nematoda entomopathogen

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara VII: Memerangkap dan Pembiakan Nematoda Entomopatogen

Posted by miftachurohman on June 12, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA VII

MEMERANGKAP DAN PEMBIAKAN NEMATODA ENTOMOPATOGEN

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENDAHULUAN

 

Penggunaan pestisida kimia secara berlebihan berdampak tidak baik bagi lingkungan dan memicu terjadinya gangguan kesehatan. Untuk mengatasi dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia di atas, banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mencari alternative yang solutif tentang penggunaan biokontrol yang ramah lingkungan.

Nematoda entomopatogen merupakan nematoda endoparasit khusus serangga. Jenis-jenis Nematoda entomopatogen yang umum digunakan sebagai biokontrol berasal dari famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae (Kamariah, 2013). Famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae dikenal sebagai biokontrol potensial bagi berbagai macam serangga hama (Weiser 1991). Kedua famili tersebut efektif dalam mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera dalam 24-48 jam (Chaerani 1996).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa jenis dari kedua famili tersebut telah efektif dalam mengendalikan beberapa jenis hama pertanian. Larva Spodoptera litura dapat dikendalikan oleh Steinernema carpocapsae dengan efektivitas sebesar 95,5% (Uhan 2006). Nugrohorini (2010) juga mengungkapkan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae efektif mengendalikan hama-hama golongan Lepidoptera, seperti Galleria mellonella L. dan Agrotis ipsilon H dengan efektifitas mencapai 100%.

Nematoda adalah mikroorganisme berbentuk cacing berukuran 700-1200 mikron dan berada di dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang tergolong free living, nematode parasit tanaman dan nematode entomopatogen. Nematoda yang saat ini dikembangkan adalah nematoda entomopatogenyangdapat digunakan sebagai insektisida biologi yang sangat potensial untukmengendalikan serangga hama baik ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera (Ehler, 1996).

Nematoda entomopatogen telah dipergunakan untuk mengendalikan serangga hama pada tanaman pangan, perkebunan, rumput lapangan golfserta tanaman hortikultura. Nematoda entomopatogen dapat diisolasi dari berbagai tempat diseluruh belahan dunia, khususnya dari golongan Steinernematidae dan Heterorhabditidae dapat digunakan untuk mengendalikan hama-hama golongan Lepidoptera, seperti: Galleria mellonella (L), Spodoptera exigua Hubner, Agrotis ipsilon Hufnayel yang virulensinya mencapai 100 persen (Nugrohorini, 2010). Nematoda entomopatogen dari kelompok Steinernematidae dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pengendalian hayati dengan nematoda ini dalam jangka panjang dapat menghemat biaya produksi, sehingga meningkatkan keuntungan petani.

Praktikum acara VII yang berjudul Memerangkap Nematoda Entomopatogen ini memiliki tujuan yaitu agar dapat mengetahui cara memperoleh nematoda entomopatogen dari tanah serta dapat mengetahui cara membiakkan nematoda entomopatogen.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian acara 7 dengan judul Memerangkap dan Pembiakan Nematoda Entamopatogen dilaksanakan pada hari Kamis, 21 April 2016 di Laboratorium Nematologi, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan berupa cawan petri (Ø 11 cm dan 14 cm), kertas saring nematoda (Ø 11 cm dan 14 cm), botol Ø ± 7,5 cm dengan volume ± 350 ml, keranjang (sebagai penyangga), toples, dan mikroskop. Bahan yang digunakan berupa tanah (diambil dari daerah pertanaman yang terserang hama Ordo Lepidoptera, Coleoptera atau Diptera karena diduga merupakan tempat sebaran nematoda entomopatogen), larva serangga sehat inang nematoda entomopatogen (ulat hongkong Tenebrio molitor), pakan anjing (dog food) basah, kain kasa dan benang kasur.

Cara kerjanya dibagi menjadi 2 yaitu Pemerangkapan Nematoda Entomopatogen dan Perbanyakan Nematoda Entomopatogen. Masing-masing kegiatan dilakukan secara in vitro (menggunakan media buatan dog food) dan in vivo (menggunakan serangga umpan ulat hongkong/ Tenebrio molitor):

 

Pemerangkapan Nematoda Entomopatogen

 

