Laporan praktikum

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara V: Pemecahan Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji

Posted by miftachurohman on May 12, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments

ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI

TUJUAN

  1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
  2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji berkulit keras.

TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan komponen teknolologi kimiawi biologis pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo,2002).

Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. (Edmond et al., 1957).

Biji yang dorman biasanya mempunyai kondisi fisiologis tertentu yaitu aktivitas metabolisme dalam tingkat minimal, mengalami dehidrasi sebagian dan tidak melakukan sintesis. Perkecambahan biji dapat dihambat dengan ketidakhadiran dari beberapa faktor eksternal yang sangat dibutuhkan seperti ketidakhadiran air, suhu, komposisi udara yang tepat. Meskipun demikian banyak pula biji yang telah ditempatkan pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan namun tidak berkecambah. Hal ini lebih disebabkan faktor internal. Hal ini dapat karena embrio biji yang belum masak, kulit biji yang impermeable terhadap air dan gas, penghambat pertumbuhan embrio karena mekanik, membutuhkan persyaratan khusus seperti suhu dan cahaya atau karena adanya substansi atau zat penghambat perkecambahan (Bagyoastuti, 2004).

Variasi umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya seperti kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup. Walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah bilabiji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilagan daya hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 3500  atau lebih (Dwijoseputro,1985).

Dormansi perimer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana kondisi persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya,suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk berkecambah mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal dengan benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu : (1) skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis, namun temperatur tinggi jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih, karena biasanya temperatur tinggi malah meningkatkan dormansi benih daripada memperbaiki perkecambahannya (Leopold et al.,1975),(2) skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang mengandung senyawa tidak larut air yang menghalangi masuknya air ke benih, maka pelarut organik tersebut (alkohol dan aseton) dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah (Soejadidan,2002).

Menurut Bradbeer (1989), mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi yang berbeda yaitu penutup embrio dan embrio. Dormansi yang disebabkan penutup embrio diantaranya pertukaran gas terhambat, penyerapan air terhambat, penghambatan mekanis, inhibitir di dalam penutup embrio dan kegagaan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperm. Sementara dormansi embrio di antaranya embrio belum berkembang dan berdiferensiasi pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio defisiensi zat pengatur tumbuh adanya inhibitor.

Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkan menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan satu yang tidak terpenuhi, misalnya saja perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang mengakibatkan kekeringan yang berlebih sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas (Nutile et al.,2006).

METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara V yang berjudul “Pemecahan Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji” dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah biji saga (Abrus precatorius), H2SO4 pekat, kertas filter, dan aquades. Alat yang digunakan adalah cawan petridish, pinset, amplas, dan pipet tetes.

Percobaan ini dibagi atas tiga perlakuan yaitu kimiawi, mekanis, dan kontrol. Pada perlakuan kimiawi, biji saga dimasukkan ke larutan H2SO4 pekat selama 3 menit, 6 menit, dan 9 menit, setiap perlakuan terdiri atas 10 biji saga. Sembari ditunggu, cawan petridish disiapkan dengan diberi tanda dan kertas saring yang dibasahi dengan air. Setelah biji saga direndam, lalu biji saga direndam dalam air selama 1 menit, kemudian ditata di petridish tersebut. Pada perlakuan mekanis, biji saga diamplas sisi tepinya lalu ditata pada cawan petridish yang telah diberi dengan kertas saring, lalu dibasahi dengan air. Pada perlakuan kontrol, biji saga tanpa perlakuan apa-apa diletakkan di cawan petridish yang telah diberi kertas saring dan dibasahi dengan air. Pengamatan biji tang berkecambah dilakukan selama 2 minggu. Kemudian dihitung gaya berkecambah dan indeks vigornya dengan rumus:

GB = Σ biji yang berkecambah sampai hari ke- n  x 100%

Σ biji yang dikecambahkan

IV = Σ biji yang berkecambah pada  hari ke- n hari pengamatan

kemudian dibuat histogram dari gaya berkecambah dan grafik dari indeks vigor.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Perlakuan Gaya berkecambah
H2SO4 3  menit 40%
H2SO4 6  menit 25%
H2SO4 9  menit 38%
Kontrol 15%
Amplas 65%

Tabel 2. Indeks Vigor Saga (Abrus precatorius)

Perla-kuan Hari Pengamatan
  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
H2SO4 3  menit 0 0 0 0,05 0 0,03 0,05 0,07 0,13 0,08 0 0,05 0,12 0,07
H2SO4 6  menit 0 0 0 0 0,04 0,07 0,03 0,02 0,06 0,06 0,24 0,02 0,03 0,03
H2SO4 9  menit 0 0,17 0,17 0 0,00 0,43 0,20 0,05 0,06 0,04 0,07 0,05 0,06 0,09
Kontrol 0 0 0 0 0,33 0 0 0 0,04 0 0 0 0,02 0
Amplas 0 0 0 0 0,23 0,72 0,55 0,32 0,15 0,34 0,34 0,15 0,13 0,13

PEMBAHASAN

Dormansi adalah suatu penundaan pertumbuhan selama periode tertentu, keadaan ini ditemukan pada biji, tunas, umbi, atau rizom. Bagian tanaman tersebut tetap variable, terjadi reduksi aktivitas metabolisme dan hal ini sangat erat hubungannya dengan factor luar yang sangat berpengaruh untuk terjadi dormansi. Benih dikatakan dorman bila dia tidak mampu berkecambah meskipun dalam kondisi lingkungan yang optimum bagi perkecambahan. Penyebab dormansi suatu benih pada umumnya terkait dengan sifat morfologi dan fisiologi benih tersebut. Faktor dalam yang mempengaruhi dormansi antara lain adalah senyawa-senyawa tertentu yang bersifat sebagai penghambat. Zat penghambat adalah suatu zat yang menyebabkan suatu biji menjadi dorman, dalam hal ini termasuk asam sianida, amoniak, kafein, etilen, coumarin, dan lain-lain. Faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan biji yaitu kulit biji yang keras, kulit biji yang imperbeabel, impermeabel terhadap air dan oksigen, embrio yang tidak sempurna dan dan belum dewasa.

Suatu biji dikatakan dorman apabila biji itu tidak berkecambah meskipun keadaan dalam dan luar biji memungkinkan untuk berlangsungnya suatu perkecambahan. Adanya dormansi ternyata tidak hanya memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan suatu biji namun juga memberikan pengaruh positif. Pengaruh positif adanya dormansi adalah kemampuan mempertahankan daya hidup biji dalam usaha penyebaran tumbuhan. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu waktu yang lama dalam perkecambahan. Jadi pematahan dormansi berguna untuk mempercepat proses perkecambahan suatu biji.  

Pengaruh zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci atau merendam biji dalam air, memperlakukan biji dengan bermacam-macam suhu pada interval yang agak luas, pemberian khemikalia, dan hilang sendiri akibat penebaran di dalam tanah dan juga penetralan oleh zat-zat kimia yang ada di dalam tanah. Berikut adalah cara-cara pemecahan dormansi biji:

  1. Dengan perlakuan mekanis. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
    Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
  2. Dengan perlakuan kimia.
    Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam.

    1. Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
    2. Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 PPM.Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).
  3. Perlakuan perendaman dengan air.
    Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 – 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan.
  4. Perlakuan dengan suhu.
    Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
  5. Perlakuan dengan cahaya.
    Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

Metode untuk mematahkan dormansi dalam praktikum ini adalah dengan perlakuan mekanis, khemis (dengan H2SO4), dan pengaruh cairan daging buah (coumarin). Perlakuan mekanis dengan cara mengamplas tepi biji, hal ini dilakukan  untuk melemahan kulit biji sehingga terbentuklah celah atau lubang untuk memudahkan air dan udara melakukan aliran yang mendorong perkecambahan dan sebagai tempat keluar embrio untuk melakukan pertumbuhan.

Pada perlakuan khemis yaitu dengan perendaman biji dalam larutan H2SO4, perlakuan khemis lebih efisien bila dibandingkan dengan perlakuan mekanis yang memakan waktu dan tenaga terutama pada perkecambahan secara besar-besaran. Namun sisi buruk pada perlakuan khemis yaitu bila dosisnya berlebihan dan dalam menjalankan metode pelaksanaan tidak cermat, maka akan menghambat proses perkecambahannya. Kulit biji sangat peka terhadap pengaruh luar, sehingga hambatan proses perkecambahan disebakan oleh bahan kimia tersebut yang keras.

Gaya berkecambah suatu biji adalah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji yang dikecambahkan, dinyatakan dalam persen dalam waktu tertentu. Waktu tersebut berbeda untuk masing-masing jenis biji. Biji disebut murni apabila biji-biji tersebut berasal dari varietas serta memiliki bentuk, warna, ukuran yang sama. Gaya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui apakah biji masih mampu berkecambah atau tidak. Sedangkan kecepatn berkecambah suatu biji ialah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji murni yang dikecambahkan dalam waktu yang lebih pendek daripada untuk penentuan gaya berkecambah.

