nematologi pertanian

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara IV: Preparat Awetan Nematoda Vermiform

Posted by miftachurohman on May 27, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA IV

PREPARAT AWETAN NEMATODA VERMIFORM

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENDAHULUAN

 

Nematoda merupakan organisme pengganggu tumbuhan yang ukuranya sangat mikroskopis. Dalam mengamati nematoda, diperlukan alat bantu yaitu mikroskop. Melihat bentuk suatu nematoda merupakan langkah awal dalam mengenali nematoda tersebut. Setelah nematoda dikenali, kemudian kita dapat dengan tepat menentukan langkah penanganan selanjutnya.

Menurut Mulyadi (1996), identifikasi yang tepat terhadap keberadaan spesies nematoda yang menyerang suatu pertanaman sangat menentukan keberhasilan peningkatan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. Oleh Karena itu, proses identifikasi nematoda menjadi sangat penting dan krusial untuk di pelajari.

Ketepatan identifikasi merupakan syarat dalam mengetahui spesies nematoda sebagai parasit tanaman. Identifikasi pada level genus dan spesies masing-masing mempunyai masalah dan kesulitan tersendiri. Identifikasi nematoda, meskipun hanya dibatasi level genus dapat sulit dilakukan karena belum secara keseluruhan dikuasasi para nematologist (Fortuner, 1989).

Mengidentifikasi suatu nematoda dapat dilakukan dengan melihat awetan nematoda. Hal ini sangat bermanfaat dalam proses penelitian. Data-data dalam identifikasi dapat diperoleh dari hasil pengamatan dari preparat awetan nematoda. Preparat nematoda juga dapat dimanfaatkan untuk memudahkan pengamatan anatomi dan bagian-bagian tubuh nematoda. Menurut Soekirno (2008), metode yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi nematoda ialah membandingkan ciri-ciri morfologi spesimen dengan pertelaan yang telah diterbitkan, seringkali dengan bantuan kunci identifikasi.

Tubuh nematoda sangat rapuh sehingga mudah rusak jika tidak ditangani dengan benar. Untuk mendapatkan spesimen awetan yang baik maka proses pembuatannya harus mengikuti prosedur yang benar, dimulai dari cara mematikan, fiksasi hingga pembuatan spesimen awetan atau awetan dalam bentuk preparat (Suwanda, 2009). Pada dinding tubuh nematoda hanya ada otot longitudinal. Pseudocoelom pada nematoda luas dan berisi cairan yang antara lain berfungsi sebagai rangkahidrostatik, dan menunjang gerak cacing yang meliuk-liuk seperti ular. Organ untuk pernafasan dan peredaran darah tidak ada (Subandi, 2009).

Oleh karena itu untuk mempermudah dalam kita melakukan penelitian ini perlu dilakuakn pembuatan preparat awetan, sehingga ketika kita ingin melakukan pengamatan dapat lebih mudah.

Praktikum acara IV yang berjudul Preparat Awetan Nematoda Vermiform ini memiliki tujuan yaitu setelah melakukan praktikum ini, diharapkan dapat memperoleh keterampilan dalam membuat awetan nematoda vermiform.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian Acara IV yang berjudul Preparat Awetan Nematoda Vermiform dilaksanakan pada kamis 24 Maret 2016 di Laboratorium Nematologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop dissecting, kait nematoda, gelas benda, gelas penutup, paraffin, gelas wool, lempeng pemanas dan lampu Bunsen. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah nematoda yang telah diproses ke dalam gliserin murni.

Cara kerja praktikum ini adalah yang pertama disiapkan gelas benda berukuran 7,2 cm x 2,7 cm dan gelas penutup berukuran 24 mm x 24 mm atau 22 mm x 22 mm. Parafin dibuat lingkaran di atas gelas benda menggunakan pencetak lingkaran paraffin yang dipanaskan dengan lampu Bunsen. Kemudian diberi satu tetes gliserin di tengah tenagh lingkaran paraffin. Kemudian diambil sebatang gelas wool dengan emnggunakan kait nematoda secara hati-hati. Gelas wool diletakkan dalam gliserin. Gelas wool di potong menjadi tiga bagian dan diatur menjadi bentuk segitiga. Kemudian nmatoda di kait sebanyak minimal 3 ekor dan diletakkan di dalam gliserin tersebut. Nematoda diatur kedudukanya. Ketiga ekor nematoda diatyr berjajar di tengah. Ketiga gelas wool diletakkan di tepi dan diatur raier tiga arah. Nematoda dan gelas wool ditutup dengan cara diletakkan gelas penutup secara hati-hati di atas linkaran paraffin pada gelas benda tersebut. Selanjutnya gelas benda dipanaskan beserta nematoda dan gelas wool di atas lempeng pemanas dampai lingkaran paraffin meleleh dan merata. Gelas benda yang telah dipanaskan kemudian didiakan beberapa saat, selanjutnya sisi gelas penutup di lem dengan menggunakan cat kuku. Kemudian di beri label yang mencakup jenis dan jumlah enmatoda pada sisi sebelah kiri, serta tanggal dan lokasi nematoda diperoleh maupun kolektornya pada sisi sebelah kanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Preparat awetan nematoda memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut antara lain adalah dapat digunakan sebagai data untuk mengidentifikasi organ-organ tubuh nematoda, serta untuk mengidentifikasi jenis nematoda.

