 11 cm dan 14 cm), botol Ø ± 7,5 cm dengan volume ± 350 ml, keranjang (sebagai penyangga), toples, dan mikroskop. Bahan yang digunakan berupa tanah (diambil dari daerah pertanaman yang terserang hama Ordo Lepidoptera, Coleoptera atau Diptera karena diduga merupakan tempat sebaran nematoda entomopatogen), larva serangga sehat inang nematoda entomopatogen (ulat hongkong Tenebrio molitor), pakan anjing (dog food) basah, kain kasa dan benang kasur.

Cara kerjanya dibagi menjadi 2 yaitu Pemerangkapan Nematoda Entomopatogen dan Perbanyakan Nematoda Entomopatogen. Masing-masing kegiatan dilakukan secara in vitro (menggunakan media buatan dog food) dan in vivo (menggunakan serangga umpan ulat hongkong/ Tenebrio molitor):

 

Pemerangkapan Nematoda Entomopatogen

 

Mula-mula tanah dari lapangan yang diduga merupakan tempat sebaran nematoda entomopatogen diambil kemudian dimasukkan dalam botol volume ± 350 ml sebanyak setengah volume. Larva serangga sebanyak 10 ekor yang dibungkus kain kassa dimasukkan ke dalam masing-masing botol kemudian ditambahkan tanah lagi sampai penuh. Langkah yang sama juga dilakukan pada dog food, doog food dibungkus kain kassa dan dimasukkan dalam botol berisi tanah. Botol ditutup dan dibiarkan selama 3-5 hari. Setelah itu, larva serangga dan dog food dalam botol dipindahkan ke dalam masing-masing cawan petri Ø 11 cm tertutup dan dibiarkan selama 3-4 hari. Larva serangga yang mati dan dog food dipindahkan pada kertas saring Ø 17 cm untuk ditempatkan pada penyangga (keranjang telungkup) Ø 13 cm. Penyangga (berikut kertas saring dan larva serangga mati/dog food) dimasukkan ke dalam toples tertutup (untuk menghindari gangguan lalat pemakan bangkai). Toples diisi aquades sampai menyentuh tepi kertas saring dan dibiarkan (diinkubasikan) selama 14-21 hari. Nematoda entomopatogen hasil pemerangkapan bergerak masuk ke dalam aquades dan nematoda siap dipanen. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah nematoda entomopatogen yang diperoleh.

 

Perbanyakan Nematoda Entomopatogen

 

Mula-mula larva serangga dan dog food disiapkan masing masing dengan berat 2 gram. Masing-masing bahan tersebut diletakkan pada kertas saring Ø 17 cm di dalam cawan petri Ø 14 cm tertutup. Dog food atau larva serangga diinokulasi 200 ekor nematoda entomopatogen, dan dibiarkan selama 3-4 hari. Dog foog berikut kertas saring ditempatkan pada penyangga (keranjang telungkup) Ø 13 cm, kemudian dimasukkan ke dalam toples tertutup. Sedangkan larva serangga diambil dan ditempatkan pada kertas saring di atas penyangga. Penyangga (berikut kertas saring dan larva serangga mati/dog food) dimasukkan ke dalam toples tertutup (untuk menghindari gangguan lalat pemakan bangkai). Toples diisi aquades sampai menyentuh tepi kertas saring dan dibiarkan (diinkubasikan) selama 14-21 hari. Nematoda entomopatogen hasil perkembangbiakan bergerak masuk ke dalam aquades dan nematoda siap dipanen. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah nematoda entomopatogen yang diperoleh.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Dalam praktikum ini digunakan jenis nematoda steinernema. Mekanisme patogenisitas nematoda entomopatogen Steinernema terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen Xenorhabdus. Xenorhabdus terdiri dari lima spesies, yaitu X. nemathophilus, X. bovienii, X. poinarii, X. beddingii, dan X. japonica. Infeksi dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) dimana terjadi melalui mulut, anus, spirakel atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan kedalam haemolim untuk berkembangbiak dan memproduksi toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan nematoda entomopatogen mempunyai daya bunuh yang sangat cepat. Serangga yang terinfeksi dapat mati dalam waktu 24-72 jam setelah infeksi.