Gambar 1. Grafik Indeks Vigor Biji Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan grafik tersebut, indeks vigor terendah ada pada perlakuan kontrol. Diatasnya ada perlakuan H2SO4 9  menit , lalu H2SO4 3  menit, kemudian  H2SO4 6  menit. Indeks vigor tertinggi ada pada perlakuan biji saga yang diamplas. Hal ini sudah terlihat dari hari pengamatan kedua. Pada perlakuan pengamplasan biji pada hari kedua, indeks vigornya paling tinggi namun setelah itu turun drastis. Perlakuan ini efektif dalam mempercepat perkecambahan. Perlakuan khemis dipandang lebih efektif dan efisien karena dapat dilakukan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cukup singkat. Namun dalam perlakuan ini perlu diperhatikan konsentrasi/dosis bahan kimia yang digunakan karena sifat bahan kimia yang keras, juga karena kulit biji yang sangat peka terhadap pengaruh dari luar. Perlakuan khemis dengan H2SO4 dapat menghentikan dormansi biji saga, namun apabila kondisi biji saga yang kurang baik, maka H2SO4 dapat masuk ke biji saga dan dapat menyebabkan rusaknya embrionya. Penggunaan amplas memang aman dan dapat menghentikan masa dormansi biji saga, namun membutuhkan waktu lama dalam proses pengamplasan.

Gambar 2. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan histogram di atas, gaya berkecambah paling tinggi ada pada perlakuan amplas, sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol. Hal tersebut terjadi karena air sulit masuk ke dalam biji saga dengan kulit yang keras dan permeabel. Sedangkan pada perlakuan amplas, iar dapat lebih mudah masuk ke dalam biji saga untuk membantu mengakhiri dormansi biji. Kulit biji saga yang keras sudah dihilangkan beberapa bagian, sehingga air memperoleh jalan untuk masuk ke dalam biji. Untuk perlakuan khemis, gaya berkecambah tertinggi pada perlakuan perendaman 3 menit. Hal tersebut terjadi karena  H2SO4 yang sangat kuat, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk merusak kulit biji saga yang keras. Namun bila perendaman terlalu lama, dapat berakibat merusak embrio biji saga.

KESIMPULAN

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan :

  1. Penyebab dormansi biji yaitu karena adanya kulit biji bersifat impermeable terhadap air dan O2 serta keberadaan cairan buah yang menghambat perkecambahan. Zat Penghambat yang terdapat dalam cairan buah bersifat reversible, yaitu pada kadar rendah memacu perkecambahan dan pada kadar tinggi menghambat perkecambahan.
  2. Perlakuan mekanis, misalnya pengamplasan pada kulit biji berfungsi untuk mengurangi sifat impermeable kulit biji, sehingga proses imbibisi dapat belangsung lancar dan biji dapat berkecambah. Perlakuan khemis pada biji dapat mengatasi masalah dormansi biji, dalam praktikum ini yaitu dengan perendaman dengan H2SO4 pada dosis yang tepat agar membuka jalan untuk masuknya air ke dalam biji dan agar tidak merusak embrio dalam biji.

DAFTAR PUSTAKA

Bradbeer J.W.1989.SeedDormancy and Germination.Champman and Hall,New York.

Bagyoastuti,D.S.2004.Pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh terhadap waktu dormansi dan perkecambahan biji. Agromedia 22: 23-30.

Dwijoseputro.1985.Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Edmond,J.B.,T.L. Senn dan F. S. Andrews.1957.Fundamentals of Horticulture.Mc Grown – Hill Book Company.New York.476p.

Leopold,A.C. and P.E.Kriedemann.1975.Planth Growth and Develompment.Mc-Graw Hill Book Co.Ltd,New Delhi.

Nutile,G.E.andWoodstock,L.W.2006.The influence of dormancy-inducing dessication treatments on the respiration and germinationon of Sorghum.Physiologia Plantarum 20:554-561.

Soejadidan,U.S.Nugraha.2002.Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Gaya Berkecambah.Industri Benih,Jakarta.

Ulfa,Syarifah Widya.2010.Dormansi Biji.< http://biologimaterial.blogspot.com/2010/09/dormansi-penuaan-dan-mati.html>.Diakses 26 Mei 2013 pukul 11.50.

Tags: , , , , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara II: Media Tanam

Posted by miftachurohman on May 10, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments
ACARA II
MEDIA TANAM

TUJUAN

Mengetahui pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan kualitas bibit.

TINJAUAN PUSTAKA

Suatu tanah tersususun dari unsur-unsur zat padat, zat cair dan gas. Untuk pertumbuhan tanaman yang memuaskan, unsur-unsur ini harus ada dalam perbandingan yang tepat. Bagian zat padat tersusun atas bahan anorganik dan bahan organik. Bagian anorganik terdiri atas sisa bebatuan setelah mengalami pelapukan  karena iklim, yang dapat berupa proses kimiawi dan fisika. Komponen anorganik bermacam-macam ukurannya, dari batuan kerikil sampai partikel koloid yang sangat kecil dari tanah liat. Bagian organik tanah terdiri dari organisme hidup dan organisme mati. Serangga, cacing, jamur, bakteri dan akar-akar tanaman merupakan zat organik yang hidup, sedangkan sisa dari hewan dan tumbuhan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan merupakan zat organik yang mati. Sisa dari pembusukan (humus) sebagian besar koloid, dan membantu dalam menyimpan air dan gizi tanaman. Bagian cair dari tanah berisi air, berfungsi untuk melarutkan mineral-mineral dalam berbagai kuantitas, seperti O2 dan CO2. unsure-unsur mineral air dan barangkali CO2 masuk ke tanaman lewat larutan tanah (Hartman dan Kester, 1976).

Gaya berkecambah merupakan tolak ukur viabilitas potensial yang merupakan stimulasi dari kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal dalam kondisi optimum. Perbedaan hasil pengujian viabilitas benih yang dipengaruhi oleh media tanamn terkait dengan kemampuan media dalam mensuplai kebutuhan benih untuk pertumbuhanay. Pengujian viabilitas benih harus mengikuti standar internasional, baik metdode maupun evaluasi pengujian supaya hasil yang diperoleh dapat diakui dan diterapkan secara internasional(Linggar dkk., 2006)

Perkecambahan tanaman akan berlangsung apabila faktor luarseperti air, udara, suhu dan kelembababn terpenuhi. Keberadaan udara dan air dalam tanah  tidak terlepas dari sistem aerasi. Yang dimaksud dengan aerasi adalah ,emberi kotak udara terhadap permukaan badan air. Aerasi bertujuan untuk proses oksigenasi(Hidayat, 2008).

Pemberian pupuk kandang yang berupa pupuk kotoran ayam diharapkan akan dapat membantu menetralkan pH tanah, menetralkan racun akibat adanya logam berat dalam tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, membantu penyerapan hara dari pupuk kimia yang ditambahkan, membantu mempertahankan suhu tanah sehingga fluktuasi tidak tinggi, mendorong kehidupan jasad renik, dan sebagai sumber unsur mikro yang dibutuhkan tanaman, sehingga keseimbangan unsur hara di dalam tanah menjadi lebih baik. Semakin baiknya kondisi fisik tanah dan semakin meningkat kandungan unsur hara di dalam tanah menyebabakan laju pertumbuhan fotosintesis meningkat dan tersedia fotosintat yang cukup untuk meningkatkan jumlah polong isi per tanaman (Nurjen et al., 2007).

Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah juga harus memperbaiki sifat fisika tanah. Bahan organik berperan dalam menciptakan struktur tanah yang ideal bagi pertumbuhan tanaman, meningktakan kemampuan tanah menahan air, meninkatkan infiltrasi, dan stabilitas agregat tanah. Pupuk kandang merupakan slaah satu jenih bahan organik. Bentuk pupuk kandang yang diberikan ada dua jenis, yaitu pupuk kandang segar dan pupuk kandang yang sudah mengalami proses dekomposisi(Tisdale et al., 1985).

METODOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara II yang berjudul Media Tanam dilaksanakan pada hari Kamis,  25 April 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain biji kacang tanah (Acahis hipogaea), tanah, pupuk kandang, pasir. Alat-alat yang digunakan antara lain polibag, cetok, oven,  penggaris dan alat tulis.

Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah dilakuakan persiapan media tanam. Tanah bagian atas diambil sampel ketebalan 25 cm dari eprmukaan tanah. Setelah itu disiapkan pupuk kandang. Media tanam yang disiapkan ada 3 macam yaitu tanah, campuran antara tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1 serta campuran antara tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbadingan 1 : 1 : 1. Setelah itu campuran yang ada dimasukkan dalam polibag. Kemudian media tanam tersebut dibasahi dengan air sampai kapasitas lapang, lalu dimasukkan 10 biji kacang tanah ke dalam pot dan dipelihara. Proses perkecambahan tersebut diamati selama 7 hari, pada awal minggu kedua dilakukan penjarangan dan disisakan tiga tanaman. Jumlah daun dan tinggi tanaman diamati setiap tiga hari dan selama 28 hari. Kemudian tanaman dipanen dan dilakuakn penimbangan berat segar tajuk dan akar untuk masing masing perlakuan. Kemudian tanaman dioven pada suhu 65-70cC selama 48 jam. Setelah beratnya konstan, ditimbang berat kering tajuk dan akarnya. Kemudian dihitung gaya berkecambah dan indeks vigor debgab rumus:

GB =jumlsh biji berkecambahtotal biji yang dikecambahkan x 100%

IV = Σ jumlsh biji berkecambah hari ke-nhari ke-n

Setelah itu dibuat grafik gaya berkecambah, indeks vigor, tinggi tanaman, dan jumlah daun pada berbagai hari pengamatan serta histogram berat segar dan berat kering tajuk dan akar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENGAMATAN
Gaya Berkecambah dan Indeks Vigor

Gaya Berkecambah

Perlakuan JUMLAH BIJI BERKECAMBAH
Kel. 1 2 3 4 5 6 7 GB
Perlakua A (TANAH) 1 0 0 7 7 9 9 9 90%
2 0 9 10 10 10 10 10 100%
3 0 1 3 4 4 5 8 80%
4 6 7 7 7 7 7 7 70%
5 5 5 6 6 7 7 7 70%
6 0 2 4 5 8 8 10 100%
Rerata 1,84 4 6,12 6,5 7,5 7,67 8,5 85%
Perlakuan B (TANAH + PUPUK) 1 0 0 0 8 9 10 10 100%
2 1 9 10 10 10 10 10 100%
3 0 0 3 5 7 8 9 90%
4 4 8 8 8 8 8 8 80%
5 7 8 8 8 8 8 8 80%
6 0 3 5 6 9 9 10 100%
Rerata 2 4,67 5,67 7,5 8,5 8,83 9,12 92%
Perlakuan C ( TANAH + PUPUK + PASIR ) 1 0 6 8 9 9 10 10 100%
2 0 1 6 6 8 8 8 80%
3 0 0 4 6 7 9 9 90%
4 0 2 3 3 4 5 5 50%
5 5 6 6 7 8 8 8 80%
6 0 0 1 2 9 9 9 90%
Rerata 0,84 2,5 4,67 5,5 7,5 8,17 8,17 82%

Indeks Vigor

Perlakuan

INDEKS VIGOR

Kel. 1 2 3 4 5 6 7
Perlakua A (TANAH) 1 0,00 0,00 2,30 1,75 1,80 1,50 1,28
2 0,00 4,50 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00
3 0,00 0.5 1,00 1,00 0,80 0,83 1,14
4 6,00 3,50 2,33 1,75 1,40 1,17 1,00
5 0,50 0,00 0,10 0,10 0,10 0,00 0,00
6 0,00 1,00 0,67 0,25 0,60 0,00 0,29
Rerata 1,08 1,80 1,12 0,81 0,78 0,58 0,62
Perlakuan B (TANAH + PUPUK) 1 0,00 0,00 0,00 2,00 1,80 1,60 1,40
2 1,00 4,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00
3 0,00 0,00 1,00 1,25 1,40 1,33 1,29
4 4,00 4,00 2,67 2,00 1,60 1,33 1,14
5 0,70 0,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
6 0,00 1,50 0,67 0,25 0,60 0,00 0,14
Rerata 0,95 1,60 0,78 0,92 0,90 0,71 0,66
Perlakuan C ( TANAH + PUPUK + PASIR ) 1 0,00 3,00 2,27 2,25 1,80 1,60 1,40
2 0,00 0,50 1,67 0,00 0,40 0,00 0,00
3 0,00 0,00 1,33 1,50 1,40 1,50 1,29
4 0,00 1,00 1,00 0,75 0,80 0,83 0,71
5 0,50 0,10 0,00 0,10 0,10 0,00 0,00
6 0,00 0,00 0,33 0,25 1,40 0,00 0,00
Rerata 0,08 0,77 1,10 0,81 0,98 0,66 0,57
Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

Tinggi Tanaman

Perlakuan Kelompok TINGGI TANAMAN
  1 2 3 4 5 6 7
Perlakuan A ( TANAH ) 1 3,92 9,42 12,48 16 17,9 20,67 21,58
2 18,75 24,35 29,6 31,25 32,75 35,3 35,6
3 15,5 17,5 20 21,5 22,3 24 25
4 17,67 21,77 26,9 27,3 30,17 32,22 35,42
5 9,8 12,83 14,03 15,2 16,4 14,33 14,77
6 6,67 11 13 13,5 15,5 21 21,5
Rerata 12,05 16,14 19,35 20,79 22,5 24,59 25,64
Perlakuan B ( TANAH + PUPUK ) 1 5,9 6,62 7,78 8,72 9,58 10,3 11,9
2 19,05 24,75 28,75 29,85 33,2 36 38,75
3 8 12 14 14 14,4 14,6 15
4 10,8 12,9 14,47 15,5 16,57 18,2 19,4
5 9,16 17,1 18,9 21,367 21,67 19 19,77
6 4,34 8,5 9,34 10 13,5 15 17,33
Rerata 9,54 13,65 15,59 16,57 18,15 18,85 20,36
Perlakuan C ( TANAH + PUPUK + PASIR ) 1 2,025 3,2 4,45 6,3 7,6 9,45 12,15
2 10,15 16,45 18,55 19,55 20,9 20,7 21,75
3 11,5 15 17,5 19 19,2 19,6 19,8
4 10,75 12,87 15,67 16,84 17,5 18,5 19,87
5 12,26 12,3 14,5 16,23 17,67 15,17 15,5
6 7,67 14 16 16,5 18,5 21 25
Rerata 9,05 12,3 14,45 15,73 16,89 17,4 19,01

Jumlah Daun

Perlakuan Kelompok JUMLAH DAUN
1 2 3 4 5 6 7
Perlakua A ( TANAH ) 1 3 4 4 7 7 7 8
2 0 1 1 3 3 3 3
3 1 1 1 1 1 2 2
4 0 0 2 2 2 2 3
5 1 1 2 2 2 2 2
6 1,00 1,00 1,67 2,00 2,67 3,00 3,00
Rerata 1,00 1,33 1,94 2,83 2,94 3,17 3,50
Perlakua B  ( TANAH + PUPUK ) 1 2 2 3 3 4 4 4
2 0 1 2 2 4 4 4
3 1 1 1 1 1 1 1
4 0,00 0,00 1,33 2,00 2,00 2,33 3,00
5 1,00 1,00 2,00 2,00 3,00 3,00 3,00
6 1,00 1,00 1,33 2,00 2,00 2,00 2,00
Rerata 0,83 1,00 1,78 2,00 2,67 2,72 2,83
Perlakuan C ( TANAH + PUPUK + PASIR ) 1 2,00 2,00 3,00 3,00 4,00 4,00 5,00
2 0,00 1,00 2,00 2,00 3,00 3,00 3,00
3 1,00 1,00 1,00 2,00 3,00 3,00 3,00
4 0,00 0,00 1,67 1,67 1,67 1,67 2,33
5 1,00 1,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00
6 1,00 1,00 1,67 2,00 2,33 3,00 3,00
Rerata 0,83 1,00 1,89 2,11 2,67 2,78 3,06

Berat Kering dan Berat Basah Akar

Perlakuan Kelompok Berat Kering Akhir (gr) Berat Basah (gr) TAJUK (gr) AKAR (gr)
before after before after
Perlakua A ( TANAH ) 1 0,7 3,7 3,4 0,6 0,3 0,1
2 0,69 1,27 1,143 0,64 0,17 0,05
3 0,38 1,3 1,2 0,3 0,1 0,08
4 0,35 1,07 0,97 0,27 0,1 0,079
5 0,18 2 1,89 0,16 0,11 0,02
6 0,38 1,067 0,97 0,3 0,1 0,08
Rerata 0,45 1,73 1,59 0,37 0,14 0,07
Perlakuan B ( TANAH + PUPUK ) 1 0,35 1,56 1,44 0,3 0,12 0,05
2 0,53 1,116 0,973 0,49 0,143 0,04
3 0,22 0,677 0,627 0,19 0,05 0,03
4 0,113 0,91 0,67 0,1 0,24 0,013
5 0,24 3,98 3,68 0,2 0,3 0,04
6 0,22 0,71 0,66 0,19 0,05 0,03
Rerata 0,27 1,5 1,34 0,24 0,15 0,033
Perlakuan C  ( TANAH + PUPUK + PASIR ) 1 0,23 1,71 1,62 0,2 0,09 0,03
2 0,65 1,1733 0,95 0,57 0,2233 0,08
3 0,3 1,27 1,21 0,27 0,06 0,03
4 0,155 1,377 1,32 0,12 0,057 0,035
5 0,43 2,17 2,06 0,36 0,11 0,07
6 0,3 1,37 1,37 0,27 0,06 0,03
Rerata 0,37 1,58 1,48 0,29 0,1 0,045

 

PEMBAHASAN

 

Media tanam adalah media / bahan yang digunakan sebagai tempat tumbuh dan berkembangnyatanaman, baik berupa tanah maupun non tanah. Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda.

