Laporan praktikum

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara 1: PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Posted by miftachurohman on March 20, 2018
Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, Laporan Praktikum / No Comments
Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan
Acara 1
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Disusun oleh:
Miftachurohman
12969
Golongan: A3
Asisten Koreksi : DindaDewanti

Laboratorium Ilmu Tanaman
Jurusan Budidaya Tanaman
Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014

 

ACARA 1
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS
Pendahuluan

Tumbuhan merupakan organisme fotoautotrof yang menghasilkan makananya sendiri. Tumbuhan menghasilkan makanan melalui proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan satu-satunya proses penghasil makanan berupa karbohidrat.Tumbuhan menghasilkan karbohidrat dengan menggunakan senyawa anorganik seperti CO2 dan H20 serta bantuan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat. Proses tersebut terjadi melalui peristiwa yang disebut fotosintesis.

Daun yang berada di puncak tumbuhan dan daun muda mempunyai palisade mesofil yang baik serta mempunyai laju fotosintesis yang signifikan dibandingkan dengan daun yang berada di bawah tajuk(Rundel et al, 1998). Hal ini berkaitan dengan cahaya sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi fotosintesis. Klorofil adalah pigmen yang menyerap cahaya dengan efisiensi tinggi. Klorofil dapat menyerap cahaya merah dan biru sangat baik, sedangkan cahaya hijau sedikit diserap.

Aktivitas foosintesis pada semua jenis tanaman masih bisa dideteksi pada suhu -5ºC dan diantara -5ºC bahkan dalam kondisi berair. Hal ini bertentangan terhadap pendapat bahwa pertukaran gas CO2 segera berhenti dalam kondisi air dingin(Pannewitz et al, 2005). Meskipun demikian, proses fotosintesisi yang berlangsung dalam kondisi yang sangat lemah.

Fotosintesis terjadi pada tumbuhan yang berwarna hijau. Fotosinteis ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti intensitas cahaya, warna cahaya, dan suhu. Fotosinteisi merupakan proses yang sangat penting bagi tumbuhan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang fotosintesis sangat diperlukan agar dapat digunakan untuk penangannan jika terjadi masalah.

Metodologi

Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan yang berjudul Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Laju Fotosintesis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Rabu, 12 Maret 2014. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, alat ukur waktu, erlenmeyer, dan pipet volume 5 mL. Alat tambahan yang digunakan adalaah sungkup dengan penerusan cahaya berbeda, sungkup warna bening, merah, kuning, hijau, dan ungu, 5 termometer, 3 tripot, 3 plat asbes, 3 lampu spiritus, dan 5 gelas piala volume 1 liter.  Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ganggang Hydrilla verticillata, aluminium foil, dan air. Bahan tambahan yang digunakan adalah es.

Praktikum ini akan dibagi menjadi tiga sub acara. Sub acara A adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya. Sub acara B adalah untuk mengetahui pengaruh cahaya warna. Sub acara C adalah untuk mengetahui pengaruh suhu. Praktikum sub acara A dan B dilakukan dibawah sinar matahari langsung sedangkan sub acara C dilakukan di laboratorium. Pengamatan tiap sub acara dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan berupa hubungan antara laju fotosintesis dan intensitas cahaya serta laju fotosintesis dan suhu ditampilkan dalam bentuk kurva regresi. Pengaruh warna cahaya ditmapilkan dalam bentuk histogram.

Hasil Dan Pembahasan

Fotosintesis merupakan proses penting bagi organisme fotoautotrof untuk menghasilkan makanan bagi seluruh kehidupan organisme. Pengaruh lingkungan dapat mempengarufi fotosintesisi, seperti intensitas cahaya, warna cahaya, serta suhu. Hal ini dikarenakan fotosintesis berlangsung dengan bantuan cahaya matahari. Selain itu, suhu mempengaruhi terhadap proses fotosintesis.

Tabel 1 Hasil Pengamatan Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap laju fotosintesis

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh faktor lingkungan mempengaruhi laju fotosintesis. Pada masing-masing perlakuan dalam kelompok perlakuan, menunjukkan hasil laju fotosintesis yang berbeda. Laju fotosintesis ada yang berlangsung dengan optimal pada beberapa jenis perlakuan, sedangkan pada beberapa jenis perlakuan yang lain, fotosintesis berlangsung sangat lambat bahkan tidak terjadi fotosintesis. Hal ini ditunjukkan dengan nilai laju fotosintesis adalah 0 mL O2/gr/jam.

Histogram 1 Pengaruh Warna Cahaya Terhadap Laju Fotosintesis

Pada Histogram 1 terlihat bahwa pengaruh cahaya mempengaruhi laju fotosintesis. Cahaya warna ungu memiliki laju fotosintesis paling tinggi  yaitu sebesar 0,36 mL O2/gr/jam. Cahaya bening memiliki nilai laju fotosintesis paling rendah, yaitu sebesar 0,14 mL O2/gr/jam. Dalam teori yang ada, cahaya merah menunjukkan laju hasil fotosintesis yang maksimal diikuti dengan cahaya biru. Namun dalam hal ini warna biru menunjukkan hasil yang paling tinggi. Hal ini dapat dikarenakan spektrum warna ungu dekat dengan spektrum warna biru.

Cahaya matahari merupakan sumber energi dari cahaya tampak yang terdiri atas warna pelangi dari ungu hingga merah. Klorofil adalah pigmen yang menyerap cahaya dengan efisiensi tinggi. Klorofil dapat menyerap warna merah dan ungu dengan sangat baik. Sedangkan cahaya hijau sangat sedikit di serap. Hal ini menyebabkan tumbuhan yang mengandung klorofil terlihat berwarna hijau karena cahaya hijau lebih banyak dipantulkan.

Grafik 1 Kurva Regresi antara Laju fotosintesis dengan Suhu

Grafik 1 menunjukkan bahwa semakin naiknya suhu, maka laju fotosintesis akan semakin meningkat. Suhu mempengaruhi fotosintesis dengan adanya rentang suhu optimal untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis umunya tidak dapat berlangsung pada suhu dibawah 5 derajat Celcius dan diatas 50 derajat celcius. Dari grafik 1 dapat diketahui ketika pada suhu 5ºC, hydrilla tidak melakukan fotosintesis. Sementara itu, dengan naiknya suhu perlakuan, laju fotosintesis pada hydrilla semakin tinggi. Pada suhu 45ºC hydrilla masih melakukan fotosintesis dan menghasilkan laju fotosintesis paling tinggi, yaitu sebesar 0,39 mL O2/gr/jam. Meskipun kurva ini semakin naik seiring dengan kenaikan suhu, namun hydrilla mempunyai suhu maksimum dalam melakukan fotosintesis.

Temperatur optimum hydrilla untuk melakukan fotosintesis adalah pada suhu 36.5ºC(Rybicki and Virginia, 2002). Pada praktikum ini, suhu yang paling mendekati suhu optimum fotosintesis hydrilla adalah 35ºC. Pada suhu tersebut, hydrilla dimungkinkan sudah mencapai titik optimum untuk melakukan fotosintesis. Ketika suhu mencapai 45ºC, laju fotosintesis mencapai pada titik maksimum. Grafik ini semakin naik, namun pada titik maksimum(diatas 45ºC) laju fotosintesis hydrilla akan terhenti karena sudah mencapai titik maksimum.