Senyawa antimikroba ini mampu menghasilkan lingkungan yang sesuai untuk reproduksi nematoda dan bakteri simbionnya sehingga mampu menurunkan dan mengeliminasi populasi mikroorganisme lain yang berkompetisi mendapatkan sumber makanan di dalam serangga mati. Keadaan demikian memungkinkan nematoda entomopatogen menyelesaikan siklus perkembangannya dan meminimalkan terjadinya pembusukan serangga inangnya. Faktor penentu patogenisitas nematoda entomopatogen terletak pada bakteri mutualistiknya yaitu dengan diproduksinya toksin intraseluler dan ekstraseluler yang dihasilkan bakteri dalam waktu 24-48 jam.

Pada praktikum ini, pemerangkapan dan pembiakan Steinernema dilakukan secara in vitro dan in vivo untuk membandingkan keefektifan dua media pada kedua cara tersebut. Secara in vitro digunakan media semi padat buatan yaitu makanan anjing (dog food) dan secara in vivo digunakan serangga umpan larva kumbang Tenebrio molitor (ulat hongkong).

Menurut Gaugler & Kaya (1990), prinsip dari pembiakan massal nematoda entomopatogen secara in vitro adalah kandungan nutrisi media harus memenuhi kebutuhan nutrisi nematoda dan bakteri seperti karbohidrat, protein dan lemak, kemudian media tersebut diperlakukan sedemikian rupa sehingga suhu dan kelembabannya sesuai bagi kehidupan nematoda. Disamping itu keaseptisan media juga perlu dijaga agar tidak terjadi kontaminasi oleh bakteri asing atau jamur yang dapat menurunkan produktivitas nematoda.

Ulat hongkong  (Tenebrio molitor) adalah serangga ordo Coleoptera yang merupakan salah satu inang dari nematoda entomopatogen. Nematoda Steinernema diambil dari tanah dengan menempatkan serangga umpan pada tanah kemudian ditunggu beberapa hari untuk dipindahkan cawan petri sampai 3-4 hari, kemudian setelah itu dipindah pada stoples berisi air untuk kemudian diamati ekstraksi.

No Jenis Kegiatan U1 (ekor/100ml) U2 (ekor/100ml) U3 (ekor/100ml) Rata-rata (ekor/100ml)
1 Perbanyakan dg Dog Food 117.000 175000 141.750 144.583,33
2 Perbanyakan dg Ulat Hongkong 12.600 21.600 14.850 16.350
3 Perangkap 31 44 43 39,33/20gr tanah

Tabel 1. Hasil perhitungan nematoda entomopatogen

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perbanyakan nematoda entomopatogen degan menggunakan dog food dan ulat hongkong memiliki jumlah yang sangat besar. Pada perbanyakan dengan menggunakan dog food, didapatkan hasil populasi sebanyak 144.583,33 ekor/100 ml sedangkan pada perbanyakan dengan menggunakan ulat hongkong didapatkan populasi nematoda sebanyak 16.350 ekor/100ml. Populasi yang terdapat pada perbanyakan dengan menggunakan dog food memberikan hasil yang lebih banyak dari pada perbanyakan dengan menggunakan ulat hongkong.

Dog food merupakan bahan makanan bagi anjing yang dijual dalam bentuk kemasan kaleng dengan berbagai merk dagang. Komponen utama dari dog food adalah daging sapi dengan mutu yang rendah. Kandungan nutrisinya secara umum mencakup karbohidrat, protein, dan lemak yang diperlukan bagi nematoda untuk perkembangannya.

Pada perangkap nematoda entomopatogen, didapatkan hasil populasi sebesar 39,33/20 gr tanah. Hal ini menunjukkan tiap 20 gram tanah yang digunakan dalam praktikum mengandung jumlah nematoda sebanyak 39,33 ekor.