Agar pertumbuhan bibit dapat baik, media tanam diharapkan mempunyai sifat-sifat sebagai:

  1. Media hendaknya gembur agar pertumbuhan akar tidak terganggu dan akar dapat leluas menembus.
  2. Kelembaban media harus cukup dan ini dapat diatasi dengan penyiraman, karena air sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
  3. Media hendaknya bersifat sarang sehingga oksigen dapat masuk untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
  4. Media hendaknya bebas dari gulma, nematoda dan berbagai penyakit.
  5. Sebaiknya kadar salinitas rendah.
  6. Media hendaknya mengandung hara yang diperlukan bagi tanaman.

Fungsi media tanam, meliputi :

  1. Tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman
  2. Penopang tanaman dan bonggol agar tumbuh secara baik
  3. Penyedia unsur hara bagi tanaman
  4. Penyedia air bagi tanaman

Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.

Pupuk organik berperan dalam pelepasan hara tanah secara perlahan dan kontinu sehingga dapat membantu dan mencegah terjadinya ledakan suplai hara yang dapat membuat tanaman menjadi keracunan. Pupuk organik dapat meningkatkan struktur tanah dalam arti komposisi partikel yang berada dalam tanah lebih stabil dan cenderung meningkat karena struktur tanah sangat berperan dalam pergerakan air dan partikel udara dalam tanah, aktifitas mikroorganisme menguntungkan, pertumbuhan akar, dan kecambah biji.

Pasir sering digunakan sebagai campuran media tanam. Sifatnya yang cepat kering akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Sementara bobot pasir yang cukup berat akan mempermudah tegaknya setek batang. Selain itu, keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam. Pasir malang dan pasir bangunan merupakan Jenis pasir yang sering digunakan sebagai media tanam. Oleh karena memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap proses pemisahan) pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau angin. Dengan demikian, media pasir lebih membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebih intensif. Hal tersebut yang menyebabkan pasir jarang digunakan sebagai media tanam secara tunggal.

Pada kegiatan budidaya pertanian, media tanam merupakan komponen utama yang perlu diperhatikan, terutama keberadaan unsur hara yang terdapat pada media tanam tersebut. Keseimbangan unsur hara sangat berpengaruh pada hasil produksi yang diperoleh. Salah satu penyebab adanya ketidak seimbangan unsur hara tanah adalah adanya penggunaan secara intensif tanpa melakukan penambahan unsur hara. Ketidakseimbangan unsur hara dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi tanah.

Selain kondisi suhu udara, kelembaban dan intensitas cahaya, setiap jenis tanaman membutuhkan hara atau senyawa kimia yang berbeda. Hara dan senyawa kimia yang berbeda dihasilkan dari jenis media yang berbeda pula. Sehingga untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal, selain harus dapat menentukan jenis tanaman yang akan ditanam, juga dapat menentukan media tanam yang sesuai dengan kharakter tanaman tersebut.

Salah satu strategi untuk mendapatkan media tanam yang cocok dengan tanaman yang kita tanam yaitu dengan memasukkan bahan organik pada media tanam. Meskipun memiliki unsur hara yang relatif lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik, pupuk organik memiliki unsur hara lengkap dan kaya akan mikro organisme pengurai yang berfungsi menguraikan unsur hara menjadi senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tanaman.

Bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman antara lain ; daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan bahan organik mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman. Selain itu, bahan organik juga memiliki sifat hidroskopis dan berrongga, sehingga sirkulasi udara baik sehingga oksigen dapat masuk dalam tanah serta memiliki daya serap air yang tinggi.

Sifat bahan organik lebih mudah diuraikan melalui proses pelapukan atau dekomposisi oleh mikro organisme pengurai. Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), dan senyawa organik yang lain yang dibutuhkan bagi tanam. Senyawa organik yang dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap tanaman sebagai zat makanan.

Pembuatan media tanam yang baik pada prinsipnya bisa menggunakan formulasi berbagai bahan media tanam yang memiliki sifat-sfat sebagai berikut :

  1. Mampu menopang tanaman secara kokoh, sehingga tanaman mampu berdiri tegak dan tidak mudah roboh. Agar persyaratan tersebut terpenuhi, maka kita harus memilih media tanam yang tidak mudah lapuk dan bisa tahan lama.
  2. Media tanam harus memiliki sifat porous, sehingga mampu mengalirkan kelebihan air yang tidak dibutuhkan, sehingga tanaman terhindar dari rendaman air dan kelembaban yang tinggi. Kelembaban yang tinggi dapat mengakibatkan tanaman menjadi busuk dan serangan jamur. Sehingga kita harus dapat membuat media tanam yang tidak padat dan memiliki rongga atau pori pori, sehingga drainase dan aerasi pada media berjalan baik.
  3. Media harus tersedia unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik itu unsur hara makro maupun mikro, sehingga kebutuhan tanaman akan nutrisi dapat terpenuhi.  Agar persyaratan tersebut terpenuhi, maka perlu menambahkan pupuk organik atau pupuk kimia pada media tanam.
  4. Tanaman membutuhkan media yang bersih sehat dan tidak terkontaminasi jamur, virus atau tercemar bahan kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.  Sehingga untuk mendapatkan media tanam yang sehat bisa dilakukan dengan cara : a) Mengukus media tanam atau memasukan media tanam pada oven dengan suhu 70 o C selama 6 jam.  b) Menjemur media tanam pada terik matahari selama kurang lebih dua hari. c) Cara lain yang sering digunakan yaitu dengan mengaplikasikan pestisida dan fungisida pada media tanam.

Prinsip pembuatan media tanam, terdapat komponen bahan penyimpan atau pengikat air, bahan penyedia hara, dan unsur tanah. Bahan pengikat air bisa menggunakan sekam bakar atau serbuk sabut kelapa (kokopit), bahan penyedia hara bisa menambahkan pupuk organik, kompos, atau bahan organik lain serta tanah sebagai media memperkokoh perakaran, dengan perbandingan 1 : 1 : 1.

Agar diperoleh media yang bebas dari hama dan penyakit terutama jamur, bisa dilakukan dengan menambahkan ke media tanam fungisida dan pestisida. Pupuk organik yang digunakan diolah terlebih dahulu dengan melakukan decomposisi menggunakan efektif micro organisme atau decompozer yang lain

Histogram 1.1. Gaya Berkecambah

Gaya berkecambah merupakan tolak ukur viabilitas potensial yang merupakan stimulasi dari kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal dalam kondisi optimum. Pada histogram diatas dapat kita lihat bahwa pada setiap perlakuan meunjukkan gaya berkecambah yang berbeda-beda. Pada perlakuan A menunjukkan presentasi gaya berkecambah sebesar 85%. Gaya berkecambah tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu perlakuan antara campuran media tanam tanah dan pupuk. Pada perlakuan B menunjukkan persentase gaya berkecambah sebanyak 92%. Sementara pada perlakuan C presentasi gaya berkecambah sebesar 82%. Hal ini menunjukkan bahwa media tanam terbaik bagi perkecambahan kacang hijau (Vigna radiata) adalah campuran media tananam berupa tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:1.

Histogram 1.1. Gaya Berkecambah

Berat basah merupakan berat tanaman yang ditimbang setelah melakkan pemanennan. Pada histogram di atas di ketahui bahwa berat basah tajuk dan akar pada masing-masing perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Berat basah pada tajuk menunjukkan berat basah yang lebih tinggi dari pada berat basah pada akar.

Berat basah pada tajuk dengan perlakuan A(Tanah) menunjukkan berat basah tertinggi yaitu sebesar 1, 59 gr. Sementara pada perlakuan B(Tanah+pupuk) menghasilkan berat basah sebesar 1,34 gr. Pada perlakuan B menghasilkan berat kering terendah. Pada perlakuan C(Tanah+Pupuk+Pasir) menghasilkan berat basah sebesar 1,42 gr.

Berat basah pada akar juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berat basah akar tertinggi terdapat pada perlkuan B yaitu sebedar 0,15 gr. Berat basah antara tajuk dan akar berbanding terbalik. Seharusnya berat basah antara tajuk dan akar menunjukkan berat basah yang berbanding lurus. Ketidaksesuaian ini terjadi karena pada saat pemanenan, akar banyak yang terputus dan tertinggal bersama media tanam. Hal ini yang menyebabkan akar pada setiap perlakuan menghasilkan berat yang tidak sebanding dengan berat tajuk.

