Laporan praktikum

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara V: Pengecetan Nematoda

Posted by miftachurohman on June 02, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA V

PENGECATAN NEMATODA

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENDAHULUAN

 

Nematoda merupakan salah satu kelas Nemathelminthes (cacing gilig). Nematoda merupakan jasad pengganggu tanaman yang berbentuk seperti cacing, tetapi berukuran sangat kecil, bahkan tidak dapat terlihat oleh mata telanjang. Nematoda betina meletakkan telur di dalam perakaran tanaman sehingga menyebabkan luka. Di dalam perakaran, nematoda ini akan berkembang sehingga akan menghambat aliran makanan dari dalam tanah. Akibatnya tanaman akan tampak segar di pagi hari, sedangkan siang hari layu. Bila nematoda yang menyerang adalah puru akar (Meloidogyne sp.) maka akan tamoak akar menjadi bengkak kalau tanaman dicabut (Prjananta, 2007). Infeksi nematoda mengakibatkan tanaman mengalami kerusakan atau luka pada jaringanya terutama selama proses migrasi dan perluasan feeding site.

Pada umumnya nematoda berada dilapisan tanah antara 15-30 cm, namun dapat berkembang baik jika tanah mempunyai banyak pori dan mempunyai cukup udara. Dari sisi biologi, nematoda luka akar mempunyai perbedaan dengan nematoda yang lain. Nematoda luka akar akan dapat berkembang biak lebih baik di dalam akar tanaman yang pertumbuhannya tidak baik. Tanaman yang mempunyai zat makanan minimal mendorong nematoda berkembang dibandingkan dengan tanaman yang menyediakan zat makanan optimal (Dropkin, 1991).

Selain temperatur tanah, kehidupan nematoda juga dipengaruhi oleh keberadaan filum air baik di dalam tanah atau dalam tanaman. Filum air berperan bagi mobilitas nematoda, menentukan inaktif dan tidaknya nematoda, bahkan berpengaruh terhadap mortalitasnya (Williams dan Bridge, 1983). Porositas, kelembaban, dan aerasi tanah juga berperan dalam keberlangsungan hidup nematoda (Sastrahidayat, 1992). 

Menurut Dropkin (1991), nematoda betina berwarna transparan, berbentuk seperti botol bersifat endoparasit yang tidak terpisah (sedentary). Panjangnya lebih dari 0,5 mm dan lebarnya antara 0,3 – 0,4 mm. Stiletnya lemah, panjang stliet 12-15 μm, melengkung kearah dorsal. Memiliki pangkal knop yang jelas. Nematoda betina dewasa mempunyai leher pendek dan tanpa ekor. Memiliki pola yang jelas pada situasi yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal yang dapat dipergunakan untuk identifikasi jenis. Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam tanah. Panjangnya bervariasi maksimum 2 mm, sedangkan perbandingan antara panjang tubuh dan lebarnya mendekati 45. Kepalanya tidak berlekuk, panjang\stiletnya hampir dua kali panjang stilet betina.

Pada praktikum ini dilakukan kegiatan pengamatan nematoda dalam jaringan tanaman dengan teknik pengecatan nematoda. Ada dua jenis metode yang dapat digunakan dalam pengecatan nematoda yaitu metode pengecatan dengan lactophenol asam fuchsin dan metode Byrd (Sodium- hypochlorite-acid-fuchsin method). Pada praktikum ini digunakan metode Byrd. Praktikum ini bertujuan untuk menunjukkan/memperjelas keberadaan nematoda parasit di dalam jaringan tanaman serta agar praktikan mengerti cara melakukan pengecatan nematoda di dalam jaringan tanaman dengan menggunakan metode Byrd.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian acara 4 dengan judul Pengecatan Nematoda dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Maret 2016 di Laboratorium Nematologi, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan berupa beker gelas, tutup beker gelas dan kompor pemanas. Bahan yang digunakan berupa jaringan akar tanaman tomat yang terserang nematoda endoparasit Meloidogyne, bahan cat Byrd (asam fuchsin, asam asetat dan aquades), gliserin teknis, dan Bayclin NaOCl 5,25%.