Grafik 2 Kurva Regresi antara Laju fotosintesis dengan Intensitas Cahaya

Grafik 2 menunjukkan bahwa laju fotosintesis akan naik ketika intensitas cahaya semakin naik. Laju fotosintesis tertinggi terjadi pada intensitas cahaya sebesar 75% yaitu 0,35 mL O2/gr/jam. Hal ini menunjukkaan intensitas cahaya optimum untuk tanaman hydrilla adalah pada intensitas cahaya 75%. Hydrilla adalah tanaman C3, sehingga akan optimum dalam melakukan fotosintesis pada intensitas cahaya yang rendah.

Kesimpulan

Faktor lingkungan mempengaruhi fotosintesis suatu tumbuhan hydrilla. Ketika intensitas cahaya semakin naik, maka laju fotosintesis juga akan naik. Laju intensitas maksimum tanaman hydrilla adalah 75%. Suhu maksimum tanaman hydrilla untuk melakukan fotosintesis adalah pada suhu 45ºC. Suhu yang terlalu rendah dan terlalu tinggi menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis. Warna cahaya juga mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini berhubungan dengan gelombang(cahaya tampak) yang dapat di tangkap oleh kloropas untuk melakukan fotosintesis. Tanaman akan maksimal melakukan fotosintesis pada cahaya tampak warna ungu.

Saran

Dalam praktikum ini, ketelitian dan kehati-hatian sangat diperlukan dalam melakukan praktikum ini. Seperti halnya pada saat melakukan percobaan pengaruh suhu terhadap laju fotosintesis. Pada saat menjaga suhu agar tetap konstan, praktikan sangat sulit melakukanya. Hal ini karena panas diserap secara konduksi, sehingga perambatan panas tidak terjadi langsung secara tiba-tiba. Sehingga misalnya pada saat pemanasan pada suhu 35ºC, suhu bisa naik hingga 38 ºC. Hal ini menyebabkan data hasil penelitian menjadi tidak akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Pannewitz, S., T.G.A. Green, K. Maysek, M. Schlensog, R. Seppelt, L.G. Sancho, R. Turk,
and B. Schroeter. 2005. Photosynthetic responses of three common mosses from
continental Antartica. Antartic Science 17(3):341-352.

Rundel, P.W., M.R. Sharifi, A.C. Gibson, and K.J. Esler. 1998. Structural and physiological
adaptation to light environments in neotropical Heliconia(Heliconiaceae). Journal of
Tropical Ecology 14:789-801

Tags: , , , ,

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN ACARA II: LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) YOGYAKARTA

Posted by miftachurohman on February 10, 2018
Dasar-Dasar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Laporan Praktikum / No Comments
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
ACARA II
LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) YOGYAKARTA

Disusun oleh:
ZULFA FATMAWATI(12738)
ANDIMAN(12858)
MIFTACHUROHMAN(12969)

GOLONGAN : A.1.2

LABORATORIUM PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

 

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian atau yang sering disingkat BPTP Yogyakarta merupakan badan penyuluhan dan komunikasi pertanian tingkat provinsi Yogyakarta. BPTP Yogyakarta terletak di Jl. Rajawali No. 28, Demangan Baru, Karangsari, Wedamartani Ngemplak, Sleman. BPTP Yogyakarta berfungsi untuk menyiapkan bahan untuk perumusan kebijaksanaan dan program penyuluhan pertanian provinsi serta yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparat pertaanian teknis fungsional, keterampilan, dan diklat kejuruan tingkat menengah.

Dalam menjalankan tugassnya, BPTP telah membuat visi dan misi yang telah disusun sedemikian rupa dengan harapan visi dan misi tersebut dapat tercapai. BPTP telah melakukan berbagai percobaan berbasis research yang inovatif dan kretif. Banyak prestasi-prestasi yang telah digores oleh BPTP Yogyakarta, misalnya benih unggulan padi. Selain itu, BPTP telah melakukan percobaan menanam bunga krisan yang mana daerahnya tidak menunjang pertumbuhan bunga krisan dengan baik. Daerah yang dimaksud adalah Pakem dan Samigaluh.

TUJUAN
  1. Mengenal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang merupakan salah satu lembaga penyuluhan dan komunikasi pertanian.
  2. Mengetahui lebih dalam tentang peran dan fungsi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
BAB II
ISI
Profil BPTP Yogyakarta

Sekilas BPTP

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta dibentuk berdasarkan SK Mentan Nomor 350/Kpts/OT.210/6/2001 tanggal 14 Juni 2001. Selanjutnya, seiring dengan penyempurnaan organisasi dan tata kerja Balai yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 16/Permentan/OT.140/3/2006 tanggal 1 Maret 2006, BPTP Yogyakarta adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, dan dalam pelaksanaan sehari-hari dikoordinasikan oleh Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP).

Pembentukan BPTP bertujuan untuk menghasilkan teknologi spesifik lokasi, memperpendek rantai informasi, mempercepat dan memperlancar diseminasi hasil penelitian (alih teknologi) kepada petani dan pengguna teknologi lainnya.  Sampai dengan tahun 2001 unit kerja ini masih merupakan Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) Yogyakarta, lembaga non struktural yang merupakan instalasi dari  BPTP Jawa Tengah .

IPPTP merupakan penggabungan unit kerja di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Badan Pendidikan dan Latihan Pegawai Pertanian yaitu Laboratorium Hortikultura, Stasiun Tanah dan Balai Informasi Pertanian Yogyakarta. Dewasa ini BPTP Yogyakarta menempati 3 lokasi kantor yang terdiri dari

  1. Kantor Utama berlokasi di Karangsari meliputi Adminisrasi, Kelompok Pengkaji Budidaya, Sosial  Ekonomi, Sumberdaya dan Pasca Panen.
  2. Laboratorium Tanah, Peternakan dan Pasca Panen yang berlokasi di Karangsari, +500 meter sebelah barat kantor utama bersebelahan dengan Stadion Maguwoharjo Yogyakarta.
  3. Gedung yang  berlokasi di Jl. Demangan Baru No. 28 Yogyakarta dimanfaatkan untuk mess/penginapan.

Visi dan Misi BPTP

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, BPTP Yogyakarta memiliki visi dan misi.

Visi 

Menjadi institusi penghasil teknologi pertanian spesifik lokasi menuju pertanian industrial unggul berkelanjutan berstandar internasional untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan masyarakat pertanian.

Misi: 

  1. Menghasilkan dan mengembangkan inovasi-inovasi pertanian spesifik lokasi yang diperlukan dan dimanfaatkan oleh petani, stakeholder dan sesuai permintaan pasar guna mendukung pembangunan sektor pertanian wilayah,
  2. Meningkatkan percepatan diseminasi teknologi pertanian inovatif dan spesifik lokasi,
  3. Meningkatkan jaringan kerjasama dengan lembaga penelitian pertanian internasional, nasional, maupun pihak swasta.
  4. Mengembangkan kapasitas kelembagaan BPTP dalam rangka meningkatkan pelayanan prima.

 

Tugas dan Fungsi BPTP Yogyakarta

Tugas dan Fungsi Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian, BPTP mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi tepat guna spesifik lokasi. Dalam menjalankan tugas tersebut, BPTP menyelenggarakan fungsi:

  1. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi kebutuhan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi
  2. Pelaksanaan penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi,
  3. Pelaksanaan pengembangan teknologi dan diseminasi hasil pengkajian serta perakitan materi penyuluhan,
  4. Penyiapan kerjasama, informasi, dokumentasi, serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi,
  5. Pemberian pelayanan teknik kegiatan pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi pertanian guna spesifik lokasi,
  6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai.