Gambar 1.3 Histogram Berat kering

Berat kering tajuk dan akar merupakan berat kering yang dihasilkan setelah tajuk dan akar tanaman di oven dalam suhu 65-70C selama 48 jam. Pada histogram diatas menunjukkan berat kering yang sebanding antara tajuk dan akar. Sementara pada berat basah, berat basah antara tajuk dan akar menunjukkan berat basah yang tidak sebanding. Hal ini dapat terjadi karena air yang dikandung pada setiap tajuk dan akar mempunyai proporsi yang berbeda.  Pada saat dilakukan pengovenan, air yang terkandung mengalami penguapan dan yang ada hanya berat kering biomassa yang dihasilkan saja.

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa pada berat kering, tajukyang menghasilkan berat kering tertinggi yaitu pada perlakuan A(tanah) yaitu sebesar 0,37 gr. Sementara pada akar, perlakuan A juga mengasilkan berat kering tertinggi yaitu seberat 0,068 gr. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada perlakuan A menghasilkan berat kering terbesar.

Gambar 1.4 Grafik Indeks Vigor

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa indeks vigor tertinggi berada pada pengamatan hari ke dua pada perlakuan A(Tanah). Setelah itu indeks vigor mengalami penururnan hingga pada pengamatan hari ke 6 dan ke 7 nilai indeks vigornya mulai konstan. Pada pengamatan hari pertama, perlakuan A dan perlakuan B cenderung sama hingga pada akhir pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan A dan perlakuan B mempunyai efek yang sama terhadap indeks vigor perkecambahan kacang hijau. Sementara pada media tanam pada perlakuan C(Tanah+Pupuk+pasir) cenderung menyebabkan perbedaan nilai indeks vigor pada pada perkecambahan kacang hijau.

Grafik1.6 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman pada setiap hari selalu bertambah dengan pertambahan tinggi yang selalu konstan. Pertambahan tinggi tanaman ini berbanding lurus anta hari pengamatan dan tinggi tanaman. grafik tingi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan A(Tanag) dengan perbedaan yang cukup signifikan antara tinggi tanaman pada perlakuan B(Tanah+pupuk) dan perlakuan C(Tanah+Pupuk+Pasir). Pada perlakuan A dan perlakuan B menunjukkan tinggi tanaman yang hampir sama dengan tinggi tanaman terendah pada perlakuan C.

Gambar 1.5 Grafik  Jumlah Daun

Pada grafik jumlah daun dapat doiketahui bahwa jumlah daun tiap hari mengalami peningkatan. Pada perlakuan A(Tanah) menunjukkan jumlah daun terbanyak, diikuti oleh perlakuanC(Tanah+Pupuk+Pasir) dan perlakuan B (Tanah+Pupuk).

Struktur tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat dilihat  dari pengaruhnya terhadap perkembangan akar dan tajuk tanaman serta terhadap proses – berat biomassa yang dihasilkan. Proses fisiologi akar tanaman yang dipengaruhi oleh struktur tanah termasuk absorpsi hara, absorpsi air dan respirasi. Disamping itu struktur tanah juga berpengaruh terhadap pergerakan hara, pergerakan air dan sirkulasi O2 dan CO2 dalam tanah.

KESIMPULAN
  1. Perlakuan media tanam memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang hijau (Vigna radiata) secara umum. Gaya berkecambah terbaik terdapat pada Perlakuan B. Berat basah dan berat kering terbaik terdapat pada perlakuan A. Indeks vigor terbaik terdapat pada perlakuan A. Sedangkan tinggi tanaman dan jumlah daun terbaik juga terdapat pada perlakuan A. Secara umum, media tanam yang terbaik adalah campuran antara media tanah, pupuk kandang dan pasir.
  2. Komposisi media tanam mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan memperhatikan faktor-faktor eksternal lainnya. Media tanam harus mempunyai aerasi dan drainase yang baik, kapasitas menahan air yang baik, memiliki kandungan bahan organik yang cukup dan pH netral.
  3. Penambahan pupuk kandang akan memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur-unsur atau zat
  4. Penambahan pasir akan meningkatkan drainase dan aerasi tanah dalam menyimpan dan menyediakan air dan udara yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh.

DAFTAR PUSTAKA

Hartman, H. T. and Date, F. K. 1976. Plant Propagation: Principles and Practices. Prentice Hall of India Private Limited, New Delhi.

Nurjen, M., Sudiarso, dan Agung N. 2007. Peran  pupuk kotoran ayam dan pupuk nitrogen (urea) terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau (Phoseolus radiatus) varietas sriti. Agrivita 24 (1): 1-2.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th Ed. McMillan Publishing, New York.

Linggar, P., dan C. Faiza. 2006. Studi alternatif substrat kertas utnuk pengujian viabilitas benih dengan metode uni diatas kertas. Buletin Agronomi 34:55-61.

Hidayat, M. 2008. Perkembangan Genetik. <http://www.memesa,blogspot.com/2008/01/perkembangan- generatif.html>. Diakses tanggal 29 April 2013.

Tags: , , , , ,

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara I: Perbanyakan Vegetatif

Posted by miftachurohman on May 02, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments
ACARA  I
PERBANYAKAN VEGETATIF

TUJUAN
Memperoleh sifat-sifat tanaman yang lebih baik dibandingkan kedua tanaman induknya.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembiakan tak kawin berlangsung dengan cara pelepasan organ vegetatif dari tumbuhan induknya yang kemudian tumbuh menjadi individu baru. Aseksual berlangsung tanpa perubahan-perubahan kromosom. Sehingga sifat yang diturunkan sama dengan sifat induknya (Jumin, 1994).

Perkembangbiakan tanaman biasanya dilakukan secara vegetatif. Sebab, kalau perbanyakan dilakukan secara generatif dengan biji, hasilnya banyak yang menyimpang dari induknya (Wijaya, 1985).  Memindahkan sebuah mata tunas ke pangkal bawah tanaman lain yang sejenis (famili) untuk memp

Untuk mendapatkan hasil okulasi yang baik, beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu (Sugito et al, 1995) :

  1. Antara batang atas dan batang bawah mempunyai sifat kompobilitas yang tinggi di antaranya      mempunyai kesamaan dalam hal: umur batang, diameter batang dan lingkungan tumbuh tanaman induk. Suhu udara tempat persemaian diusahakan stabil dan berkisar antara 20-23ºC
  2. Kelembaban udara dijaga cukup tinggi untuk mempercepat pembentukan kalus
  3. Bahan stek dan lingkungan persemaian bebas dari hama dan penyakit (perlu disterilkan)
  4. Diperlukan naungan untuk menghindari intensitas radiasi matahari yang terlalu tinggi serta untuk menjaga kelembaban udara di bawah naungan.

Translokasi hasil fotosintesa berlangsung melalui phloem (jaringan kulit kayu) untuk diedarkan ke seluruh bagian tanaman. Kalau phloem diputuskan, maka tanaman atau hasil fotosintesa akan terhenti, sehingga membentuk kallus. Kallus ini apabila menyentuk media yang basah akan merangsang terbentuknya akar. Cabang atau dahan tempat akan terbentuk jika dipotong dan dipindahkan ke tanah akan diperoleh tanaman baru. Pekerjaan tersebut disebut  mencangkok. Keuntungan yang diperoleh dari mencangkok adalah tanaman yang baru sama dengan induknya dan cepat memperoleh bibit yang diinginkan. Sedangkan kelemahannya adalah tidak mempunyai perakaran yang kuat, memakan waktu yang banyak dan merusak pohon induk asal cabang atau dahan (Fuller and Caronthus, 1964).

Bagian batang, cabang atau pucuk yang ditanamkan disebut stek. Stek dibedakan menjadi stek batang, stek cabang, stek ranting, stek pucuk, stek daun, dan stek tunas (Hadiati, 1994).

Menurut Wudianto (1991) orang-orang pandai sering mendefinisikan stek sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar. Dari dasar itulah muncul stek akar, stek batang, stek daun, stek umbi.