Metode yang digunakan adalah Metode Byrd. Mula-mula jaringan akar tanaman yang memperlihatkan gejala serangan nematoda dibersihkan dengan air. Kemudian dipotong membujur, dibungkus kain kasa, diikat dengan benang, diberi label dan dimasukkan ke dalam gelas beker volume 150 ml. Larutan khlorok NaOCl atau NaClO 1,5% dibuat yaitu dengan mencampurkan 20 ml Bayclin yang mengandung NaClO 5,25% dengan aquades 50 ml. Setelah itu, jaringan akar direndam dan digojok dalam larutan NaClO 1,5% selama 4 menit. Lalu dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan NaClO. Larutan cat (yang terdiri atas campuran 3,5 gr asam fuchsin, 250 ml asam asetat, dan 750 ml aquades) dibuat. Larutan cat dipanaskan dalam gelas beker tertutup sampai mendidih. Jaringan akar dimasukkan dan dibiarkan selama ± 1 menit dalam keadaan mendidih. Jaringan akar yang telah dicat diambil dan segera dicuci dengan air mengalir. Kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan gliserin sampai jaringan akar terendam. Dipanaskan sampai mendidih lalu biarkan jaringan kar selama beberapa hari. Jaringan akar telah siap diamati. Pengamatan dilakukan terhadap kelompok nematoda yang didasarkan pada kelompok stadium hidup: telur, larva (stadium II, III, dan IV) dan dewasa jantan atau betina, warna nematoda dan jaringan akar yang dicat.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Metode Jantan Betina Telur
Akar yang bergejala puru 2 4 46

Tabel 1. Hasil pengamatan nematoda pada akar tanaman padi

Metode Betina Telur
Akar yang bergejala puru 7 22

Tabel 2. Hasil pengamatan nematoda pada akar tanaman tomat

Metode Jantan Betina Telur
Akar yang bergejala puru 0 0 0

Tabel 3. Hasil pengamatan nematoda pada akar tanaman pisang

Dari hasil pengamatan dapat diketahui jumlah nematoda jantan, nematoda betina, dan telur nematoda yang berada di perakaran tanaman padi, tanaman tomat, dan tanaman pisang. Pada perakaran tanaman padi dapat diketahui bahwa jumlah nematoda jantan adalah 2 (dua) ekor dan jumlah enmatoda betina adalah 4 (empat) ekor. Dalam sebuah populasi, jumlah nematoda betina memang biasanya lebih besar daripada jumlah nematoda jantan. Keadaan ini terjadi karena biasanya pada saat fase dewasa, nematoda jantan berubah menjadi nematoda betina atau mati karena di makan oleh nematoda betina. Jumlah telur yang ditemukan berjumlah 46 butir telur. Jumlah telur ini lebih banyak dari pada jumlah nematoda betina dan jantan. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa di sampel akar padi yang digunakan untuk praktikum, merupakan daerah yang memiliki nematoda pada fase telur.

Pada akar tomat, dapat diketahui bahwa jumlah nematoda betina berjumlah 7 (tujuh) dan telur sebanyak 22. Nematoda jantan tidak ditemukan dalam akar tanamn tomat. Posisi telur nematoda Meloidogyne yang berada di akar tomat yaitu berupa egg mass. Untuk menghitung jumlah egg mass, maka dilakukan proses squeezing, hal ini karena tebalnya akar tomat yang digunakan untuk praktikum sehingga menyulitkan untuk menghitung jumlah nematoda.

Gambar 1. Telur nematoda Meloidogyne yang ada di akar tomat (10X4)

Nematoda pratylenchus sebagai target di perakaran tanamn pisang tidak ditemukan sama sekali. Dalam memilih akar pisang, telah dipilih akar pisang yang menunjukkan adanya luka. Namun nematoda Pratylenchus tidak ditemukan. Hal ini kemungkinan ada proses pewarnaan yang tidak tepat, sehingga zat warna tidak berhasi; untuk mewarnai nematoda.

Nematoda banyak terdapat didalam perakaran tumbuhan inang terutama disebabkan oleh laju reproduksinya yang lebih cepat karena tersedianya makanan yang cukup dan tertariknya nematoda oleh zat yang dilepaskan dalam rizosfir. Telur-telur nematoda diletakan pada akar – akar tumbuhan di dalam tanah yang kemudian telur akan berkembang menjadi larva dan nematoda dewasa.

Berkumpulnya populasi nematoda disekitar perakaran ini mendorong nematoda menyerang akar dengan jalan menusuk dinding sel. Nematoda dewasa terus-menerus bergerak setiap hari dan menetap di sekitar akar, dalam gerakan-gerakan tersebut nematoda menginjeksikan air ludah pada bagian akar tumbuhan. Akibatnya menyebabkan sel tumbuhan menjadi rusak. Gejala kerusakan pada akar akibat gigitan nematoda ditandai dengan adanya puru akar (gall).

