metode gores

Laporan Praktikum Nematologi Acara II: Dasar-Dasar Teknik Penelitian Jamur

Posted by miftachurohman on July 17, 2018
Laporan Praktikum, Mikologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR MIKOLOGI PERTANIAN
ACARA II

DASAR-DASAR TEKNIK PENELITIAN JAMUR

Disusun oleh :
Miftachurohman
12969

Asisten :
Rezki Ayu Dian Herowati
Riska Awalia Putri

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN KLINIK
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

 

TUJUAN

 

Untuk Mengetahui berbagai teknik pembuatan preparat jamur yang baik

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Isolasi patogen merupakan proses pengambilan mikroorganisme dari lingkungannya untuk ditumbuhkan pada suatu medium buatan. Pengisolasian ini bertujuan untuk mengetahui patogen utama penyebab penyakit tumbuhan. Proses isolasi penting untuk mempelajari morfologi dari patogen tersebut, fisiologinya, dan serologinya. Proses isolasi dilakukan secara aseptis dan pengujian sifat-sifat tersebut tidak dapat dilakukan di alam terbuka (Pelczar,1986).

Untuk dapat mengidentifikasi suatu spesise mikroorganisme tertentu langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan organisme tersebut dari organisme lain melalui isolasi. Isolasi dilakukan bertujuan untuk mendapatkan suatu biakan murni. Biakan murni tersebut dapat diperoleh dengan menggunakna dua teknik yaitu teknik cawan gores dan teknik cawan tuang. Kedua metode ini memiliki prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian sehingga individu spesies dapat dipisahkan dari organisme lainnya, dengan anggapan bahwa setiap koloni terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal (Hadioetomo, 1990).

Jamur merupakan organism yang tidak memiliki klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa (Agrios, 2005).  Jamur merupakan patogen penyebab penyakt tumbuhan. Jamur merupakan organisme eukariotik yang tidak memiliki klorofil dalam tubuhnya. Meskipun sebagian besar jamur bersifat saprifitik, namun beberapa dari mereka merupakan parasit pada tumbuhan dan dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Jamur yang menyebabkan penyakit pada beberapa tumbuhan termasuk ke dalam kelas Ascomycete dan Basidiomycetes. Jamur menunjukkan variasi dalam tingkat pertumbuhan ketika jamur tersebut ditumbuhnkan pada berbagai media yang mengandung nutrisi (Anjisha et.al., 2012).

Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Sifat ketergantungan terhadap organisme lain menyebabkan jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik. Sebagai tumbuhan heterotrofik, jamur membutuhkan sumber makanan sebagai substrat, sumber energi, aktivitas metabolisme, dan nutrisi. Energi dapat diperoleh dari oksidasi senyawa karbon, metabolisme untuk mensintesis senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan hifa jamur, dan sumber nutrisi yang dibutuhkan seperti vitamin, CO2, dan nitrogen (Arif dkk,, 2007).

Medium adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang dipakai untuk menumbuhkan mikroorganisme. Tanah juga meruppakan medium tempat mikroorganisme tanah tinggal. Berdasarkan sumber karbon maka mikrobia dapat dibedakan atas mikrobia yang dapat mensintensis semua komponen sel dari karbondioksida yang disebut dengan autotrof. Sedangkan mikrobia yang memerlukan satu atau lebih senyawa organik sebagai sumber karbon disebut heterotrof. Akar tanaman merupakan salah satu tempat yang dapat digunakan mikroorganisme tanah untuk menyerang tanaman. Biasanya nematoda menginfeksi akar tanaman pada bagian dalam akar dan juga pada sel epidermis tanaman. Pertumbuhan bulu akar akan dibatasi oleh kondisi tanah (terutama kelembapan) dan aktifitas mikroorganisme tanah. Kelembapan juga dapat merangsang bagi jamur dan bakteri untuk tumbuh (Lakitan, 2007).

Untuk memurnikan jamur patogen, biasanya media buatan yang digunakan adalah PDA (Potato Dektrose Agar) yaitu suatu medium semi sintetis yang komposisi senyawa penyusunnya diketahui. PDA terbuat dari ekstrak kentang dan tambahan dekstros serta agar. Isolasi jamur menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang dibuat sendiri. Sebanyak 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian diiris tipis-tipis. Kentang direbus selama 15-20 menit dengan aquades secukupnya, kemudian disaring dengan kain. Filtrat yang dihasilkan kemudian ditambahkan 20 g dekstrosa dan volumenya dijadikan satu liter. Medium padat dibuat dengan menambahkan 20 g agar. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 120ᵒC dan tekanan 15 psi selama 15 menit (Saryono et al., 2002).