  1. Stek batang
    Sebagian orang menyebutnya dengan stek kayu, karena umumnya tanaman yang dikembangbiakan dengan stek batang adalah tanaman berkayu. Untuk memudahkan pertumbuhan akar stek ini kadang-kadang kita juga perlu mengikutkan sebagian kayu dari cabang induk, sehingga bentuk stek batang ini tidak hanya lurus tetapi bertumut atau dapat juga dibentuk seperti martil.
  2. Stek daun
    Untuk memperbanyak tanaman ini biasanya digunakan sehelai daun lengkap dengan tangkainya. Contoh tanaman seperti ini adalah lidah mertua (Sanciviera sp), tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara ini biasanya pada ujung daunnya akan keluar tunas. Dan tunas inilah yang kita tanam.
  3. Stek akar
    Mengakarkan stek ini sebaiknya dilakukan pada musim dingin, sekalipun tidak menutup kemungkinan adanya suatu jenis yang menyukai situasi yang hangat. Stek akar muda akan berakar lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan dengan stek akar sebesar pensil
  4. Stek mata
    Stek mata yang juga sering disebut stek tunas ini, sebenarnya merupakan stek batang, hanya saja batang yang digunakan untuk stek hanya mempunyai satu mata. Penyemaian stek in sebaiknya dilakukan di pot atau kotak kayu yang telah diisi dengan pasir dan kompos dengan perbadingan 1:1.
  5. Stek pucuk
    Sesuai dengan namanya, stek pucuk ini diambil dari pucuk-pucuk batang yang masih muda dan masih dalam masa tumbuh. Media yang digunakan merupakan campuran kompos dengan pasir yang sudah bersih dan bebas dari penyakit. Bisa juga digunakan media campuran pasir yang sudah bersih, tanah gembur dan sejenis mineral yang disebut vermikulit.
  6. Stek umbi
    Dari sekian banyak umbi-umbian hanya separuh yang merupakan tanaman berumbian sebenarnya atau sering disebut bulb. Sedang yang lainnya dapat digolongkan dalam umbi palsu (corm), umbi batang (tubers), umbi akar (tuberous root), dan akar batang (rhizomes).

Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan stek antara lain adalah kondisi lingkungan. Fisik dan fisiologi dari bahan yang digunakan sebagai stek. Suhu dan kelembaban suatu media merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan stek. Karena ketiga faktor ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan kesegaran stek serta mempengaruhi pembentukan dan diferensiasi kalus menjadi akar. Stek yang akan digunakan secara fisik harus sehat, kekar dan pertumbuhan normal. Sedangkan secara fisiologis, stek harus mengandung cadangan makanan dan enetic tubuh yang cukup untuk pembentukan akar tunas (Robbins and Wilfred, 1966).

Menyambung adalah menempelkan atau menyambung bagian tanaman ke bagian lainnya sehingga tercapainya persenyawaan yang membentuk tanaman baru. Seperti halnya pembiakan vegetatif lainnya, menyambung tidak mengubah susunan genetik tanaman baru dan sama dengan tanaman induk. Menyambung ditujukan untuk memperoleh tanaman yang cepat berbuah, memperbaiki bagian tanaman yang rusak dan untuk memperbaiki sifat batang atas (Jumin, 1994).

Grafting dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (Jumin, 1994):

  1. Approach graft (penyambungan dekat) adalah menyambung dua tanaman yang masing-masing tanaman masih berhubungan dengan akarnya. Bagian yang digabungkan antara kedua tanaman itu adalah bagian atas saja. Setelah cukup berumur barulah salah satu batang bawah dipotong atau sama sekali dibiarkan terus sampai waktu tertentu.
  2. In arching adalah penyambungan (penyusukan) yang masing-masing batang atas dan bawah tetap berhubungan dengan akarnya. Hal ini untuk memperoleh yang daya isap haranya tinggi.
  3. Detached seron graft adalah batang atas lepas dari akarnya, diperoleh dari tanaman lain untuk disambung pada tanaman lainnya yang menjadi batang bawah.
  4. Bridge grafting adalah penyambungan yang terbentuk seperti jembatan guna mengganti kulit yang rusak.

MEDOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara I, yaitu Perbanyakan Vegetatif, dilaksanakan pada hari Kasmis,24 April 2013 bertempat di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, plastik pembungkus, tali rafia, label atau etiket gantung, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain : tanaman puring (Codiatum variegatum), Lidah mertua (Sanciviera), tanaman jeruk (Citrus sp), dan tanaman jambu air (Psidium aquatica).
Pada praktikum ini praktikan memperagakan beberapa metode perbanyakan tanaman secara vegetatif, yaitu yang pertama adalah penyambungan pucuk dari jenis tanaman Codiatum variegatum.

Cara kerjanya ialah dipilih dua tanaman yang sama besar kemudian dipotong bagian pucuk untuk scion/entris 10-20cm tergantung pada besar batang. Apabila scion berdaun banyak, kurangi untuk mengurangi penguapan, bagian pangkal dari scion dipotong membentuk huruf V. Setelah itu dipilih tanaman kedua untuk dijadikan stock dan sudah dibelah bagian tengahnya sepanjang 1-2cm ke bawah (tergantung besar kecilnya batang). Scion disisipkan ke dalam stock kemudian diikat dengan tali, pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar agar scion tidak mudah jatuh. Hasil penyambungan tersebut disungkup dengan plastik. Mulai hari ketiga tanaman tersebut diamati apakah entris layu atau tidak sampai hari ketujuh, bila sambungan jadi (setelah 7 hari entris tidak layu), tali dapat dilepas setelah sambungan berumur lebih kurang 14-21 hari.

Perbanyakan vegetatif yang kedua adalah cangkok pada tanaman Citrus sp., caranya yaitu dipilih batang yang memenuhi syarat untuk dicangkok, antara lain : cabang tidak terlalu tua atau terlalu muda, besarnya kurang lebih sebesar kelingking, warnanya kecoklatan, halus dan lurus keatas. Batang tersebut dibuat keratan melintang dengan jarak sekitar 5-7 cm antar keratan. Kulit batang dihilangkan dan dikerik bagian kayunya sehingga kambiumnya juga hilang, perlakuan ini dilakukan 3 kali ulangan. Pada keratan bawah dipasang plastik dan dimasukkan tanah kemudian segera tangkupkan plastik tersebut sehingga media cangkok menutupi seluruh bagian keratan. Plastik pembungkus dilubangi, dan cangkok harus dipelihara agar tetap berada dalam keadaan lapang. Cangkokan diamati sampai satu bulan, untuk mengetahui keberhasilan cangkokan ditandai dengan munculnya akar dari bagian keratan kulit batang sebelah atas.

Perbanyakan vegetatif yang ketiga adalah setek batang, caranya adalah dipilih bagian tanaman yang akan dijadikan bahan setek dengan panjang kira-kira 5 cm dengan menyisakan satu daun saja (dibuat 3 ulangan). Bagian pangkalnya dipotong dengan sudut kemiringan 450. Ukuran luas daun dikurangi dengan memotongnya hingga tinggal setengah bagian. Bahan tanam yang berupa setek tadi dimasukkan ke dalam media tanam yang sudah disiapkan, lalu disungkup dengan plastik dan dijaga agar tetap dalam keadaan lapang. Setelah satu bulan untuk memeriksa keberhasilan setek, setek yang hidup ditandai dengan hidupnya tanaman hasil penyetekan dan tumbuhnya akar.
Yang terakhir adalah setek daun, bahan yang digunakan adalah tanaman lidah mertua. Pilih daun tanaman yang memenuhi syarat untuk disetek dan dipotong melintang menjadi 3 bagian yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal (dibuat 3 kali ulangan). kemudian potongan-potongan tersebut ditancapkan pada media tanaman yang telah disediakan sebelumnya. Tanaman tersebut harus dipelihara agar media tanam selalu dalam keadaan lapang, setelah satu bulan diperiksa, yang berhasil ditandai dengan segarnya potongan dan tumbuh dengan baik serta tumbuhnya akar.

Setelah semua praktikum dilaksanakan, dihitung persentase keberhasilan cangkok, dan setek baik yang berasal dari ujung, tengah, dan pangkal, kemudian ditentukan mana yang lebih baik.

 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Sambung pucuk tanaman Sanciviera sp.

Kelompok Perlakuan A Perlakuan B
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 1 0
5 0 0
6 0 0


Tabel 2. Persentase Keberhasilan

Perlakuan A 17%
Perlakuan B 0%


Tabel 3. Hasil Stek Daun

Bagian Panjang Akar Jumlah Akar Panjang Tunas
Ujung 0 0 0
Tengah 0 0 0
Pangkal 0.20 0.67 0.17

 


Tabel 4. Hasil Stek Batang

Bagian Panjang Akar Jumlah Akar Panjang Tunas
  1. Air
0 0 0.67
  1. Air Kelapa Muda 50%
0 0 0.33
      (C) ZPT IBA 2000 ppm 0 0 0.83

 

PEMBAHASAN

Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Secara alami proses penyerbukan terjadi dengan bantuan angin atau serangga. Namun, saat ini penyerbukan sering dilakukan manusia, terutama para pemulia tanaman untuk memperbanyak atau menyilang tanaman dari beberapa varietas yang berbeda.

Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem perakarannya yang kuat dan rimbun. Oleh karena itu, sering dijadikan sebagai batang bawah untuk okulasi atau sambungan. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan generatif juga digunakan untuk program penghijauan di lahan-lahan kritis yang lebih mementingkan konservasi lahan dibandingkan dengan produksi buahnya. Bahkan, kegiatan budidaya tanaman sayur dan beberapa jenis buah-buahan semusim seperti semangka dan melon tetap menggunakan bibit biji yang berasal dari perbanyakan secara generatif, tetapi bibit yang digunakan merupakan bibit-bibit unggul atau bibit biji varietas hibrida yang kualitas dan kuantitas buahnya tidak diragukan lagi.