Untuk ulat hongkong yang terserang nematoda ini menunjukkan gejala warna tubuh coklat kehitaman, tubuh lembek dan sedikit mengeluarkan cairan. Setelah larva mati, nematoda memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam tubuh larva tersebut. Selanjutnya induk nematoda menghasilkan 2-3 generasi baru di dalam tubuh inangnya tersebut. Setelah nutrisi di dalam tubuh larva tersebut habis maka nematoda melakukan migrasi dengan cara keluar dari tubuh larva dan mencari inang lain (Kamariah dkk., 2013).

Nematoda entomopatogen masuk ke dalam tubuh serangga melalui berbagai cara, baik secara langsung melalui lubang tubuh alami (mulut, spirakel, anus), kutikula, atau secara kebetulan termakan oleh larva serangga. Setelah berada di dalam tubuh larva, Nematoda entomopatogen melepaskan bakteri simbion ke dalam sistem hemolimfa. Bakteri kemudian berkembang secara cepat sehingga mampu membunuh inang antara 24-48 jam setelah proses infeksi (Ehlers 1996).

 

KESIMPULAN

 

    1. Nematoda entomopatogen dapat diperoleh dari tanah dengan metode bait trap atau pemerangkapan dengan umpan. Umpan dapat berupa serangga seperti ulat hongkong (Tenebrio molitor) ataupun media buatan seperti makanan anjing (dog food).
    2. Nematoda entomopatogen dapat dibiakkan pada media serangga atau pun media buatan dog food yaitu dengan menginokulasikan sejumlah nematoda entomopatogen pada media tersebut. Media dog food lebih efektif memperbanyak nematoda entomopatogen daripada serangga umpan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Chaerani M. 1996. Nematoda Patogen Serangga Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor, Bogor

Ehlers, R.U. 2001. Mass production of entomopathogenic nematodes for plant protection. Appl. Microbiol. Biotechnol. 56 : 623-633.

Kamariah., B. Nasir., dan J. Pangeso. 2012. Efektivitas berbagai konsentrasi nematoda entomopatogen (Steinernema sp) terhadap mortalitas larva Spodoptera exiqua Hubner. e-J. Agrotekbis 11: 17-22

Nugrohorini. 2010. Eksplorasi Nematoda Entomopatogen Pada Beberapa Wilayah di Jawa Timur. Jurnal Pertanian MAPETA. 7:-

Uhan T. 2006. Bioefikasi Steinernema carpocapsae (Rhabditidae : Steinernematidae) Strain Lembang terhadap Larva Spodoptera litura di Rumah Kaca. Jurnal Agric. 17 : 225-229.

Simoes N and Rosa J S. 1996. Pathogenicity and Host Spesificity of Enthomopatogic Nematodes. J. Biocontrol Sci and technol 6: 403- 4011.

Weiser J. 1991. Biological Control of Vectors Manual for Collecting, Field Determination and Handling of Biofactors for Control Vectors. John Willey and Sons, England

LAMPIRAN

Gambar 1 . Tenebrio molitor yang digunakan untuk memerangkap nematoda

Gambar 2. Dog food yang digunakan dalam perbanyakan nematoda entomopatogen

Gambar 3. Ulat hongkong yang digunakan dalam perbanyakan nematoda entomopatogen

Tags: , , , ,

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara VI: Interaksi Tanaman Inang dengan Nematoda Parasit

Posted by miftachurohman on June 08, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA VI

INTERAKSI TANAMAN INANG DENGAN NEMATODA PARASIT

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENDAHULUAN

 

Tomat merupakan komoditas yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Permintaan tomat tidak pernah turun. Dalam proses budidaya tomat, petani sering mengalami kendala. Salah satu kendala dalam budidaya tomat adalah adanya serangan nematoda. Nematoda parasitik tanaman merupakan salah satu jenis hama penting, karena menimbulkan kerugian besar pada tanaman dalam sistem produksi pertanian di daerah tropis maupun sub tropis. Serangan nematoda mengakibatkan berkurangnya fungsi akar secara normal, mengakibatkan pengangkutan unsur hara ke bagian jaringan tanaman di atas permukaan tanah makin berkurang (Dropkin, 1991).

Menurut Panggeso (2010) apabila tanaman terinfeksi berat oleh nematoda, sistem perakaran yang normal akan berkurang dan menyebabkan jaringan berkas pengangkut mengalami gangguan secara total, akibatnya tanaman mudah layu khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil, pertumbuhan terhambat dan mengalami klorosis.