Dalam pembuatan preparat awetan ini, digunakan nematoda yang telah difiksasi dan di masukkan ke dalam cairan gliserin murni. Ada beberapa hal yang perlu di ketahui dalam emmbuat preparat awetan. Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan awetan preparat nematoda adalah paraffin. Paraffin mempunyai fungsi agar menjaga nematoda menjadi kedap udara, sehingga nematoda yang diawetkan menjadi tahan lama. Gelas wool berfungsi sebagai penyangga antara gelas benda dan gelas penutup. Dengan adanya gelas wool, maka nematoda tidak akan rusak karena terjepit. Fungsi dari cat kuku adalah untuk merekatkan gelas penutup dengan gelas benda, sehingga gelas penutup tetap menempel dan melindungi awetan nematoda.

Salah satu hal yang sangat menantang dan menguji kesabaran adalah pada tahap memancing nematoda dengan menggunakan kait nematoda. Ada teknik tertentu yang harus dikuasai agar nematoda dapat dengan mudah di pancing. Pertama tama, fokuskan lensa ke kait nematoda, selanjutnya arahkan kait nematoda ke dasar petridish yang berisi suspense nematoda. Goyang-goyangkan nematoda secara perlahan agar nematoda yang berada di dasar gelas benda terangkat, ketika nematoda ternagkat, segera kait nematoda dengan menggunakan kait nematoda. Setelah nematoda terkait, fokuskan lensa ke kait dan pindahkan nematoda ke atas gliserin yang ada di gelas benda.

Gambar 1. Hasil pembuatan preparat awetan nematoda (10×4)

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nematoda yang berhasil di buat preparat awetan adalah nematoda saprofag. Nematoda saprophag (non-parasit) memiliki morfologi yang hampir sama dengan nematoda parasit. Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada bentuk dan susunan alat mulut. Alat mulut pada nematoda non parasit berbentuk seperti corong yang terbuka lebar dan tidak memiliki alat penusuk (stylet) seperti halnya pada nematoda parasit.

Pembuatan preparat ini memiliki beberapa kendala. Dalam membuat cetakan parafin, cetakan yang dihasilkan sering gagal. Terkadang parafin terbentuk meluber. Terkadang juga tidak membulat sempurna, namun ada lingkaran yang terputus. Selain itu, kendala yang paling utama adalah sulitnya mengkait nematoda. Seringkali nematoda yang di kait sudah didapatkan, namun ketika di cek kembali di bawah mikroskop, tidak ada nematoda hasil kaitan. Hal ini karena jam terbang yang belum tinggi. Oleh karena itu, perlu latihan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakit nematoda.

 

KESIMPULAN

  1. Pembuatan preparat awetan nematoda sangat bermanfaat dalam identifikasi morfologi nematoda
  2. Pembuatan awetan nematoda meliputi pemancingan nematoda, pembiusan nematoda, pembunuhan nematoda, dan fiksasi.
  3. Pembuatan preparat awetan merupakan serangkaian proses panjang yang membutuhkan kesabaran dan ketelitian serta membutuhkan tekhnik-teknik khusus

 

DAFTAR PUSTAKA

Fortuner, R. 1989. A New Description of the Process of Identification of Plant Parasitic Nematodes Genera. Plenum Publishing Corp , New York

Mulyadi. 1996. Nematologi. Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Soekirno. 2008. Pedoman Pengelolaan Koleksi dan Identifikasi OPT (Khusus Untuk Tanaman Hortikultura). Jakarta : Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura.

Suwanda. 2009. Pedoman Pembuatan Dan Pengelolaan Koleksi Penyakit Tumbuhan. Jakarta : Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.

Tags: , , , ,

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara III: Menghitung Populaso, Fiksasi, dan Memindah Nematoda pada Gliserin Murni

Posted by miftachurohman on May 21, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA III

MENGHITUNG POPULASI, FIKSASI DAN MEMINDAH NEMATODA PADA GLISERIN MURNI

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

 

PENDAHULUAN

 

Nematoda parasitik tanaman merupakan salah satu jenis hama penting, karena menimbulkan kerugian besar pada tanaman dalam sistem produksi pertanian di daerah tropis maupun sub tropis. Kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai 20-25%, bahkan kadang-kadang menyebabkan kegagalan seluruh panen (Ogbuji, 1987; Luc et al., 1995). Serangan nematoda mengakibatkan berkurangnya fungsi akar secara normal, mengakibatkan pengangkutan unsur hara ke bagian jaringan tanaman di atas permukaan tanah makin berkurang (Dropkin, 1991).

Serangan nematoda dapat diantisipasi sebelum mengakibatkan kerugian yang lebih besar maka perlu dilakukan tindakan preventif (pencegahan). Dalam rangka tindakan pencegahan, maka informasi tentang berbagai spesies dan populasi nematoda pada suatu daerah menjadi suatu faktor yang sangat penting.

Salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan dan kerugian akibat nematoda adalah dengan pengendalian uang tepat. Agar pengendalian dapat tepat sasaran dan teknik maka diperlukan informasi mengenai kepadatan dan keragaman nematoda pada suatu lahan (Panggeso, 2010).

Tubuh nematoda sangat rapuh sehingga mudah rusak jika tidak ditangani dengan benar. Untuk mendapatkan spesimen awetan yang baik maka proses pembuatannya harus mengikuti prosedur yang benar, dimulai dari cara mematikan, fiksasi hingga pembuatan spesimen awetan atau awetan dalam bentuk preparat (Suwanda, 2009).

Praktikum Nematologi Pertanian acara III ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui cara menghitung populasi nematoda hasil ekstraksi-isolasi, mengetahui cara memfiksasi nematoda hasil ekstraksi-isolasi, dan mengetahui cara memindah nematoda ke dalam gliserin murni.

 

CARA KERJA

 

Praktikum acara 3 Nematologi Pertanian yang berjudul “Menghitung Populasi, Fiksasi dan Memindah Nematoda ke dalam Gliserin Murni”  dilaksanakan pada hari Kamis, 17 Maret 2016 bertempat di Laboratorium Nematologi Pertanian, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu mikroskop, counting dish (pastik hitung), kait nematoda, sirakus, droggstof, dan eksikator. Bahan yang digunakan berupa suspensi nematoda hasil ekstraksi – isolasi, gliserin, alkohol, dan bahan fiksatif.

Praktikum acara III ini terdiri dari dari tiga langkah kerja. Langkah kerja pertama adalah menghitung populasi nematoda. Cara kerja dalam menghitung populasi nematoda adalah langkah pertama suspensi nematoda dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian volume suspensi nematoda dibuat menjadi 100 ml. Suspensi kemudian diaduk merata dengan menggunakan pipet kemudian segera diambil suspensi di bagian tengah sebanyak 5 ml. Suspensi nematoda kemudian dihitung dengan menggunakan mikroskop.

Langkah kedua adalah melakukan fiksasi nematoda. Cara kerja dalam melakukan fiksasi nematoda adalah suspensi nematoda hasil ekstraksi – isolasi diendapkan selama 15 menit, volume airnya dikurangi hingga volume suspensi nematoda menjadi 15 ml. Kemudian dipanaskan dalam larutan fiksasi (FAA) hingga suhu 70 – 800C, selanjutnya dituangkan ke dalam suspensi nematoda sebanyak 3-4 kali volume suspensi nematoda. Kemudian nematoda dibiarkan selama 3-4 hari agarmengalami fiksasi secara sempurna.

Langkah ketiga adalah memindahkan nematoda ke dalam gliserin murni. Cara kerja yang dilakukan adalah langkah pertama didsiapkan nematoda yang telah di fiksasi kemudian dikait 5 ekor nematoda dan dimasukkan ke dalam gelas sirakus yang telah berisi larutan fiksatif sebanyak 2 ml. Kemudian permukaan gelas sirakus ditutup dengan lempeng kaca. Kemudian dimasukkan gelas sirakus ke dalam eksikator  yang berisi alkohol 95% selanjutnya dimasukkan eksikator tersebut ke dalam oven dan panaskan 400C selama 12 jam. Setelah 12 jam gelas sirakus dikeluarkan kemudian dituangkan seinhorst 1 (95 cc alkohol + 5 cc gliserin) sebanyak 2-3 ml ke dalam sirakus tersebut, tutup kembali gelas sirakus dengan lempeng kaca. Kemudian dimdasukkan kembali ke dalam oven selama 3 jam. Setelah 3 jam dikeluarkan dan isimpan di dalam eksikator yang berisi CaCO3. Nematoda di dalam sirakus ini seluruh tubuhnya telah berisi gliserin murni.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Metode
Kel Baermann (100 ml) Sentrifuse (5 ml) Wht Akar (5 gr) Wht Tanah (100 ml) Pengkabutan (5 gr) Fenwick (100 ml) Saring (50 ml)
1 53,33 1200 82 27 987 121 23
2 133,33 7480 920 186,67 1020 163 26
3 13,4 20 1566 0 1293,4 162 3
Σx 66,68 2900 857,33 71,1 1100,13 148,66 17,33

Tabel 1. Hasil Populasi Nematoda Pada Setiap Perlakuan

Ekstraksi-isolasi nematoda adalah suatu proses untuk memisahkan nematoda dari habitat hidupnya, baik dari tanah maupun dari jaringan tanaman sebelum dilakukan kajian lebih lanjut. Kajian lebih lanjut yang dilakukan adalah amtara lain identifikasi dan penghitungan populasi nematoda. Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan ekstraksi isolasi nematoda dari sampel tanah maupu jaringan tanaman, diantaranya adalah corong Baermann, Whitehead Tray, sentrifuse, penyaringan, pengkabutan, dan fenwick. Pemilihan metode yang akan digunakan untuk ekstraksi isolasi nematoda ditentukan dengan ketersediaan fasilitas, objek nematoda yang ditargetkan, ukuran sampel, jumlah sampel, tipe tanah, dan lain sebagainya.