Mula-mula tanah dari lapangan yang diduga merupakan tempat sebaran nematoda entomopatogen diambil kemudian dimasukkan dalam botol volume ± 350 ml sebanyak setengah volume. Larva serangga sebanyak 10 ekor yang dibungkus kain kassa dimasukkan ke dalam masing-masing botol kemudian ditambahkan tanah lagi sampai penuh. Langkah yang sama juga dilakukan pada dog food, doog food dibungkus kain kassa dan dimasukkan dalam botol berisi tanah. Botol ditutup dan dibiarkan selama 3-5 hari. Setelah itu, larva serangga dan dog food dalam botol dipindahkan ke dalam masing-masing cawan petri Ø 11 cm tertutup dan dibiarkan selama 3-4 hari. Larva serangga yang mati dan dog food dipindahkan pada kertas saring Ø 17 cm untuk ditempatkan pada penyangga (keranjang telungkup) Ø 13 cm. Penyangga (berikut kertas saring dan larva serangga mati/dog food) dimasukkan ke dalam toples tertutup (untuk menghindari gangguan lalat pemakan bangkai). Toples diisi aquades sampai menyentuh tepi kertas saring dan dibiarkan (diinkubasikan) selama 14-21 hari. Nematoda entomopatogen hasil pemerangkapan bergerak masuk ke dalam aquades dan nematoda siap dipanen. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah nematoda entomopatogen yang diperoleh.

 

Perbanyakan Nematoda Entomopatogen

 

Mula-mula larva serangga dan dog food disiapkan masing masing dengan berat 2 gram. Masing-masing bahan tersebut diletakkan pada kertas saring Ø 17 cm di dalam cawan petri Ø 14 cm tertutup. Dog food atau larva serangga diinokulasi 200 ekor nematoda entomopatogen, dan dibiarkan selama 3-4 hari. Dog foog berikut kertas saring ditempatkan pada penyangga (keranjang telungkup) Ø 13 cm, kemudian dimasukkan ke dalam toples tertutup. Sedangkan larva serangga diambil dan ditempatkan pada kertas saring di atas penyangga. Penyangga (berikut kertas saring dan larva serangga mati/dog food) dimasukkan ke dalam toples tertutup (untuk menghindari gangguan lalat pemakan bangkai). Toples diisi aquades sampai menyentuh tepi kertas saring dan dibiarkan (diinkubasikan) selama 14-21 hari. Nematoda entomopatogen hasil perkembangbiakan bergerak masuk ke dalam aquades dan nematoda siap dipanen. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah nematoda entomopatogen yang diperoleh.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Dalam praktikum ini digunakan jenis nematoda steinernema. Mekanisme patogenisitas nematoda entomopatogen Steinernema terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen Xenorhabdus. Xenorhabdus terdiri dari lima spesies, yaitu X. nemathophilus, X. bovienii, X. poinarii, X. beddingii, dan X. japonica. Infeksi dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) dimana terjadi melalui mulut, anus, spirakel atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan kedalam haemolim untuk berkembangbiak dan memproduksi toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan nematoda entomopatogen mempunyai daya bunuh yang sangat cepat. Serangga yang terinfeksi dapat mati dalam waktu 24-72 jam setelah infeksi.

Senyawa antimikroba ini mampu menghasilkan lingkungan yang sesuai untuk reproduksi nematoda dan bakteri simbionnya sehingga mampu menurunkan dan mengeliminasi populasi mikroorganisme lain yang berkompetisi mendapatkan sumber makanan di dalam serangga mati. Keadaan demikian memungkinkan nematoda entomopatogen menyelesaikan siklus perkembangannya dan meminimalkan terjadinya pembusukan serangga inangnya. Faktor penentu patogenisitas nematoda entomopatogen terletak pada bakteri mutualistiknya yaitu dengan diproduksinya toksin intraseluler dan ekstraseluler yang dihasilkan bakteri dalam waktu 24-48 jam.

Pada praktikum ini, pemerangkapan dan pembiakan Steinernema dilakukan secara in vitro dan in vivo untuk membandingkan keefektifan dua media pada kedua cara tersebut. Secara in vitro digunakan media semi padat buatan yaitu makanan anjing (dog food) dan secara in vivo digunakan serangga umpan larva kumbang Tenebrio molitor (ulat hongkong).

Menurut Gaugler & Kaya (1990), prinsip dari pembiakan massal nematoda entomopatogen secara in vitro adalah kandungan nutrisi media harus memenuhi kebutuhan nutrisi nematoda dan bakteri seperti karbohidrat, protein dan lemak, kemudian media tersebut diperlakukan sedemikian rupa sehingga suhu dan kelembabannya sesuai bagi kehidupan nematoda. Disamping itu keaseptisan media juga perlu dijaga agar tidak terjadi kontaminasi oleh bakteri asing atau jamur yang dapat menurunkan produktivitas nematoda.

Ulat hongkong  (Tenebrio molitor) adalah serangga ordo Coleoptera yang merupakan salah satu inang dari nematoda entomopatogen. Nematoda Steinernema diambil dari tanah dengan menempatkan serangga umpan pada tanah kemudian ditunggu beberapa hari untuk dipindahkan cawan petri sampai 3-4 hari, kemudian setelah itu dipindah pada stoples berisi air untuk kemudian diamati ekstraksi.