Pengecatan nematoda bertujuan untuk mengetahui keberadaan nematoda di dalam jaringan akar. Dengan melakukan pengecatan, maka akan diketahui apakah nematoda berada di tengah atau di tepi jaringan akar. Selain itu, dengan pengecatan maka akan dapat memperjelas objek nematoda yang akan diamati yang meliputi organ dalam tubuh nematoda. Selain itu, pengecatan juga berguna untuk mengetahui cara menginfeksi atau penetrasi nematoda ke jaringan tanaman.

Metode pengecatan nematoda yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan menggunakan metode Byrd (Sodium- hypochlorite-acid- fuchsin method). Pemilihan penggunaan metode ini adalah karena bahan-bahan yang digunakan tidak berbahaya (Tidak menyebabkan karsinogenik). Selain itu, cara kerja yang digunakan dalam metode byrd lebih mudah dan harga bahan yang digunakan relative lebih murah. Meskipun demikian, penggunaan metode ini juga menghasilkan hasil pengecatan yang bagus.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah akar tanaman pisang yang diduga terinfeksi nematoda pratylenchus, akar tanaman padi yang diduga terinfeksi nematoda hirsmaniella, dan akar tanaman tomat yang diduga terinfeksi nematoda Meloidogyne. Akar yang akan di cat tidak dipilih secara acak, namun dipilih akar yang memiliki lesion (luka). Pada akar tanaman pisang, dipilih akar tanaman yang memiliki lesion berupa bercak-bercak hitam kecoklatan. Pada tanaman padi dan tomat, dipilih akar yang memiliki gejala gall.  

Dalam melakukan pengecatan nematoda, digunakan akar yang masih muda. Dengan menggunakan akar yang masih muda, maka hasil pengecatan akan mudah diamati. Jika menggunakan akar yang sudah tua, maka larutan cat akan sulit untuk masuk dan menembus ke dalam jaringan, sehingga larutan cat tidak sempurna dalam melakukan proses pengecatan di dalam jaringan.

Meloidogyne larva masuk ke dalam jaringan tanaman dan bergerak ke arah silinder pusat, seringkali berada di daerah pertumbuhan akar samping. Di daerah dekat silinder pusat tersebut larva menetap dan menyebabkan perubahan sel-sel yang menjadi makanannya (Dropkin, 1991).

Serangan nematoda genera Pratylenchus dan Radopholus mengakibatkan rusaknya jaringan epidermis hingga korteks akar, terbentuknya luka memanjang, dan rongga melingkar yang memisahkan lapisan korteks tersebut dengan silinder pusat (Indarti dkk., 2011).

Berdasarkan organ tanaman yang diserang dan cara memarasit tanaman, nematoda luka akar (Pratylenchus sp.) dikelompokkan ke dalam golongan nematoda endoparasit yang berpindah-pindah (migratory endoparasites). Nematoda masuk ke dalam akar tanaman yang diserang dan tetap aktif di dalamnya. Setelah berhasil menginfeksi akar tanaman, nematoda menyerang kortek akar tanaman, di dalam akar nematoda aktif dan bergerak, membuat lubang-lubang dan saluran-saluran yang digunakan untuk mengumpulkan telur-telurnya baik secara tunggal atau dalam kelompok kecil. Sebelum melakukan penetrasi pada akar, nematoda kadang-kadang berada di sekitar permukaan akar dan di rambut-rambut akar. Kerusakan kecil pada awalnya adalah menguning, kemudian berubah warna menjadi coklat-kehitaman. Kerusakan tersebut timbul di tempat nematoda masuk dan makan di dalam akar, di dalam akar nematoda memakan sel, membuat saluran dan lubang sehingga, menjadikan akar tanaman nekrosis (Whitehead, 1998).

Nematoda Endoparasit sedentary adalah nematoda parasit paling berbahaya di dunia. Dua grup dari nematoda endoprasit sedentary ini adalah Nematoda sista kentang (Globodera dan Heterodera) dan Nematoda puru akar (Meloidogyne sp). Contoh dari nematode yang termasuk dari nematode endoparasit migratory atau nematode parasit berpindah adalah Pratylenchus (lesion nematode), dan Hirschmanniella (rice root nematode).