Program BPTP Yogyakarta 2013

Rencana Pelaksanaan Program Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian  Tahun Anggaran 2013 dengan judul:

  1. Teknologi Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Melalui Efisiensi Air dan KATAM
  2. Updating peta AEZ untuk pengelolaan lahan mengantisipasi perubahan iklim
  3. Pengelolaan hama terpadu mengantisipasi perubahan iklim
  4. Teknologi Pengolahan Sayuran mendukung kelestarian rumah pangan
  5. Teknologi Pengolahan Pisang untuk Peningkatan Nilai Tambah Produk
  6. Teknologi Pengolahan Kacang-Kacangan untuk Peningkatan Nilai Tambah Produk
  7. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian untuk Peningkatan Nilai Tambah Produk
  8. Analisis Kebijakan untuk Pembangunan Pertanian di DIY
  9. Analisis Sistem kelembagaan dan Distribusi Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura di DIY
  10. Potensi dan Peluang Pengembangan Usahatani di Kawasan Desa Rawan Pangan Provinsi DIY
  11. Eksistensi dan Peluang Pengembangan Usahatani di lahan pasir pantai
  12. Pengkajian teknologi peningkatan produksi tebu melalui SL-PTT
  13. Pengkajian Integrasi Tanaman Ubi Kayu dan Ternak Kambing
  14. Pengkajian Model Pengembangan Integrasi Tanaman jagung dengan Ternak kambing
  15. Analisis Potensi Pengembangan Sistem Usaha Integrasi Tanaman Ternak di DIY
  16. Model Pengembangan Tanaman Kakao Integrasi dengan Ternak Kambing di Kabupaten Kulon Progo
  17. Pengelolaan Sumberdaya Genetik
  18. Sosialisasi dan Advokasi Inovasi Teknologi Pertanian
  19. Pameran dan Visitor Plot
  20. Penyebaran Informasi Melalui Multi Media
  21. Penyusunan Buku Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi
  22. M-P3MI Kulon Progo
  23. M-P3MI Gunung Kidul
  24. MKRPL Kota Yogyakarta
  25. MKRPL Kab. Bantul
  26. MKRPL Kab. Sleman
  27. MKRPL Kab. Gunungkidul
  28. MKRPL Kab. Kulon Progo
  29. Pendampingan SL-PTT Padi
  30. Pendampingan SL-PTT Jagung
  31. Pendampingan SL-PTT dan Gelar Teknologi Kedelai
  32. Pendampingan Teknologi Pembibitan Sapi potong
  33. Pendampingan Teknologi Penggemukan Sapi Potong
  34. Koordinasi Pendampingan PUAP
  35. Produksi Benih Sumber Varietas Unggul Baru Padi
  36. Produksi Benih Sumber Varietas Unggul Baru Krisan

BPTP Yogyakarta melakukan beberapa pengkajian, antara lain pengkajian tanaman pangan, hortikultura, tanaman pangan, peternakan, sumberdaya pertanian, pasca panen, dan sosial ekonomi. Produk yang dihaslikan oleh BPTP Yogyakarta adalah produk tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan. Wilayah kerja BPTP Yogyakarta meliputi seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi kabupaten Bantul, Kulon Progo, Sleman, Gunung Kidul, dan Kodya Yogyakarta.

Permasalahan di Lembaga BPTP Yogyakarta serta Solusi

Di Indonesia, penyuluhan pertanian bukan lagi hanya sebagai faktor pelancar pembangunan akan tetapi kegiatan penyuluhan menjadi sangat mutlak, atau penyuluhan adalah sabagai pemicu sekaligus pemacu atau “ ujung tombak” pembangunan pertanian. Begitu pentingya peran penyuluhan dalam pembangunan pertanian. Maka tidak akan ada keberhasilan pembangunan pertanian tanpa pelaksanaan penyuluhan yang benar, baik dan bertanggung jawab.

Masalah-masalah penyuluhan pertanian yang dihadapi BPTP Yogyakarta beragam. Menemukan masalah-masalah penyuluhan bukan sarana untuk mendebat bahkan menyalahkan orang lain, tetapi mencari solusi demi perbaikan kegiatan penyuluhan oleh BPTP Yogyakarta.

Anggaran yang minim

Masalah utama dalam BPTP yaitu anggaran dari pemerintah yang minim untuk pengembangan riset pertanian. Hal ini dilihat dari alokasi anggaran untuk sektor pertanian dalam RAPBN 2014 melalui Kementerian Pertanian hanya sebesar Rp15,5 triliun. Bahkan anggaran sektor pertanian itu tak lebih dari separuh anggaran Kementerian Agama yang mencapai Rp 49,6 triliun. Padahal dunia pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 39,95 juta penduduk dari seluruh penduduk Indonesia. Hal ini secara langsung akan membatasi kemampuan BPTP dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam secara optimal. Rendahnya anggaran ini berakibat rendahnya program-program yang terealisasikan khususnya dibidang riset dan pengembangan benih. Dalam hal ini pemerintah wajib mengucurkan RAPBN lebih dari yang ditentukan. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan tambahan anggaran kepada balai-balai pertanian sehingga dapat mengembangkan kemampuannya dalam berbagai pelayanan maupun penelitian kepada para petani.

Kurangannya penyuluh pertanian

Saat ini BPTP Yogyakarta mempunyai tenaga penyuluh sebanyak 16 penyuluh. 16 penyuluh pertanian tersebut bekerja untuk seluruh wilayah kerja Yogyakarta. Wilayah kerja tersebut tersebar di 4 kabupaten yaitu kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan sleman serta Kodya Yogyakarta.

Tugas pokok penyuluh pertanian adalah melakukan kegiatan persiapan penyuluhan pertanian, pelaksanaan penyuluhan pertanian, evaluasi dan pelaporan serta pengembangan penyuluhan pertanian. Selain itu, penyuluh pertanian mempunyai beberapa fungsi antara lain adalah:

  1. Memfasilitasi Proses Pembelajaran Pelaku Utama Dan Pelaku Usaha;
  2. Mengupayakan Kemudahan Akses Pelaku Utama Dan Pelaku Usaha Ke Sumber Informasi, Teknologi, Dan Sumber Daya Lainnya Agar Mereka Dapat Mengembangkan Usahanya;
  3. Meningkatkan Kemampuan Kepemimpinan, Manajerial, Dan Kewirausahaan Pelaku Utama Dan Pelaku Usaha;
  4. Membantu Pelaku Utama Dan Pelaku Usaha Dalam Menumbuhkembangkan Organisasinya Menjadi Organisasi
  5. Ekonomi Yang Berdaya Saing Tinggi, Produktif, Menerapkan Tata Kelola Berusaha Yang Baik, Dan Berkelanjutan; Membantu Menganalisis Dan Memecahkan Masalah Serta Merespon Peluang Dan Tantangan Yang Dihadapi Pelaku Utama Dan Pelaku Usaha Dalam Mengelola Usaha
  6. Menumbuhkan Kesadaran Pelaku Utama Dan Pelaku Usaha Terhadap Kelestarian Fungsi Lingkungan; Dan
  7. Melembagakan Nilai -Nilai Budaya Pembangunan Pertanian Yang Maju Dan Modern Bagi Pelaku Utama Secara Berkelanjutan.