Dari hasil pengamatan ekstraksi-isolasi dengan menggunakan tujuh metode dan dua macam sampel dapat diketahui bahwa metode ekstraksi isolasi untuk akar paling banyak adalah dengan menggunakan metode pengkabutan, yaitu dengan jumlah rerata 11000,13eko r. Untuk sampel tanah, metode yang menghasilkan nematoda paling banyak adalah metode fenwick, yaitu denganjumlah rerata 148,65 ekor.

Dari hasil pengamatan, maka dapat diketahui bahwa metode pengkabutan cocok digunakan untuk ekstraksi-isolasi nematoda dari sampel akar. Sementara itu, metode fenwick paling cocok digunakan untuk ekstraksi isolasi nematoda dari sampel tanah. Hal ini berdasarkan pada banyaknya jumlah nematoda yang tertangkap.

Setelah perhitungan populasi, selanjutnya dilakukan langkah berikutnya yaitu fiksasi nematoda. Fiksasi merupakan kegiatan yang bertujuan mematikan nematoda secara mendadak dan untuk mengawetkan nematoda sementara. Fiksasi merupakan metode yang dilakukan untuk mengawetkan nematoda dengan cara menambahkan larutan FAA ke dalam suspensi nematoda. Larutan FAA dibuat menggunakan bahan yaitu Alkohol 95%, formalin 40%, asam cuka, dan akuades. Selanjutnya biarkan fiksasi secara sempurna selama 3-4 hari. Kelemahan larutan fiksatif tersebut adalah tidak bisa digunakan untuk menyimpan spesimen dalam waktu lama.

Sebelum dilakukan fiksasi, nematoda harus dimatikan terlebih dahulu dengan cara pemanasan agar struktur tubuhnya tidak rusak. Cara mematikan yang benar adalah dengan memberikan panas yang sifatnya mendadak (±60 ºC), yaitu menyeduh dengan air panas atau dengan larutan fiksatif panas, kemudian segera didinginkan dengan manambahkan bahan yang sama. Mematikan nematoda dapat juga dilakukan dengan menuangkan air mendidih ke dalam kumpulan nematoda di dalam tempat yang sudah berisi air dengan volume sama dengan jumlah air yang dipanaskan. Mematikan nematoda dengan suhu yang berlebihan tidak dibenarkan karena dapat merusak struktur bagian dalam nematoda (Suwanda, 2009).

Nematoda yang telah difiksasi kemudian di kait sekitar 5 ekor dengan menggunakan kait nematoda dan dimasukkan ke dalam gelas sirakus yang berisi larutan fiksatif bertujuan untuk pengawetan sementara. Setelah itu dilakukan pemindahan nematoda ke gliserin murni. Fungsi dari larutan gliserin murni adalah untuk mengganti cairan tubuh nematoda, sehingga tubuh nematoda tidak rusak dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan preparat nematoda.

Nematoda yang telah difiksasi dipindahkan ke dalam gelas sirakus yang sebelumnya telah diisi dengan larutan fiksatif sebanyak 2 ml. Tutup sebagian permukaan gelas sirakus dengan lempeng kaca. Gelas sirakus yang telah berisi nematoda dimasukkan ke dalam desikator yang berisi alkohol 95%.

Desikator tersebut dimasukkan ke dalam oven dan panaskan 400C selama 12 jam. Setelah 12 jam keluarkan gelas sirakus kemudia tuangkan seinhorst 1 (95 cc alkohol + 5 cc gliserin) sebanyak 2-3 ml ke dalam sirakus tersebut,kemudian ditutup kembali gelas sirakus dengan lempeng kaca. Masukkan kembali ke dalam oven selama 3 jam. Setelah 3 jam dikeluarkan dan simpan di dalam eksikator yang berisi CaCO3. CaCO3 bersifat absorben yang berfungsi untuk menyerap uap air dalam desikator.

 

KESIMPULAN

 

  1. Populasi nematoda yang akan dihitung dapat diperoleh dari berbagai macam teknik ekstraksi-isolasi. Teknik ekstraksi isolasi yang dapat digunakan adalah metode corong Baermann, metode Whitehead Tray (tanah), metode Sentrifuse, metode Pengkabutan dan metode Saring.
  2. Fiksasi nematoda berfungsi untuk mematikan nematoda secara mendadak dan mengawetkan nematoda untuk sementara waktu.
  3. Larutan gliserin murni berfungsi untuk mengganti cairan tubuh nematoda sehingga tubuh nematoda dapat awet.

 

DAFTAR PUSTAKA

Dropkin V.H. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Luc, M., R.A. Sikora, & J. Bridge, 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Sub Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Ogbuji. 1987. Consideration of Nematodes in Integrated Pest Manajement of tropical crops Integrated Pest Manajement for tropical crops in Nigeria.

