pembangunan masyarakat

Isu Kemiskinan dalam Pembangunan Masyarakat

Posted by miftachurohman on April 03, 2018
Makalah, Tugas Kuliah / No Comments

***

Artikel ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Pembangunan Masyarakat

***

Kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi negara-negara berkembang, demikian pula dengan Indonesia. Bagi Indonesia, kemiskinan masih merupakan persoalan yang menjadi beban berat, terutama dikaitkan dengan isu kesenjangan yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin.

Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan dapat dilakukan secara menyeluruh dan saling interdependen dengan beberapa program kegiatan lainnya. Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan secara integratif sebetulnya sudah dilakukan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Inpres Desa Tertinggal. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan telah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Upaya nasional ini menunjukkan bahwa kemiskinan masih menjadi masalah yang serius. Bahkan pemerintah pusat telah merealisasikan penyaluran dana desa tahap pertama kepada pemerintah desa, sekitar 47 triliyun. Dana desa tersebut telah disalurkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah disalurkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) bertugas mengawal prioritas penggunaan dana desaagar sesuai dengan Peraturan Menteri yang telah ditetapkan.

Upaya pemerintah untuk menurunkan jumlah penduduk  miskin  adalah  dengan  memberikan  fasilitas  rusunawa  yang  pada kenyataannya banyak salah sasaran, memberikan BLT (bantuan langsung tunai) yang ternyata tidak banyak membantu masyarakat, hingga pemberian aneka subsidi untuk masyarakat miskin. Berbagai langkah tersebut pada kenyataannya tidak bisa membuat jumlah  penduduk  miskin  di  Indonesia  menjadi  berkurang.  Karena  solusi  idealnya adalah  dengan  memberikan  mereka  pekerjaan  tetap  dengan  gaji  yang  memadai sehingga  mereka  bisa  hidup  lebih  layak.  Ini  bukan  perkara  yang  mudah  bagi pemerintah.

Pengertian Kemiskinan

Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Ali dkk, 1995).

Beberapa ahli mempunyai pemahaman yang berbeda-beda dalam mendefinisikan kemiskinan. Berikut definisi kemiskinan menurut beberapa ahli:

  1. Benyamin White mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan adalah perbedaan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat dari satu wilayah dengan wilayah lainya(Dillon & Hermanto, 1993).
  2. Parsudi Suparlan mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan(Suparlan, 1993).
  3. Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial.

Definisi menurut UNDP dalam Cahyat (2004), adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

  1. Kemiskinan absolut Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
  2. Kemiskinan relatif Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.
Indikator Kemiskinan

Meskipun fenomena kemiskinan itu merupakan sesuatu yang kompleks dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi-dimensi lain di luar ekonomi, namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya berada dalam lingkungan dimensi ekonomi (Nanga, 2006).

Pengukuran tingkat kemiskinan di Indonesia pertama kali secara resmi dipublikasikan BPS pada tahun 1984 yang mencakup data kemiskinan periode 1976-1981. Semenjak itu setiap tiga tahun sekali BPS menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin, yaitu pada saat modul konsumsi tersedia. Penduduk miskin adalah penduduk yang berada di bawah suatu batas, yang disebut batas miskin atau garis kemiskinan. Berdasarkan hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978, seseorang dapat dikatakan hidup sehat apabila telah dapat memenuhi kebutuhan energinya minimal sebesar 2100 kalori perhari. Mengacu pada ukuran tersebut, maka batas miskin untuk makanan adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi kebutuhan energinya sebesar 2100 kalori perhari.

Analisis faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan atau determinan kemiskinan pernah dilakukan oleh Ikhsan (1999). Ikhsan, membagi faktor-faktor determinan kemiskinan menjadi empat kelompok, yaitu modal sumber daya manusia (human capital), modal fisik produktif (physical productive capital), status pekerjaan, dan karakteristik desa. Modal SDM dalam suatu rumah tangga merupakan faktor yang akan mempangaruhi kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan. Dalam hal ini, indikator yang sering digunakan adalah jumlah tahun bersekolah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Secara umum semakin tinggi pendidikan anggota keluarga maka akan semakin tinggi kemungkinan keluarga tersebut bekerja di sektor formal dengan pendapatan yang lebih tinggi. Variabel modal fisik, yang antara lain luas lantai perkapita dan kepemilikan asset seperti lahan, khususnya untuk pertanian. Kepemilikan lahan akan menjadi faktor yang penting mengingat dengan tersedianya lahan produktif, rumah tangga dengan lapangan usaha pertanian akan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Kepemilikan modal fisik ini dan kemampuan memperoleh pendapatan sebagai tenaga kerja akan menjadi modal utama untuk menghasilkan pendapatan keluarga. Anggota rumah tangga yang tidak memiliki modal fisik terpaksa menerima pekerjaan dengan bayaran yang rendah dan tidak mempunyai alternatif untuk berusaha sendiri. Komponen selanjutnya adalah status pekerjaan, di mana status pekerjaan utama kepala keluarga jelas akan memberikan dampak bagi pola pendapatan rumah tangga.