Kegiatan penyuluhan akan berjalan  dengan baik bila sarana prasarana pendukung seperti: pasar, teknologi, input, intensitas produksi (harga yang layak) dan transportasi desa mencapai keadaan maksimum. Oleh karena itu, agar kegiatan penyuluhan berjalan dengan baik, maka syarat-syarat pendukung tersebut harus terpenuhi.

Jumlah sumber daya penyuluh pertanian yang sedikit menjadikan proses penyuluhan tidak efektif dan efisien. Memiliki sumber daya penyuluh yang cukup akan meningkatkan keberhasilan penyuluhan pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, sebaiknya BPTP Yogyakarta menambah jumlah penyuluh pertanian.

Produk-produk pertanian sekarang mengalami persaingan yang ketat dengan produk-produk pertanian impor. Sejak diberlakanya ACFTA, produk-produk pertanian Indonesia mengalami kalah saing dengan produk impor. Oleh karena itu, penyuluh pertanian khususnya penyuluh di BPTP Yogyakarta menguasai berbagai ilmu pendukung untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing produk pertanian.

Dengan begitu, maka kerja penyuluh pertanian dapat optimal. Para petani juga mendapatkan tidak hanya informasi-informasi baru mengenai inovasi dari teknologi pertanian yang ditemukan. Para petani juga mendapatkan pengetahuan tentang strategi mensiasati persaingan produk pertanian.

 Permasalahan saprodi (sarana produksi)

Sarana produksi merupakan faktor yang sangat penting dalam proses produksi. Sarana produksi bisa berupa alat-alat yang digunakan untuk penelitian, pengkajian, dan kegiatan lain yang sudah diprogram oleh BPTP. Masalah yang saat ini sedang dihadapi oleh Badan Pengkajian Teknologi Pertanian antara lain:

  1. Faktor penunjang dalam pelaksanaan penelitian masih kurang memadai.

Peneliti yang sedang bekerja di dalam laboratorium percobaan masih belum memakai masker. Hal  ini memang terlihat kecil, namun hal ini bisa menyebabkan resiko yang besar. Misalnya, peneliti secara tidak sengaja menghirup bahan kimia yang beracun. Hal seperti ini harus diperhatikan oleh semua anggota badan BPTP, supaya hasil yang didapatkan merupakan data yang dapat dipercaya.

  1. Faktor anggaran.

Anggaran yang didapatkan dari APBN dan hasil dari kerjasama dengan pupuk Petrokimia Gresik. Sumber anggaran yang masih dibilang minim menyebabkan anggaran yang ada masih kurang memcukupi kebutuhan perbelanjaan yang ada di dalam program BPTP. Akibatnya, program yang sudah direncanakan tidak bisa dijalankan dengan maksimal.

Kebersihan lingkungan juga mutlak diperhatikan, misalnya, kebersihan toilet. Toilet di BPTP terhitung masih di bawah standard kebersihan. Selain itu, toilet yang digunakan belum bisa dibedakan mana toilet untuk laki-laki dan mana toilet untuk perempuan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta merupakan badan penyuluhan dan komunikasi pertanian tingkat provinsi Yogyakarta.
  2. BPTP Yogyakarta berfungsi untuk menyiapkan bahan untuk perumusan kebijaksanaan dan program penyuluhan pertanian provinsi serta yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparat pertaanian teknis fungsional, keterampilan, dan diklat kejuruan tingkat menengah.

Saran

  1. Adanya penambahan fasilitas seperti bus yang memadai dalam pelaksanaan praktikum acara 2 ini.
  2. Adanya waktu lebih untuk mengelilingi kantor lembaga BPTP Yogyakarta.

Tags: , , ,

LAPORAN PRAKTIKUM PATOGEN TUMBUHAN ACARA II: ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR, BAKTERI SERTA VIRUS

Posted by miftachurohman on January 29, 2018
Laporan Praktikum, Patogen Tumbuhan / No Comments
LAPORAN PRAKTIKUM
PATOGEN TUMBUHAN
ACARA II
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR, BAKTERI SERTA VIRUS

Disusun oleh:
Nama : Miftachurohman
NIM : 12/334974/PN/12969

Asisten:
Erwin Najmudin
Niken R. Paramita

LABORATORIUM PENYAKIT TANAMAN TERPADU
JURUSAN PERLINFUNGAN TANAMANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
ACARA II
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR, BAKTERI SERTA VIRUS
 TUJUAN
    1. Mengetahui cara isolasi jamur dan bakteri patogen tumbuhan dari sampel tanaman sakit
    2. Mempelajari penularan virus secara mekanik
    3. Mempelajari gejala penyakit karena virus yang timbul pada beberapa tanaman inang
TINJAUAN PUSTAKA

Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobianya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni yaitu, cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan (Waluyo, 2007).

Beberapa cara umum yang dapat dilakukan untuk mengisolasi mikroba antara lain untuk mengisolasi bakteri dapat dilakukan dengan cara goresan (streak plate), cara taburan atau tuang (pour palte), cara sebar (spread plate), cara pengenceran (dilution method), serta manipulator (the micro manipulator method). Metode pengenceran bertujuan untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan, dengan cara melakukan pengenceran bertingkat terhadap sampel air.Sedangkan metode tuang adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara memasukkan sampel yang telah diencerkan terlebih dahulu ke dalam cawan petri, dan dituangi dengan medium (Lay, 1992).

Apabila ingin mendapatkan kultur murni suatu mikrobia yang digunakan adalah metode streak plate, karena hasil akhir metode ini adalah berupa kumpulan sel-sel yang semakin jarang pada ujung streak sehingga dapat diambil bakteri pada jumlah seluler (satu sel). Selain itu bakteri yang didapat seharusnya merupakan bakteri yang memang ingin dibiakkan di kultur tersebut dengan kata lain bukan bakteri kontaminan, sebab yang diambil/dicuplik adalah koloni bakteri yang berada di atas streak yang dibuat dan bukan di luar streak. Kelebihan metode ini adalah dapat segera diketahui adanya kontaminasi. Sedangkan kekurangannya metode ini sulit dilakukan dan hanya dapat digunakan untuk menumbuhkan bakteri aerob saja. (Burrrow,1959).

Tobacco Mosaic Virus merupakan salah satu virus penting yang banyak menyerang tanaman. Virus ini sering menyerang famili solanaceae. Dilapangan TMV dapat menular melalui alat-alat pertanian dan secara meknaik melalui gesekan tanaman sakit dan tanaman sehat. Selain itu, daya tahan yang lama di luar tanaman inang mengakibatkan TMV dapat bertahan dalam tanah dan akan menulari tanamanbaru melalui luka mekanik pada akar tanaman(Wilkinson, 2012).