 

KESIMPULAN

 

  1. Dari hasil praktikum pengecatan nematoda, ditemukan 13 massa telur Meloidogyne di dalam jaringan akar tanaman tomat yang bergejala serangan nematoda Meloidogyne.
  2. Pengecatan nematoda dengan metode Byrd diawali dengan merendam ata membersihkan jaringan akar dalam larutan khlorok, kemudian merendam dalam larutan cat (asam fuchsin + asam asetat + air) untuk mewarnai nematoda, dan merendam dalam gliserin untuk mengehilangkan warna pada jaringan akar.

DAFTAR PUSTAKA

Dropkin, V. H., 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Indarti, S., B. Rahayu., S. Subandiyah., dan L. Indarti. 2011. Prevalensi nematoda parasite pada pertanaman pisang di daerha Istimewa Yogyakarta. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 17: 36-40

Prajnanta, F. 2007. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta

Sastrahidayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya
Swibawa. I. G., T. N. Aeny dan I. Mashyuda. 2005. The Effect of Land Use Change on Plant Parasitic Nematode Community in Sumberjaya-Lampung, Indonesia. Disampaikan pada Konferensi ICCS 20-22 September 2005 di Universitas Brawijaya- Malang.

Williams, T. D. dan J. Bridge. 1983 Plant Pathologist’s. Commonwealth Agriculture Bureaux. The Canbrian News Ltd, Queen Street, Aberystwyth, wales.

Whitehead, A. G. 1998. Plant Nematode Control. CAB International. Cambridge University Press. UK .

Tags: , , ,

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara IV: Preparat Awetan Nematoda Vermiform

Posted by miftachurohman on May 27, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA IV

PREPARAT AWETAN NEMATODA VERMIFORM

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENDAHULUAN

 

Nematoda merupakan organisme pengganggu tumbuhan yang ukuranya sangat mikroskopis. Dalam mengamati nematoda, diperlukan alat bantu yaitu mikroskop. Melihat bentuk suatu nematoda merupakan langkah awal dalam mengenali nematoda tersebut. Setelah nematoda dikenali, kemudian kita dapat dengan tepat menentukan langkah penanganan selanjutnya.

Menurut Mulyadi (1996), identifikasi yang tepat terhadap keberadaan spesies nematoda yang menyerang suatu pertanaman sangat menentukan keberhasilan peningkatan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. Oleh Karena itu, proses identifikasi nematoda menjadi sangat penting dan krusial untuk di pelajari.

Ketepatan identifikasi merupakan syarat dalam mengetahui spesies nematoda sebagai parasit tanaman. Identifikasi pada level genus dan spesies masing-masing mempunyai masalah dan kesulitan tersendiri. Identifikasi nematoda, meskipun hanya dibatasi level genus dapat sulit dilakukan karena belum secara keseluruhan dikuasasi para nematologist (Fortuner, 1989).

Mengidentifikasi suatu nematoda dapat dilakukan dengan melihat awetan nematoda. Hal ini sangat bermanfaat dalam proses penelitian. Data-data dalam identifikasi dapat diperoleh dari hasil pengamatan dari preparat awetan nematoda. Preparat nematoda juga dapat dimanfaatkan untuk memudahkan pengamatan anatomi dan bagian-bagian tubuh nematoda. Menurut Soekirno (2008), metode yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi nematoda ialah membandingkan ciri-ciri morfologi spesimen dengan pertelaan yang telah diterbitkan, seringkali dengan bantuan kunci identifikasi.

Tubuh nematoda sangat rapuh sehingga mudah rusak jika tidak ditangani dengan benar. Untuk mendapatkan spesimen awetan yang baik maka proses pembuatannya harus mengikuti prosedur yang benar, dimulai dari cara mematikan, fiksasi hingga pembuatan spesimen awetan atau awetan dalam bentuk preparat (Suwanda, 2009). Pada dinding tubuh nematoda hanya ada otot longitudinal. Pseudocoelom pada nematoda luas dan berisi cairan yang antara lain berfungsi sebagai rangkahidrostatik, dan menunjang gerak cacing yang meliuk-liuk seperti ular. Organ untuk pernafasan dan peredaran darah tidak ada (Subandi, 2009).

Oleh karena itu untuk mempermudah dalam kita melakukan penelitian ini perlu dilakuakn pembuatan preparat awetan, sehingga ketika kita ingin melakukan pengamatan dapat lebih mudah.