Panggeso, J. 2010. Analisis Kerapatan Populasi Nematoda Parasitik pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Asal Kabupaten Sigi Biromaru. J. Agroland 17: 198-204

Suwanda. 2009. Pedoman Pembuatan Dan Pengelolaan Koleksi Penyakit Tumbuhan.Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta

Tags: , , , ,

Laporan Praktikum Nematologi Pertanian Acara II: Ekstraksi Isolasi Nematoda

Posted by miftachurohman on May 14, 2018
Laporan Praktikum, Nematologi Pertanian / No Comments

LAPORAN PRAKTIKUM
NEMATOLOGI PERTANIAN
ACARA II

EKSTRAKSI ISOLASI NEMATODA

Disusun oleh:
Miftachurohman
12/334974/PN/12969

LABORATORIUM NEMATOLOGI
JURUSAN PERLINDUNGAN TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

PENDAHULUAN

 

Nematoda merupakan mikroorganisme yang digolongkan ke dalam filum dunia hewan. Ketika dilihat di bawah mikroskop, nematoda terlihat berupa cacing mikroskopis dengan ukuran tubuh yang sangat kecil dan berwarnah bening. Karena ukuran tubuh nemtoda sangat kecil, para petani sangat sulit membedakan dengan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri (Prajnanta, 2007).

Nematoda mempunyai saluran usus dan rongga badan, tetapi rongga badan tersebut dilapisi dengan selaput seluler sehingga disebut pseudosel atau pseudoseloma. Tubuh nematoda berbentuk bulat pada potongan melintang, tidak bersegmen, dan ditutupi oleh kutikula. Terdapat sekitar 10.000 jenis nematoda yang hidup di dalam segala jenis habitat mulai dari tanah, air tawar, dan air asin sampai tanaman dan hewan (Norman D. Levine, 1994).

Nematoda merupakan kelompok hewan yang mempunyai ukuran mikron sehingga tidak dapat diamati dengan mata secara langsung dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Oleh karena itu, untuk dapat mengamati nematoda maka perlu dilakukan isolasi-ekstraksi nematoda dari habitatnya.

Terdapat beberapa cara untuk mendapatkan nematoda dari dalam sampel tanah dan jaringan tanaman. Nematoda-nematoda yang bergerak aktif dapat diekstraksi dengan menggunakan metode Whitehead tray atau Baermann. Kedua metode ini memberikan hasil yang kurang memuaskan jika digunakan untuk mengekstraksi nematoda yang bergerak lamban atau nematoda yang memiliki ukuran tubuh besar (Suwanda, 2009). Menurut Swibawa et al. (2000), ekstraksi-isolasi   nematoda dari dalam akar   dapat menggunakan metode Bearmann,   sedangkan ekstraksi dan isolasi nematoda   dari   dalam tanah   dapat menggunakan   metode dekantasi-sentrifugasi    menggunakan larutan gula.

Untuk kegiatan acara parktikum ini, metode yang digunakan adalah Whitehead Tray, Corong Baermann yang diperbaiki, Pengkabutan, metode saring, metode fenwick, dan Sentrifus. Praktikum ini bertujuan untuk memperoleh nematoda dari contoh tanah dan jaringan tanaman, membedakan berbagai macam metode ekstraksi-isolasi nematoda dan mengetahui masing-masing kegunaan metode ekstraksi-isolasi nematoda, serta memperoleh ketrampilan melakukan pekerjaan ekstraksi-isolasi nematoda.

 

CARA KERJA

 

Praktikum Nematologi Pertanian acara 2 dengan judul Ekstraksi-Isolasi Nematoda dilaksanakan pada hari Kamis, 17 Maret 2015 di Laboratorium Nematologi, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan adalah sekop kecil, kantung plastik dan alat ekstraksi-isolasi serta perlengkapannya. Bahan yang digunakan berupa contoh tanah dan jaringan tanaman (akar) yang diduga terserang nematoda parasit dari tanaman pisang, terong dan padi.

Metode yang digunakan ada enam macam. Untuk Ekstraksi-Isolasi dari sampel tanah digunakan metode Whitehead Tray yang dimodifikasi, Corong Baermann yang diperbaiki, metode fenwick, dan saring. Metode yang digunakan untuk ekstraksi isolasi dari sampel akar adalah metode Whotehead Tray yang dimodifikasi, metode sentrifuse, dan pengkabutan.