 

METODOLOGI

 

Praktikum Mikologi Acara II yang berjudul Dasar-Dasar Teknik Penelitian Jamur ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 23 Maret 2015, di Laboratorium Klinik Tumbuhan, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan untuk pembuatan preparat jamur yang digunakan pada praktikum ini antara lain adalah inokulum jamur pada kentang dan daun salak, gelas benda dan gelas preparat, laktofenol biru katun, mikroskop, medium PDA, pipet tetes, alkohol 70%, seperangkat alat isolasi. Sedangkan alat dan bahan untuk pembuata spore print yaitu kertas putih dan kertas hitam, toples berwarna bening dan tubuh buah jamur kelompok baasidiomycetes.

Cara kerja pembuatan preparat jamur yang pertama yaitu dengan menyiapkan gelas preparat dan biakan murni jamur yang dipilih. Jarum preparat disiapkan dan disterilisasi. Kemudian ambil sedikit miselium jamur dari biakan murni dan letakkan di atas gelas benda,. Laktofenol biru katun diteteskan ke gelas benda dari samping agar tidak merusak miselium jamur. Kemudian ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya preparat dapat diamati di bawah mikroskop. Ketiga preparat yang dibuat dibandingkan bentuk dan warnanya, Cara kerja dengan teknik pembuatan preparat yang kedua yaitu dengan menyiapkan biakan murni jamur dalam petridish. Kemudian gelas benda disterilisasi untuk meletakkan potongan agar untuk preparat berikutnya. Selanjutnya scalpel disterilisasi kemudian digunakan untuk memotong biakan murni jamur pada PDA dalam petridish yang telah dipilih dengan entuk segiempat, kemudian diletakkan di atas gelas benda. Laktofenol biru katun diteteskan di samping potongan biakan murni. Gelas benda kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup. Bunsen disiapkan untuk menghilangkan agar yang menempel. Gelas benda dipanaskan dengan lampu Bunsen dengan tujuan untuk menghilangkan agar, pemanasan dilakukan jangan sampai agar menjadi mendidih. Preparat siap diamati dibawah mikroskop. Selanjutnya untuk pembuatan preparat yang ketiga yaitu gelas benda dibersihkan kemudian dicelup dalam alkohol 70% dan dibakar di atas lampu spiritus. Medium PDA dicairkan kemudian diambil dengan menggunakan pipet tetes dan satu tetes medium diratakan di atas gelas benda. Biakan murni jamur diambil dengan menggunakan jarum preparat dan diletakkan di atas medium PDA pada gelas benda. Kemudian diinkubasikan di dalam cawan petri steril yang dilembabkan dengan kapas basah selama 2 hari atau sampai terjadi sporulasi. Laktofenol biru katun diteteskan diatas permukaan koloni jamur, kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup secara hati-hati. Gelas benda dipanaskan secara hati-hati dan pelan-pelan diatas lampu spiritus untuk mengencerkan medium PDA. Morfologi jamur diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah. Sedangkan cara kerja untuk pembuatan spore print yaitu dengan cara tangkai tubuh buah jamur dipotong. Disiapkan dua kertas berwarna hitam dan putih dan diketakkan secara berdampingan. Potongan tudung jamur diletakkan pada kertas dengan permukaan penghasil basidiospora berada di bawah. Sebagian tudung jamur diletakkan di atas kertas putih dan sebagian lagi pada kertas hitam. Kemudian diamati warna spora yang tertangkap dan diamati morfologi spora dengan menggunakan mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Isolasi merupakan kegiatan yang sangat penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan biakan murni. Biakan murni tersebut digunakan untuk mengidentifikasi suatu organisme. Dalam pengambilan sampel untuk identifikasi, dapat digunakan beberapa cara, antara lain adalah metode gores, metode pembakaran, dan metode inkubasi. Dalam praktikum ini, identifikasi jamur dilakukan dengan menggunakan menggunakan ketiga metode tersebut diatas. Identifikasi jamur dilakukan dengan melihat morfologi jamur dengan menggunakan mikroskop.

Metode gores Metode pembakaran Metode inkubasi  

Tabel 1. Hasil Pengamatan Mikroskop Biakan Jamur pada Isolat Kentang

Dari hasil identifikasi, dapat di duga bahwa jamur yang berada pada isolat kentang adalah jamur Colletotrichum sp.  Hal ini dikarenakan jamur yang ditemukan memiliki bentuk morfologi seperti jamur Colletotrichum sp.  

Klasifikasi jamur Colletotrichum sp.  menurut Singh (1998) adalah:

Divisi : Ascomycotina

Kelas : Eumycota

Ordo : Pyrenomycetes

Famili : Polystigmataceae

Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum sp.

Jamur ini berwarna gelap hingga coklat muda. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia Nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler,  mempunyai ukuran 17-18 x 3-4 µm. Konidia dapat berkecambah di dalam air selama empat jam. Miselium terdiri dari dari beberapa septa, intra dan interseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan berukuran 70-120 µm (Singh, 1998).