Praktikum acara IV yang berjudul Preparat Awetan Nematoda Vermiform ini memiliki tujuan yaitu setelah melakukan praktikum ini, diharapkan dapat memperoleh keterampilan dalam membuat awetan nematoda vermiform.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian Acara IV yang berjudul Preparat Awetan Nematoda Vermiform dilaksanakan pada kamis 24 Maret 2016 di Laboratorium Nematologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop dissecting, kait nematoda, gelas benda, gelas penutup, paraffin, gelas wool, lempeng pemanas dan lampu Bunsen. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah nematoda yang telah diproses ke dalam gliserin murni.

Cara kerja praktikum ini adalah yang pertama disiapkan gelas benda berukuran 7,2 cm x 2,7 cm dan gelas penutup berukuran 24 mm x 24 mm atau 22 mm x 22 mm. Parafin dibuat lingkaran di atas gelas benda menggunakan pencetak lingkaran paraffin yang dipanaskan dengan lampu Bunsen. Kemudian diberi satu tetes gliserin di tengah tenagh lingkaran paraffin. Kemudian diambil sebatang gelas wool dengan emnggunakan kait nematoda secara hati-hati. Gelas wool diletakkan dalam gliserin. Gelas wool di potong menjadi tiga bagian dan diatur menjadi bentuk segitiga. Kemudian nmatoda di kait sebanyak minimal 3 ekor dan diletakkan di dalam gliserin tersebut. Nematoda diatur kedudukanya. Ketiga ekor nematoda diatyr berjajar di tengah. Ketiga gelas wool diletakkan di tepi dan diatur raier tiga arah. Nematoda dan gelas wool ditutup dengan cara diletakkan gelas penutup secara hati-hati di atas linkaran paraffin pada gelas benda tersebut. Selanjutnya gelas benda dipanaskan beserta nematoda dan gelas wool di atas lempeng pemanas dampai lingkaran paraffin meleleh dan merata. Gelas benda yang telah dipanaskan kemudian didiakan beberapa saat, selanjutnya sisi gelas penutup di lem dengan menggunakan cat kuku. Kemudian di beri label yang mencakup jenis dan jumlah enmatoda pada sisi sebelah kiri, serta tanggal dan lokasi nematoda diperoleh maupun kolektornya pada sisi sebelah kanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Preparat awetan nematoda memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut antara lain adalah dapat digunakan sebagai data untuk mengidentifikasi organ-organ tubuh nematoda, serta untuk mengidentifikasi jenis nematoda.

Dalam pembuatan preparat awetan ini, digunakan nematoda yang telah difiksasi dan di masukkan ke dalam cairan gliserin murni. Ada beberapa hal yang perlu di ketahui dalam emmbuat preparat awetan. Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan awetan preparat nematoda adalah paraffin. Paraffin mempunyai fungsi agar menjaga nematoda menjadi kedap udara, sehingga nematoda yang diawetkan menjadi tahan lama. Gelas wool berfungsi sebagai penyangga antara gelas benda dan gelas penutup. Dengan adanya gelas wool, maka nematoda tidak akan rusak karena terjepit. Fungsi dari cat kuku adalah untuk merekatkan gelas penutup dengan gelas benda, sehingga gelas penutup tetap menempel dan melindungi awetan nematoda.

Salah satu hal yang sangat menantang dan menguji kesabaran adalah pada tahap memancing nematoda dengan menggunakan kait nematoda. Ada teknik tertentu yang harus dikuasai agar nematoda dapat dengan mudah di pancing. Pertama tama, fokuskan lensa ke kait nematoda, selanjutnya arahkan kait nematoda ke dasar petridish yang berisi suspense nematoda. Goyang-goyangkan nematoda secara perlahan agar nematoda yang berada di dasar gelas benda terangkat, ketika nematoda ternagkat, segera kait nematoda dengan menggunakan kait nematoda. Setelah nematoda terkait, fokuskan lensa ke kait dan pindahkan nematoda ke atas gliserin yang ada di gelas benda.

Gambar 1. Hasil pembuatan preparat awetan nematoda (10×4)

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nematoda yang berhasil di buat preparat awetan adalah nematoda saprofag. Nematoda saprophag (non-parasit) memiliki morfologi yang hampir sama dengan nematoda parasit. Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada bentuk dan susunan alat mulut. Alat mulut pada nematoda non parasit berbentuk seperti corong yang terbuka lebar dan tidak memiliki alat penusuk (stylet) seperti halnya pada nematoda parasit.