Sementara itu, ada beberapa kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam, dari ratusan atau ribuan biji yang bersal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada yang sifatnya sama, atau bahkan lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon induknya. Namun, ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat ini terjadi karena adanya pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina.

Kelemahan lainnya, pertumbuhan vegetatif tanaman hasil perbanyakan secara generatif juga relatif lambat. Karena diawal pertumbuhannya, makanan yang dihasilkan dari proses fotosintesa lebih banyak digunakan untuk membentuk batang dan tajuk tanaman. Akibatnya, tanaman memerlukan waktu yang lama untuk berbunga dan berbuah. Contohnya tanaman mangga, durian, lengkeng, manggis atau duku yang berasal dari hasil perbanyakan secara generatif, baru akan berbuah setelah 8-10 tahun setelah tanam.

Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan suatu cara-cara perbanyakan atau perkembangbiakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti  batang, cabang, ranting, pucuk,  daun, umbi  dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama dengan induknya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif tersebut tanpa melalui perkawinan atau tidak menggunakan biji dari tanaman induk. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, dan daun sekaligus.

Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan secara alamiah yaitu perbanyakan tanaman tanpa melalui perkawinan atau tidak menggunakan biji dari tanaman induk yang terjadi secara alami tanpa bantuan campur tangan manusia. Perbanyakan tanaman secara vegetatif alamiah dapat terjadi melalui tunas, umbi, rizoma, dan geragih (stolon). Perbanyakan tanaman secara vegetatif juga dapat dilakukan secara buatan yaitu perbanyakan tanaman tanpa melalui perkawinan atau tidak menggunakan biji dari tanaman induk yang terjadi secara buatan dengan bantuan campur tangan manusia.

Tanaman yang biasa diperbanyak dengan cara vegetatif buatan adalah tanaman yang memiliki kambium. Tanaman yang tidak memiliki kambium atau bijinya berkeping satu (monokotil) umumnya tidak dapat diperbanyak dengan cara vegetatif buatan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dapat dilakukan dengan cara stek, cangkok, dan merunduk (layering).

Selain itu perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara campuran, yaitu penggabungan teknik perbanyakan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan tanaman secara campuran tersebut memerlukan dua induk tanaman. Induk pertama digunakan sebagai penghasil mata tunas atau pucuk yang akan ditempel di batang bawah. Batang bawah berasal dari tanaman hasil perbanyakan secara generatif. Perbanyakan tanaman secara campuran (vegetatif-generatif) dapat dilakukan dengan cara okulasi dan sambung (grafting).

Keunggulan perbanyakan tanaman secara vegetatif ini adalah menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan induknya. Selain itu, tanaman yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif lebih cepat berbunga dan berbuah. Kelemahan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif ini membutuhkan pohon induk yang lebih besar dan lebih banyak, sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Tanaman yang diperbanyak dengan stek dan cangkok, terutama tanaman buah atau tanaman keras akarnya bukan berupa akar tunggang sehingga tanaman tidak terlalu kuat atau mudah roboh. Selain itu tidak semua tanaman dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dan tingkat keberhasilannya sangat rendah, terlebih jika dilakukan oleh hobiis atau penangkar pemula.

Teknik-Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif

Teknik stek
Stek atau cutting merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif yang dapat dilakukan menggunakan organ akar, batang, maupun daun tanaman. Tanaman yang distek, salah satu organ tanamannya dipotong dan bisa langsung ditanam pada media penanaman Teknik stek banyak dilakukan untuk memperbanyak tanaman hias dan buah, seperti anggur (Vitis vinivera), markisa (Passiflora edulis), sukun (Artocarpus communis), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), apel (Malus sylvestris), lada (Piper nigrum), dan vanili (Vanila planifolia).

Keuntungan stek adalah:

  • Tanaman buah-buahan tersebut akan mempunyai sifat yang persis sama dengan induknya, terutama dalam hal bentuk buah, ukuran, warna dan rasanya. Tanaman asal setek ini bisa ditanam pada tempat yang permukaan air tanahnya dangkal, karena tanaman asal setek tidak mempunyai akar tunggang.
  • Perbanyakan tanaman buah dengan setek merupakan cara perbanyakan yang praktis dan mudah dilakukan.
  • Setek dapat dikerjakan dengan cepat, murah, mudah dan tidak memerlukan teknik khusus seperti pada cara cangkok dan okulasi.

Kerugian stek adalah:

  • Perakaran dangkal dan tidak ada akar tunggang, saat terjadi angin kencang tanaman menjadi mudah roboh.
  • Apabila musim kemarau panjang, tanaman menjadi tidak tahan kekeringa

Teknik cangkok

Teknik cangkok (marcottage atau air layerage) banyak dilakukan untuk memperbanyak tanaman hias atau tanaman buah yang sulit diperbanyak dengan cara lain, seperti stek, biji, atau sambung. Tanaman yang biasa dicangkok umumnya memiliki kambium atau zat hijau daun, seperti mangga (Mangifera indica),  sukun (Artocarpus communis), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), alpukat (Persea americana), dan lain-lain. Tanaman lain yang tidak berkambium dan bisa diperbanyak dengan sistem cangkok adalah salak dan jenis-jenis bambu.

Keunggulan / Kelebihan mencangkok

  • Sifat tanaman baru sama seperti induknya
  • Menghasilkan buah dalam waktu yang relative singkat ± 4 tahun
  • Waktu yang diperlukan untuk perbanyakan relative singkat antara 1 – 3 bulan.

Kelemahan / Kekurangan mencangkok

  • Perakaran cangkokan kurang kuat dan dangkal
  • Bentuk pohon induk jadi rusak
  • Tidak dapat menyediakan bibit yang relative banyak dalam waktu yang cepat
  • Cara pengerjaan sedikit lebih rumit dan memerlukan ketelatenan
  • Jika sering dilakukan pencangkokan terhadap pohon induk maka produksi buah induk menjadi terganggu.

Teknik penyusuan

Penyusuan (approach grafting) merupakan cara penyambungan di mana batang bawah dan batang atas masing-masing tanaman masih berhubungan dengan perakarannya. Keuntungannya tingkat keberhasilan tinggi, tetapi pengerjaannya agak merepotkan, karena batang bawah harus selalu didekatkan kepada cabang pohon induk yang kebanyakan berbatang tinggi. Kerugiannya penyusuan hanya dapat dilakukan dalam jumlah terbatas, tidak sebanyak sambungan atau menempel dan akibat dari penyusuan bisa merusak tajuk pohon induk. Oleh karena itu penyusuan hanya dianjurkan terutama untuk perbanyakan tanaman yang sulit dengan cara sambungan dan okulasi, misalnya alpukat (Persea americana), belimbing (Averrhoa carambola), durian (Durio zibethinus).

Teknik okulasi

Okulasi atau budding adalah teknik memperbanyak tanaman secara vegetatif dengan cara menggabungkan dua tanaman atau lebih. Penggabungan dilakukan dengan cara mengambil mata tunas dari cabang pohon induk, lalu dimasukkan atau ditempelkan di bagian batang bawah yang sebagian kulitnya telah dikelupas membentuk huruf T tegak, T terbalik, H, U tegak, atau U terbalik. Tempelan kedua tanaman tersebut diikat selama beberapa waktu sampai kedua bagian tanaman bergabung menjadi satu tanaman baru. Penyatuan kedua tanaman ini terjadi setelah tumbuh kalus dari kedua tanaman tersebut. Akibat pertumbuhan kalus ini akan terjadi perekatan atau penyambungan yang kuat. Contoh tanaman yang dapat diperbanyak dengan teknik okulasi yaitu : mangga (Mangifera indica), rambutan (Nephelium lappaceum), sirsak (Annona muricata), alpukat (Persea americana), dan jeruk (Citrus sp.).

Kelebihan okulasi:

  • Dengan cara diokulasi dapat diperoleh tanaman yang dengan produktifitas  yang tinggi.
  • Ada beberapa warna di satu pohon.
  • Tanaman memiliki sifat yang baru.
  • Pertumbuhan tanaman yang seragam.
  • Penyiapan benih relatif singkat.

Kelemahan okulasi :

  • Terkadang suatu tanaman hasil okulasi ada yang kurang normal terjadi karena tidak adanya keserasian antara batang bawah dengan batang atas (entres).
  • Perlu menggunakan tenaga ahli untuk pengokulasian ini.
  • Bila salah satu syarat dalam kegiatan pengokulasian tidak terpenuhi kemungkinan kegiatan okulasi akan gagal atau mata entres tidak tumbuh sangat besar.