Penyebab Kemiskinan

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:

  1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga.
  2. Rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal kerja.
  3. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian.
  4. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah.
  5. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan.
  6. Kurangnya peranan kelembagaan yang ada.

Selain itu kemiskinan dapat terjadi akibat sistem ekonomi yang berlaku karena yang kuat menindas yang lemah, tidak adanya sumber pendapatan yang memadai bagi golongan yang bersangkutan, struktur pemilikan, dan penggunaan tanah, pola usaha yang terbelakang, dan pendidikan angkatan kerja yang rendah.

Dengan rendahnya faktor-faktor diatas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diterima, pada gilirannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimun yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan.

Sedangkan Asnawi (1994) menyatakan suatu keluarga menjadi miskin disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor teknologi. Sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan, dependensi ratio, nilai sikap, partisipasi, keterampilan pekerjaan, dan semuanya itu tergantung kepada sosial budaya masyarakat itu sendiri, kalau sosial budaya masyarakatnya masih terbelakang maka rendahlah mutu sumber daya manusianya. Sebaliknya kalau sosial budaya modern sesuai dengan tuntutan pembangunan maka tinggilah mutu sumber daya manusia tersebut.

Menurut Kuncoro (2003), penyebab kemiskinan antara lain sebagai berikut:

  1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.
  2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah.
  3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.
Dampak Adanya Kemiskinan

Dari satu permasalahan sosial saja yakni kemiskinan dapat memunculkan permasalahan-permasalahan sosial yang lain. Kemiskinan memberikan dampak sosial yang beraneka ragam mulai dari tindak kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, dan masih banyak lagi. Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh banyak pihak, tindakantindakan kriminal yang marak terjadi kebanyakan dilatarbelakangi oleh motif ekonomi yakni ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.

Selain maraknya tindak kriminal, kondisi kesehatan masyarakat yang buruk juga merupakan salah satu dampak dari adanya kemiskinan. Berikut rincian dampak yang terjadi akibat adanya kemiskinan menurut Mubyarto (1999):

  1. Banyaknya pengangguran.
  2. Terciptanya perilaku kekerasan. Ketika seseorang tidak tidak lagi mampu mencari penghasilan melalui jalan yang benar dan halal dan ketika mereka merasa tidak sanggup lagi bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan.
  3. Banyak anak yang tidak mengenyam pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi membuat masyarakat miskin tidak lagi mampu menjangkau dunia sekolah atau pendidikan.
  4. Susahnya mendapatkan pelayanan kesehatan. Biaya pengobatan yang tinggi membuat masyarakat miskin memtuskan untuk tidak berobat. Sehingga, mereka sama sekali tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Teori-Teori Pengentasan kemiskinan

Pengentasan kemiskinan selalu menjadi agenda utama bagi negara-negara berkembang khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan merupakan permasalahan yang menyangkut keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Dalam rangka mengentas kemiskinan, Indonesia maupun negara-negara berkembang yang lainnya telah menggunakan teori-teori ekonomi yang ada, baik itu mengadopsi dari pemikiran barat maupun dari nasional sendiri. Teori-teori yang sudah digunakan maupun yang masih berupa wacana antara lain sebagai berikut:

Teori Ekonomi Neoliberal

Neoliberalisme merupakan nomenklatur yang diciptakan dari luar. Istilah yang lebih sering dikenal adalah liberalisme. Neoliberaisme sendiri merupakan tahap selanjutnya dari liberalisme. Dalam pengertian luas, liberalisme adalah paham yang mempertahankan otonomi individu dari intervensi komunitas (Caniago,-). Kemudian muncul istilah liberalisme ekonomi yang pada kemudian hari disebut dengan neoliberalisme.