Pembuatan preparat ini memiliki beberapa kendala. Dalam membuat cetakan parafin, cetakan yang dihasilkan sering gagal. Terkadang parafin terbentuk meluber. Terkadang juga tidak membulat sempurna, namun ada lingkaran yang terputus. Selain itu, kendala yang paling utama adalah sulitnya mengkait nematoda. Seringkali nematoda yang di kait sudah didapatkan, namun ketika di cek kembali di bawah mikroskop, tidak ada nematoda hasil kaitan. Hal ini karena jam terbang yang belum tinggi. Oleh karena itu, perlu latihan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakit nematoda.

 

KESIMPULAN

  1. Pembuatan preparat awetan nematoda sangat bermanfaat dalam identifikasi morfologi nematoda
  2. Pembuatan awetan nematoda meliputi pemancingan nematoda, pembiusan nematoda, pembunuhan nematoda, dan fiksasi.
  3. Pembuatan preparat awetan merupakan serangkaian proses panjang yang membutuhkan kesabaran dan ketelitian serta membutuhkan tekhnik-teknik khusus

 

DAFTAR PUSTAKA

Fortuner, R. 1989. A New Description of the Process of Identification of Plant Parasitic Nematodes Genera. Plenum Publishing Corp , New York

Mulyadi. 1996. Nematologi. Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Soekirno. 2008. Pedoman Pengelolaan Koleksi dan Identifikasi OPT (Khusus Untuk Tanaman Hortikultura). Jakarta : Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura.

Suwanda. 2009. Pedoman Pembuatan Dan Pengelolaan Koleksi Penyakit Tumbuhan. Jakarta : Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.

Tags: , , , ,

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara III: Menghitung Populaso, Fiksasi, dan Memindah Nematoda pada Gliserin Murni

Posted by miftachurohman on May 21, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA III

MENGHITUNG POPULASI, FIKSASI DAN MEMINDAH NEMATODA PADA GLISERIN MURNI

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

 

PENDAHULUAN

 

Nematoda parasitik tanaman merupakan salah satu jenis hama penting, karena menimbulkan kerugian besar pada tanaman dalam sistem produksi pertanian di daerah tropis maupun sub tropis. Kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai 20-25%, bahkan kadang-kadang menyebabkan kegagalan seluruh panen (Ogbuji, 1987; Luc et al., 1995). Serangan nematoda mengakibatkan berkurangnya fungsi akar secara normal, mengakibatkan pengangkutan unsur hara ke bagian jaringan tanaman di atas permukaan tanah makin berkurang (Dropkin, 1991).

Serangan nematoda dapat diantisipasi sebelum mengakibatkan kerugian yang lebih besar maka perlu dilakukan tindakan preventif (pencegahan). Dalam rangka tindakan pencegahan, maka informasi tentang berbagai spesies dan populasi nematoda pada suatu daerah menjadi suatu faktor yang sangat penting.

Salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan dan kerugian akibat nematoda adalah dengan pengendalian uang tepat. Agar pengendalian dapat tepat sasaran dan teknik maka diperlukan informasi mengenai kepadatan dan keragaman nematoda pada suatu lahan (Panggeso, 2010).

Tubuh nematoda sangat rapuh sehingga mudah rusak jika tidak ditangani dengan benar. Untuk mendapatkan spesimen awetan yang baik maka proses pembuatannya harus mengikuti prosedur yang benar, dimulai dari cara mematikan, fiksasi hingga pembuatan spesimen awetan atau awetan dalam bentuk preparat (Suwanda, 2009).

Praktikum Nematologi Pertanian acara III ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui cara menghitung populasi nematoda hasil ekstraksi-isolasi, mengetahui cara memfiksasi nematoda hasil ekstraksi-isolasi, dan mengetahui cara memindah nematoda ke dalam gliserin murni.

 

CARA KERJA

 

Praktikum acara 3 Nematologi Pertanian yang berjudul “Menghitung Populasi, Fiksasi dan Memindah Nematoda ke dalam Gliserin Murni”  dilaksanakan pada hari Kamis, 17 Maret 2016 bertempat di Laboratorium Nematologi Pertanian, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu mikroskop, counting dish (pastik hitung), kait nematoda, sirakus, droggstof, dan eksikator. Bahan yang digunakan berupa suspensi nematoda hasil ekstraksi – isolasi, gliserin, alkohol, dan bahan fiksatif.

