zat pengatur tumbuh

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara V: Pemecahan Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji

Posted by miftachurohman on May 12, 2017
Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum / No Comments

ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI

TUJUAN

  1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
  2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji berkulit keras.

TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan komponen teknolologi kimiawi biologis pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo,2002).

Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. (Edmond et al., 1957).

Biji yang dorman biasanya mempunyai kondisi fisiologis tertentu yaitu aktivitas metabolisme dalam tingkat minimal, mengalami dehidrasi sebagian dan tidak melakukan sintesis. Perkecambahan biji dapat dihambat dengan ketidakhadiran dari beberapa faktor eksternal yang sangat dibutuhkan seperti ketidakhadiran air, suhu, komposisi udara yang tepat. Meskipun demikian banyak pula biji yang telah ditempatkan pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan namun tidak berkecambah. Hal ini lebih disebabkan faktor internal. Hal ini dapat karena embrio biji yang belum masak, kulit biji yang impermeable terhadap air dan gas, penghambat pertumbuhan embrio karena mekanik, membutuhkan persyaratan khusus seperti suhu dan cahaya atau karena adanya substansi atau zat penghambat perkecambahan (Bagyoastuti, 2004).

Variasi umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya seperti kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup. Walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah bilabiji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilagan daya hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 3500  atau lebih (Dwijoseputro,1985).

Dormansi perimer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana kondisi persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya,suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk berkecambah mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal dengan benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu : (1) skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis, namun temperatur tinggi jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih, karena biasanya temperatur tinggi malah meningkatkan dormansi benih daripada memperbaiki perkecambahannya (Leopold et al.,1975),(2) skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang mengandung senyawa tidak larut air yang menghalangi masuknya air ke benih, maka pelarut organik tersebut (alkohol dan aseton) dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah (Soejadidan,2002).

Menurut Bradbeer (1989), mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi yang berbeda yaitu penutup embrio dan embrio. Dormansi yang disebabkan penutup embrio diantaranya pertukaran gas terhambat, penyerapan air terhambat, penghambatan mekanis, inhibitir di dalam penutup embrio dan kegagaan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperm. Sementara dormansi embrio di antaranya embrio belum berkembang dan berdiferensiasi pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio defisiensi zat pengatur tumbuh adanya inhibitor.

Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkan menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan satu yang tidak terpenuhi, misalnya saja perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang mengakibatkan kekeringan yang berlebih sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas (Nutile et al.,2006).

METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara V yang berjudul “Pemecahan Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji” dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah biji saga (Abrus precatorius), H2SO4 pekat, kertas filter, dan aquades. Alat yang digunakan adalah cawan petridish, pinset, amplas, dan pipet tetes.

Percobaan ini dibagi atas tiga perlakuan yaitu kimiawi, mekanis, dan kontrol. Pada perlakuan kimiawi, biji saga dimasukkan ke larutan H2SO4 pekat selama 3 menit, 6 menit, dan 9 menit, setiap perlakuan terdiri atas 10 biji saga. Sembari ditunggu, cawan petridish disiapkan dengan diberi tanda dan kertas saring yang dibasahi dengan air. Setelah biji saga direndam, lalu biji saga direndam dalam air selama 1 menit, kemudian ditata di petridish tersebut. Pada perlakuan mekanis, biji saga diamplas sisi tepinya lalu ditata pada cawan petridish yang telah diberi dengan kertas saring, lalu dibasahi dengan air. Pada perlakuan kontrol, biji saga tanpa perlakuan apa-apa diletakkan di cawan petridish yang telah diberi kertas saring dan dibasahi dengan air. Pengamatan biji tang berkecambah dilakukan selama 2 minggu. Kemudian dihitung gaya berkecambah dan indeks vigornya dengan rumus:

GB = Σ biji yang berkecambah sampai hari ke- n  x 100%

Σ biji yang dikecambahkan

IV = Σ biji yang berkecambah pada  hari ke- n hari pengamatan

kemudian dibuat histogram dari gaya berkecambah dan grafik dari indeks vigor.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Perlakuan Gaya berkecambah
H2SO4 3  menit 40%
H2SO4 6  menit 25%
H2SO4 9  menit 38%
Kontrol 15%
Amplas 65%

Tabel 2. Indeks Vigor Saga (Abrus precatorius)