Colletotrichum sp.  telah diidentifikasi sebagai suatu pathogen yang meneybabkan penyakit busuk pada berbagai komoditas pertanian. Kerugian yang diakibatkan oleh Colletotrichum sp.   mencapai 25-30 %. Infeksi laten dapat etrjadi di alam (Aradhya et al., 2005). Pertumbuhan Colletotrichum sp.   membentuk koloni miselium yang ebrwarna putih dengan miselium ayng timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat tua yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli dkk., 1997).

Tahap awal dari serangan Colletotrichum sp.  umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pad permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi, maka akan membentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. spora Colletotrichum sp.  dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Kronstad, 2000).

Pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.  dangat dipengaruhi oleh factor lingkungan. Salah satunya adalah pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH 4 dan 8 menunjukkan pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.   tidak maksimal. pH optimal untuk Colletotrichum sp.   adalah pH 5 (Yulianty,  2006). Periode inkubasi Colletotrichum sp.   antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur antara 24-30 C dengan kelembaban relative 80-92% (Rompas, 2001).

Pada praktikum ini digunakan tiga metode untuk pembuatan preparat yaitu metode gores, metode pembakaran, dan metode inkubasi. Pada metode gores tidak begitu jelas terlihat hifa dan sporanya. Sedangkan Pada metode kedua, kenampakan jamur hanya terlihat seperti untaian benang. Pada metode ketiga yaitu inkubasi memberikan hasil yang cukup jelas. Pada metode inkubasi menghasilkan hasil yang lebih baik di duga karena ada perlakuan inkubasi yang dilakukan selama 2-3 hari. Dengan adanya inkubasi tersebut, maka dapat memberikan waktu yang cukup jamur untuk berkecambah sehingga bagian-bagian jamur terlihat lebih lengkap. Hasil praktikum memperlihatkan bahwa preparat dengan metode inkubasi merupakan metode yang paling baik untuk dilakukan identifikasi.

Selain pembuatan preparat, dalam praktikum ini juga dilakukan spore print. Spore print digunakan untuk memperoleh spora dati tubuh buah jamur yang jatuh ke permukaan penampung (kertas berwarna hitam dan putih). Spora merupakan bagian dari jamur yang pernting untuk dilakukan identifikasi. Secara massal, spore print dapat mengetahui warna spora jamur.

Pada praktikum ini, digunakan jamur ganoderma untuk diketahui warna sporanya. Setelah menunggu sekitar satu hari satu malam, tidak ditemukan spora yang tertangkap. Pada beberapa kasus, penggunaan metode spore print ini tidak selalu berhasil. Hal ini dapat terjadi karena ada kemungkinan kondisi jamur yang terlalu muda dan atau terlalu tua. Dengan melihat spora jamur, maka kita juga dapat melakukan klasifikasi jamur.

Gambar: Metode Spore Print

 

KESIMPULAN

 

  1. Identifikasi jamur dapat dilakukan dengan pengamatan dibawah mikroskop menggunakan preparat. Preparat dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode gores, metode pembakaran dan metode inkubasi.
  2. Metode inkubasi spora sebelum pengamatan memberikan hasil yang cukup jelas
  3. Pada teknik spore print tidak terlihat ada spora yang tertangkap.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, A., dkk. 2007. Isolasi dan identifikasi jamur kayu dari Hutan Pendidikan dan Latihan Taboo-Tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Perrenial 3: 49-54.

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. Elsevier Academic Press, USA.Anjisha, R., Maharshi, Vrinda, and Thaker. 2012. Growth and development of plant pathogenic fungi in define media. European Journal of Experimental Biology 2:44-45.

Hadioetomo, R. S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.

Kronstrad, J.W. 2002. Fungal Pathology. Klower Academc Publisher, Netherlands.

Lakitan, B. 2007. Tissue Culture Techniques for Horticutural Crops. An AVI Book, New York.

Pelczar, M. J. Jr., dan E. C. S. Chan. 1986. Elements of Microbiology (Dasar-dasar Mikrobiologi, alih bahasa Ratna S. H., Teja Imas, S. Sutarmi T. dan S. L. Angka). Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Rompas, J., 2001. Efek isolasi bertingkat Colletotrichum sp.   terhadap penyakit antraknosa pada cabai. Prosiding konggres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Bogor.

Rusli, I., Mardinus dan Zulpadli. 1997. Penyakit antraknosa pada buah cabai di Sumatra Barat. Prosiding Konggres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Palembang.

Saryono, dkk. 2002. Isolasi dan karakterisasi jamur penghasil inulinase yang tumbuh pada umbi dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Natur Indonesia 4:171-177.

Singh, R.S., 1998. Plant Diseases. Oxford Ibh Publishing Co. PVT. LTD, New Delhi, India.

Yulianty. 2006. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan jamur Colletotrichum sp.   penyebab antraknosa pada cabai asal Lampung. http://www.thechilman.org/guide.disease Diakses tanggal 10 Mei 2015.

Tags: , , , , , , ,