Beberapa nematoda parasit tanaman adalah ektoparasit, hidup di luar inangnya. Spesies jenis ini menyebabkan kerusakan berat pada akar dan dapat menjadi vektor virus yang penting. Spesies lain, ada yang hidup di dalam akar, bersifat endoparasit migratori dan sedentari. Parasit migratori bergerak melalui akar dan menyebabkan nekrosis, sedangkan yang endoparasit sedentari dari famili Heteroderidae menyebabkan kehancuran yang paling banyak di seluruh dunia (Williamson & Richard, 1996).

Nematoda parasit menyerang pada organ tumbuhan yang vital seperti akar, daun dan bunga. Nematoda parasit umumnya menyerang bagian tanaman yang lunak dengan cara menginfeksinya. Kerusakan terbesar yang disebabkan oleh nematoda parasit adalah hancurnya jaringan pada akar. Pada stadium kronis, tanaman yang diserang oleh nematoda parasit tidak dapat tumbuh, kerdil, mengalami disfungsi organ dan akhirnya mati (Dropkin, 1991 cit. Prabowo, 2012).

Meloidogyne sering disebut root-knot nematodes atau nematoda puru akar karena menyebabkan terjadinya puru atau bengkak pada akar yang terserang nematoda tersebut. Dalam satu siklus hidup Meloidogyne terjadi perubahan morfologis yaitu bentuk telur, larva (juvenil), dan dewasa (jantan serta betina) (Mulyadi, 2009).

Pada acara praktikum ini, dilakukan kegiatan inokulasi tanaman tomat dengan larva Meloidogyne incognita dan kemudian tanaman diamati dengan periode 2 kali dalam 49 hari hari setelah tanam. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari perkembangan gejala dan tanda serangan nematoda parasit tumbuhan, mengetahui kerusakan tanaman akibat serangan nematoda parasit tumbuhan, dan mengetahui cara menilai kerusakan akar akibat serangan nematoda puru akar dengan skor menurut Zeck.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian acara 5 dengan judul Interaksi Tanaman Inang dengan Nematoda Parasit dilaksanakan pada hari Kamis, 3 Maret 2016 hingga Kamis, 28 April 2016 di Laboratorium dan Rumah Kaca Nematologi, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan berupa besek, pot Ø 12,5 cm, alat ukur panjang/lebar, timbangan dan mikroskop. Bahan yang digunakan berupa benih tomat, tanah steril, pupuk kompos, bahan inokulum (larva nematoda Meloidogyne incognita) dan air.

Cara yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu mula-mula benih tomat ditanam pada tanah steril di dalam besek untuk memperoleh bibit umur 21 hari. Bibit tomat umur 21 hari (sebanyak 1 batang) ditanam pada media steril (3 bagian tanah dan 1 bagian pupuk kompos steril) dalam masing-masing pot. Disiapkan tanaman umur 7 hari setelah tanam (hst) sejumlah 36 pot. Kemudian separo jumlah tanaman diinokulasi 20.000 ekor larva nematoda M. incognita untuk setiap pot tanaman dan separo jumlah tanaman yang lain tidak diinokulasi nematoda atau sebagai pembanding (18 pot untuk perlakuan inokulasi nematoda dan 18 pot untuk perlakuan tanpa inokulasi nematoda, 4 pot pada masing-masing perlakuan untuk cadangan). Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval waktu 14 hari yaitu dengan mengamati 7 tanaman untuk masing-masing perlakuan. Pengamatan pertama dimulai pada tanaman umur 14 hari setelah inokulasi (hsi) atau 21 hst. Pengamatan kedua pada tanaman umur 35 hsi atau 42 hst. Parameter pengamatan meliputi: tinggi tanaman, panjang akar, berat bagian tanaman di atas permukaan tanah (berat brangkasan basah), warna daun, kerusakan akar (menggunakan skor Zeck), dan jumlah puru pada akar.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Hasil

 

 