Perla-kuan Hari Pengamatan
  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
H2SO4 3  menit 0 0 0 0,05 0 0,03 0,05 0,07 0,13 0,08 0 0,05 0,12 0,07
H2SO4 6  menit 0 0 0 0 0,04 0,07 0,03 0,02 0,06 0,06 0,24 0,02 0,03 0,03
H2SO4 9  menit 0 0,17 0,17 0 0,00 0,43 0,20 0,05 0,06 0,04 0,07 0,05 0,06 0,09
Kontrol 0 0 0 0 0,33 0 0 0 0,04 0 0 0 0,02 0
Amplas 0 0 0 0 0,23 0,72 0,55 0,32 0,15 0,34 0,34 0,15 0,13 0,13

PEMBAHASAN

Dormansi adalah suatu penundaan pertumbuhan selama periode tertentu, keadaan ini ditemukan pada biji, tunas, umbi, atau rizom. Bagian tanaman tersebut tetap variable, terjadi reduksi aktivitas metabolisme dan hal ini sangat erat hubungannya dengan factor luar yang sangat berpengaruh untuk terjadi dormansi. Benih dikatakan dorman bila dia tidak mampu berkecambah meskipun dalam kondisi lingkungan yang optimum bagi perkecambahan. Penyebab dormansi suatu benih pada umumnya terkait dengan sifat morfologi dan fisiologi benih tersebut. Faktor dalam yang mempengaruhi dormansi antara lain adalah senyawa-senyawa tertentu yang bersifat sebagai penghambat. Zat penghambat adalah suatu zat yang menyebabkan suatu biji menjadi dorman, dalam hal ini termasuk asam sianida, amoniak, kafein, etilen, coumarin, dan lain-lain. Faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan biji yaitu kulit biji yang keras, kulit biji yang imperbeabel, impermeabel terhadap air dan oksigen, embrio yang tidak sempurna dan dan belum dewasa.

Suatu biji dikatakan dorman apabila biji itu tidak berkecambah meskipun keadaan dalam dan luar biji memungkinkan untuk berlangsungnya suatu perkecambahan. Adanya dormansi ternyata tidak hanya memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan suatu biji namun juga memberikan pengaruh positif. Pengaruh positif adanya dormansi adalah kemampuan mempertahankan daya hidup biji dalam usaha penyebaran tumbuhan. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu waktu yang lama dalam perkecambahan. Jadi pematahan dormansi berguna untuk mempercepat proses perkecambahan suatu biji.  

Pengaruh zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci atau merendam biji dalam air, memperlakukan biji dengan bermacam-macam suhu pada interval yang agak luas, pemberian khemikalia, dan hilang sendiri akibat penebaran di dalam tanah dan juga penetralan oleh zat-zat kimia yang ada di dalam tanah. Berikut adalah cara-cara pemecahan dormansi biji:

  1. Dengan perlakuan mekanis. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
    Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
  2. Dengan perlakuan kimia.
    Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam.

    1. Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
    2. Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 PPM.Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).
  3. Perlakuan perendaman dengan air.
    Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 – 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan.
  4. Perlakuan dengan suhu.
    Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
  5. Perlakuan dengan cahaya.
    Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

Metode untuk mematahkan dormansi dalam praktikum ini adalah dengan perlakuan mekanis, khemis (dengan H2SO4), dan pengaruh cairan daging buah (coumarin). Perlakuan mekanis dengan cara mengamplas tepi biji, hal ini dilakukan  untuk melemahan kulit biji sehingga terbentuklah celah atau lubang untuk memudahkan air dan udara melakukan aliran yang mendorong perkecambahan dan sebagai tempat keluar embrio untuk melakukan pertumbuhan.

Pada perlakuan khemis yaitu dengan perendaman biji dalam larutan H2SO4, perlakuan khemis lebih efisien bila dibandingkan dengan perlakuan mekanis yang memakan waktu dan tenaga terutama pada perkecambahan secara besar-besaran. Namun sisi buruk pada perlakuan khemis yaitu bila dosisnya berlebihan dan dalam menjalankan metode pelaksanaan tidak cermat, maka akan menghambat proses perkecambahannya. Kulit biji sangat peka terhadap pengaruh luar, sehingga hambatan proses perkecambahan disebakan oleh bahan kimia tersebut yang keras.

Gaya berkecambah suatu biji adalah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji yang dikecambahkan, dinyatakan dalam persen dalam waktu tertentu. Waktu tersebut berbeda untuk masing-masing jenis biji. Biji disebut murni apabila biji-biji tersebut berasal dari varietas serta memiliki bentuk, warna, ukuran yang sama. Gaya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui apakah biji masih mampu berkecambah atau tidak. Sedangkan kecepatn berkecambah suatu biji ialah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji murni yang dikecambahkan dalam waktu yang lebih pendek daripada untuk penentuan gaya berkecambah.