Cara kerja dari metode Whitehead Tray yang dimodifikasi yaitu perlengkapan yang diperlukan disiapkan. Screen nilon dipasang di atas nampan penyangga (dasar nampan berlubang), dan diatasnya diletakkan kertas saring (tissue tanpa parfum) hingga permukaan nampan penyangga tertutup. Diatas permukaan tisu diletakkan gelas arloji agar tanah yang dituangkan tidak merobek permukaan tisu. Contoh tanah yang berada di dalam Waskom diambil 100 ml kemudian di homogenkan dengan air volume kurang lebih 200 ml. Setelah homogeny, suspense tanah kemudian dituangkan diatas gelas arloji secara perlahan. Tanah hasil suspense yang berada di gelas arloji kemudian di ratakan secara perlahan diatas permukaan tisu. Masukkan air ke nampan plastik sampai menyentuh permukaan tanah. Air yang keluar kemudian dibuang, agar hasil suspense yang dipanen menjadi jernih. Selanjutnya didiamkan selama 24 jam dalam temperatur kamar. Setelah itu nampan penyangga dan kelengkapannya serta contoh tanah diangkat dan disingkirkan. Nampan plastik yang berisi air dan nematoda (suspensi nematoda) dituang ke dalam gelas beker. Ditunggu beberapa menit agar nematoda mengendap. Volume air dikurangi dengan pipet (pipa kecil) secara hati-hati, suspensi nematoda disisakan ± 75 ml. Suspensi nematoda yang diperoleh lalu diamati.

Cara kerja dari metode Corong Baermann yang diperbaiki yaitu contoh tanah dicampur secara merata di dalam waskom dan diambil sebanyak 100 ml. Contoh tanah 100 ml disaring dengan saringan berdiameter mata saring 840 µm (dikerjakan pada piring). Partikel kasar pada saringan dibuang. Hasil saringan (dalam piring) dimasukkan ke dalam gelas beker (A) volume 1000 ml. Suspensi tanah dalam gelas beker (A) didekantasi. Cara dekantasi sebagai berikut: Suspensi tanah diaduk hingga merata. Didiamkan selama ± 15 detik, sehingga siperoleh dua endapan (bagian atas dan bawah). Endapan bagian atas dituang ke dalam gelas beker lain (B) untuk memisahkan partikel kasar yang mengendap. Partikel tanah yang tertinggal pada gelas beker (A) ditambah ± 100 ml air, kemudian diaduk dan didiamkan selama ± 15 detik. Endapan bagian atas dituang dijadikan satu dengan gelas beker (B). Hasil dekantasi adalah pada gelas beker (B). Proses dekantasi ini dikerjakan tiga kali. Untuk mengurangi volume air pada suspensi tanah dalam gelas beker (B), didiamkan selama ± 1 menit. Endapan atas disaring dengan saringan bertingkat, Ø mata saringan 45 µm (di atas) dan 35 µm (di bawah). Nematoda yang tertahan pada saringan 45 µm dan 35 µm dimasukkan kembali ke dalam gelas beker (B) dengan bantuan botol semprot. Selanjutnya suspensi tanah yang halus dituangkan di atas kertas saring (tissue tanpa parfum) pada saringan 840 µm di dalam corong Baermann. Dibiarkan selama 24 jam, lalu penepit dibuka dan suspensi nematoda (di dalam corong) diambil sebanyak ± 50 ml yang ditampung dalam botol penyimpan. Suspensi nematoda lalu diamati.

Cara kerja metode Fenwick adalah corong fenwick diatur sedemikian rupa, kemudian tanah disiapkan sebanyak 200-300 ml dan diletakkan diatas saringan diameter 1 mm. Tanah kemudian dicuci dengan menyemprotkan air dari atas tanah. Partikel tanah halus, bahan organic, dan sista akan turun ke dalam corong fenwick, dan melimpah keluar dana akan tertampung pada saringan dengan diameter mata saring 250 mikron. Sista yang tertampung diatas saringan dicuci dengan botolsemprot dan dituangkan diatas tisu. Biarkan beberapa saat hingga keringa angina. Sista kemudian diamati dengan kaca pembesar atau mikroskop dissecting.

Untuk Ekstraksi-Isolasi dari jaringan akar digunakan metode Pengkabutan dan Sentrifus. Cara kerja dari metode Pengkabutan yaitu disiapkan mangkok plastik dengan lubang di tengah dinding. Corong berikut saringan 840 µm ditempatkan di dalam mangkok plastik. Dasar saringan dilapisi kertas saring. Contoh akar yang sudah dicuci ditiriskan dan dikering anginkan. Selanjutnya dipotong-potong ± 0,5 cm. Contoh akar diambil sebanyak 5 gram dimasukkan dan diatur merata di atas kertas saring di dalam saringan dengan diameter mata saringan 840 µm. Mangkok plastik berikut contoh jaringan akar diletakkan ke dalam rak pengkabutan. Rak pengkabutan ditutup dan kran air dibuka selama 48 jam. Suspensi nematoda dalam mangkok plastik dipanen. Suspensi nematode tersebut dipindahkan ke dalam gelas beker selanjutnya dituangkan ke dalam botol penyimpan (warna hitam) atau disimpan di dalam lemari pendingin.