Salah  satu penyakit  yang  disebabkan  oleh  cendawan adalah penyakit  layu fusarium  yang  disebabkan  oleh  cendawan Fusarium  sp.  Penyebaran cendawan Fusariumsangat  cepat  dan dapat  menyebar ke tanaman  lain  dengan cara menginfeksi akar  tanaman dengan menggunakan  tabung  kecambah atau  miselium. Akar tanaman  dapat  terinfeksi  langsung  melalui  jaringan  akar,  atau  melalui  akar lateral  dan melalui  luka-luka, yang kemudian menetap  dan  berkembang  di berkas  pembuluh.  Setelah  memasuki  akar  tanaman,  miselium  akan berkembang  hingga  mencapai jaringan  korteks  akar.  Pada  saat  miselium cendawan  mencapai  xylem,  maka  miselium  ini  akan  berkembang  hingga menginfeksi  pembuluh  xylem.  Miselium  yang  telah  menginfeksi  pembuluh xylem, akan terbawa ke bagian lain tanaman sehingga mengganggu peredaran nutrisi  dan  air  pada  tanaman  yang  menyebabkan  tanaman  menjadi  layu (Semangun,  2005). Cendawan  Fusarium  tersebut  membentuk  polipeptida, yang  disebut  likomarasmin yang  dapat  mengganggu  permeabilitas  membran plasma dari tanaman (Chang et al.,, 2010).

Ralstonia solanacearum berkembang di dalam jaringan tanaman setelah melalui  bagian  interseluler  tanaman  dengan  bantuan  angin  dan  lubang  alami, misalnya stomata. Secara alami, patogen ini menginfeksi akar dengan kisaran inang yang luas dan secara agresif mengkolonisasi jaringan xilem, menyebabkan layu  letal  yang  diketahui  sebagai  penyakit  layu  bakteri  (Machmud and Suryadi, 2008).

METODOLOGI PRAKTIKUM

Praktikum Patogen Tumbuhan Acara II dengan judul Isolasi Jamur, Bakteri dan Virus dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2014 di Laboratorium Penyakit Tanman Terpadu Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel tanaman tomat yang terkena penyakit layu bakteri akibat Ralstonia solanacearum dan Fusarium oxysporum, sampel tanaman tembakau yang sakit oleh Tobacco Mosaic Virus, Kloroks, carborundum, media NA dan PDA, tanaman cenopodium, air steril, serta buffer fosfat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan Petridis, jarum oose, tisu, Bunsen, pisau, , timbangan, mortar, dan alcohol.

Pada isolasi bakteri, langkah kerja yang dilakukan adalah batang tomat yang bergejala penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum dibersihkan kulitnya, kemudian didisinfeksi menggunakan alcohol. Kemudian batang tomat dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi air steril. Kmudian tabung reaksi digojok hingga suspense menjadi homogen. Setelah homogeny, air suspense bakteri kemudian di oleskan(streak)ke medium NA. Masing-masing petridish di beri label sesuai dengan ulangan.

Pada isolasi jamur, langkah kerja yang dilakukan adalah batang tanaman tomat yang bergejala layu akibat jamur fusarium dipoton-potong kecil pada pangkal batangnya(antara batang yang sakit dan batang yang sehat). Hasil potongan-potongan batang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kloroks selama kurang lebih dua menit. Setelah dimasukkan ke dalam kloroks,kemudian dimasukkan ke dalam air steril. Kemudian batang tersebut di masukkan ke dalam mediam PDA. Masing-masing petridish di beri label sesuaid dengan ulangan.

Pada inokulasi virus TMV, daun tanaman tembakau yang bergejala sakit akibat TMV di timbang seberat satu gram. Kemudian daun tersebut di gerus hingga halus dengan ditambahi buffer fosfat secukupnya. Setelah halus, air gerusan tersebut kemudian di saring menggunakan kapas. Setelah itu, daun tanaman chenopodium diolesi dengan karborundum. Kemudian air gerusan daun tembakau tersebut dioleskan kepermukaan daun hingga merata. Ditunggu hingga daun mongering. Setelah daun mongering, kemudian daun tersebut disemprot dengan menggunakan air steril hingga karborundum yang ada di daun tidak tersisa. Masing-masing daun diberi label sesuai dengan ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu tahapan dalam postutal Koch untuk membuktikan bahwa jasad yang ada dalam tumbuhan yang sakit tersebut merupakan penyebab penyakit, diperlukan adanya isolasi penyakit serta inokulasi . Isolasi ini dilakukan menumbuhkan penyebab penyakit pada biakan murni. Inokulasi dilakukan agar dapat mengetahui apakah biakan murni hasil isolasi tersebut merupakan sumber penyakit yang sama atau bukan. Dalam praktikum ini, dilakukan isolasi terhadap organisme yang menyebabkan penyakit layu pada tomat, serta inokulasi penyakit kuning pada tembakau.

Organisme sasaran dalam isolasi ini adalah bakteri Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium oxysporum yang menyebabkab penyakit layu bakteri pada tanaman tomat. Selain itu, juga akan dilakukan isolasi virus TMV yang menyerang tanaman tembakau ke tanaman Chenopodium sebagai tanaman indicator.

Ralstonia solanacearum

Pengamatan mikroskopis bakteri R. solanacearum

Sumber: Dokumen pribadi. Perbesaran 10×40

Nama penyakit            : Layu bakteri pada tanaman tomat

Nama patogen             : Ralstonia solanacearum

Nama inang                 : Solanum lycopersicum

Isolasi bakteri pathogen Ralstonia solanacearum diperoleh dari pangkal batang tanaman tomat yang terinfeksi penyakit layu bakteri. Hasil  pengamatan  akar  dan  batang  secara  visual menunjukkan  adanya  nekrotik  pada  jaringan  pembuluh pada  akar  dan  batang  yang  ditandai  warna  cokelat  sampai hitam sepanjang jaringan kayu dan kambium. Gejala ini sebagai bentuk serangan dan perkembangan bakteri patogen di  dalam  jaringan   pembuluh  kayu  dalam  bentuk  massa bakteri (Kelman, 1953)

Hasil identifikasi gejala penyakit layu bakteri tomat yang didapatkan, merupakan analisa awal dari karakterisasi bakteri  patogen,  dan  untuk  mengetahui  bakteri  patogen sebagai  penyebab  penyakit  layu  bakteri  selanjutnya dilakukan  isolasi  dan  pengamatan  morfologi  bakteri patogen seperti berikut ini. Hasil  isolasi  bakteri  patogen  pada  medium  PDA menunjukkan bahwa koloni bakteri berbentuk tidak teratur, putih dan fluidal. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh (Denny at al, 2001).

Hasil  isolasi  dan  pengamatan  morfologi  bakteri patogen  merupakan  karakterisasi  awal  dari  R. solanacearum yang diduga sebagai bakteri patogen penyebab  penyakit  layu  bakteri  tomat.  Selanjutnya  untuk memastikan  isolat  bakteri  patogen  yang  diuji  sebagai  R. solanacearum yang  dapat  menginfeksi  tomat,  maka  perlu dilakukan  pengujian  patogenisitas yang dilakukan pada acara praktikum berikutnya.

solanacearum bersifat Gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 0,5 µmx 1,5 µm, dapat bergerak dengan satu atau beberapa flagela,aerobik, dapat mereduksi nitrat dan  memproduksi  amonia.  Bakteri  ini  diklasifikasikan  menjadi Ras berdasarkan perbedaan kisaran inang dan Biovar  berdasarkan sifat biokimia (penggunaan  sumber  karbon).  Karakteristik  lain  adalah  tidak membentuk  pigmen  pendar  fluor,  katalase  dan  kovac’s oksidase  positif, kemoorganotrof,  tidak  mampu  tumbuh  pada  suhu  4o C  atau  40oC,  tumbuh  pada medium  yang  mengandung  1%  NaCl,  tetapi  tidak  tumbuh pada  medium  yang mengandung  2%  NaCl  (Denny and Hayward,  2001).  Dari deskripsi diatas menunjukkan bahwa bakteri yang diidentifikasi dalam praktikum ini adalah bukan dari bakteri R.  solanacearum. Namun, bakteri yang diidentifikasi jika dilihat dari koloninya merupakan bakteri R.  solanacearum.