Gambar 1. Tabel hasil pengamatan tanaman tomat selama 14 HIS

Gambar 2. Tabel hasil pengamatan tanaman tomat selama 28 HSI

 

Pembahasan

 

Pada praktikum ini dilakukan inokulasi nematoda Meloidogyne incognita pada tanaman tomat berumur 28 hari setelah tanam benih. Kemudian diamati perubahan pertumbuhan tanaman setiap 14 hari selama 2 kali pengamatan (14 hari dan 28 hari setelah inokulasi/hsi). Parameter pengamatan meliputi: tinggi tanaman, panjang akar, berat bagian tanaman di atas permukaan tanah (berat brangkasan basah), warna daun, kerusakan akar (menggunakan skor Zeck), dan jumlah puru pada akar.

Gambar 3. Tabel hasil pengamatan tinggi tanaman tomat selama 14 HSI

Gambar 4. Tabel hasil pengamatan tinggi tanaman tomat selama 14 HSI

Dari hasil pengamatan selama 14 HSI dapat diketahui bahwa rata-rata tinggi tanaman tomat tanpa inokulasi yaitu sepanjang 22,10 cm, sementara itu rata-rata tinggi tanaman tomat dengan inokulasi nematoda yaitu sepanjang 9,56 cm. Sementara itu, pada tanaman tomat tanpa inokulasi yang diamati pada 28 HIS mengalami pemanjangan akar menjadi 22,59 cm dan tinggi tanaman yang diinokulasi memiliki tinggi tanaman 16.03 cm.

Gambar 5. Tabel hasil pengamatan panjang akar tanaman tomat selama 14 HSI

Gambar 6. Tabel hasil pengamatan panjang akar tanaman tomat selama 28 HSI

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata panjang akar mengalami penurunan. Penurunan panjang akar ini terjadi pad 14 HSI dan 28 HSI. Penurunan panjang akr ini diduga karena terjadinya intensitas serangan yang semakin banyak. Pada tanaman tomat tanpa inokulasi bahkan ditemukan beberapa gall dengan tingkat keparahan yang ringan.

Gambar 7. Tabel hasil pengamatan skor zeck tanaman tomat selama 14 HSI

Gambar 8. Tabel hasil pengamatan skor zeck tanaman tomat selama 28 HIS

Skor zeck menunjukkan keparahan intensitas serangan nematoda yang diukur pad tingkat keparahan nematoda menyerang bagian akar tanaman. Pada tanaman tanoa inokulasi nematoda terlihat bahwa tanaman memiliki skor zeck yang rendah yang berarti bahwa kondisi perakaran tanaman tomat sehat. Skor pada 14 HIS tanpa inokulasi menunjukkan rata-rata 1,54 dan pada 28 HSI menunjukkan angka 3,71. Pada penamatan akar dengan inokulasi nematoda menunjukkan skor pada pengamatan 14 HSI dan 28 HSI berturut-urut 7,54 dan 7,38. Rata rata keparahan tingkat serangan ini relatif mendekati sama.

Gambar 9. Tabel hasil pengamatan berat tajuk tanaman tomat selama 14 HSI

Gambar 10. Tabel hasil pengamatan berat tajuk tanaman tomat selama 28 HSI

Berat tajuk menunjukkan timbunan asimilat tanaman hasil fotosintesis yang dapat disimpan oleh tanaman tomat. Dari hasil perhitungan berat tajuk dapat diketahui bahwa rata-rata berat tajuk mengalami kenaikan pada pengamatan 14 HSI dan 28 HSI. Rata-rata kenaikan berat tajuk tanpa inokulasi pada 14 HSI dan 28 HSI adalah 3,92 gr dan 4,24. Pada tanamn tomat yang diinokulasi menunjukkan kenaikan berat tajuk pada pengamatan 14 HIS dan 28 HIS berturut-urut sebesar 1,18 gr dan 2,72 gr.