Praktikum acara III ini terdiri dari dari tiga langkah kerja. Langkah kerja pertama adalah menghitung populasi nematoda. Cara kerja dalam menghitung populasi nematoda adalah langkah pertama suspensi nematoda dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian volume suspensi nematoda dibuat menjadi 100 ml. Suspensi kemudian diaduk merata dengan menggunakan pipet kemudian segera diambil suspensi di bagian tengah sebanyak 5 ml. Suspensi nematoda kemudian dihitung dengan menggunakan mikroskop.

Langkah kedua adalah melakukan fiksasi nematoda. Cara kerja dalam melakukan fiksasi nematoda adalah suspensi nematoda hasil ekstraksi – isolasi diendapkan selama 15 menit, volume airnya dikurangi hingga volume suspensi nematoda menjadi 15 ml. Kemudian dipanaskan dalam larutan fiksasi (FAA) hingga suhu 70 – 800C, selanjutnya dituangkan ke dalam suspensi nematoda sebanyak 3-4 kali volume suspensi nematoda. Kemudian nematoda dibiarkan selama 3-4 hari agarmengalami fiksasi secara sempurna.

Langkah ketiga adalah memindahkan nematoda ke dalam gliserin murni. Cara kerja yang dilakukan adalah langkah pertama didsiapkan nematoda yang telah di fiksasi kemudian dikait 5 ekor nematoda dan dimasukkan ke dalam gelas sirakus yang telah berisi larutan fiksatif sebanyak 2 ml. Kemudian permukaan gelas sirakus ditutup dengan lempeng kaca. Kemudian dimasukkan gelas sirakus ke dalam eksikator  yang berisi alkohol 95% selanjutnya dimasukkan eksikator tersebut ke dalam oven dan panaskan 400C selama 12 jam. Setelah 12 jam gelas sirakus dikeluarkan kemudian dituangkan seinhorst 1 (95 cc alkohol + 5 cc gliserin) sebanyak 2-3 ml ke dalam sirakus tersebut, tutup kembali gelas sirakus dengan lempeng kaca. Kemudian dimdasukkan kembali ke dalam oven selama 3 jam. Setelah 3 jam dikeluarkan dan isimpan di dalam eksikator yang berisi CaCO3. Nematoda di dalam sirakus ini seluruh tubuhnya telah berisi gliserin murni.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Metode
Kel Baermann (100 ml) Sentrifuse (5 ml) Wht Akar (5 gr) Wht Tanah (100 ml) Pengkabutan (5 gr) Fenwick (100 ml) Saring (50 ml)
1 53,33 1200 82 27 987 121 23
2 133,33 7480 920 186,67 1020 163 26
3 13,4 20 1566 0 1293,4 162 3
Σx 66,68 2900 857,33 71,1 1100,13 148,66 17,33

Tabel 1. Hasil Populasi Nematoda Pada Setiap Perlakuan

Ekstraksi-isolasi nematoda adalah suatu proses untuk memisahkan nematoda dari habitat hidupnya, baik dari tanah maupun dari jaringan tanaman sebelum dilakukan kajian lebih lanjut. Kajian lebih lanjut yang dilakukan adalah amtara lain identifikasi dan penghitungan populasi nematoda. Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan ekstraksi isolasi nematoda dari sampel tanah maupu jaringan tanaman, diantaranya adalah corong Baermann, Whitehead Tray, sentrifuse, penyaringan, pengkabutan, dan fenwick. Pemilihan metode yang akan digunakan untuk ekstraksi isolasi nematoda ditentukan dengan ketersediaan fasilitas, objek nematoda yang ditargetkan, ukuran sampel, jumlah sampel, tipe tanah, dan lain sebagainya.

Dari hasil pengamatan ekstraksi-isolasi dengan menggunakan tujuh metode dan dua macam sampel dapat diketahui bahwa metode ekstraksi isolasi untuk akar paling banyak adalah dengan menggunakan metode pengkabutan, yaitu dengan jumlah rerata 11000,13eko r. Untuk sampel tanah, metode yang menghasilkan nematoda paling banyak adalah metode fenwick, yaitu denganjumlah rerata 148,65 ekor.

Dari hasil pengamatan, maka dapat diketahui bahwa metode pengkabutan cocok digunakan untuk ekstraksi-isolasi nematoda dari sampel akar. Sementara itu, metode fenwick paling cocok digunakan untuk ekstraksi isolasi nematoda dari sampel tanah. Hal ini berdasarkan pada banyaknya jumlah nematoda yang tertangkap.