Gejala layu pada tanaman disebabkan bakteri ini menyerang sistem vascular, terutama pada tanaman herbaceus. Sistem transportasi ait dan nutrien diblok dalam pembuluh  xylem sehingga tanaman kekurangan air dan nutrisiahirnya mengakibatkan layu atau kadang – kadang kerdil. Oleh karena itu terjadinya layu mungkin bukan disebabkan secara langsung oleh toksin bekteri, tetapi karena pertumbuhan bakteri secara masif dalam  xylem dan produksi lender polisakarida ekstraseluler yang menyumbat sistem vascular. Koloni bakteri ini banyak di jumpai  dalam xylem baik pada bagian batang, akar atau tangkai. Masa inkubasi  R. solanacearum atau waktu antara inokulasi dan munculnya gejala lebih lama dibandingkan penyakit bakteri lain, sering lebih dari dua minggu.

Dalam isolasi bakteri, batang tanaman tomat setelah dikuliti akan didisinfeksi. Hal ini dialkukan untuk menghindari kontaminasi terhadap patogen non target. Pembuatan suspense dimaksudkan karena isolasi pada bakteri ini akan dilakukan dengan cara streak . Kelebihan metode ini adalah dapat segera diketahui adanya kontaminasi. Selain itu, alat-alat yang digunakan dalam isolasi ini harus di sterilisasi dulu utnuk menghindari kontaminasi.

Fusarium oxysporum

Pada isolasi jamur, batang tomat yang sudah dipotong-potong dimasukkan ke dalam kloroks. Hal ini bertujuan agar batang tomat menjadi steril dari jamur non target. Penggunaan kloroks dilakukan karena kloroks digunakan untuk mendisinfeksi pada jaringan yang tebal, seperti batang tomat tersebut. Sehingga jasad-jasad sekunder dapat dibersihkan. Batang diambil antata batang yang sehat dan batang yang sakit. Hal ini dilakukan agar jamur tersebut masih mendapatkan nutrisi dari jaringan tanaman yang sehat.

Nama patogen : Fusarium oxysporum

Nama inang     : Solanum lycopersicum

Pengamatan secara mikroskopis koloni F. oxysporum dilakukan dengan menggunakan mikroskop menggunakan biakan murni hasil isolasi. Pengamatan mikroskopis dilakukan  secara  langsung  dengan  melihat  perkembangan masing-masing koloni yaitu  mulai  dari diameter  koloni, warna  koloni, miselium udara, dan profil koloni.Hasil pengamatan isolatisolat Fusarium sp secara mikroskopis adalah sebagai berikut:

Pengamatan mikroskopis F. oxysporum

Sumber: Dokumentasi pribadi. Perbesaran 10×40

Hasil  pengamatan  menunjukkan bahwa isolat  yang berhasil  diisolasi dapat  diidentifikasi  berdasarkan  karakter  mikroskopis  yang  dimunculkan, antara  lain  diameter  koloni,  warna  koloni,  miselium  udara  dan  profil  koloni. Diameter koloni isolat berpengaruh pada proses pembentukan konidia, yang  pada  akhirnya  juga  akan  mempengaruhi  tingkat  perkembangan cendawan Fusarium sp. Pertumbuhan koloni isolat cendawan berikutnya akan tetap  terjadi  meskipun  pertumbuhannya  lambat,  hal  ini  dikarenakan  konidia merupakan  alat  perkembangan  pada  kelas  Deuteromycetes  yang  dihasilkan secara  aseksual,  sehingga  jumlahnya  menentukan  perkembangan  pada generasi berikutnya, dan dalam kondisi yang menguntungkan jumlah konidia cenderung  berbanding  lurus  dengan  laju  perkembangan cendawan Fusarium (Burnett and Hunter, 1988).

Penampakan warna koloni isolat Fusarium sp pada masing-masing kelompok  praktikum   berbeda-beda.  Perbedaan  warna koloni  isolat  ini didasarkan  pada  warna  yang  muncul  pada  bagian  dasar  koloni  dan  bagian permukaan atas koloni. Warna koloni  yang  tampak adalah  krem  halus,  ungu,  merah  jambu, putih  seperti  kapas,  putih  krem.

Menurut Semangun (2001), pigmen hifa Fusarium sp umumnya bervariasi, berpigmen hialin  (tidak  berwarna),  jika  berwarna  berarti  jamur  tersebut  berpigmen, umumnya adalah pigmen melanin  yang terikat pada dinding sel hifa.  Dalam Sastrahidayat (1989), jamur yang ditumbuhkan pada medium PDA mula-mula miselium berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat, dalam  keadaan  tertentu  berwarna  merah  muda  agak ungu dengan miselium bersekat  dan  membentuk  percabangan.  Pengaruh  cahaya  terhadap pertumbuhan  hifa  vegetatif  jamur  biasanya  berupa  penghambatan  ataupun pemicuan  pertumbuhannya  sehingga  cahaya  dapat  berpengaruh  pada konsentrasi produksi pigmen dan pertumbuhan hifa. Secara umum cendawan yang ditumbuhkan pada kondisi terang terus akan mempunyai miselium udara yang  lebih  banyak  dibandingkan  pada  kondisi  yang  lain.  Hal  ini  disebabkan adanya sifat jamur yang tumbuh mengikuti arah cahaya (fototropi). Secara umum, isolat Fusarium sp secara  mikroskopis  memiliki  bentuk  mikrospora  ovoid yang umumnya  memiliki  0-1  sekat sedangkan bentuk  mikrospora umumnya panjang ujungnya  meruncing dan memiliki  2-6 sekat. Pengamatan isolat jamur Fusarium sp secara mikroskopis adalah dengan mengamati ukuran dan bentuk konidia/spora isolat,dan kerapatan spora Fusarium sp. Bentuk makrokonidia  dan  mikrokonidianya  secara  umum  adalah sama  yaitu berbentuk  ovoid. (mikrokonidia) dan  berbentuk memanjang dengan ujung meruncing (makrokonidia).

Dalam Domsch et  al.,  (1993),  makrokonidium  berbentuk  gelendong,  lonjong,  ujung  tajam, mempunyai 3-5 sekat, dan ukuran sporanya [(20-27) – (46-60) x (3,5-4,5)] µm. Mikrokonidia tersusun  1  sel,  transparan,  tersusun  membentuk  rantai  basipetal  yang  panjang.  Menurut Agrios (1996) bahwa mikrokonidium mempunyai satu atau dua sel, terdapat dalam jumlah yang banyak, dan sering dihasilkan pada semua kondisi. Jenis spora ini banyak dijumpai di dalam  jaringan  tanaman  terinfeksi.  Sementara  itu,  makrokonidium  mempunyai dua sampai lima sel dan berbentuk lengkung. Jenis spora ini umumnya banyak dijumpai di permuakaan tanaman yang mati karena infeksi jamur ini.