Kerusakan jaringan akar akibat serangan Meloidogyne spp. dapat menghambat penyerapan dan translokasi nutrisi serta air dari akar, sehingga terjadi defisiensi pada daun (antara lain N, P, K, Ca, Mg, dan Fe). Namun sebaliknya terjadi akumulasi nutrisi dalam akar yang mungkin disebabkan karena: peningkatan absorbsi oleh akar, terjadi hambatan translokasi nutrisi ke daun, serta mobilisasi nutrisi ke dalam akar. Mobilisasi nutrisi ke dalam akar disebabkan terjadinya fenomena zink dalam akar (terjadinya hipertrofi dan hyperplasia sel-sel akar serta kebutuhan nutrisi yang tinggi nematoda puru akar untuk bereproduksi) (Mulyadi, 2009).

Gejala serangan khas akibat serangan Meloidogyne spp. yaitu terbentuknya puru pada akar, pertumbuhan terhambat tanaman dapat kerdil, klorosis, dan pada cuaca terik matahari tanaman cepat layu dibanding yang sehat. Pada tanaman terserang Meloidogyne spp. Laju fotosintesis terhambat, antara lain disebabkan karena: adanya hambatan aliran nutrisi dan air ke daun, terjadinya klorosis, dan terjadinya penutupan stomata daun (tanaman layu) (Mulyadi, 2009).

Gambar: (Kiri) Tanaman tomat yang tidak diinokulasi suspense nematoda (Kanan) Tanaman tomat yang diinokulasi suspense nematoda

Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukupcairan makanan, kemudian menetap dan berkembang biak kemudian nematoda tersebut masih mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru.

Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur tanaman.

Apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil (Luc et al, 1995).

Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum tentu mati. Serangan pada tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur kasar atau berpasir. Disamping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga menurunkan produksi. Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan hasil sebanyak 25-50% (Mustika, 1992).

 

KESIMPULAN

 

  1. Gejala dan tanda serangan nematoda parasit tumbuhan Meloidogyne spp. atau dalam hal ini M. incognita berupa terbentuknya puru pada akar, pertumbuhan tanaman terhambat, klorosis pada daun dan tanaman menjadi layu.
  2. Kerusakan yang terjadi pada tanaman yang terserang nematoda parasi Meloidogyne terjadi pada akar yang kemudian berimbas pada bagian tanaman di atasnya (tajuk/brangkasan).
  3. Kerusakan akar akibat serangan nematoda Meloidogyne dapat dinilai menggunakan skor Zeck.

DAFTAR PUSTAKA

Dropkin V.H. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Luc, M, RA Sikora and J Bridge. 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Mulyadi. 2009. Nematologi Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mustika, I., 1992. Pengantar Nematologi Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor.

Panggeso, J. 2010. Analisis kerapatan populasi nematoda parasitik pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Asal Kabupaten Sigi Biromaru. J Agroland 17: 198- 204

Prabowo, H. 2012. Jenis nematoda yang ditemukan pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum) dan rhizosfer sekitarnya di area persawahan Niten, Bantul, Yogyakarta. AGROVIGOR 5: 75-79.

Rahayu, B dan A. Mukidjo. 1977. Survai populasi nematoda puru akar (Meloidogyne spp) pada pertanaman solanaceae di daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta 10 hal.

Williamson, V. M. and S. H. Richard. 1996. Nematode pathogenesis and resistance in plant. The Plant Cell 8 : 1735-1745.

LAMPIRAN

Gambar 2. Skala Zeck

Nilai Skala Keterangan
0 Seluruh akar sehat, tidak ada infeksi atau serangan
1 Kelihatan ada puru kecil yang agak sukar diamati
2 Terdapat puru kecil yang mudah diamati
3 Terdapat puru kecil yang banyak dan masih berkembang, fungsi akar belum kelihatan terganggu
4 Terdapat puru kecil yang banyak, puru besar mulai terbentuk, sebagian besar akar masih berfungsi
5 Kurang lebih 25% akar tidak berfungsi dan terdapat puru banyak
6 Kurang lebih 50% akar tidak berfungsi dan terdapat puru banyak
7 Kurang lebih 75% akar tidak berfungsi dan terdapat puru banyak
8 Seluruh akar terserang berat, tetapi tanaman masih hidup
9 Seluruh puru pada akar membusuk, tanaman layu
10 Seluruh akar dan tanaman mati

 

Tags: , , ,