Teori ini berhasil menurunkan inflasi dan mendorong perekonomian di beberapa negara. Seperti di Inggris pada pemerintahan Margareth Thatcher yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri pada tahun 1979. Begitu juga pada kepemimpinan Ronald Reagan di Amerika Serikat dalam dua periode (1981-1989). Keduanya menerapkan sistem yang sama yakni privatisasi, deregulasi, serta pengurangan pajak dan subsidi. Kesemuanya ini merupakan ciri dari neoliberalisme.

Teori Ekonomi Pancasila

Teori ekonomi pancasila adalah teori ekonomi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Teori ini bercirikan asas keselarasan dan lebih mengutamakan masyarakat dan bukan kemakmuran orang-seorang (Mubyarto, 1997). Penggunaan asas kekeluargaan bertujuan untuk meminimalisisir persaingan antar masyarakat.

Teori Anggaran Pro Kaum Miskin

Anggaran pro kaum miskin adalah penganggaran berdasarkan penilaian kebutuhan dasar masyarakat miskin dengan proses yang melibatkan kelompok miskin untuk ikut menentukan skala prioritasnya (Fernandez, 2009). Dalam pengertian lain, anggaran pro kaum miskin dimaknai sebagai sebuah penganggaran yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat khususnya kelompok masyarakat miskin melalui proses yang adil, partisipatif, responsif, transparan dan akuntabel.

Dari sekian teori yang ada khususnya teori-teori yang sudah diterapkan, ternyata belum mampu memberikan hasil yang memuaskan bagi masyarakat. Kemiskinan tetap menjadi permasalahan yang meliputi beberapa negara khususnya di Indonesia. Ketidakberhasilan tersebut bisa saja karena kesalahpahaman dalam pelaksanaan teori. Selain itu, bisa saja karena pada dasarnya sistem itu hanya mampu memperbaiki perekonomian masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk meningkatkan perekonomiannya, sedangkan masyarakat yang jauh tertinggal dan tidak mampu mengikuti perjalanan sistem akan semakin tertinggal. Sehingga permasalahan baru yang muncul adalah kesenjangan sosial yang meningkat begitu tajam.

Kesimpulan

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi hampir semua bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, gizi serta kesejahteraan penduduk. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki dan yang dimanfaatkan terutama dari tingkat pendidikan formal maupun non formal.

Saran

Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam upaya mengentaskan kemiskinan. kebijakan  pemerintah  hendaknya  diarahkan  pada  peningkatan  pertumbuhan ekonomi  yang  disertai  pemerataan,  penguatan  sistem  pendidikan  nasional  yang berorientasi  pada  penciptaan  lapangan  kerja,  mengatur  pembangunan  suatu kelembagaan  perlindungan  sosial  bagi  warga  negara,  dan  kebijakan  yang memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin.

Referensi

Ali, L. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Asnawi. S, 1994 Masalah Kemiskinan di Pedesaan dan Strategi penaggulangannya, Seminar Sosial Budaya Mengentaskan Kemiskinan. Kelompok Kerja Panitia Dasawarsa Pengembangan Kebudayaan Provinsi TK.I. Sumatera Barat.

Cahyat, A. 2004. Bagaimana kemiskinan diukur? Beberapamkdel penghitungan kemiskinan di Indonesia. Poverty & Decentralization Project CIFOR. November 2004:2.

Dillon H.S dan Hermanto. 1993. Kemiskinan di Negara Berkembang Masalah Krusial Global. Jakarta: LP3ES.

Ikhsan, M. 1999. The Disaggregation of Indonesian Poverty : Policy and Analysis. Ph.D. Dissertation. University of Illinois, Urbana.

Fernandez, J. 2009. Anggaran Pro Kaum Miskin: Konsep dan Praktik‛, dalam Anggaran Pro kaum Miskin: Sebuah upaya menyejahterakan kaum miskin. Jakarta: LP3ES.

Kuncoro, M. 2003. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta: AMP YKPN.

Mubyarto. 1999. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Yogyakarta: Aditya Media

Mubyarto. 1997. Ekonomi Pancasila: Lintas pemikiran Mubyarto. Yogyakarta: Aditya Media.

Nanga, M. 2005. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, (edisi ke-2). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Suparlan, P. 1993. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Caniago, S.A. Munculnya Neoliberalisme sebagai Bentuk Baru Liberalisme.

Tags: , , ,