Setelah perhitungan populasi, selanjutnya dilakukan langkah berikutnya yaitu fiksasi nematoda. Fiksasi merupakan kegiatan yang bertujuan mematikan nematoda secara mendadak dan untuk mengawetkan nematoda sementara. Fiksasi merupakan metode yang dilakukan untuk mengawetkan nematoda dengan cara menambahkan larutan FAA ke dalam suspensi nematoda. Larutan FAA dibuat menggunakan bahan yaitu Alkohol 95%, formalin 40%, asam cuka, dan akuades. Selanjutnya biarkan fiksasi secara sempurna selama 3-4 hari. Kelemahan larutan fiksatif tersebut adalah tidak bisa digunakan untuk menyimpan spesimen dalam waktu lama.

Sebelum dilakukan fiksasi, nematoda harus dimatikan terlebih dahulu dengan cara pemanasan agar struktur tubuhnya tidak rusak. Cara mematikan yang benar adalah dengan memberikan panas yang sifatnya mendadak (±60 ºC), yaitu menyeduh dengan air panas atau dengan larutan fiksatif panas, kemudian segera didinginkan dengan manambahkan bahan yang sama. Mematikan nematoda dapat juga dilakukan dengan menuangkan air mendidih ke dalam kumpulan nematoda di dalam tempat yang sudah berisi air dengan volume sama dengan jumlah air yang dipanaskan. Mematikan nematoda dengan suhu yang berlebihan tidak dibenarkan karena dapat merusak struktur bagian dalam nematoda (Suwanda, 2009).

Nematoda yang telah difiksasi kemudian di kait sekitar 5 ekor dengan menggunakan kait nematoda dan dimasukkan ke dalam gelas sirakus yang berisi larutan fiksatif bertujuan untuk pengawetan sementara. Setelah itu dilakukan pemindahan nematoda ke gliserin murni. Fungsi dari larutan gliserin murni adalah untuk mengganti cairan tubuh nematoda, sehingga tubuh nematoda tidak rusak dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan preparat nematoda.

Nematoda yang telah difiksasi dipindahkan ke dalam gelas sirakus yang sebelumnya telah diisi dengan larutan fiksatif sebanyak 2 ml. Tutup sebagian permukaan gelas sirakus dengan lempeng kaca. Gelas sirakus yang telah berisi nematoda dimasukkan ke dalam desikator yang berisi alkohol 95%.

Desikator tersebut dimasukkan ke dalam oven dan panaskan 400C selama 12 jam. Setelah 12 jam keluarkan gelas sirakus kemudia tuangkan seinhorst 1 (95 cc alkohol + 5 cc gliserin) sebanyak 2-3 ml ke dalam sirakus tersebut,kemudian ditutup kembali gelas sirakus dengan lempeng kaca. Masukkan kembali ke dalam oven selama 3 jam. Setelah 3 jam dikeluarkan dan simpan di dalam eksikator yang berisi CaCO3. CaCO3 bersifat absorben yang berfungsi untuk menyerap uap air dalam desikator.

 

KESIMPULAN

 

  1. Populasi nematoda yang akan dihitung dapat diperoleh dari berbagai macam teknik ekstraksi-isolasi. Teknik ekstraksi isolasi yang dapat digunakan adalah metode corong Baermann, metode Whitehead Tray (tanah), metode Sentrifuse, metode Pengkabutan dan metode Saring.
  2. Fiksasi nematoda berfungsi untuk mematikan nematoda secara mendadak dan mengawetkan nematoda untuk sementara waktu.
  3. Larutan gliserin murni berfungsi untuk mengganti cairan tubuh nematoda sehingga tubuh nematoda dapat awet.

 

DAFTAR PUSTAKA

Dropkin V.H. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Luc, M., R.A. Sikora, & J. Bridge, 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Sub Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Ogbuji. 1987. Consideration of Nematodes in Integrated Pest Manajement of tropical crops Integrated Pest Manajement for tropical crops in Nigeria.

Panggeso, J. 2010. Analisis Kerapatan Populasi Nematoda Parasitik pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Asal Kabupaten Sigi Biromaru. J. Agroland 17: 198-204

Suwanda. 2009. Pedoman Pembuatan Dan Pengelolaan Koleksi Penyakit Tumbuhan.Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta

Tags: , , , ,