Cendawan  Fusarium oxysporum  mempunyai  3  alat  reproduksi,  yaitu mikrokonidia  (terdiri  dari  1-2  sel),  makrokonidia  (3-5  septa),  dan klamidospora  (pembengkakan  pada  hifa).  Makrokonidia  berbentuk melengkung, panjang dengan ujung yang mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1 atau 2, dan paling banyak  dihasilkan  di  setiap  lingkungan  bahkan  pada  saat  patogen  berada dalam  pembuluh  inangnya.  Makrokonidia  mempunyai  bentuk  yang  khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3-5 septa, dan biasanya dihasilkan pada  permukaan  tanaman  yang  terserang  lanjut.  Klamidospora  memiliki dinding  tebal,  dihasilkan  pada  ujung  miselium  yang  sudah  tua  atau  didalam makrokonidia, terdiri dari 1-2 septa dan merupakan fase atau spora bertahan pada  lingkungan  yang  kurang  baik. Miselium yang dihasilkan oleh cendawan patogen penyebab penyakit layu  ini  mulanya  berwarna  putih  keruh,  kemudian  menjadi  kuning  pucat, merah muda pucat sampai keunguan(Susetyo, 2010).

Cendawan ini tumbuh  dari  spora  dengan  struktur yang menyerupai benang,  ada  yang  mempunyai  dinding  pemisah  dan  ada  yang  tidak.  Benang secara  individu  disebut  hifa,  dan  massa  benang  yang  luas  disebut  miselium. Miselium  adalah  struktur  yang  berpengaruh  dalam  absorbsi  nutrisi secara terus-menerus  sehingga  cendawan dapat  tumbuh  dan  pada  akhirnya menghasilkan  hifa  yang  khusus  menghasilkan  spora  reproduktif  (Foth,  1991 cit. Saragih  2009).  Miselium terutama  terdapat  di  dalam  sel  khususnya  di dalam  pembuluh,  juga  membentuk  miselium  yang  terdapat  di  antara  sel-sel, yaitu  di  dalam  kulit  dan  di  jaringan  parenkim  di  dekat  terjadinya  infeksi. Fusarium hidup sebagai parasit dan saprofit pada berbagai tanaman terutama pada bagian  pembuluhnya,  sehingga  tanaman  menjadi  mati  karena  toksin (Sastrahidayat, 1989).

Stadium terakhir merupakan stadium  yang tahan pada segala cuaca. Cendawan menginfeksi akar terutama melalui luka, menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Setelah jaringan pembuluh mati dan keadaan udara  lembab,  cendawan  membentuk  spora  yang  berwarna  putih  keunguan pada  akar  yang  terinfeksi.  Penyebaran spora dapat  terjadi  melalui  angin,  air pengairan dan alat pertanian (Anonim, 2009).

Fisiologi  dari  jamur  Fusarium sp  yaitu  bermula  dari  adanya pembelahan  reduksi  dan  penentuan  jenis  kelamin  inti yang akan  terjadi jika zigot  telah  mengalami  waktu  istirahat.  Dari  zigot  itu  tumbuh  suatu  benang dengan  sporangium  pada  ujungnya.  Sporangium  ini  berlainan  dengansporangium  biasa,  sporangium  ini  hanya  mempunyai  satu  inti  saja,  sebagian bersifat  positif  (+)  dan  sebagian  bersifat  negatif (-).  Miselium  yang  tumbuh dari spora ini hanya mempunyai inti yang sama jenis kelaminnya, oleh sebab itu spora tadi sebagian akan menjadi miselium positif (+) dan negatif (-). Pada marga  ini  umumnya  sporangiumnya  memiliki  banyak  spora  akan  tetapi terdapat juga sporangium yang hanya mengandung sedikit spora, bahkan ada yang  setiap  sporangium  yang  hanya  mengandung  satu  inti  saja  yang dindingnya berdekatan dengan dinding sporangium (Anonim, 2009).

Cendawan Fusarium sp mengalami 2 fase dalam siklus hidupnya yakni patogenesa dan saprogenesa. Patogen ini hidup sebagai parasit pada tanaman inang  yang  masuk  melalui  luka  pada  akar  dan  berkembang  dalam  jaringan tanaman  yang  disebut  sebagai  fase  patogenesa  sedangkan  pada  fase saprogenesa  merupakan  fase  bertahan  yang  diakibatkan  tidak  adanya  inang, hidup sebagai saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber inokulum  untuk  menimbulkan  penyakit  pada  tanaman  yang  lain.  Agrios (1997)  dalam Susetyo  (2010),  mengemukakan  bahwa  patogen  ini  dapat menimbulkan  gejala  penyakit  karena  mampu  menghasilkan  enzim,  toksin, polisakarida dan antibiotik dalam jaringan tanaman. Cendawan mengadakan infeksi pada akar terutama melalui luka-luka. Bila  luka  telah  menutup,  patogen  berkembang  sebentar  dalam  jaringan parenkim,  lalu  menetap  dan  berkembang  dalam  berkas  pembuluh. Huda (2010) menyebutkan  bahwa cendawan  Fusarium  tidak  dapat  menginfeksi batang  atau  akar-rimpang  meskipun  bagian  ini  dilukai.  Nematoda (Radopholus  similis)  membantu  dalam  infeksi  Fusarium  sp.  Penularan penyakit  melalui  bibit  terinfeksi,  pemindahan  bibit,  angin,  air,  tanah terinfestasi, permukaan air drainase, pembubunan, luka karena serangga, alat pertanian,  dan  lain-lain  (Booth,  1985  dan  Semangun,  2001).  Maria  et  al (2004) cit.

Winarsih  (2007)  menerangkan  bahwa  inokulum  patogen  dapat masuk  melalui  akar  dengan  penetrasi  langsung  atau  melalui  luka.  Di  dalam jaringan  tanaman,  patogen  dapat  berkembang  secara  interseluler  maupun intraseluler.  Klamidospora  dapat  berkecambah  bila  ada  rangsangan  eksudat akar  yang mengandung gula dan asam amino, juga dapat dirangsang dengan penambahan  residu  tanaman  ke  dalam  tanah .  Klon tanaman yang rentan tidak dapat ditanam kembali hingga 30 tahun pada tanah yang  sudah  terinfeksi Fusarium sp.  Di  dalam  tanah,  cendawan Fusarium sp dapat  bertahan  sebagai  parasit  pada  tanaman  gulma  yang  bukan  inangnya. Ujung akar atau bagian permukaan rizoma yang luka merupakan daerah awal utama dari infeksi (Sastrahidayat,  1986).

Gangguan  pada  jaringan  xylem,  tanaman  menunjukkan  gejala  layu, daun  menguning,  dan  akhirnya  mati.  Gejala  layu  seringkali  disertai  gejala klorosis  dan  nekrosis  pada  daun. Gejala  yang  terjadi  pada  tanaman cabai merah yang terserang penyakit layu fusarium adalah menguningnya daun dari tepi daun selanjutnya menjadi coklat dan mati secara perlahan hingga tulang daun.  Menguning  dan  matinya  daun-daun  dimulai  dari  daun  yang  lebih  tua. Hal ini disebabkan patogen menginfeksi tanaman melalui luka pada akar dan masuk  kedalam  jaringan  xylem  melalui  aktivitas  air  sehingga  merusak  dan menghambat  proses  menyebarnya  air dan  unsur  hara  keseluruh  bagian tanaman  terutama  pada  bagian  daun  yang  tua.