No Jenis Kegiatan U1 (ekor/100ml) U2 (ekor/100ml) U3 (ekor/100ml) Rata-rata (ekor/100ml)
1 Perbanyakan dg Dog Food 117.000 175000 141.750 144.583,33
2 Perbanyakan dg Ulat Hongkong 12.600 21.600 14.850 16.350
3 Perangkap 31 44 43 39,33/20gr tanah

Tabel 1. Hasil perhitungan nematoda entomopatogen

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perbanyakan nematoda entomopatogen degan menggunakan dog food dan ulat hongkong memiliki jumlah yang sangat besar. Pada perbanyakan dengan menggunakan dog food, didapatkan hasil populasi sebanyak 144.583,33 ekor/100 ml sedangkan pada perbanyakan dengan menggunakan ulat hongkong didapatkan populasi nematoda sebanyak 16.350 ekor/100ml. Populasi yang terdapat pada perbanyakan dengan menggunakan dog food memberikan hasil yang lebih banyak dari pada perbanyakan dengan menggunakan ulat hongkong.

Dog food merupakan bahan makanan bagi anjing yang dijual dalam bentuk kemasan kaleng dengan berbagai merk dagang. Komponen utama dari dog food adalah daging sapi dengan mutu yang rendah. Kandungan nutrisinya secara umum mencakup karbohidrat, protein, dan lemak yang diperlukan bagi nematoda untuk perkembangannya.

Pada perangkap nematoda entomopatogen, didapatkan hasil populasi sebesar 39,33/20 gr tanah. Hal ini menunjukkan tiap 20 gram tanah yang digunakan dalam praktikum mengandung jumlah nematoda sebanyak 39,33 ekor.

Untuk ulat hongkong yang terserang nematoda ini menunjukkan gejala warna tubuh coklat kehitaman, tubuh lembek dan sedikit mengeluarkan cairan. Setelah larva mati, nematoda memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam tubuh larva tersebut. Selanjutnya induk nematoda menghasilkan 2-3 generasi baru di dalam tubuh inangnya tersebut. Setelah nutrisi di dalam tubuh larva tersebut habis maka nematoda melakukan migrasi dengan cara keluar dari tubuh larva dan mencari inang lain (Kamariah dkk., 2013).

Nematoda entomopatogen masuk ke dalam tubuh serangga melalui berbagai cara, baik secara langsung melalui lubang tubuh alami (mulut, spirakel, anus), kutikula, atau secara kebetulan termakan oleh larva serangga. Setelah berada di dalam tubuh larva, Nematoda entomopatogen melepaskan bakteri simbion ke dalam sistem hemolimfa. Bakteri kemudian berkembang secara cepat sehingga mampu membunuh inang antara 24-48 jam setelah proses infeksi (Ehlers 1996).

 

KESIMPULAN

 

    1. Nematoda entomopatogen dapat diperoleh dari tanah dengan metode bait trap atau pemerangkapan dengan umpan. Umpan dapat berupa serangga seperti ulat hongkong (Tenebrio molitor) ataupun media buatan seperti makanan anjing (dog food).
    2. Nematoda entomopatogen dapat dibiakkan pada media serangga atau pun media buatan dog food yaitu dengan menginokulasikan sejumlah nematoda entomopatogen pada media tersebut. Media dog food lebih efektif memperbanyak nematoda entomopatogen daripada serangga umpan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Chaerani M. 1996. Nematoda Patogen Serangga Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor, Bogor

Ehlers, R.U. 2001. Mass production of entomopathogenic nematodes for plant protection. Appl. Microbiol. Biotechnol. 56 : 623-633.

Kamariah., B. Nasir., dan J. Pangeso. 2012. Efektivitas berbagai konsentrasi nematoda entomopatogen (Steinernema sp) terhadap mortalitas larva Spodoptera exiqua Hubner. e-J. Agrotekbis 11: 17-22

Nugrohorini. 2010. Eksplorasi Nematoda Entomopatogen Pada Beberapa Wilayah di Jawa Timur. Jurnal Pertanian MAPETA. 7:-

Uhan T. 2006. Bioefikasi Steinernema carpocapsae (Rhabditidae : Steinernematidae) Strain Lembang terhadap Larva Spodoptera litura di Rumah Kaca. Jurnal Agric. 17 : 225-229.

Simoes N and Rosa J S. 1996. Pathogenicity and Host Spesificity of Enthomopatogic Nematodes. J. Biocontrol Sci and technol 6: 403- 4011.

Weiser J. 1991. Biological Control of Vectors Manual for Collecting, Field Determination and Handling of Biofactors for Control Vectors. John Willey and Sons, England

LAMPIRAN

Gambar 1 . Tenebrio molitor yang digunakan untuk memerangkap nematoda

Gambar 2. Dog food yang digunakan dalam perbanyakan nematoda entomopatogen

Gambar 3. Ulat hongkong yang digunakan dalam perbanyakan nematoda entomopatogen

Tags: , , , ,