Teknik sambung

Teknik sambung merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif yang banyak dilakukan oleh para petani dan penangkar bibit buah-buahan. Teknik sambung dilakukan dengan menyambungkan atau menyisipkan batang atas ke batang bawah. Batang bawah yang digunakan bisa berasal dari biji, stek, bahkan tanaman yang sudah tua untuk diremajakan atau diganti dengan varietas baru. Contoh tanaman yang dapat diperbanyak dengan teknik okulasi yaitu : mangga (Mangifera indica), manggis (Garcinia mangostana), sirsak (Annona muricata), alpukat (Persea americana), dan jeruk (Citrus sp.).

Keunggulannya  sambung pucuk:

  • Dapat dilakukan dalam jumlah yang banyak
  • Cepat berbunga, berbuah
  • Persis sama dengan induk nya
  • Banyak di sukai konsumen

Kelemahannya :

  • Tidak dapat dilakukan pada waktu hujan
  • Harus memiliki skil atau keterampilan yang mahir

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan nutrisi tanaman yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan merangsang dan mengadakan modifikasi secara kwalitatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.  Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa semua hormon adalah zat pengatur tumbuh tetapi tidak sebaliknya karena ZPT dapat dibuat atau disintesa oleh manusia tetapi hormon tidak.  Yang dimaksud dengan ZPT disini adalah 2,4-D, 2,4-S-T, IBA, NAA dan lain lain.

Penggunaan Zat pengatur tumbuh bila digunakan  dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan menggiatkan pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam jumlah besar/konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan tekhnologi di bidang pertanian, dan berdasarkan berbagai macam penelitian maka ditemukan aneka ragam zat pengatur tumbuh yang dapat difungsikan sebagai herbisida untuk mematikan gulma atau tanaman pengganggu.

ZPT dapat berubah fungsi menjadi racun bila dipakai melebihi kadar tertentu dan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat dipergunakan sebagai herbisida.  Lebih lanjut didapatkan pula bahwa, zat pengatur tumbuh tertentu memepunyai sifat-sifat yang selektif sehingga gulma dapat dimatikan tetapi tanaman pokok yng dibudidayakan tidak terganggu.  Di era tekhnologi modern saat ini, ZPT yang banyak digunakan sebagai herbisida pemberantas gulma terutama adalah 2,4-D, 2,4,5-T dan MCPA atau MCP.

Pengaruh 2,4-D, 2,4,5 – S dan MPCA terhadap gulma bervariasi. Untuk pengaruh yang sama , penggunaan dosis MPCA biasanya lebih tinggi daripada 2,4-D. Saat ini diantara 2,4-D, 2,4,5-T dan MCPA  herbisida yang merupakan ZPT yang paling banyak digunakan adalah  2,4-D.  Herbisida jenis 2,4 -D ini sangat ideal karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya relatif murah, tidak meninggalkan racun pada hewan, tidak menyebabkan karatan, tidak mudah terbakar dan mudah diencerkan. 
Selain itu penggunaan Herbisida 2,4-D lebih populer pada lahan sawah dibandingkan yang lain karena mempunyai beberapa spesifikasi diantaranya  dapat dipergunakan untuk mengendalikan gulma pada lahan sawah, tidak efektif untuk mengendalikan gulma jenis alang-alang namun sangat ampuh dalam membasmi gulma berdaun sempit.  

Gambar1.1 Histogram Tingkat Keberhasilan Sambung Pucuk

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat keberhasilan sambung pucuk hanya berhasil pada perlakuan A yaitu perlakuan yang daunnya di rompes semua. Presentase keberhasilan sambung pucuk perlakuan A adalah sebesar 17%. Hal ini dapat dikarenakan faktpr lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Sehingga dalam kantung plastic menjadi lembab dan daun-daun memusuk sampai ke batangnya. Factor ketelitian praktikan adalah ketika mengikat sambungan,pada teorinya ikatan yang digunakan tidak boleh terlalu kuat dan juga tidak boleh terlalu longgar,hal ini dapat mempengaruhi kinerja hasilsambungan kedua tanaman tersebut.

Gambar 1.2 Histogram Tingkat Keberhasilan Stek Daun

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat keberhasilan metode stek daun hanya berhasil pada bagian pangkal saja. Presentase keberhasilannya sebesar 35%. Hal ini dapat dikarenakan faktor lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Kesalahan praktikan pada bagian ini adalah menyiram tanaman setiap hari,padahal keadaan lingkungan sudah cukup lembab sehingga menimbulkan kebusukan pada tanaman karena kadar airnya terlalu banyak.

Gambar 1.3 Histogram Tingkat keberhasilan Stek Batang

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat keberhasilan metode stek batang  berhasil pada semua jenis perlakuan,yaitu pada perlakuan yang direndam air,perlakuan air kelapa muda 50%,dan perlakuanZPT IBA 2000 ppm. Presentase keberhasilannya pada perlakuan yang direndam air sebesar 22%,pada perlakuan air kelapa muda 50% tingkat keberhasilannya 11%,dan pada ZPT IBA 2000 ppm sebesar 28%

Gambar 1.4 Histogram Pertumbuhan Tanaman Stek Daun

Dari histogram diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan stek daun pada bagian pangkal dari sisi panjang akar,jumlah akar,dan panjang tunas. Pertumbuhan yang lebih menonjol terjadi pada sisi jumlah akar tanaman yang mencapai hamper 0,7 dibandingkan dengan panjang akar maupun panjang tunas. Panjang akar lebih tinggi daripada panjang tunas,hal ini dikarenakan bahwa tidak semua tanaman tumbuh tunas terlebih dahulu baru akarnya atau sebaliknya. Pada stek daun bagian pangkal ini termasuk pada yanaman yang akarnya lebih dahulu muncul dibanding dengan tunasnya. Hal ini dapat dikarenakan faktor lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Kesalahan praktikan pada bagian ini adalah menyiram tanaman setiap hari,padahal keadaan lingkungan sudah cukup lembab sehingga menimbulkan kebusukan pada tanaman karena kadar airnya terlalu banyak.

Gambar 1.5 Histogram Pertumbuhan Tanaman Stek Batang

Dari histogram diatas dapat dilihat tingkat pertumbuhan stek batang,dari grafik dapat dikatakan bahwa tanaman jeruk yang diperlakukan secara stek batang tidak memiliki akar ,tanaman jeruk ini hanya mempunyai tunas. Hal ini dikarenakan bahwa tidak semua tanaman tumbuh tunas terlebih dahulu baru akarnya atau sebaliknya. Pada tanaman jeruk ini termasuk pada tanaman yang tunasnya lebih dahulu muncul disbanding akarnya. Hal ini dapat dikarenakan faktor lingkungan dan factor ketelitian praktikan. Factor lingkungan disini adalah curah hujan dan intensitas matahari. Dimana sewaktu praktikan melakukan praktikum ini curah hujan lumayan tinggi dan cahaya matahari tidak tentu. Kesalahan praktikan pada bagian ini adalah menyiram tanaman setiap hari,padahal keadaan lingkungan sudah cukup lembab sehingga menimbulkan kebusukan pada tanaman karena kadar airnya terlalu banyak.

KESIMPULAN
  1. Perbanyakan vegetatif yang bertujuan untuk mendapatkan hasil, yaitu kualitas dan sifat-sifat tanaman yang sama dengan induknya dapat dilakukan dengan cara sambung pucuk, stek batang, stek daun dan cangkok.
  2. Untuk mendapatkan hasil yang beragam dan meningkatkan sifat-sifat unggul tanaman dapat dilakukan dengan sambung pucuk (grafting).
  3. Persentase keberhasilan sambung pucuk perlakuan A adalah 17%, sedangkan untuk perlakuan B yakni 0% (gagal).
  4. Dari hasil percobaan rata-rata persentase yang tinggi dalam perbanyakan vegetatif yang dilakukan adalah stek daun. Karena teknik ini paling mudah dilakukan dan tidak memerlukan keahlian khusus.
  5. Persentase yang paling rendah adalah sambung pucuk (grafting) karena diperlukan kecermatan yang lebih dan keahlian dalam melakukan perbanyakan dengan cara ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ashley, J.B. 2004. Ways to Vegetative.  <http://farmingandplantation.org.>. Diakses tanggal 3 Mei 2013.

Fuller, J.H. and L.B Caronthus. 1964. The Plant World 4th Edition. Holt and Richard Inc., USA.

Hadiati, S. 1994. Interaksi antara beberapa macam batang bawah dan batang atas pada pembibitan rambutan (Nephelium lappaceum L.). Penelitian Holtikultura 6 (3):1-11.

Jumin, Hasan Basri. 1994, Dasar-Dasar Agronomi.  PT. Raja Garfindo, Jakarta.

Robbins and Wilfred W. 1966. Botany and Introduction to Plant Science. John Wiley and Sons, USA.

Sugito, L., Jawal. M., Wijaya. 1991.  Pengaruh pengeratan terhadap keberhasilan stek rambutan Binjai. Penelitian Holtikultura 4 (2):1-8.

Wijaya. 1985. Sambung pucuk untuk tanaman buah. Trubus 16 :185-186.

Wudianto, Rini. 1991.  Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tags: , , , , , , , , , ,