Tobacco Mosaic Virus (TMV)

Pada isolasi virus, digunakan tanamn Chenopodium amaranticolor karena tanaman ini adalah tanaman yang baik untuk digunakan sebagai tanaman indicator. Hal ini karena tanaman ini merupakan tanaman yang rentan. Pada tanaman C. amaranticolor, gejala lesion local biasanya berkembang dengan baik pada daun yang telah dewasa. Karborundum memiliki partikel yang kecil. Ketika dioleskan pada daun, maka daun akan mengalami luka-luka kecil, sehingga luka tersebut digunakan untuk jalan masuknya virus ke jaringan tanaman. Penggunaan buffer fosfat pada saat penggerusan adalah agar partikel virus tetap dapat virulen, karena penggerusan ini menyebabkan virus terdisleksi dari sel daun tembakau. Dalam praktikum ini, virus TMV diidentifikasi dengan melihat gejala yang tampak pada daun tembakau yang bergelaja mosaic.

Virus mosaik tembakau (Tobacco mosaic virus, TMV) adalah virus yang menyebabkan penyakit pada tembakau dan tumbuhan anggota suku terung-terungan (Solanaceae) lain. Gejala yang ditimbulkan adalahbercak-bercak kuning pada daun yang menyebar, seperti mosaik.

Tembakau virus mosaik memiliki tampilan seperti batang. kapsid adalah terbuat dari 2130 molekul protein mantel (lihat gambar ke kiri) dan satu molekul basa RNA genom 6.400 panjang. Protein mantel merakit diri ke dalam batang seperti struktur heliks (16,3 protein per helix putar) di sekitar RNA yang membentuk struktur loop jepit rambut (lihatmikrograf elektron di atas). Monomer protein terdiri dari 158 asam amino yang dirakit menjadi empat-alfa heliks utama, yang bergabung dengan loop terkemuka proksimal dengan sumbu virion tersebut. Virion ~ 300 nm panjang dan ~ 18 nm dalam diameter. microphotographs elektron negatif bernoda menunjukkan saluran batin yang berbeda ~ 4 nm. RNA terletak di radius ~ 6 nm dan dilindungi dari tindakan enzim seluler oleh mantel protein Ada tiga RNA nukleotida per monomer protein. X-ray difraksi serat struktur virus utuh berdasarkan kerapatan elektron 3,6 Å peta pada resolusi(Akin dan Nurdin, 2003).

Gejala yang disebabkan oleh virus mosaik tembakau (TMV) adalah agak tergantung pada tanaman inang dan dapat termasuk mosaik, bintik-bintik (gambar 1 dan 2), nekrosis (gambar 3 dan 4), pengerdilan, daun keriting, dan menguning dari jaringan tanaman. Gejala tersebut sangat tergantung pada umur tanaman terinfeksi, kondisi lingkungan, strain virus, dan latar belakang genetik dari tanaman inang, temperatur, kondisi cahaya, faktor gizi, dan stres air(Akin dan Nurdin, 2003)

Karena virus tidak memiliki metode aktif untuk masuk ke sel tanaman, mereka harus mengandalkan menyebabkan luka mekanis, perbanyakan vegetatif tanaman, mencangkok, biji, serbuk sari, dan sedang dilakukan pada bagian mulut serangga mengunyah. virus mosaik tembakau ini paling sering dimasukkan ke dalam tanaman melalui luka kecil yang disebabkan penanganan dan oleh serangga pencucuk penghisap bagian-bagian tanaman(Akin dan Nurdin, 2003).

Nama patogen : TMV (Tobacco Mosaik Virus)

Nama inang     : Nicotiana tabacum

KESIMPULAN
  1. Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni.    Isolasi jamur dan bakteri dilakukan dengan cara mengambil jamur dan bakteri tersebut dari bagian tanaman yang menunjukkan gejala sakit kemudian ditumbuhkan kemedium untuk memeperoleh biakan murni.
  2. Inokulasi virus dilakukan dengan cara mengekstraksi virus dari bagian tanaman yang menunjukkan gejala sakit   , kemudian ditularkan ke tanaman yang sehat.
  3. Bakteri yang diidentifikasi dalam praktikum ini merupakan bukan bakteri dari R. solanacearum. Jamur yang diidentifikasi dalam praktikum ini adalah jamur F. oxysporum. Virus yang diidentifikasi secara visual dalam praktikum ini merupakan jenis virus TMV.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Akin, H.M. dan M. Nurdin. 2003. Pengaruh infeksi TMV (Tobacco Mosaic Virus) terhadap pertumbuhan vegetative dan generative beberapa varietas cabai merah (Capsicum annum l.). J. Hama dan Pneyakit Tumbuhan Tropika. 3:10-12.

Barnet  dan  Hunter.  1988. Illustrated  Genera  of  Imperfect  Fungi.  West  Virginia  : Burgress Publishing Company

Booth S. 1985. The Genus Fusarium. England. The Lavenham Press Ltd.

Burrow,W.1959.Textbook of Microbiology.W.B. Saunders Company:Philadelpia

Chang, T.H., Lin, Y.H., and Chen, K.S. 2014. Cell wall renforcement in watermelon shoot base related to its resistance to fusarium wilt caused by Fusarium oxysporum. Journal of Agriculture Science 1-10.

Denny,  T.P., and  A.C.  Hayward.  2001.  Ralstonia solanacearum. In: Schaad, N.W., J.B. Jones, and W. Chun.  Laboratory  Guide  for  Identification  of  Plant Pathogenic  Bacteria.  Third  Edition.  APS  Press, St.Paul Minnessota.

Domsch K.H., T.H Anderson. , W. Gams. 1993. Compendium of Soil Fungi. IHW-Velag I:-

Huda,  M.  2010.  Pengendalian  Layu  Fusarium  pada  Tanaman  Pisang  (Musa  paradisiaca L.)  secara  Kultur  Teknis  dan  Hayati.  Skripsi.  Fakultas  Pertanian.  Institut  Pertanian Bogor.

Kelman,   A.  1953.  The  bacterial  wilt  caused  by Pseudomonas  solanacearum.  A  Literature  review and Bibiography. Tech. Bull. N. Carolina

Lay, W. 1992. Mikrobiologi . Jakarta : Rajawali Pers.

Machmud, M. and Y. Suryadi. 2008. Detedtion and identification of Ralstonia solanacearum strains using the indirect Elisa technique. Indonesia Journal of Agriculture 1:13-21.

Saragih,  S.D.  2009.  Jenis-jenis  Fungi  pada  Beberapa  Tingkat  Kematangan  Gambut.  Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara.

Sastrahidayat, I. R. 1986. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Susetyo, Aryo Pratomo. 2010. Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer Tanaman Pisang Anonim.  2009.  Hama,  Penyakit  Dan  Defisiensi  Pada  Tanaman  Cabai. http://indonesiachili.com/pestanddiseasesmanagement.htm. Diakses tanggal 1 Desember 2014.

Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum . Malang : UMM Press.

Wilkinson, L. 2012. The development of the virus concept as reflected in corpora on individual pathogens – Lesson of the plant viruses -Tobacco Mosaic Virus. Medical History 20: 111-134.

Winarsih, S.  2007. Pengaruh  bahan  organik  pada  pertumbuhan Gliocladium  virens dan  daya antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum secara in-vitro. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 3:386 – 390

Tags: , , , , ,