Gambar 1. Grafik Indeks Vigor Biji Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan grafik tersebut, indeks vigor terendah ada pada perlakuan kontrol. Diatasnya ada perlakuan H2SO4 9  menit , lalu H2SO4 3  menit, kemudian  H2SO4 6  menit. Indeks vigor tertinggi ada pada perlakuan biji saga yang diamplas. Hal ini sudah terlihat dari hari pengamatan kedua. Pada perlakuan pengamplasan biji pada hari kedua, indeks vigornya paling tinggi namun setelah itu turun drastis. Perlakuan ini efektif dalam mempercepat perkecambahan. Perlakuan khemis dipandang lebih efektif dan efisien karena dapat dilakukan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cukup singkat. Namun dalam perlakuan ini perlu diperhatikan konsentrasi/dosis bahan kimia yang digunakan karena sifat bahan kimia yang keras, juga karena kulit biji yang sangat peka terhadap pengaruh dari luar. Perlakuan khemis dengan H2SO4 dapat menghentikan dormansi biji saga, namun apabila kondisi biji saga yang kurang baik, maka H2SO4 dapat masuk ke biji saga dan dapat menyebabkan rusaknya embrionya. Penggunaan amplas memang aman dan dapat menghentikan masa dormansi biji saga, namun membutuhkan waktu lama dalam proses pengamplasan.

Gambar 2. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan histogram di atas, gaya berkecambah paling tinggi ada pada perlakuan amplas, sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol. Hal tersebut terjadi karena air sulit masuk ke dalam biji saga dengan kulit yang keras dan permeabel. Sedangkan pada perlakuan amplas, iar dapat lebih mudah masuk ke dalam biji saga untuk membantu mengakhiri dormansi biji. Kulit biji saga yang keras sudah dihilangkan beberapa bagian, sehingga air memperoleh jalan untuk masuk ke dalam biji. Untuk perlakuan khemis, gaya berkecambah tertinggi pada perlakuan perendaman 3 menit. Hal tersebut terjadi karena  H2SO4 yang sangat kuat, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk merusak kulit biji saga yang keras. Namun bila perendaman terlalu lama, dapat berakibat merusak embrio biji saga.

KESIMPULAN

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan :

  1. Penyebab dormansi biji yaitu karena adanya kulit biji bersifat impermeable terhadap air dan O2 serta keberadaan cairan buah yang menghambat perkecambahan. Zat Penghambat yang terdapat dalam cairan buah bersifat reversible, yaitu pada kadar rendah memacu perkecambahan dan pada kadar tinggi menghambat perkecambahan.
  2. Perlakuan mekanis, misalnya pengamplasan pada kulit biji berfungsi untuk mengurangi sifat impermeable kulit biji, sehingga proses imbibisi dapat belangsung lancar dan biji dapat berkecambah. Perlakuan khemis pada biji dapat mengatasi masalah dormansi biji, dalam praktikum ini yaitu dengan perendaman dengan H2SO4 pada dosis yang tepat agar membuka jalan untuk masuknya air ke dalam biji dan agar tidak merusak embrio dalam biji.

DAFTAR PUSTAKA

Bradbeer J.W.1989.SeedDormancy and Germination.Champman and Hall,New York.

Bagyoastuti,D.S.2004.Pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh terhadap waktu dormansi dan perkecambahan biji. Agromedia 22: 23-30.

Dwijoseputro.1985.Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Edmond,J.B.,T.L. Senn dan F. S. Andrews.1957.Fundamentals of Horticulture.Mc Grown – Hill Book Company.New York.476p.

Leopold,A.C. and P.E.Kriedemann.1975.Planth Growth and Develompment.Mc-Graw Hill Book Co.Ltd,New Delhi.

Nutile,G.E.andWoodstock,L.W.2006.The influence of dormancy-inducing dessication treatments on the respiration and germinationon of Sorghum.Physiologia Plantarum 20:554-561.

Soejadidan,U.S.Nugraha.2002.Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Gaya Berkecambah.Industri Benih,Jakarta.

Ulfa,Syarifah Widya.2010.Dormansi Biji.< http://biologimaterial.blogspot.com/2010/09/dormansi-penuaan-dan-mati.html>.Diakses 26 Mei 2013 pukul 11.50.

Tags: , , , , ,