Cara kerja dari metode Sentrifus yaitu contoh jaringan akar dibersihkan dengan air secara hati-hati, kemudian ditiris dan dikering anginkan. Akar dipotong-potong ± 0,5 cm dan diambil sebanyak 5 gram. Ditambahkan air 100 ml dan dicincang dengan blender selama 3 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan tanah kaolin secukupnya. Tanah kaolin digunakan untuk mengikat jaringan ketika dalam proses sentrifugasi. Masing-masing tabung sentrifus ditimbang untuk mendapatkan berat yang sama dan tabung dipasang di alat sentrifus. Sentrifus diputar dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Air yang ada pada lapisan atas dibuang dan ditambahkan larutas gula pasir (BJ=1,18) dan diaduk hingga merata. Masing-masing tabung dipasang pada alat sentrifus lagi dengan kecepatan 5000 rpm selama 3 menit. Suspensi nematoda dalam larutan gula dituang ke dalam saringan 28 µm dan dicuci dengan air menggunakan botol semprot. Nematoda yang tertampung dalam saringan tersebut dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml dengan bantuan botol semprot. Suspensi nematoda siap diamati.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

Kelompok Metode
Baermann yang diperbaiki Sentrifus WHT Akar WHT Tanah Pengkabutan Fenwick Saring
1 53,33 12,00 86 27 987 121 23
2 133,33 74,80 920 186,7 1020 163 26
3 13,4 20 1566 0 1293,4 162 3
Rerata 65,68 29,00 857,33 71,1 11000,13 148,65 17,33

 

Pembahasan

 

Ekstraksi-isolasi nematoda adalah suatu proses untuk memisahkan nematoda dari habitat hidupnya, baik dari tanah maupun dari jaringan tanaman sebelum dilakukan kejian lebih lanjut. Kajian lebih lanjut yang dilakukan adalah amtara lain identifikasi dan penghitungan populasi nematoda. Ada beberapa metode yang digunakan dala melakukan ekstraksi isolasi nematoda dari sampel tanah maupu jaringan tanaman, diantaranya adalah corong baermann, whitehead tray, sentrifuse, penyaringan, pegkabutan, dan fenwick. Pemilihan metode yang akan digunakan untuk ekstraksi isolasi nematoda ditentukan dengan ketersediaan fasilitas, objek nematoda yang ditargetkan, ukuran sampel, jumlah sampel, tipe tanah, dan lain sebagainya.

Ada dua jenis bahan yang digunakan dalam praktikum ekstraksi-isolasi nematoda, yaitu tanah dan akar. Metode Ekstraksi-isolasi yang digunakan untuk media tanah adalah dengan menggunakan metode corong baermann yang diperbaiki, metode whitehead tray yang dimodifikasi, dan metode fenwick. Metode yang digunakan untuk ekstraksi-isolasi pada jaringan akar adalah metode sentrifuse, metode pengkabutan, dan whitehead tray yang dimodifikasi.

Di dalam habitatnya, nematoda memanfaatkan air utuk melakukan perpindahan. Cara kerja dari metode ekstraksi isolasi nematoda adalah dengan memanfaatkan filum air untuk mengekstraksi dan mengisolasi nematoda dari tanah atau jaringan tanaman (akar). Tanah yang menjadi tempat hidup nematoda mempunyai struktur yang kasar. Kebanyakan nematoda juga hidup di tanah yang mempunyai banyak pori dan didalam pori-pori tersebut terdapat cukup udara. Tanah tersebut juga mempunyai kelembapan yang cukup serta tipe tanah dan pH juga mempunyai pengaruh terhadap distribusi nematoda.

Dari hasil pengamatan ekstraksi-isolasi dengan menggunakan tujuh metode dan dua macam sampel dapat diketahui bahwa metode ekstraksi isolasi untuk akar paling banyak adalah dengan menggunakan metode pengkabutan, yaitu dengan jumlah rerata 11000,13. Untuk sampel tanah, metode yang menghasilkan nematoda paling banyak adalah metode fenwick, yaitu denganjumlah rerata 148,65 .

Dari hasil pengamatan, maka dapat diketahui bahwa metode pengkabutan cocok digunakan untuk ekstraksi-isolasi nematoda dari sampel akar. Sementara itu, metode fenwick paling cocok digunakan untuk ekstraksi isolasi nematoda dari sampel tanah. Hal ini berdasarkan pada banyaknya jumlah nematoda yang tertangkap.

Menurut Dewi, dkk (2007), pengamatan nematoda dikatakan efektif jika kerapatan nematoda tanah yang ditemukan dari kedalaman tanah 0-5 cm ditemukan rata-rata 67 individu, di kedalaman 5-10 cm ditemukan rata-rata 69 individu, dan di kedalaman 10-15 cm ditemukan rata-rata 46 individu nematoda tanah per 150 cc tanah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa kedalaman tanah yang paling banyak ditemukan nematoda adalah di kedalaman 5-10 cm.

Pada hasil pengamatan menunjukkan hasil yang mempunyai rentan rerata yang sangat jauh berbeda. Pada sampel tanah metode saring memiliki jumlah rerata yang paling rendah, yaitu sebanyak 17,33 sedangkan pada metode whitehead tray memiliki jumlah rerata paling tinggi, yaitu sebanyak 71,1. Pada hasil pengamatan sampel akar, jumlah nematoda tertinggi diperoleh dari hasil metode sentrifuse yaitu sebanyak 2900, sementara itu hasil terendah didapat dari metode whitehead tray yaitu sebanyak 857,33. Dari hasil ini, meskipun dari sampelyang sejenis, namun memiliki jumlah rentan rerata yang sangat jauh berbeda. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya ketrampilan dalam mempraktikan metode sehingga didapatkan bias data yang sangat kontras.

Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan. Metode whitehead tray cocok dipergunakan untuk mendapatkan bahan inoculum karena hanya nematoda yang hidup, sehat, dan aktif saja yang dapat diisolasi. Nematoda yang aktif pada sampel tanah lama-lama akan menuju ke air yang ada pada nampan plastik. Sehingga kelebihan dari metode ini adalah akan didapatkan nematoda dengan kualitas yang baik dan juga proses serta peralatannya yang sederhana. Kekurangannya adalah metode ini tidak cocok digunakan untuk penghitungan populasi nematoda pada suatu tanah karena seperti telah disebut sebelumnya bahwa nematoda yang didapat hanya yang hidup.

Pada metode Corong Baermann Nematoda bisa didapatkan nemotoda dalam jumlah lebih banyak dan nematoda yang didapat dalam kualitas baik karena masih hidup. Kekurangannya adalah cara kerjanya yang sedikit rumit dan prosesnya yang cukup panjang serta tidak cocok untuk perhitungan populasi pada suatu tanah.

Menurutnya, keuntungan dari metode ini adalah penipisan oksigen dapat dihindari serta efisiensi ekstraksinya lebih tinggi. kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan banyak air sehingga boros air dan sulit untuk menjaga sampel bebas dari ganggang dan jamur.

Pada metode Sentrifus, Kelebihan dari metode ini adalah bisa didapatkan nematoda dalam keadaan hidup maupun mati karena hanya mendasarkan pada berat jenis dan bukan pada gerakan nematoda. Kekurangannya adalah peralatan yang digunakan tidak mudah didapat dan harganya mahal.

Pada metode fenwick, kelebihanya adalah penggunaan alat yang sederhana dan praktis, sehingga proses ektraksi isolasi menjadi lebih efisien. Kekurangan dari penggunaan metode ini adalah nematoda yang didapat dalam kondisi yang sudah tidak segar.

Untuk mengekstrasi nematoda yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan yang berupa akar harus dibersihkan terlebih dahulu dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil dengan panjang  0,5 cm. Untuk metode whitehead tray dan pengkabutan, akar langsung diletakkan secara merata diatas tisu dan diinkubasi selama kurang lebih 24 jam.Pada saat itu, nematoda akan menembus lubang tisu dan tergerak menuju air yang kaya akan oksigen. Untuk metode sentrifuse, akar kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender selama kurang lebih 3 menit sehingga akan menghasilkan campuran nematoda,

Setelah proses ekstraksi-isolasi, suspense nematoda yang diperoleh dapat dinyatakan per satuan unit sampel. Untuk jaringan tanaman dapat dinyatakan per satuan berat, misalnya adalah per 5 gram (akar). Untuk sampel tanah, dapat dinyatakan dalam satuan volume, misalnya per 100 ml tanah. Jika hasil ekstraksi nematida didapat dalam jumlah yang kecil, semua nematoda dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Jika perlu, volume airnya dikurangi sebelum diamati dengan cara penyaringan menggunakan saringan 20 mikron atau 35 mikron atau pengetapan dengan menggunakan selang plastic berukuran kecil. Apabila diperoleh nematoda dalam jumlah yang besar, maka suspense nematoda perlu diencerkan terlebih dahulu.

Manfaat dari ekstraksi-isolasi nematoda adalah untuk memisahkan nematoda dari habitatnya yang berupa tanah ataupun jaringan tanaman sehingga selanjutnya dapat dilakukan pengamatan/kajian lebih lanjut seperti identifikasi ataupun penghitungan populasi nematoda pada suatu lahan atau tanaman.

KESIMPULAN

    1. Jumlah nematoda yang diperoleh dari masing masing metode memiliki jumlah rerata yang jauh berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kurangnya ketrampilan sehingga menghasilkan bias data yang sangat tinggi.
    2. Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan dalam ekstraksi-isolasi nematoda. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Masing-masing metode.
    3. Pemilihan metode yang akan digunakan untuk ekstraksi isolasi nematoda ditentukan dengan ketersediaan fasilitas, objek nematoda yang ditargetkan, ukuran sampel, jumlah sampel, tipe tanah, dan lain sebagainya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Rahmita,Dewi, dkk. 2007. Kerapatan dan Biodiversitas Nematoda Tanah Gambut di Kecamatan Gambut, Kabupaten banjar, Kalimantan Selatan. Jurnal Bioscientiae. 4: 85-86.

Prajnanta, F. 2007. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Depok : Penebar Swadaya

Norman, D.L.. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Swibawa, I. G., I. Amaliah, dan T. N. Aeny. 2000. Pengaruh infestasi nematoda Pratylenchus terhadap pertumbuhan tanaman nenas [Ananas comosus (l.) Merr.]. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 1: 25-28.

Tags: , , , , , , ,